"Ya, kenapa?"Penduduk desa yang baru saja melangkah mundur pun berhenti lagi."Aku tahu!" Seorang pria berpakaian biru mengangkat tangannya di tengah kerumunan."Oh, bung, kalau kamu tahu, beri tahulah kepada semua orang." Laki-laki berpakaian abu-abu yang berdiri di tempat tinggi itu berbicara lebih keras lagi.Mata semua orang terpusat pada pria berbaju biru itu."Kalian masih ingat sepuluh anak panah yang ditembakkan di arena pacuan kuda, 'kan?""Tentu saja ingat. Anak panah itu tidak hanya membunuh Hendra, tetapi juga ingin membunuh Arjuna."Pemandangan mengerikan itu kini menjadi topik pembicaraan warga Kabupaten Damai, Sentosa dan Lunaris.Mereka merasa kasihan terhadap Hendra, juga mengagumi keberuntungan Arjuna.Hingga saat ini, tidak ada seorang pun yang percaya bahwa Arjuna benar-benar memiliki kemampuan. Baik itu ujian maupun mengalahkan Hendra, merasa bahwa Arjuna hanya beruntung."Yang Mulia Bupati menemukan bahwa anak panah yang memanah dan membunuh Tuan Hendra berasal d
"Kenapa? Yang Mulia Eshan tidak menyinggungnya. Baik kamu maupun aku juga tidak menyinggungnya." Tamael mengerutkan kening dengan bingung."Karena keserakahan."Kekuasaan akan memperbesar keserakahan manusia.Ketika dua kabupaten digabung menjadi prefektur, Sugi akan naik jabatan dari kepala daerah menjadi kepala prefektur.Arjuna dan Tamael telah menjadi duri dalam daging Sugi. Begitu Sugi menjadi kepala prefektur, Sugi pasti akan mengambil tindakan terhadap mereka.Semua laki-laki di Kabupaten Damai juga akan menderita. Kelak ketika merekrut prajurit, Sugi pasti akan mulai dari Kabupaten Damai."Arjuna, menurutmu apa yang harus kita lakukan sekarang?" Wajah Tamael penuh dengan kecemasan.Tatapan Arjuna begitu dalam, kata-kata dingin keluar dari mulutnya. "Membasmi para bandit, memenggal kepala Naga Bermata Satu.""Arjuna, apakah kamu tahu apa yang kamu katakan?" Tamael menjadi pucat karena ketakutan. Dia dengan gugup berbisik kepada Arjuna. "Jangan katakan hal itu lagi, jangan kataka
"Kamu mau pergi? Apakah kamu gila? Jangan ikut campur dalam masalah ini." Tamael adalah orang pertama yang menolak."Arjuna, pemberantasan bandit sama sekali berbeda dari kompetisi dengan Kabupaten Sentosa, juga bukan ujian kekaisaran, tapi melibatkan pedang dan senjata. Tidak ada peluang untuk memulai lagi kalau gagal. Kalau gagal, bisa berakhir mati." Mois juga melarang."Benar, memberantas bandit sebenarnya sama seperti bertempur di medan perang. Selain menguasai ilmu bela diri, kamu juga harus menguasai cara memimpin pasukan dalam pertempuran. Hal ini jauh lebih sulit daripada tiga pertandingan antara kamu dan Kabupaten Sentosa. Apakah kamu menguasai ilmu bela diri dan bisa memimpin pasukan dalam pertempuran?" Tamael menjadi makin menggebu-gebu ketika berbicara."Arjuna, meskipun perkataan Tamael tidak enak didengar, omongannya benar. Jangan ikut campur dalam masalah ini. Ini adalah utangku, aku tidak mungkin membiarkanmu ikut campur," timpal Eshan.Setelah Eshan selesai berbicara,
"Makanya aku bilang, kalian pasti salah dengar.""Kalian tidak salah dengar!"Arjuna berjalan maju dari belakang Eshan, kemudian berdiri dengan tenang."Masalah ini tidak ada hubungannya dengan Yang Mulia Eshan. Kurasa ...."Tatapan Arjuna dengan tenang menyapu sekelompok orang di depannya."Di antara kalian, pasti ada orang dari Gunung Magmora. Sekarang aku ingin meminta kalian untuk menyampaikan kepada pemimpin kalian. Mari kita bertanding sebagai rakyat biasa. Beranikah dia menerima tantangan? Menang atau kalah adalah urusan antara kita berdua, tidak ada kaitannya dengan rakyat Kabupaten Damai."Setelah Arjuna selesai berbicara, suasana kembali hening. Bahkan kedua pria yang menghasut pun tercengang.Mereka tidak menyangka akan menjadi seperti ini.Pria berbaju abu-abu itu menoleh ke arah kereta kuda yang ada di seberang kantor kepala daerah. Orang di dalam kereta itu menggelengkan kepalanya, memberi isyarat agar dia tidak bertindak gegabah."Arjuna, kamu hanya seorang pelajar, kamu
"Bos, jangan menakuti anak kecil."Pria yang duduk tidak jauh dari Naga Bermata Satu berkata dengan suara lembut.Begitu lelaki itu bicara, Naga Bermata Satu memelotot pria yang berlutut di lantai, kemudian dia mengambil mangkuk anggur, lanjut minum anggurnya."Jangan takut, Rangga. Berdirilah, lalu lanjut bicara."Pria itu meletakkan buku yang ada di tangannya. Dia mengenakan pakaian putih, berkulit cerah dan bersih. Dia lembut dan anggun, tidak cocok dengan gua yang berasap dan busuk itu.Pria bernama Rangga itu, tidak, lebih tepatnya anak laki-laki.Anak laki-laki itu berambut abu kekuningan, kurus dan kecil, tampak kurang gizi."Tu ... Tuan Galih." Tubuh kurus bocah lelaki itu bergetar lebih hebat daripada ketika dia berbicara dengan Naga Bermata Satu.Tuan Galih yang dia maksud adalah Galih, pemimpin kedua di Gunung Magmora.Galih selalu terlihat baik dan lembut, tetapi semua orang di Gunung Magmora tahu bahwa kekejamannya jauh lebih mengerikan daripada Naga Bermata Satu.Penyiksa
"Yang Mulia, kerajaan kita sangat kekurangan laki-laki.""Sekurang apa?""Dari seratus orang, populasi laki-laki kurang dari dua puluh orang. Dalam beberapa tahun terakhir, ada banyak perempuan dewasa yang bunuh diri karena tidak dinikahi. Kalau hal ini terus berlanjut, fondasi kerajaan mungkin akan tidak stabil.""Sebarkan perintah ini. Mulai sekarang, setiap wilayah di kerajaan ini akan mengalokasikan pernikahan. Kalau ada orang yang bersedia menikahi lebih dari tiga wanita, dia akan diberi imbalan.""Orang yang melahirkan anak laki-laki akan diberi imbalan tinggi.""Dalam tiga tahun, populasi laki-laki di kerajaan ini harus lebih banyak dari perempuan."...Arjuna Kusumo bangun karena terganggu oleh suara tangisan.Matanya terbuka, dia pun mendapati dirinya berada di sebuah rumah asing.Di sebelah Arjuna terdapat seorang wanita muda yang sedang menangis sambil menutupi wajahnya."Jangan menangis lagi, berisik sekali!"Mendengar suara Arjuna, wanita itu segera menyeka air matanya seb
"Tuan, saya salah!""..." Arjuna tampak bingung.Dia membungkuk untuk memapah Daisha berdiri, tetapi begitu tangannya menyentuh Daisha, wanita itu langsung bersujud kepadanya."Saya tahu Tuan selalu tidak menyukai keterampilan saya. Saya akan belajar dengan wanita-wanita di desa.""Tapi Anda sudah mematahkan kaki kanan saya sebelumnya. Kalau Anda mematahkan kaki kiri saya juga, saya tidak bisa melayani Anda lagi."Apa?!Kaki Daisha dipatahkan oleh si pemilik tubuh Arjuna sebelumnya?!Melihat kaki kanan Daisha yang pincang, kepala Arjuna pun berdengung.Daisha begitu cantik, lemah lembut dan penurut. Siapa pun yang melihatnya pasti ingin menyayanginya. Apa yang pria itu pikirkan? Bagaimana dia tega melakukannya?"Kakimu sakit, jangan berlutut lagi."Tubuh Daisha bergetar hebat. Dia yang takut pada Arjuna sama sekali tidak memperhatikan apa yang Arjuna katakan. "Saya mohon, jangan pukul saya lagi. Jangan pukul saya."Tubuh Daisha gemetar, ekspresinya tampak ketakutan.Bisa dilihat bahwa
Arjuna tiba-tiba berteriak dengan dingin, Raditya dan dua pria lainnya tertegun.Bisa-bisanya Arjuna meneriaki mereka?Rumah itu tiba-tiba menjadi sunyi."Arjuna!" Ekspresi Raditya menjadi muram. "Kamu bertingkah seperti ini sejak kami masuk rumah. Tadi aku tidak perhitungan karena mengingat kamu baru saja jatuh ke jurang, belum pulih. Tapi kamu jangan ngelunjak. Aku bicara sampai di sini. Kamu sudah menerima uangnya, jadi baik kamu bersedia atau tidak, lakukan sesuai kesepakatan kita sebelumnya."Saat Raditya berbicara, kedua pria di belakangnya pun berdiri.Kedua pria itu tampak tinggi dan kekar.Jika Arjuna benar-benar berkonflik dengan mereka, dia bisa kabur, tetapi ....Arjuna melirik Daisha yang berdiri dengan kepala menunduk di sampingnya."Aduh, kepalaku!" Arjuna memegang kepalanya, berpura-pura kesakitan. "Setelah jatuh ke jurang, aku terus demam. Kepalaku masih sakit dan bengkak. Aku tidak mengingat banyak hal. Maaf, kawan-kawan."Melihat hal ini, ekspresi ketiga pria itu bar
"Bos, jangan menakuti anak kecil."Pria yang duduk tidak jauh dari Naga Bermata Satu berkata dengan suara lembut.Begitu lelaki itu bicara, Naga Bermata Satu memelotot pria yang berlutut di lantai, kemudian dia mengambil mangkuk anggur, lanjut minum anggurnya."Jangan takut, Rangga. Berdirilah, lalu lanjut bicara."Pria itu meletakkan buku yang ada di tangannya. Dia mengenakan pakaian putih, berkulit cerah dan bersih. Dia lembut dan anggun, tidak cocok dengan gua yang berasap dan busuk itu.Pria bernama Rangga itu, tidak, lebih tepatnya anak laki-laki.Anak laki-laki itu berambut abu kekuningan, kurus dan kecil, tampak kurang gizi."Tu ... Tuan Galih." Tubuh kurus bocah lelaki itu bergetar lebih hebat daripada ketika dia berbicara dengan Naga Bermata Satu.Tuan Galih yang dia maksud adalah Galih, pemimpin kedua di Gunung Magmora.Galih selalu terlihat baik dan lembut, tetapi semua orang di Gunung Magmora tahu bahwa kekejamannya jauh lebih mengerikan daripada Naga Bermata Satu.Penyiksa
"Makanya aku bilang, kalian pasti salah dengar.""Kalian tidak salah dengar!"Arjuna berjalan maju dari belakang Eshan, kemudian berdiri dengan tenang."Masalah ini tidak ada hubungannya dengan Yang Mulia Eshan. Kurasa ...."Tatapan Arjuna dengan tenang menyapu sekelompok orang di depannya."Di antara kalian, pasti ada orang dari Gunung Magmora. Sekarang aku ingin meminta kalian untuk menyampaikan kepada pemimpin kalian. Mari kita bertanding sebagai rakyat biasa. Beranikah dia menerima tantangan? Menang atau kalah adalah urusan antara kita berdua, tidak ada kaitannya dengan rakyat Kabupaten Damai."Setelah Arjuna selesai berbicara, suasana kembali hening. Bahkan kedua pria yang menghasut pun tercengang.Mereka tidak menyangka akan menjadi seperti ini.Pria berbaju abu-abu itu menoleh ke arah kereta kuda yang ada di seberang kantor kepala daerah. Orang di dalam kereta itu menggelengkan kepalanya, memberi isyarat agar dia tidak bertindak gegabah."Arjuna, kamu hanya seorang pelajar, kamu
"Kamu mau pergi? Apakah kamu gila? Jangan ikut campur dalam masalah ini." Tamael adalah orang pertama yang menolak."Arjuna, pemberantasan bandit sama sekali berbeda dari kompetisi dengan Kabupaten Sentosa, juga bukan ujian kekaisaran, tapi melibatkan pedang dan senjata. Tidak ada peluang untuk memulai lagi kalau gagal. Kalau gagal, bisa berakhir mati." Mois juga melarang."Benar, memberantas bandit sebenarnya sama seperti bertempur di medan perang. Selain menguasai ilmu bela diri, kamu juga harus menguasai cara memimpin pasukan dalam pertempuran. Hal ini jauh lebih sulit daripada tiga pertandingan antara kamu dan Kabupaten Sentosa. Apakah kamu menguasai ilmu bela diri dan bisa memimpin pasukan dalam pertempuran?" Tamael menjadi makin menggebu-gebu ketika berbicara."Arjuna, meskipun perkataan Tamael tidak enak didengar, omongannya benar. Jangan ikut campur dalam masalah ini. Ini adalah utangku, aku tidak mungkin membiarkanmu ikut campur," timpal Eshan.Setelah Eshan selesai berbicara,
"Kenapa? Yang Mulia Eshan tidak menyinggungnya. Baik kamu maupun aku juga tidak menyinggungnya." Tamael mengerutkan kening dengan bingung."Karena keserakahan."Kekuasaan akan memperbesar keserakahan manusia.Ketika dua kabupaten digabung menjadi prefektur, Sugi akan naik jabatan dari kepala daerah menjadi kepala prefektur.Arjuna dan Tamael telah menjadi duri dalam daging Sugi. Begitu Sugi menjadi kepala prefektur, Sugi pasti akan mengambil tindakan terhadap mereka.Semua laki-laki di Kabupaten Damai juga akan menderita. Kelak ketika merekrut prajurit, Sugi pasti akan mulai dari Kabupaten Damai."Arjuna, menurutmu apa yang harus kita lakukan sekarang?" Wajah Tamael penuh dengan kecemasan.Tatapan Arjuna begitu dalam, kata-kata dingin keluar dari mulutnya. "Membasmi para bandit, memenggal kepala Naga Bermata Satu.""Arjuna, apakah kamu tahu apa yang kamu katakan?" Tamael menjadi pucat karena ketakutan. Dia dengan gugup berbisik kepada Arjuna. "Jangan katakan hal itu lagi, jangan kataka
"Ya, kenapa?"Penduduk desa yang baru saja melangkah mundur pun berhenti lagi."Aku tahu!" Seorang pria berpakaian biru mengangkat tangannya di tengah kerumunan."Oh, bung, kalau kamu tahu, beri tahulah kepada semua orang." Laki-laki berpakaian abu-abu yang berdiri di tempat tinggi itu berbicara lebih keras lagi.Mata semua orang terpusat pada pria berbaju biru itu."Kalian masih ingat sepuluh anak panah yang ditembakkan di arena pacuan kuda, 'kan?""Tentu saja ingat. Anak panah itu tidak hanya membunuh Hendra, tetapi juga ingin membunuh Arjuna."Pemandangan mengerikan itu kini menjadi topik pembicaraan warga Kabupaten Damai, Sentosa dan Lunaris.Mereka merasa kasihan terhadap Hendra, juga mengagumi keberuntungan Arjuna.Hingga saat ini, tidak ada seorang pun yang percaya bahwa Arjuna benar-benar memiliki kemampuan. Baik itu ujian maupun mengalahkan Hendra, merasa bahwa Arjuna hanya beruntung."Yang Mulia Bupati menemukan bahwa anak panah yang memanah dan membunuh Tuan Hendra berasal d
"Kak Tamael, apa yang terjadi?" Arjuna berdiri, lalu pergi menyambutnya."Mereka, mereka ...."Entah karena berlari terlalu cepat atau terlalu gugup, Tamael tidak bisa berbicara untuk sekian lama.Arjuna menyerahkan secangkir teh. "Kak Tamael, jangan cemas. Minum teh dulu."Tamael melambaikan tangannya. "Tidak perlu, orang-orang itu pergi ke kantor kepala daerah!"Arjuna tertegun. "Pergi ke kantor kepala daerah? Siapa? Kenapa?""Begitu gerbang kota dibuka pagi ini, sejumlah besar penduduk desa berdatangan dari luar kota. Setelah mengetahui bahwa Yang Mulia Eshan akan memimpin tim untuk menumpas para bandit, mereka langsung bergegas ke kantor kepala daerah, melarang Yang Mulia Eshan pergi.""Oh, Yang Mulia Eshan biasanya tekun dan sayang rakyat. Dia adalah pejabat yang baik. Penduduk desa mungkin khawatir dia dalam bahaya.""Salah, itu kebalikan dari apa yang kamu katakan, Arjuna." Melihat Arjuna salah paham, Tamael pun kembali cemas. "Para penduduk desa itu tidak mencemaskan Yang Mulia
"Tuan." Daisha tersipu sambil meninju Arjuna. "Cepat turunkan aku!""Tidak.""Tuan ...."Suara yang membuat orang tersipu terdengar dari dalam kamar.Disa berjalan ke halaman untuk berlatih memanah tanpa mengubah ekspresinya.Dinda mencari dua potong kain untuk menutup telinganya.Kedua saudari itu sudah sangat terbiasa sehingga tidak heran lagi.Namun lain halnya dengan para pembantu.Sebelum Tamael memberikan mereka kepada Arjuna, dia sudah memberi tahu mereka bahwa mereka akan menjadi pembantu sekaligus melahirkan anak Arjuna. Bahkan menyuruh pembantu senior mengajari mereka tentang hubungan intim.Kalau mereka bilang mengerti, sebenarnya mereka tidak mengerti. Jika mereka bilang tidak mengerti, pembantu senior sudah menjelaskannya dengan sangat rinci.Sekarang ketika mereka mendengar suara-suara cabul itu, mereka semua tersipu.Suara majikan mereka tidak keras, tetapi sangat dalam dan bertenaga.Pembantu senior mengatakan bahwa laki-laki seperti itu sangat kuat dan dapat dengan mud
"Para bandit dari Gunung Magmora akan menyerang kita. Kami hanya ingin menghindari bahaya. Setelah para bandit itu pergi, kami akan kembali ke desa. Kita tidak akan tinggal lama di sini."Atas saran Shaka, Ranjani mulai berbicara sambil menangis."Alhasil tak disangka ...." Ranjani menangis tersedu-sedu dengan sedih.Orang-orang yang tidak mengetahui kebenaran merasa kasihan padanya dan berpikir bahwa Arjuna sudah keterlaluan."Ya ampun, padahal rumah ini begitu besar, tapi dia tak hanya tidak mengundang kakek neneknya untuk tinggal bersama. Kakek neneknya datang untuk menghindari para bandit pun tidak diizinkan masuk.""Apakah dia peraih nilai tertinggi dalam ujian kekaisaran di Kabupaten Damai yang juga mengalahkan Cendekiawan Bima?""Bakti yang paling dasar saja tidak punya, apa gunanya mendapat nilai tertinggi dan mengalahkan cendekiawan?""Apakah dia tidak takut disambar petir?"Orang-orang zaman dahulu sangat memperhatikan reputasi, terutama para pelajar.Shaka menatap lurus ke a
Kedua petugas yang berdiri di depan Shaka yang menghalangi mereka dari tadi tiba-tiba menangkupkan tangan mereka dan membungkuk."Seharusnya dari awal kalian begini. Aku beri tahu, sekarang sudah terlambat."Shaka mengira kedua petugas itu sedang memberi hormat padanya, dia mulai bersikap bangga."Kalau sudah tahu siapa aku, cepat menyingkir!"Shaka berjalan menuju rumah sambil memarahi petugas."Mundur!""Aduh!"Tak seorang pun melihat dengan jelas bagaimana kedua petugas itu menyerang. Ketika jeritan Shaka terdengar, Shaka sudah terjatuh ke lantai dan menjerit kesakitan."Shaka!""Tuan!"Oki, Naura dan lainnya bergegas ke sisi Shaka."Shaka, apakah kamu baik-baik saja?""Tuan, apakah mereka menyakitimu?"Shaka mendorong Naura dengan kesal, lalu menunjuk kedua petugas itu. "Beraninya kalian menendangku!"Para petugas mengabaikan Shaka. Mereka membungkuk sambil menangkupkan tangan mereka lagi. "Tuan!"Tuan?Shaka, Oki dan yang lainnya melihat ke arah yang diberi hormat oleh petugas itu