Share

Bab 11

Author: Abimana
Tidak mungkin, bukan?

Ketika Arjuna tertegun, Disa sudah bergeser ke sisinya. Dia membuka setengah selimut untuk menyelimuti Arjuna.

Hangat dan harum.

Aroma tubuh Disa mirip dengan kepribadiannya yang panas.

Kuat dan hangat!

Arjuna tidak bisa menahan diri untuk tidak menghela napas.

Para pria di negara ini sungguh bahagia.

Ketika Arjuna menghela napas, sebelahnya tiba-tiba menjadi kosong.

Ketika dia sadar, Disa sudah turun dari atas perapian.

Arjuna membutuhkan beberapa detik untuk menyadari bahwa Disa hanya membantunya menghangatkan selimut.

Dia kira .... Sejujurnya, dia merasa sedikit kecewa.

"Uhuk, uhuk!"

"Apakah kurang hangat?" tanya Disa, menoleh.

"Cukup, cukup," jawab Arjuna dengan buru-buru.

Usai menjawab, sebenarnya dia merasa sedikit menyesal.

Arjuna, kenapa kamu takut? Seharusnya kamu jawab kurang.'

Bagian atas perapian cukup besar, Disa dan Daisha seharusnya tidur di sisi lain. Namun, beberapa saat kemudian, Arjuna tidak juga melihat mereka berdua.

Ada suara gemerisik di lantai, Arjuna pun menoleh ke arah suara.

Disa dan Daisha membentangkan tikar jerami di pojokan. Mereka meringkuk di atas tikar jerami, selimut mereka lebih tipis dan rusak daripada milik Arjuna.

Daisha takut dingin, jadi Disa memberikan sebagian besar selimut kepada Disa.

Arjuna melihatnya dan merasa sangat tidak nyaman.

Meski ada perapian, suhunya sangat rendah pada malam hari. Demi menghemat, Arjuna tidak memasukkan banyak kotoran sapi kering.

"Kenapa kalian tidak tidur di sini?"

"Aku jamin tidak akan menyentuh kalian."

Karena takut mereka salah paham, Arjuna pun menambahkan satu kalimat lagi.

Kedua perempuan itu memandang Arjuna seolah-olah mereka tidak mengenalinya.

Sejak menikah, mereka selalu tidur di lantai. Bukannya mereka tidak mau tidur di atas perapian, tetapi Arjuna tidak mengizinkannya.

"Aish!"

Arjuna menepuk keningnya. Dia baru kepikiran bahwa Arjuna yang sebelumnya tidak mengizinkan Disa dan Daisha tidur di atas tempat tidur.

"Aku memerintahkan kalian untuk tidur di atas perapian mulai hari ini. Kalian harus mematuhinya."

Setelah Arjuna menekankan tiga kali, Disa dan Daisha baru pindah ke atas tempat tidur dengan gelisah. Mereka berbaring di tempat yang paling jauh dari Arjuna.

Malam itu, Arjuna tidak tahu apakah kedua istrinya itu tidur, tetapi yang jelas dia tidak bisa tidur.

Dia merapikan ingatan dalam benaknya untuk waktu yang lama barulah menemukan alasan Arjuna yang sebelumnya tidak menyentuh mereka.

Waktu kecil, Arjuna yang sebelumnya pernah ditindas oleh gadis yang lebih besar darinya. Sejak saat itu, dia pun trauma.

Selain dialokasikan oleh pemerintah kerajaan, tujuan Arjuna yang sebelumnya menikah adalah untuk dinafkahi dan dilayani oleh istrinya.

...

Begitu ayam berkokok, Disa langsung bangun, kemudian dia menoleh ke arah Daisha yang ada di sampingnya.

Mungkin karena hangatnya perapian, wajah Daisha memerah, dia tidur dengan nyenyak.

Alangkah baiknya jika selalu seperti ini.

Hati Disa menegang saat dia mengingat bahwa tong beras di rumah sudah kosong.

Dia tidak bisa lagi melihat adiknya menderita. Biarpun berbahaya, dia harus pergi berburu di Gunung Harimau hari ini.

Setelah menyelimuti Daisha, Disa bangkit dengan pelan-pelan.

"Disa."

Disa, yang baru saja turun dari tempat tidur, terkejut.

Saat ini, Arjuna membuka tirai pintu, kemudian berjalan masuk.

"Tuan, kamu sudah bangun?"

Dia tidak menyangka bahwa Arjuna akan bangun sepagi ini, jadi dia tidak menyadari bahwa Arjuna sudah tidak ada di atas tempat tidur.

"Hm." Arjuna mengangguk. "Aku sudah bangun cukup lama, aku sedang menunggumu."

"Menungguku?" Disa kebingungan.

"Ya." Arjuna duduk di pinggir perapian, kemudian mengenakan sepatu kain yang kokoh.

Perhatian Disa tertarik oleh selimut yang ada di belakang Arjuna.

Apakah Arjuna yang melipat selimut itu?

Ternyata dia bisa melipat selimut.

Dia melipatnya membentuk persegi yang rapi seperti tahu. Bagaimana dia melakukannya?

Setelahnya, Disa mencobanya secara diam-diam, tetapi bagaimana pun dia melipatnya, dia tidak dapat membuat hasil lipatan yang sama seperti Arjuna.

Bukan hanya Disa. Setelah Daisha bangun dan melihat selimut yang dilipat oleh Arjuna, dia juga meniru. Namun, hasilnya sama seperti Disa.

"Kenapa kamu masih berdiri di sana? Bukankah kamu akan pergi berburu?"

"Oh, ya." Disa, yang tersadar, bergegas keluar. Akan tetapi, dia tiba-tiba berhenti di depan pintu. "Tuan, bagaimana kamu tahu kalau aku akan pergi berburu?"

Arjuna tersenyum. Karena takut membangunkan Daisha, jadi dia merendahkan suaranya ketika berkata, "Bagaimana mungkin aku tidak mengetahui pikiranmu?"

Tempat ini seperti zaman kuno di negara Arjuna, di mana orang menikah muda. Disa dan Daisha hanyalah gadis berusia belasan tahun.

Sedangkan Arjuna sudah berusia dua puluh lima tahun lebih di zaman modern.

Oleh karena itu, Disa hanyalah seorang gadis kecil di depannya.

"Aku juga tahu kalau kamu akan pergi ke Gunung Harimau."

Karena tidak bisa tidur tadi malam, Arjuna pun mengingat memori Arjuna yang sebelumnya.

Kendati belum lengkap, misalnya berapa istri yang dia miliki dan di mana mereka berada sekarang. Hal-hal itu belum dia ingat.

Namun, dia sudah mengingat lingkungan sekitarnya.

Alsava bersaudari memiliki hubungan yang baik. Takut Arjuna memarahi Daisha karena tidak ada nasi, Disa pasti akan pergi berburu pagi-pagi. Sementara tempat yang ada hewan buruannya adalah Gunung Harimau.

Gunung Harimau, seperti namanya, ada harimau di gunung tersebut. Dengar-dengar, ada setidaknya tiga ekor harimau. Bahkan pemburu berpengalaman pun tidak boleh pergi ke gunung itu sendirian. Meskipun Disa terampil dalam memanah, dia hanya berusia belasan tahun. Sangat berbahaya bila pergi sendiri.

Setelah Disa mandi, Arjuna keluar dari ruang utama.

"Ayo, aku akan pergi bersamamu."

"Trik apa yang sedang kamu mainkan?" Disa memandang Arjuna dengan waspada. "Apakah kamu ingin membiarkan orang dari Rumah Bordil Prianka datang membawa Dik Daisha pergi selagi aku tidak ada di rumah?"

"Hm?" Arjuna menggelengkan kepalanya, kemudian tersenyum sambil berkata, "Logikamu tidak masuk akal. Kamu akan pergi berburu, otomatis tidak ada di rumah. Kalau aku berniat membiarkan orang dari Rumah Bordil Prianka membawa Daisha pergi, untuk apa aku pergi ke Gunung Harimau bersamamu?"

Logika?

Apa itu?

"Ayo pergi." Ketika Disa tertegun, Arjuna menggandeng tangan Disa. "Kita harus cepat pergi agar bisa cepat pulang."

Karena jika terlalu lama, orang dari Rumah Bordil Prianka mungkin benar-benar akan datang.

Kemarin Arjuna hanya menakuti mereka untuk sementara. Arjuna yang sebelumnya telah menerima uang mereka, Rumah Bordil Prianka tidak akan diam saja.

"Lepaskan aku, aku bisa jalan sendiri."

Arjuna menoleh, lalu mendapati wajah Disa yang tampak malu-malu.

Pada saat ini, Arjuna mengurung niatnya untuk melepaskan tangan Disa.

Arjuna menambah kekuatan pada cengkeramannya. "Tidak mau."

"Kamu ...."

Disa menghentakkan kakinya sambil memelototi Arjuna.

"Kamu terlihat sangat cantik seperti ini."

Setelah mengatakan itu, Arjuna mengabaikan rona merah di wajah Disa. Dia berjalan sambil menggandeng tangan Disa.

Awalnya, Disa berjalan perlahan, tetapi ketika mereka belok di tikungan, berjalan melintasi desa, dia berjalan lebih cepat dari Arjuna.

Orang yang tidak tahu akan mengira Disa yang menggandeng dan menarik tangan Arjuna.

Arjuna tersenyum memandang Disa yang berjalan tergesa-gesa dengan kepala tertunduk.

Dia tahu gadis ini berjalan begitu cepat karena takut penduduk desa melihatnya.

Sepanjang jalan, Arjuna memegang tangan Disa dengan erat, tidak mau melepaskannya.

Awalnya, Arjuna sengaja menggoda Disa karena dia suka melihat Disa tersipu malu. Ketika mereka mendekati Gunung Harimau, Arjuna takut ada bahaya.

Tidak lama setelah mereka masuk ke gunung, terdengar suara auman harimau dari depan.

Tampaknya Gunung Harimau lebih berbahaya dari yang Arjuna bayangkan.

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App
Mga Comments (2)
goodnovel comment avatar
Suroso Kemis
mantap keren
goodnovel comment avatar
Demi Loinenak
Bagus.Adanya rasa tanggung jawab utk melindungi adiknya sangat tinggi.
Tignan lahat ng Komento

Kaugnay na kabanata

  • Sang Menantu Perkasa   Bab 12

    Arjuna dengan jelas merasakan tangan Disa sedikit gemetar.Menoleh, dia melihat butiran keringat di dahi Disa.Melihat Arjuna menoleh, Disa segera menyesuaikan ekspresinya, berpura-pura berani.Reaksi Disa membuat Arjuna merasa geli."Itu harimau, tidak memalukan kalau kamu takut. Aku juga takut."Arjuna memegang erat tangan Disa. "Tetap dekat denganku, jangan sok hebat, jangan masuk terlalu dalam. Kita lihat saja sekeliling apakah ada kelinci liar, burung pegar, dan sejenisnya. Setelah berhasil menangkap satu atau dua ekor, kita langsung pulang. Jangan serakah."Karena ada harimau di Gunung Harimau, orang yang datang hanya sedikit. Arjuna dan Disa dengan cepat memburu tiga burung pegar dan seekor kelinci."Siu!"Keterampilan memanah Disa sangat bagus, dia mendapatkan seekor kelinci lagi."Dapat lagi, dapat lagi!" Disa dengan gembira berlari untuk memungut kelinci itu."Disa, kembali ....""Aum ...."Suara Arjuna ditutupi oleh auman harimau.Seekor harimau tiba-tiba melompat keluar di

  • Sang Menantu Perkasa   Bab 13

    "Kak Disa, tumbuhan yang dimasukkan ke dalam perut ikan itu rumput cincau, bukan? Apakah rumput itu bisa dimakan?"Disa menggelengkan kepalanya yang artinya dia tidak tahu. Dia tidak pernah mendengar bahwa rumput cincau bisa dimakan."Kak Disa!" Daisha menunjuk tumpukan singkong di halaman. "Apa itu?""Tidak tahu." Disa menggelengkan kepalanya."Seperti akar pohon, apakah mau dijadikan kayu bakar?""Bukan." Disa menggelengkan kepalanya lagi. "Tuan bilang untuk dimakan.""Untuk dimakan? Apakah akar pohon bisa dimakan?""Tentu saja bisa, itu bukan akar pohon, tapi singkong." Arjuna berdiri, kemudian pergi mengambil tiga batang singkong yang panjangnya sekitar dua puluh sentimeter. "Sini, kupas kulit tiga batang singkong ini, kemudian dimasak."Singkong dalam panci matang dengan cepat, ikan di atas arang mengeluarkan bunyi bakar. Arjuna menaburkan sedikit garam, aroma ikan bakar langsung memenuhi seluruh halaman."Wangi sekali."Meskipun Daisha sudah menikah, dia masih kecil. Dia tidak bi

  • Sang Menantu Perkasa   Bab 14

    Setelah sarapan, Arjuna dan Disa hendak pergi ke kota untuk menjual burung pegar dan kelinci.Daisha dibiarkan menjaga rumah karena tubuhnya lemah.Desa Embun berada di Kota Triana. Jarak dari Desa Embun ke pasar yang ada di kota tersebut hanya belasan mil, tidak jauh.Masyarakat pedesaan bangun pagi. Ketika Arjuna dan Disa tiba di pasar, pasar sudah sangat ramai dengan suara di mana-mana.Menjual burung pegar dan kelinci sudah menjadi aktivitas yang familiar bagi Disa."Nak Disa, kamu datang. Hewan apa yang kamu dapat?"Ada seorang wanita paruh baya yang menjual sayuran di sebelah. Ketika dia melihat Disa, dia bertanya dengan gembira.Saat wanita paruh baya itu melihat Arjuna yang ada di belakang Disa, senyum di wajahnya tiba-tiba menghilang. Tatapannya terhadap Arjuna dipenuhi dengan rasa jijik.Dulu, Arjuna hanya fokus mengumpulkan uang. Begitu mendapat uang, dia langsung pergi berjudi. Semua orang tidak menyukainya.Disa mengangkat burung pegar yang ada di tangannya. "Hari ini aku

  • Sang Menantu Perkasa   Bab 15

    Kesadaran Daisha makin menghilang, dia makin lengket ketika merasakan aura maskulin Arjuna yang mendekat.Dia melingkarkan lengannya di leher Arjuna, lalu menekannya.Daisha yang biasanya pemalu dan cantik kini sangat panas."Tuan, Tuan ...."Panggilan terus keluar dari bibir kecil Daisha.Arjuna juga menahannya dengan susah payah. Karena Daisha sangat bersemangat, dia pun tidak bersikap seperti pria sejati lagi.Ketika sudah akan berhasil ....Tiba-tiba ....Arjuna melihat darah mengalir keluar.Daisha menangis kesakitan, desakannya menghilang digantikan oleh tangisan melas.Dengan berlinangan air mata, dia menatap Arjuna dengan sedih. "Tuan, bisakah kamu lebih lembut?"Daisha hanya merasa perutnya bergejolak, terutama perut bagian bawahnya seperti ditusuk pisau.Mata Daisha seolah bisa berbicara, Arjuna dengan mudah memahami keluhannya.Namun, Arjuna juga merasa tak berdaya dan dituduh.Sakit yang Daisha rasakan bukan karena diklaim.Arjuna ingin melakukan sesuatu, tetapi dia bahkan

  • Sang Menantu Perkasa   Bab 16

    Disa berdiri di depan Daisha dan menarik busurnya.Wajah Tamael tampak tidak senang. "Bawa dia pergi, aku tidak percaya dia berani macam-macam!"Kedua pria itu bergerak maju, Disa terpaksa mundur selangkah demi selangkah. Dia sudah hampir menabrak Daisha."Siapa pun yang berani membawa adikku, akan aku panah!" teriak Disa seraya menarik busur di tangannya hingga melengkung maksimal."Jangan, Kak Disa!"Daisha memeluk Disa. "Masalahnya sudah begini, aku akan ikut mereka. Jangan menyia-nyiakan nyawamu."Daisha memejamkan matanya dengan pasrah. Dia pikir setelah menghindar dari Raditya, masalahnya beres.Bagaimana dia bisa lupa bahwa dia telah dijual ke Rumah Bordil Prianka?"Omong kosong apa yang kamu bicarakan? Sini kalau berani!" Mata Disa merah padam, dia menggertakkan gigi, kemudian berteriak keras. "Mari kita mati bersama!""Apanya yang mati?" Arjuna mengambil anak panah dari tangan Disa. "Bukankah aku sudah memberitahumu? Kamu itu seorang gadis, jangan ingin membunuh orang setiap h

  • Sang Menantu Perkasa   Bab 17

    "Oh ya, aku akan mengingatkan kalian. Tadi aku menghajar wajah kalian, kali ini bukan, melainkan ...."Tatapan Arjuna tertuju pada mata Tamael.Tamael secara naluriah melindungi matanya, lalu berkata dengan sedikit takut. "Siapa yang coba kamu takuti?"Arjuna berkata dengan santai. "Coba saja maka kamu akan tahu."Sebelum mengalami transmigrasi, Arjuna baru saja pensiun dari tim operasi khusus di suatu negara.Jika bukan karena tubuh ini kurang latihan, kayu bakar yang tadi mengenai wajah Tamael bukan hanya menyakiti Tamael, tetapi akan membuatnya berdarah.Tamael tidak bisa menahan diri untuk tidak menelan ludah. Arjuna yang ada di depan jelas-jelas seorang rakyat miskin.Akan tetapi, entah kenapa kata-kata dan tatapan santai Arjuna membuat Tamael merasa takut.Teman-teman Raditya telah membangunkan Raditya.Dia dihajar sampai pingsan oleh Arjuna. Meskipun Arjuna memukulnya dengan kuat hingga Raditya kesakitan, Arjuna mengendalikan tenaganya sehingga Raditya tidak akan mati, dirinya j

  • Sang Menantu Perkasa   Bab 18

    Tamael melihat anak panah yang mengenai mata anak buah itu, keringat dingin muncul di dahinya.Untungnya, bukan dia yang dihajar Arjuna. Jika tidak, matanya ....Arjuna mengeluarkan anak panah lagi dari tempat anak panah Disa, kemudian menatap para preman itu dengan dingin.Sebelum dia bersuara, para preman itu mundur satu demi satu."Dasar sekelompok pengecut! Kenapa mundur? Serang!""Serang!!!"Tidak peduli bagaimana Tamael berteriak, tidak ada satu pun preman yang berani menyerang. Mereka terus melangkah mundur.Apa daya, semua orang mengkhawatirkan mata mereka."Arjuna, apakah kamu pikir kamu sangat hebat? Apakah kamu lebih hebat dari hukum Kerajaan Bratajaya? Aku akan menuntutmu!"Bagaimanapun, Tamael adalah pemilik Rumah Bordil Prianka. Dia tidak pernah begitu marah sebelum bertemu Arjuna."Aku akan mengembalikan uangnya, kamu akan menggunakan alasan apa untuk menuntutku?""Alasan apa?""Hahaha! Jangan salahkan aku tidak mengingatkanmu. Seratus kali lipatnya seratus sen sama deng

  • Sang Menantu Perkasa   Bab 19

    Arjuna menyeka keringat yang terus mengalir di wajahnya, kemudian berbalik untuk melihat kondisi Disa dan Daisha. Alhasil, dia menemukan bahwa kedua kakak adik itu sedang ribut."Dik Daisha, kalaupun harus pergi, aku yang harus pergi. Aku lebih sehat darimu.""Kak Disa, namakulah yang tertera di kontrak itu, tentu saja aku yang pergi.""Tidak bisa, tubuhmu ...."Arjuna menggelengkan kepalanya dengan tak berdaya. Kedua gadis ini lagi-lagi tidak menganggap keberadaannya."Berhentilah berdebat! Kalian berdua tidak boleh pergi. Aku yang menerima uangnya, maka aku yang akan menyelesaikannya."Disa membalas kata-kata Arjuna dengan marah. "Apakah kamu sadar kalau itu adalah sepuluh tael perak, bukan seratus sen?!""Aku tidak buta maupun tuli. Aku tahu itu sepuluh tael perak.""Baiklah, katakan padaku, dari mana kamu akan mendapatkan sepuluh tael perak dalam dua hari?""Biar aku pikir sebentar, solusi pasti lebih banyak daripada masalah.""Solusi lebih banyak daripada masalah? Huh!" Kemarahan

Pinakabagong kabanata

  • Sang Menantu Perkasa   Bab 424

    Butuh waktu tiga detik bagi Arjuna untuk menyadari apa yang terjadi.Tubuh yang bersandar di dalam pelukannya bergetar.Bukan karena takut atau kedinginan, melainkan karena sedang tertawa.Pada saat ini, Arjuna akhirnya mengerti bahwa semua omongan Daisha tentang mengecek suhu air dan tahu salah adalah omong kosong.Sungguh, sebenarnya ....Telapak tangan Arjuna mendarat dengan keras."Plak!""Aduh!" jerit Daisha pelan. Dia mengangkat tubuhnya, kemudian mengerutkan bibirnya. "Tuan, kenapa kamu memukulku?""Bagaimana menurutmu?" Suara Arjuna serak.Pakaian Daisha basah kuyup, kulitnya yang putih dan halus bersinar di bawah cahaya lilin.Tubuhnya yang berlekuk dan ramping tercetak jelas."Apa? Aku tidak tahu." Daisha yang tadinya seperti anak domba tiba-tiba tersenyum genit.Makhluk yang tampak lembut dan anggun di siang hari ini, berubah menjadi peri yang menggoda di malam hari.Malam ini ditakdirkan ....Air terciprat dari bak mandi kayu.Bulan di langit pun dengan malu-malu bersembuny

  • Sang Menantu Perkasa   Bab 423

    "Kalau tidak begitu, bagaimana aku bisa menembak mati Naga Bermata Satu?" Disa membuka matanya lebar-lebar, menatap Arjuna dengan naif.Dari tiga Alsava bersaudari, Disa adalah yang paling pemarah, tetapi dia juga yang paling sederhana pikirannya."Kamu diam saja di sisiku. Ketika aku menyuruhmu serang, kamu baru serang.""Hm." Disa mengangguk patuh. "Tuan, apakah masih ada urusan lain?""Tidak ada lagi.""Kalau begitu aku akan lanjut latihan memanah.""Aish ...."Melihat punggung tinggi Disa, Arjuna merasa tidak berdaya.Bukankah tadi dia sudah menyuruh Disa untuk berhenti berlatih? Kenapa gadis ini melupakannya setelah mereka bicara sejenak?"Tuan."Pembantu bernama Peony berjalan mendekati Arjuna, kemudian membungkukkan badannya untuk memberi hormat."Hm." Arjuna mengangguk, lalu memberi isyarat kepadanya untuk berdiri."Air panas sudah disiapkan untuk Tuan, silakan pergi mandi.""Oke."Hari ini banyak kerjaan, Arjuna memang belum mandi dengan baik."Semuanya, keluarlah." Setelah ma

  • Sang Menantu Perkasa   Bab 422

    "Seratus orang?"Suara Eshan begitu keras hingga Arjuna merasakan gendang telinganya bergetar.Arjuna mengulas senyum. "Ya. Satu orang seratus sen per hari, aku tidak punya uang sebanyak itu untuk membayar.""Arjuna, aku tahu kamu sangat pintar, tapi ini bukan saatnya bercanda." Wajah Eshan tampak muram.Arjuna pun berhenti tersenyum. "Yang Mulia, aku tidak bercanda, seratus orang sudah cukup."Tamael pernah menggambar peta topografi Gunung Magmora untuk Arjuna.Hanya ada satu jalan setapak yang lebarnya kurang dari sepuluh meter yang mengarah ke gunung. Di beberapa tempat sempit, lebarnya bahkan kurang dari lima meter. Sisanya berupa tebing curam.Jika seribu orang yang pergi, maka banyak dari mereka mungkin akan mati sebelum perang.Kerugian sebelum perang merupakan hal yang tabu dalam strategi militer.Arjuna pergi ke Restoran Kebon Sirih untuk memilih seratus orang.Seratus dari seribu orang, seharusnya dapat memilih beberapa orang yang sangat kuat.Alhasil, membuat Arjuna agak kec

  • Sang Menantu Perkasa   Bab 421

    Galih tidak memiliki kekuatan militer, tetapi dia jauh lebih berwibawa daripada Naga Bermata Satu. Begitu dia berbicara, Kera dan Rajo segera terdiam."Kita tidak boleh menganggap remeh Arjuna kali ini. Jangan biarkan dia naik gunung. Begitu dia muncul, kita harus segera membunuhnya," kata Galih."Bahkan Komandan Kota Perai sendiri yang memimpin pasukannya ke sini, tidak dapat menerobos gerbang gunung kita. Apa yang perlu ditakuti dari seorang pelajar?""Benar sekali. Kalau ini sampai tersebar, orang-orang akan menertawakan kita. Seorang pelajar saja bisa membuat kita takut seperti ini. Siapa yang akan takut pada kita kelak?"Kera dan Rajo yang tadinya berdebat sengit, kini berbisik-bisik dengan kompak."Galih, bukankah kamu sudah terlalu waspada?" Naga Bermata Satu juga mengajukan keberatan."Bos, aku pernah melihat Arjuna di Kabupaten Damai. Dia jelas bukan orang bodoh. Dia bahkan bisa menghindari anak panah Rizal."Wajah Galih tampak serius. Jika Eshan yang datang, dia sama sekali t

  • Sang Menantu Perkasa   Bab 420

    "Untuk apa kamu meminta begitu banyak kendi anggur? Untuk memberanikan diri?"Sebelum Arjuna sempat menjawab, Tamael mulai mengoceh lagi. "Tidak bisa mengalahkan bandit-bandit itu, maka tidak bisa mengalahkan mereka. Tidak peduli berapa banyak alkohol yang kamu minum, itu tidak ada gunanya.""Aish ...." Arjuna menggelengkan kepalanya. "Kak Tamael, usiamu baru 25 atau 26 tahun, tapi kamu sudah memasuki masa menopause dini? Kamu cerewet sekali, seperti ibuku.""Apa itu menopause? Aku mirip ibumu? Siapa ibumu?" Tamael punya kebiasaan untuk menanyakan segala sesuatunya sampai ke akar-akarnya."Dia adalah orang yang sangat penting bagiku, tapi dia seperti pembantu senior di rumahmu yang suka mengomel sepanjang hari." Setelah berkata demikian, Arjuna berkata dalam hati. 'Ibu, maafkan aku. Ibu adalah ibu terbaik bagiku. Walaupun Ibu cerewet, aku tetap menyayangi Ibu.'"Arjuna, apa maksudmu? Aku seperti wanita tua? Bukankah ini karena aku mengkhawatirkanmu? Kamu ....""Kak Tamael, Kak Tamael,

  • Sang Menantu Perkasa   Bab 419

    "Benar, Yang Mulia. Aku baru saja menerima informasi yang akurat.""Anak itu ...." Sugi dengan pelan menekan cangkir tehnya. "Otaknya lumayan cerdas. Hanya dengan beberapa patah kata, dia dengan mudah menghilangkan krisis Eshan.""Meski begitu, kalau Eshan tidak mengirim orang untuk memberantas para bandit, dia melanggar perintah. Kita bisa melaporkannya kepada Yang Mulia Bupati." Merasa memegang kelemahan Eshan, Kepala Urusan Administrasi Kabupaten Sentosa merasa bersemangat.Sugi mengangkat tangannya. "Tidak perlu, kita bisa menonton keseruannya. Akan kulihat bagaimana Arjuna melawan Gunung Magmora."Dia ingin melihat bagaimana Arjuna mati pada akhirnya.Sejujurnya, dia lebih ingin melihat hasil seperti itu.Jika Arjuna meninggal, akan mudah untuk menjatuhkan Eshan.Tanpa Arjuna, Eshan pasti sudah lama mengundurkan diri.Ada kilatan jahat di mata Sugi.Bocah, kamu memang cukup pintar, tapi kamu terlalu muda sehingga muda arogan. Apakah kamu pikir melawan Gunung Magmora sama seperti m

  • Sang Menantu Perkasa   Bab 418

    "Bos, jangan menakuti anak kecil."Pria yang duduk tidak jauh dari Naga Bermata Satu berkata dengan suara lembut.Begitu lelaki itu bicara, Naga Bermata Satu memelotot pria yang berlutut di lantai, kemudian dia mengambil mangkuk anggur, lanjut minum anggurnya."Jangan takut, Rangga. Berdirilah, lalu lanjut bicara."Pria itu meletakkan buku yang ada di tangannya. Dia mengenakan pakaian putih, berkulit cerah dan bersih. Dia lembut dan anggun, tidak cocok dengan gua yang berasap dan busuk itu.Pria bernama Rangga itu, tidak, lebih tepatnya anak laki-laki.Anak laki-laki itu berambut abu kekuningan, kurus dan kecil, tampak kurang gizi."Tu ... Tuan Galih." Tubuh kurus bocah lelaki itu bergetar lebih hebat daripada ketika dia berbicara dengan Naga Bermata Satu.Tuan Galih yang dia maksud adalah Galih, pemimpin kedua di Gunung Magmora.Galih selalu terlihat baik dan lembut, tetapi semua orang di Gunung Magmora tahu bahwa kekejamannya jauh lebih mengerikan daripada Naga Bermata Satu.Penyiksa

  • Sang Menantu Perkasa   Bab 417

    "Makanya aku bilang, kalian pasti salah dengar.""Kalian tidak salah dengar!"Arjuna berjalan maju dari belakang Eshan, kemudian berdiri dengan tenang."Masalah ini tidak ada hubungannya dengan Yang Mulia Eshan. Kurasa ...."Tatapan Arjuna dengan tenang menyapu sekelompok orang di depannya."Di antara kalian, pasti ada orang dari Gunung Magmora. Sekarang aku ingin meminta kalian untuk menyampaikan kepada pemimpin kalian. Mari kita bertanding sebagai rakyat biasa. Beranikah dia menerima tantangan? Menang atau kalah adalah urusan antara kita berdua, tidak ada kaitannya dengan rakyat Kabupaten Damai."Setelah Arjuna selesai berbicara, suasana kembali hening. Bahkan kedua pria yang menghasut pun tercengang.Mereka tidak menyangka akan menjadi seperti ini.Pria berbaju abu-abu itu menoleh ke arah kereta kuda yang ada di seberang kantor kepala daerah. Orang di dalam kereta itu menggelengkan kepalanya, memberi isyarat agar dia tidak bertindak gegabah."Arjuna, kamu hanya seorang pelajar, kamu

  • Sang Menantu Perkasa   Bab 416

    "Kamu mau pergi? Apakah kamu gila? Jangan ikut campur dalam masalah ini." Tamael adalah orang pertama yang menolak."Arjuna, pemberantasan bandit sama sekali berbeda dari kompetisi dengan Kabupaten Sentosa, juga bukan ujian kekaisaran, tapi melibatkan pedang dan senjata. Tidak ada peluang untuk memulai lagi kalau gagal. Kalau gagal, bisa berakhir mati." Mois juga melarang."Benar, memberantas bandit sebenarnya sama seperti bertempur di medan perang. Selain menguasai ilmu bela diri, kamu juga harus menguasai cara memimpin pasukan dalam pertempuran. Hal ini jauh lebih sulit daripada tiga pertandingan antara kamu dan Kabupaten Sentosa. Apakah kamu menguasai ilmu bela diri dan bisa memimpin pasukan dalam pertempuran?" Tamael menjadi makin menggebu-gebu ketika berbicara."Arjuna, meskipun perkataan Tamael tidak enak didengar, omongannya benar. Jangan ikut campur dalam masalah ini. Ini adalah utangku, aku tidak mungkin membiarkanmu ikut campur," timpal Eshan.Setelah Eshan selesai berbicara,

Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status