Share

Bab 2

Author: Abimana
"Tuan, saya salah!"

"..." Arjuna tampak bingung.

Dia membungkuk untuk memapah Daisha berdiri, tetapi begitu tangannya menyentuh Daisha, wanita itu langsung bersujud kepadanya.

"Saya tahu Tuan selalu tidak menyukai keterampilan saya. Saya akan belajar dengan wanita-wanita di desa."

"Tapi Anda sudah mematahkan kaki kanan saya sebelumnya. Kalau Anda mematahkan kaki kiri saya juga, saya tidak bisa melayani Anda lagi."

Apa?!

Kaki Daisha dipatahkan oleh si pemilik tubuh Arjuna sebelumnya?!

Melihat kaki kanan Daisha yang pincang, kepala Arjuna pun berdengung.

Daisha begitu cantik, lemah lembut dan penurut. Siapa pun yang melihatnya pasti ingin menyayanginya. Apa yang pria itu pikirkan? Bagaimana dia tega melakukannya?

"Kakimu sakit, jangan berlutut lagi."

Tubuh Daisha bergetar hebat. Dia yang takut pada Arjuna sama sekali tidak memperhatikan apa yang Arjuna katakan. "Saya mohon, jangan pukul saya lagi. Jangan pukul saya."

Tubuh Daisha gemetar, ekspresinya tampak ketakutan.

Bisa dilihat bahwa si pemilik tubuh sebelumnya sering memukul Daisha sehingga wanita ini trauma.

Arjuna mengatakan tiga kali berturut-turut bahwa dia tidak akan memukul Daisha, Daisha barulah berhenti memohon belas kasihan.

"Tuan, Anda ... tidak akan memukul saya?"

"Arjuna, Arjuna!"

Tepat ketika Arjuna hendak menjawab pertanyaan Daisha, panggilan mendesak tiba-tiba terdengar dari luar pintu.

Daisha, yang sedang berlutut di lantai, dengan cepat berdiri guna membukakan tirai pintu untuk Arjuna.

"Terima kasih!" Arjuna mengangguk kecil pada Daisha, lalu berjalan melewatinya, keluar.

Daisha, yang berada di belakang Arjuna, memandang pria itu dengan terkejut bercampur bingung untuk waktu yang lama.

Tuan tidak memukulnya, bahkan mengucapkan terima kasih kepadanya?

Apakah Tuan berubah setelah jatuh ke jurang?

Alangkah baiknya jika itu benar.

Daisha menampar dirinya sendiri dengan keras.

'Daisha, Daisha, jangan berkhayal.'

'Arjuna menjadi baik adalah hal yang mustahil.'

...

Ada tiga pria bertubuh kekar di halaman, masing-masing dari mereka sangat tinggi dan besar. Orang yang berdiri di paling depan tampak galak dan tak bisa disinggung.

Siapa orang-orang ini?

Arjuna ingin bertanya pada Daisha, tetapi malah menemukan bahwa Daisha tampak panik. Kedua tangan Daisha terkepal erat. Ketika pandangannya bertemu dengan Arjuna, ada tatapan sedih, mengeluh serta memohon dalam matanya.

Apa yang terjadi?

"Apa yang sedang kamu lakukan? Kenapa begitu lama baru keluar?" Pria itu menghampiri Arjuna, menunjukkan gigi kuningnya, kemudian dia menggoyangkan benda yang ada di tangannya. "Aku sudah membawa daging, arak dan orangnya."

Usai berbicara, tanpa menunggu reaksi Arjuna, dia langsung mengajak dua pria lainnya untuk masuk ke dalam rumah.

"Apakah aku akrab denganmu?"

Arjuna merasa tidak senang karena mereka masuk ke dalam rumahnya tanpa persetujuannya, apalagi mereka membuat istrinya ketakutan.

Mendengar kata-kata Arjuna, ketiga pria itu pun tertegun.

"Kamu .... Aish!" Pria bergigi kuning itu mengibas tangan dengan acuh tak acuh, lalu dia berkata kepada teman-temannya. "Kemarin dia jatuh ke jurang, sekarang otaknya masih bermasalah. Abaikan saja, kalian duduk dulu."

Selesai berbicara, pria bergigi kuning itu menoleh ke arah Daisha yang berdiri di balik tirai pintu, kemudian dia berteriak dengan keras. "Dasar wanita buta! Apakah kamu tidak melihat daging dan arak yang aku bawa? Cepat masak! Kamu begitu tidak inisiatif, aku seharusnya menyuruh Arjuna untuk menjualmu!"

Daisha yang berada di balik tirai pintu pun gemetar.

Daisha berjalan keluar dari balik tirai pintu, wajahnya pucat, matanya berkaca-kaca.

Setelah mengambil daging dan arak dari pria bergigi kuning, Daisha berjalan tertatih-tatih menuju dapur.

Kemarahan Arjuna melonjak. Apa hebatnya seorang pria menindas seorang wanita? Selain itu, wanita tersebut adalah istrinya.

Siapa pria ini sebenarnya? Dia datang tanpa diundang, bahkan menyuruh-nyuruh wanitanya.

"Aish!"

Tepat ketika Arjuna hendak meledak, pria bergigi kuning itu melihat Daisha yang pincang, lalu dia tiba-tiba menghela napas. "Arjuna, apakah kamu tidak bisa bersabar sedikit? Sayang sekali kaki Alsava Keempat dipatahkan."

"Benar."

Dua orang yang ada di belakang pria bergigi kuning itu mengangguk, menunjukkan penyesalan.

Arjuna memandang ketiga pria itu dengan tatapan menyelidik. Didengar dari nadanya, penyesalan mereka tidak terdengar seperti bersimpati pada Daisha.

"Jangan berdiri di sini, ayo masuk dan duduk di dalam. Arjuna, kamu pasti belum pulih. Ayo, cepat duduk juga."

Pria bergigi kuning itu menarik Arjuna ke dalam rumah seolah dialah tuan rumahnya.

Arjuna duduk, kemudian dia memandang ketiga pria itu dalam diam. Dia harus mencari tahu dulu siapa pria-pria ini, serta tujuan kedatangan mereka.

Dia mencari memori dalam benaknya.

Dari ketiga pria ini, dia hanya mengenal ketuanya, yaitu pria bergigi kuning. Namanya Raditya Yudis, dia dan pemilik tubuh Arjuna sebelumnya adalah preman di desa.

Mereka memiliki kesamaan, yaitu sama-sama malas. Mereka hanya tahu makan, minum, mencari pelacur dan berjudi. Semua tanggungan rumah diserahkan kepada istri, bahkan mengeluh uang yang istri mereka hasilkan terlalu sedikit. Bila dalam suasana hati buruk, mereka akan memarahi dan memukul istri mereka. Kekerasan yang dilakukan adalah mematahkan tangan dan kaki.

Alasan Raditya dan pemilik tubuh Arjuna sebelumnya begitu liar adalah mereka yakin orang lain tidak akan menuntut mereka.

Apalagi lelaki di Kerajaan Bratajaya lebih sedikit ketimbang perempuan. Dalam beberapa tahun terakhir, jumlah laki-laki pun berkurang drastis karena perang dengan negara tetangga dan bencana alam. Banyak perempuan tidak bisa menikah meski usianya sudah cukup.

Situasinya genting. Setiap rumah sangat kekurangan makanan. Orang tua yang kejam akan mengusir anak perempuan mereka yang tidak dinikahi. Wanita yang cantik bisa menjadi wanita penghibur, sedangkan yang tidak cantik hanya bisa mengembara. Setiap tahunnya ada banyak perempuan yang mati kelaparan.

Anak perempuan yang tidak diusir dari rumah pun seringkali memilih bunuh diri karena takut menjadi beban keluarga.

Karena itu, Raja Bratajaya menurunkan sebuah titah.

Pemerintah kerajaan mengalokasikan istri. Selain yang dialokasikan, mereka juga mendorong pria untuk menikahi banyak wanita. Orang yang menikahi lebih dari tiga wanita akan diberi imbalan.

Hadiah dari raja yang awalnya satu tael perak ditambah menjadi sepuluh tael perak, tetapi masih sedikit pria yang mau menikahi banyak wanita.

Saat ini, ekonomi kurang baik, semua orang menjalani kehidupan dengan susah. Siapa yang mau menambah istri?

Jumlah laki-laki sedikit, sedangkan Arjuna dan Raditya telah menikah lebih dari tiga orang. Seandainya mereka digugat ke pemerintah daerah, pemerintah daerah hanya akan memberi mereka sanksi sebagai formalitas.

Raditya melihat ke arah pintu lalu bertanya, "Arjuna, di mana Alsava Ketiga dan yang lainnya? Hari ini tidak ada di rumah?"

"Alsava Ketiga?"

Dan yang lainnya?

Jangan-jangan, istrinya tidak hanya satu?

"Tunggu." Raditya menggelengkan kepalanya. "Arjuna, jangan-jangan kepalamu benar-benar bermasalah setelah jatuh ke jurang?"

Mata Arjuna membelalak. "Apakah kamu bisa bicara? Kepalamu yang bermasalah!"

Raditya segera menjawab, "Kalau kepalamu tidak bermasalah, kenapa kamu tidak ingat Alsava Ketiga? Bukan hanya melupakan Alsava Ketiga, kamu bahkan memperlakukan Alsava Keempat si pincang dengan baik."

Istri keempat, pincang?

Maksud Raditya seharusnya Daisha yang sedang sibuk di dapur.

"Apakah kamu mengerti sopan santun? Nama istriku adalah Daisha, bukan si pincang!"

"Lihat, lihat," kata Raditya dengan semangat, seolah tebakannya benar. "Kamu masih mengatakan kepalamu tidak bermasalah. Kamu biasanya paling tidak menyukai Alsava Keempat. Kamu merasa dia terlalu kurus sehingga tidak bisa melakukan pekerjaan berat di ladang. Kalau bukan karena Alsava Ketiga dan yang lainnya, kamu sudah lama menceraikan dan membuangnya."

"Oh!" seru Raditya. Dia tiba-tiba ber-"oh" ria, kemudian menunjuk Arjuna dan menggodanya. "Aku sudah tahu kenapa kamu mengundang kami ke sini hari ini. Karena Alsava Ketiga dan yang lainnya tidak ada di rumah. Kamu takut padanya."

Ingatan tersebut benar-benar tidak ada di benak Arjuna.

Alsava Ketiga

Raditya terus menyebut Alsava Ketiga.

Apakah dia itu kakaknya Daisha? Apakah dia juga istrinya Arjuna? Wanita seperti apakah dia?

"Lupakan saja, jangan bicarakan Alsava Ketiga. Mari kita bahas urusan penting." Raditya menoleh kepada dua pria yang dia bawa. "Bagaimana? Aku tidak membohongi kalian, bukan? Daisha itu ...."

"Tuan ...."

Suara lembut Daisha menyela kata-kata Raditya. Dia membawa sebuah meja kecil masuk, di atas meja terdapat tiga lauk yang baru saja dia masak.

Daisha berjalan dengan susah payah karena harus membawa meja dengan kaki yang tidak bagus. Dia berusaha melindungi makanan yang ada di atas meja itu.

Arjuna buru-buru berdiri, kemudian mengambil meja kecil dari Daisha. "Aku saja."

Daisha tertegun. Ada tatapan bingung dan sedikit terharu dalam manik hitamnya.

Arjuna tidak hanya tidak marah karena gerakannya lambat dalam menyajikan makanan, tetapi juga berbicara dengan sopan dan mengambil inisiatif untuk membantunya.

Dia ... tampak sangat berbeda dari biasanya.

"Kulitnya putih mulus, wajahnya juga cantik. Kamu benar, Raditya, dia memang wanita cantik yang langka. Sayangnya, kakinya dipatahkan. Kalau tidak ...."

Raditya menatap Daisha. Dua pria lainnya juga memandang Daisha dengan tatapan tak senonoh.

Meskipun Arjuna tidak pernah berpacaran di zaman modern, dia tidak bodoh. Hari ini, beberapa orang tersebut datang untuk Daisha.

Apakah pemilik tubuh Arjuna sebelumnya tidak diberi otak saat lahir? Bisa-bisanya dia berteman dengan pria-pria yang mengincar istrinya.

Arjuna menatap tiga pria yang ada di depannya dengan tatapan dingin.

"Pergi!"

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (7)
goodnovel comment avatar
Alesta
BAgussbqguss
goodnovel comment avatar
hans
***** bagus lanjut broo
goodnovel comment avatar
Heri Eeng
ok...sangat menarik
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Sang Menantu Perkasa   Bab 3

    Arjuna tiba-tiba berteriak dengan dingin, Raditya dan dua pria lainnya tertegun.Bisa-bisanya Arjuna meneriaki mereka?Rumah itu tiba-tiba menjadi sunyi."Arjuna!" Ekspresi Raditya menjadi muram. "Kamu bertingkah seperti ini sejak kami masuk rumah. Tadi aku tidak perhitungan karena mengingat kamu baru saja jatuh ke jurang, belum pulih. Tapi kamu jangan ngelunjak. Aku bicara sampai di sini. Kamu sudah menerima uangnya, jadi baik kamu bersedia atau tidak, lakukan sesuai kesepakatan kita sebelumnya."Saat Raditya berbicara, kedua pria di belakangnya pun berdiri.Kedua pria itu tampak tinggi dan kekar.Jika Arjuna benar-benar berkonflik dengan mereka, dia bisa kabur, tetapi ....Arjuna melirik Daisha yang berdiri dengan kepala menunduk di sampingnya."Aduh, kepalaku!" Arjuna memegang kepalanya, berpura-pura kesakitan. "Setelah jatuh ke jurang, aku terus demam. Kepalaku masih sakit dan bengkak. Aku tidak mengingat banyak hal. Maaf, kawan-kawan."Melihat hal ini, ekspresi ketiga pria itu bar

  • Sang Menantu Perkasa   Bab 4

    "Kamulah yang harus memohon!" Arjuna mengambil mangkuk lain."Buk!""Beranikah aku menghajarmu?""Ah!" Raditya yang tidak waspada pun jatuh ke lantai, kemudian menjerit. Setelah itu, dia mencoba untuk bangun, tetapi Arjuna tidak memberinya kesempatan."Buk!""Berani atau tidak?""Buk!""Berani atau tidak?"Setiap kali bertanya, Arjuna akan memukul Raditya sekali.Pukulan Arjuna menjadi makin keras setiap kalinya.Kepala Raditya langsung memerah, darah yang mengalir keluar makin banyak. Awalnya dia masih tahan, tetapi setelahnya pukulan Arjuna makin menyakitkan sehingga dia pun memohon.Kedua pria dari Rumah Bordil Prianka menurunkan tangan mereka yang tadinya bersedekap di depan dada. Mereka saling menatap, tetapi tidak berani membantu Raditya.Kenapa Arjuna berbeda dari yang mereka ketahui?Arjuna yang mereka kenal tidak bisa menghajar siapa pun, selain wanitanya sendiri. Reputasinya sebagai preman desa karena ada Raditya yang melindunginya.Kenapa sekarang ...."Buk, buk, buk!" Arjun

  • Sang Menantu Perkasa   Bab 5

    "Siu!""Set!" Sebuah anak panah tertancap di panel pintu.Arjuna menatap anak panah yang berjarak nol koma sekian sentimeter darinya dengan mata terbelalak. Dia merasa seperti baru selamat dari bencana. Jika anak panah itu meleset sedikit saja ....Siapa?Siapa yang begitu berani?!Seorang wanita yang tinggi dan cantik tiba-tiba muncul di depan Arjuna."Kak Disa!"Sebelum Arjuna bereaksi, Daisha sudah menghampiri wanita itu.Kak Disa.Disa Alsava?Dalam ingatan Arjuna, Disa adalah kakak kandung Daisha, istri Arjuna yang lain.Arjuna mengamati Disa dengan cermat.Tingginya diperkirakan sekitar 170 sentimeter. Tinggi ini dianggap super tinggi pada zaman kuno.Parasnya mirip dengan Daisha, tetapi juga berbeda.Wajah Disa lebih tegas daripada Daisha, tubuhnya lebih berisi, warna kulitnya mendekati warna gandum, ditambah dengan tinggi badannya, dia memberi kesan lancang dan seksi.Mungkin karena lari cepat, wajah Disa memerah, butiran keringat menetes dari dahinya, dadanya naik turun, pakai

  • Sang Menantu Perkasa   Bab 6

    Disa tidak bisa melanjutkan kalimatnya. Dia menurunkan anak panah dari busur panah, menggenggamnya dengan erat sambil memelototi Arjuna dengan tajam.Arjuna juga merasa marah saat mendengarnya. Jangankan Disa, dia saja ingin rasanya mencekik Arjuna yang sebelumnya.Daisha perlahan menurunkan tangannya yang terentang. Cahaya dalam matanya meredup sedikit demi sedikit. Disa benar, mereka belum pernah merasakan kehidupan yang nyaman sejak menginjakkan kaki di rumah ini.Dia sering bertanya-tanya, apakah mati lebih baik daripada hidup?"Dik Daisha, menyingkirlah." Disa mendorong Daisha ke samping, kemudian mengarahkan busur dan anak panahnya ke arah Arjuna lagi."Ah!" Daisha menutup matanya, dia tidak berani melihat.Sekitar tiga detik berlalu."Kamu ...."Disa tertegun melihat Arjuna yang mencekal tangannya di hadapannya."Bagaimana, bagaimana kamu ...." Disa berbicara dengan tidak jelas.Bagaimana Arjuna tiba di depannya dan mencengkeram tangannya? Bagaimana dia memiliki kecepatan sepert

  • Sang Menantu Perkasa   Bab 7

    Setelah Disa keluar, Daisha membawa makanan Arjuna yang baru dimakan setengah ke luar."Tuan, saya sudah memanaskan kembali makanannya, makanlah."Setelah itu, Daisha meletakkan makanannya, berbalik lalu keluar.Setelah meninggalkan ruang utama, Daisha memanggil Disa untuk makan malam.Dua bersaudari itu tidak makan di ruang utama. Mereka berjalan ke dapur, kemudian masing-masing memegang sebuah piring.Arjuna duduk, lalu melihat nasi di depannya sambil tersenyum tak berdaya. Mau makan saja penuh liku-liku.Sambil tersenyum pahit, Arjuna mengangkat pandangannya. Ekspresi menderita Daisha dan Disa yang menelan makanan di dapur pun tertangkap oleh Arjuna.Begitu berpikir bahwa mereka hanya makan dedak atau sayuran liar, Arjuna tidak punya selera untuk makan.Dia awalnya ingin mengajak mereka untuk makan bersama, tetapi mengingat nasi yang ada di atas meja sisa sedikit, serta Daisha yang takut pada dirinya ...."Plak!"Arjuna membanting sendok ke atas meja.Seperti dugaannya, Daisha yang

  • Sang Menantu Perkasa   Bab 8

    Arjuna tentu mendeteksi keraguan Daisha. Dia tersenyum sembari berkata, "Jangan khawatir, tuanmu ini bisa masak."Di zaman modern, Arjuna terlahir dalam keluarga miskin. Dia pernah melakukan semua pekerjaan rumah.Daisha masih bergeming.Arjuna ... tersenyum padanya.Apakah dia sedang bermimpi?"Daisha, Daisha, Daisha."Setelah Arjuna memanggilnya sebanyak ketiga kalinya, Daisha baru sadar."Se ... segera!" Daisha yang terburu-buru sedikit merona.Setengah dari daging yang dibawa Raditya hari ini adalah lemak.Pada zaman itu, daging berlemak lebih mahal dibandingkan daging tanpa lemak.Arjuna memotong daging berlemak sedikit demi sedikit, kemudian menggorengnya dengan minyak di dalam panci.Begitu aroma minyak keluar dari panci, Daisha yang sedang menyalakan api diam-diam menelan air liur.Disa, yang berdiri di dekat kusen pintu, juga tidak bisa menahan diri.Harum sekali.Karena sudah setahun tidak makan daging, perut kedua kakak beradik itu merasa menderita.Dagingnya tidak banyak, l

  • Sang Menantu Perkasa   Bab 9

    "Tuan, apakah Anda menjatuhkan sesuatu?" tanya Daisha dengan lembut sembari mengekori Arjuna."Aku sedang mencari .... Ketemu, ketemu!"Arjuna berbalik dengan gembira, ada dua benda hitam di tangannya.Benda itu adalah ....Kotoran?Kotoran!Dua bongkahan kotoran besar, kotoran sapi yang berwarna hitam dan kering."Arjuna." Disa memanggil Arjuna dengan nama lagi. Dia melindungi Daisha. "Apa yang ingin kamu lakukan lagi?"Tangan Daisha menggenggam ujung pakaian Disa, matanya yang seperti bintang penuh ketakutan, napasnya bahkan memburu.Bulan lalu, Arjuna kalah berjudi. Dia terbangun karena kedinginan di tengah malam, lalu dia melampiaskan kemarahannya pada Daisha. Dia memarahi Daisha yang tidak bisa membuat perapian, kemudian menyeret wanita itu ke dapur, memaksanya memakan jerami.Jangan-jangan sekarang Arjuna akan dan memasukkan kotoran sapi ke dalam mulutnya?"Arjuna, kalau kamu menindas adikku lagi, aku akan membunuhmu!"Disa berteriak dengan marah, dia tampak tidak takut mati.Dia

  • Sang Menantu Perkasa   Bab 10

    Apa-apaan ini?Arjuna mengerutkan kening, lalu bertanya, "Disa, apa yang kamu bicarakan? Memangnya kalau aku yang mengangkat, pemerintah akan mengutus orang untuk menangkap Daisha?""Huh!" Disa mendengus. "Berpura-pura bodoh? Apakah otakmu benar-benar bermasalah?"Astaga!Arjuna kaget. Jadi, itu benar?Ingatan Arjuna yang sebelumnya sangat terbatas, dia benar-benar tidak mengingat hal ini.Aneh sekali negara ini, laki-laki tidak boleh bekerja?Tidak heran jumlah laki-lakinya sangat sedikit.Sebenarnya, pria di Kerajaan Bratajaya boleh bekerja keras. Selain itu, pria yang kuat juga dianggap keren.Namun, tidak normal jika Arjuna menenteng kotoran sapi, sedangkan Daisha kembali dengan tangan kosong.Laki-laki di Kerajaan Bratajaya bagaikan bangsawan, mereka merasa bahwa perempuan dilahirkan untuk melayani laki-laki. Jika Arjuna membawa sesuatu, sedangkan tangan Daisha kosong, perempuan itu pasti akan dihujat oleh penduduk desa, bahkan diadukan ke pemerintah oleh lelaki di desa. Pada saat

Latest chapter

  • Sang Menantu Perkasa   Bab 418

    "Bos, jangan menakuti anak kecil."Pria yang duduk tidak jauh dari Naga Bermata Satu berkata dengan suara lembut.Begitu lelaki itu bicara, Naga Bermata Satu memelotot pria yang berlutut di lantai, kemudian dia mengambil mangkuk anggur, lanjut minum anggurnya."Jangan takut, Rangga. Berdirilah, lalu lanjut bicara."Pria itu meletakkan buku yang ada di tangannya. Dia mengenakan pakaian putih, berkulit cerah dan bersih. Dia lembut dan anggun, tidak cocok dengan gua yang berasap dan busuk itu.Pria bernama Rangga itu, tidak, lebih tepatnya anak laki-laki.Anak laki-laki itu berambut abu kekuningan, kurus dan kecil, tampak kurang gizi."Tu ... Tuan Galih." Tubuh kurus bocah lelaki itu bergetar lebih hebat daripada ketika dia berbicara dengan Naga Bermata Satu.Tuan Galih yang dia maksud adalah Galih, pemimpin kedua di Gunung Magmora.Galih selalu terlihat baik dan lembut, tetapi semua orang di Gunung Magmora tahu bahwa kekejamannya jauh lebih mengerikan daripada Naga Bermata Satu.Penyiksa

  • Sang Menantu Perkasa   Bab 417

    "Makanya aku bilang, kalian pasti salah dengar.""Kalian tidak salah dengar!"Arjuna berjalan maju dari belakang Eshan, kemudian berdiri dengan tenang."Masalah ini tidak ada hubungannya dengan Yang Mulia Eshan. Kurasa ...."Tatapan Arjuna dengan tenang menyapu sekelompok orang di depannya."Di antara kalian, pasti ada orang dari Gunung Magmora. Sekarang aku ingin meminta kalian untuk menyampaikan kepada pemimpin kalian. Mari kita bertanding sebagai rakyat biasa. Beranikah dia menerima tantangan? Menang atau kalah adalah urusan antara kita berdua, tidak ada kaitannya dengan rakyat Kabupaten Damai."Setelah Arjuna selesai berbicara, suasana kembali hening. Bahkan kedua pria yang menghasut pun tercengang.Mereka tidak menyangka akan menjadi seperti ini.Pria berbaju abu-abu itu menoleh ke arah kereta kuda yang ada di seberang kantor kepala daerah. Orang di dalam kereta itu menggelengkan kepalanya, memberi isyarat agar dia tidak bertindak gegabah."Arjuna, kamu hanya seorang pelajar, kamu

  • Sang Menantu Perkasa   Bab 416

    "Kamu mau pergi? Apakah kamu gila? Jangan ikut campur dalam masalah ini." Tamael adalah orang pertama yang menolak."Arjuna, pemberantasan bandit sama sekali berbeda dari kompetisi dengan Kabupaten Sentosa, juga bukan ujian kekaisaran, tapi melibatkan pedang dan senjata. Tidak ada peluang untuk memulai lagi kalau gagal. Kalau gagal, bisa berakhir mati." Mois juga melarang."Benar, memberantas bandit sebenarnya sama seperti bertempur di medan perang. Selain menguasai ilmu bela diri, kamu juga harus menguasai cara memimpin pasukan dalam pertempuran. Hal ini jauh lebih sulit daripada tiga pertandingan antara kamu dan Kabupaten Sentosa. Apakah kamu menguasai ilmu bela diri dan bisa memimpin pasukan dalam pertempuran?" Tamael menjadi makin menggebu-gebu ketika berbicara."Arjuna, meskipun perkataan Tamael tidak enak didengar, omongannya benar. Jangan ikut campur dalam masalah ini. Ini adalah utangku, aku tidak mungkin membiarkanmu ikut campur," timpal Eshan.Setelah Eshan selesai berbicara,

  • Sang Menantu Perkasa   Bab 415

    "Kenapa? Yang Mulia Eshan tidak menyinggungnya. Baik kamu maupun aku juga tidak menyinggungnya." Tamael mengerutkan kening dengan bingung."Karena keserakahan."Kekuasaan akan memperbesar keserakahan manusia.Ketika dua kabupaten digabung menjadi prefektur, Sugi akan naik jabatan dari kepala daerah menjadi kepala prefektur.Arjuna dan Tamael telah menjadi duri dalam daging Sugi. Begitu Sugi menjadi kepala prefektur, Sugi pasti akan mengambil tindakan terhadap mereka.Semua laki-laki di Kabupaten Damai juga akan menderita. Kelak ketika merekrut prajurit, Sugi pasti akan mulai dari Kabupaten Damai."Arjuna, menurutmu apa yang harus kita lakukan sekarang?" Wajah Tamael penuh dengan kecemasan.Tatapan Arjuna begitu dalam, kata-kata dingin keluar dari mulutnya. "Membasmi para bandit, memenggal kepala Naga Bermata Satu.""Arjuna, apakah kamu tahu apa yang kamu katakan?" Tamael menjadi pucat karena ketakutan. Dia dengan gugup berbisik kepada Arjuna. "Jangan katakan hal itu lagi, jangan kataka

  • Sang Menantu Perkasa   Bab 414

    "Ya, kenapa?"Penduduk desa yang baru saja melangkah mundur pun berhenti lagi."Aku tahu!" Seorang pria berpakaian biru mengangkat tangannya di tengah kerumunan."Oh, bung, kalau kamu tahu, beri tahulah kepada semua orang." Laki-laki berpakaian abu-abu yang berdiri di tempat tinggi itu berbicara lebih keras lagi.Mata semua orang terpusat pada pria berbaju biru itu."Kalian masih ingat sepuluh anak panah yang ditembakkan di arena pacuan kuda, 'kan?""Tentu saja ingat. Anak panah itu tidak hanya membunuh Hendra, tetapi juga ingin membunuh Arjuna."Pemandangan mengerikan itu kini menjadi topik pembicaraan warga Kabupaten Damai, Sentosa dan Lunaris.Mereka merasa kasihan terhadap Hendra, juga mengagumi keberuntungan Arjuna.Hingga saat ini, tidak ada seorang pun yang percaya bahwa Arjuna benar-benar memiliki kemampuan. Baik itu ujian maupun mengalahkan Hendra, merasa bahwa Arjuna hanya beruntung."Yang Mulia Bupati menemukan bahwa anak panah yang memanah dan membunuh Tuan Hendra berasal d

  • Sang Menantu Perkasa   Bab 413

    "Kak Tamael, apa yang terjadi?" Arjuna berdiri, lalu pergi menyambutnya."Mereka, mereka ...."Entah karena berlari terlalu cepat atau terlalu gugup, Tamael tidak bisa berbicara untuk sekian lama.Arjuna menyerahkan secangkir teh. "Kak Tamael, jangan cemas. Minum teh dulu."Tamael melambaikan tangannya. "Tidak perlu, orang-orang itu pergi ke kantor kepala daerah!"Arjuna tertegun. "Pergi ke kantor kepala daerah? Siapa? Kenapa?""Begitu gerbang kota dibuka pagi ini, sejumlah besar penduduk desa berdatangan dari luar kota. Setelah mengetahui bahwa Yang Mulia Eshan akan memimpin tim untuk menumpas para bandit, mereka langsung bergegas ke kantor kepala daerah, melarang Yang Mulia Eshan pergi.""Oh, Yang Mulia Eshan biasanya tekun dan sayang rakyat. Dia adalah pejabat yang baik. Penduduk desa mungkin khawatir dia dalam bahaya.""Salah, itu kebalikan dari apa yang kamu katakan, Arjuna." Melihat Arjuna salah paham, Tamael pun kembali cemas. "Para penduduk desa itu tidak mencemaskan Yang Mulia

  • Sang Menantu Perkasa   Bab 412

    "Tuan." Daisha tersipu sambil meninju Arjuna. "Cepat turunkan aku!""Tidak.""Tuan ...."Suara yang membuat orang tersipu terdengar dari dalam kamar.Disa berjalan ke halaman untuk berlatih memanah tanpa mengubah ekspresinya.Dinda mencari dua potong kain untuk menutup telinganya.Kedua saudari itu sudah sangat terbiasa sehingga tidak heran lagi.Namun lain halnya dengan para pembantu.Sebelum Tamael memberikan mereka kepada Arjuna, dia sudah memberi tahu mereka bahwa mereka akan menjadi pembantu sekaligus melahirkan anak Arjuna. Bahkan menyuruh pembantu senior mengajari mereka tentang hubungan intim.Kalau mereka bilang mengerti, sebenarnya mereka tidak mengerti. Jika mereka bilang tidak mengerti, pembantu senior sudah menjelaskannya dengan sangat rinci.Sekarang ketika mereka mendengar suara-suara cabul itu, mereka semua tersipu.Suara majikan mereka tidak keras, tetapi sangat dalam dan bertenaga.Pembantu senior mengatakan bahwa laki-laki seperti itu sangat kuat dan dapat dengan mud

  • Sang Menantu Perkasa   Bab 411

    "Para bandit dari Gunung Magmora akan menyerang kita. Kami hanya ingin menghindari bahaya. Setelah para bandit itu pergi, kami akan kembali ke desa. Kita tidak akan tinggal lama di sini."Atas saran Shaka, Ranjani mulai berbicara sambil menangis."Alhasil tak disangka ...." Ranjani menangis tersedu-sedu dengan sedih.Orang-orang yang tidak mengetahui kebenaran merasa kasihan padanya dan berpikir bahwa Arjuna sudah keterlaluan."Ya ampun, padahal rumah ini begitu besar, tapi dia tak hanya tidak mengundang kakek neneknya untuk tinggal bersama. Kakek neneknya datang untuk menghindari para bandit pun tidak diizinkan masuk.""Apakah dia peraih nilai tertinggi dalam ujian kekaisaran di Kabupaten Damai yang juga mengalahkan Cendekiawan Bima?""Bakti yang paling dasar saja tidak punya, apa gunanya mendapat nilai tertinggi dan mengalahkan cendekiawan?""Apakah dia tidak takut disambar petir?"Orang-orang zaman dahulu sangat memperhatikan reputasi, terutama para pelajar.Shaka menatap lurus ke a

  • Sang Menantu Perkasa   Bab 410

    Kedua petugas yang berdiri di depan Shaka yang menghalangi mereka dari tadi tiba-tiba menangkupkan tangan mereka dan membungkuk."Seharusnya dari awal kalian begini. Aku beri tahu, sekarang sudah terlambat."Shaka mengira kedua petugas itu sedang memberi hormat padanya, dia mulai bersikap bangga."Kalau sudah tahu siapa aku, cepat menyingkir!"Shaka berjalan menuju rumah sambil memarahi petugas."Mundur!""Aduh!"Tak seorang pun melihat dengan jelas bagaimana kedua petugas itu menyerang. Ketika jeritan Shaka terdengar, Shaka sudah terjatuh ke lantai dan menjerit kesakitan."Shaka!""Tuan!"Oki, Naura dan lainnya bergegas ke sisi Shaka."Shaka, apakah kamu baik-baik saja?""Tuan, apakah mereka menyakitimu?"Shaka mendorong Naura dengan kesal, lalu menunjuk kedua petugas itu. "Beraninya kalian menendangku!"Para petugas mengabaikan Shaka. Mereka membungkuk sambil menangkupkan tangan mereka lagi. "Tuan!"Tuan?Shaka, Oki dan yang lainnya melihat ke arah yang diberi hormat oleh petugas itu

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status