Setelah sarapan, Arjuna dan Disa hendak pergi ke kota untuk menjual burung pegar dan kelinci.Daisha dibiarkan menjaga rumah karena tubuhnya lemah.Desa Embun berada di Kota Triana. Jarak dari Desa Embun ke pasar yang ada di kota tersebut hanya belasan mil, tidak jauh.Masyarakat pedesaan bangun pagi. Ketika Arjuna dan Disa tiba di pasar, pasar sudah sangat ramai dengan suara di mana-mana.Menjual burung pegar dan kelinci sudah menjadi aktivitas yang familiar bagi Disa."Nak Disa, kamu datang. Hewan apa yang kamu dapat?"Ada seorang wanita paruh baya yang menjual sayuran di sebelah. Ketika dia melihat Disa, dia bertanya dengan gembira.Saat wanita paruh baya itu melihat Arjuna yang ada di belakang Disa, senyum di wajahnya tiba-tiba menghilang. Tatapannya terhadap Arjuna dipenuhi dengan rasa jijik.Dulu, Arjuna hanya fokus mengumpulkan uang. Begitu mendapat uang, dia langsung pergi berjudi. Semua orang tidak menyukainya.Disa mengangkat burung pegar yang ada di tangannya. "Hari ini aku
Kesadaran Daisha makin menghilang, dia makin lengket ketika merasakan aura maskulin Arjuna yang mendekat.Dia melingkarkan lengannya di leher Arjuna, lalu menekannya.Daisha yang biasanya pemalu dan cantik kini sangat panas."Tuan, Tuan ...."Panggilan terus keluar dari bibir kecil Daisha.Arjuna juga menahannya dengan susah payah. Karena Daisha sangat bersemangat, dia pun tidak bersikap seperti pria sejati lagi.Ketika sudah akan berhasil ....Tiba-tiba ....Arjuna melihat darah mengalir keluar.Daisha menangis kesakitan, desakannya menghilang digantikan oleh tangisan melas.Dengan berlinangan air mata, dia menatap Arjuna dengan sedih. "Tuan, bisakah kamu lebih lembut?"Daisha hanya merasa perutnya bergejolak, terutama perut bagian bawahnya seperti ditusuk pisau.Mata Daisha seolah bisa berbicara, Arjuna dengan mudah memahami keluhannya.Namun, Arjuna juga merasa tak berdaya dan dituduh.Sakit yang Daisha rasakan bukan karena diklaim.Arjuna ingin melakukan sesuatu, tetapi dia bahkan
Disa berdiri di depan Daisha dan menarik busurnya.Wajah Tamael tampak tidak senang. "Bawa dia pergi, aku tidak percaya dia berani macam-macam!"Kedua pria itu bergerak maju, Disa terpaksa mundur selangkah demi selangkah. Dia sudah hampir menabrak Daisha."Siapa pun yang berani membawa adikku, akan aku panah!" teriak Disa seraya menarik busur di tangannya hingga melengkung maksimal."Jangan, Kak Disa!"Daisha memeluk Disa. "Masalahnya sudah begini, aku akan ikut mereka. Jangan menyia-nyiakan nyawamu."Daisha memejamkan matanya dengan pasrah. Dia pikir setelah menghindar dari Raditya, masalahnya beres.Bagaimana dia bisa lupa bahwa dia telah dijual ke Rumah Bordil Prianka?"Omong kosong apa yang kamu bicarakan? Sini kalau berani!" Mata Disa merah padam, dia menggertakkan gigi, kemudian berteriak keras. "Mari kita mati bersama!""Apanya yang mati?" Arjuna mengambil anak panah dari tangan Disa. "Bukankah aku sudah memberitahumu? Kamu itu seorang gadis, jangan ingin membunuh orang setiap h
"Oh ya, aku akan mengingatkan kalian. Tadi aku menghajar wajah kalian, kali ini bukan, melainkan ...."Tatapan Arjuna tertuju pada mata Tamael.Tamael secara naluriah melindungi matanya, lalu berkata dengan sedikit takut. "Siapa yang coba kamu takuti?"Arjuna berkata dengan santai. "Coba saja maka kamu akan tahu."Sebelum mengalami transmigrasi, Arjuna baru saja pensiun dari tim operasi khusus di suatu negara.Jika bukan karena tubuh ini kurang latihan, kayu bakar yang tadi mengenai wajah Tamael bukan hanya menyakiti Tamael, tetapi akan membuatnya berdarah.Tamael tidak bisa menahan diri untuk tidak menelan ludah. Arjuna yang ada di depan jelas-jelas seorang rakyat miskin.Akan tetapi, entah kenapa kata-kata dan tatapan santai Arjuna membuat Tamael merasa takut.Teman-teman Raditya telah membangunkan Raditya.Dia dihajar sampai pingsan oleh Arjuna. Meskipun Arjuna memukulnya dengan kuat hingga Raditya kesakitan, Arjuna mengendalikan tenaganya sehingga Raditya tidak akan mati, dirinya j
Tamael melihat anak panah yang mengenai mata anak buah itu, keringat dingin muncul di dahinya.Untungnya, bukan dia yang dihajar Arjuna. Jika tidak, matanya ....Arjuna mengeluarkan anak panah lagi dari tempat anak panah Disa, kemudian menatap para preman itu dengan dingin.Sebelum dia bersuara, para preman itu mundur satu demi satu."Dasar sekelompok pengecut! Kenapa mundur? Serang!""Serang!!!"Tidak peduli bagaimana Tamael berteriak, tidak ada satu pun preman yang berani menyerang. Mereka terus melangkah mundur.Apa daya, semua orang mengkhawatirkan mata mereka."Arjuna, apakah kamu pikir kamu sangat hebat? Apakah kamu lebih hebat dari hukum Kerajaan Bratajaya? Aku akan menuntutmu!"Bagaimanapun, Tamael adalah pemilik Rumah Bordil Prianka. Dia tidak pernah begitu marah sebelum bertemu Arjuna."Aku akan mengembalikan uangnya, kamu akan menggunakan alasan apa untuk menuntutku?""Alasan apa?""Hahaha! Jangan salahkan aku tidak mengingatkanmu. Seratus kali lipatnya seratus sen sama deng
Arjuna menyeka keringat yang terus mengalir di wajahnya, kemudian berbalik untuk melihat kondisi Disa dan Daisha. Alhasil, dia menemukan bahwa kedua kakak adik itu sedang ribut."Dik Daisha, kalaupun harus pergi, aku yang harus pergi. Aku lebih sehat darimu.""Kak Disa, namakulah yang tertera di kontrak itu, tentu saja aku yang pergi.""Tidak bisa, tubuhmu ...."Arjuna menggelengkan kepalanya dengan tak berdaya. Kedua gadis ini lagi-lagi tidak menganggap keberadaannya."Berhentilah berdebat! Kalian berdua tidak boleh pergi. Aku yang menerima uangnya, maka aku yang akan menyelesaikannya."Disa membalas kata-kata Arjuna dengan marah. "Apakah kamu sadar kalau itu adalah sepuluh tael perak, bukan seratus sen?!""Aku tidak buta maupun tuli. Aku tahu itu sepuluh tael perak.""Baiklah, katakan padaku, dari mana kamu akan mendapatkan sepuluh tael perak dalam dua hari?""Biar aku pikir sebentar, solusi pasti lebih banyak daripada masalah.""Solusi lebih banyak daripada masalah? Huh!" Kemarahan
Dia benar-benar tidak tahu harus berbuat apa.Apakah dia harus melihat adiknya pergi lagi?Sejak pertama kali bertemu Disa, Disa selalu seperti landak berduri, galak dan angkuh, tidak peduli apa pun yang dihadapi.Ini adalah pertama kalinya Arjuna melihat Disa tampak tak bernyawa begini.Dia merasa iba sekaligus sayang."Bodoh!" Arjuna mengangkat tangannya untuk menghapus air mata Disa. "Tenang saja, oke? Kalian masih punya aku.""Aku tidak bodoh!"Disa memalingkan wajah dengan cepat.Meskipun dia telah menikah dengan Arjuna selama setahun lebih, dulu Arjuna hanya tahu memukul, memarahi, serta memaksanya pergi bekerja untuk mendapatkan uang.Disa tidak pernah merasakan cinta dan kasih sayang dari seorang pria. Ketika tangan Arjuna menyentuh wajahnya, dia menemukan bahwa tangan itu begitu hangat, jantungnya menjadi berdetak tak terkendali.Wajahnya terasa panas. Wajah yang baru saja disentuh oleh Arjuna memerah dan mencerminkan air mata di wajahnya, seperti bunga mawar yang mekar. Dia t
"Te ... tentu saja boleh."Arjuna tergagap karena dia terlalu terkejut.Meskipun Arjuna telah memberi tahu Daisha selama dua hari terakhir bahwa dia tidak akan memukul Daisha lagi.Namun, Daisha masih setakut tikus melihat kucing ketika melihat Arjuna.Apalagi melakukan kontak fisik.Saat ini, dia tiba-tiba ingin tidur di sebelah Arjuna.Hal ini agak mengejutkan.Disa juga merasa bahwa Daisha tidak normal, tetapi dia tidak bisa menjelaskannya.Daisha kembali ke tempat dia tidur kemarin untuk mengambil selimut tipis, kemudian kembali ke sisi Arjuna, berbaring di samping Arjuna.Begitu berbaring, Daisha baru ingat bahwa dia harus berbagi selimut dengan Disa. Lantas, dia duduk, lalu melambaikan tangan kepada Disa."Kak Disa, kemarilah juga.""..."Arjuna terdiam sesaat, mereka bertiga akan tidur berbaris seperti ini?Uhuk.Apakah orang zaman dulu begitu bebas?Akan tetapi ....Dia menyukainya!Malam sudah larut, selimut yang digunakan oleh kedua perempuan itu terlalu tipis. Arjuna ingin m
"Hari ini, kepala daerah mengirimkan surat perintah wajib militer dengan nama ayahku di atasnya. Ayahku sudah kepala empat, kesehatannya juga buruk. Kalau dia pergi ke medan perang, tidak diragukan lagi dia tidak akan kembali!"Setelah selesai berbicara, Vian sudah menangis."Bukankah ayahmu sudah cukup membayar pajak? Kenapa bisa ada namanya?" Arjuna menggendong Vian."Aku baru saja bertanya kepada pejabat yang mengeposkan dekrit itu. Bukan hanya ayahku, tapi semua laki-laki seusia ayahku yang tidak memiliki anak laki-laki harus bertugas di ketentaraan. Kalau mereka ingin dibebaskan dari dinas militer, mereka harus membayar seratus tael perak dalam bulan ini.""Bayar seratus tael perak dalam waktu sebulan?" Disa keluar dari kamar dengan marah saat mendengar kabar tersebut. "Kupikir Eshan adalah pejabat yang baik, ternyata dia berengsek juga. Bayar seratus tael perak dalam waktu sebulan? Kenapa dia tidak datang langsung menangkap orang saja?"Seorang petani biasa saja tidak dapat mempe
Setelah Eshan selesai berbicara, keseriusan di wajahnya langsung menghilang, digantikan oleh senyuman menyanjung.Dia berlari kecil menuju Arjuna.Arjuna hanya mengangkat tatapannya sebentar. Dia masih mengabaikan Eshan. Dia mengangkat tangannya untuk menuangkan teh lagi."Aku saja, aku saja." Sebelum tangan Arjuna menyentuh teko, Eshan sudah mengambilnya terlebih dahulu.Eshan mengambil teko, menciumnya sekilas, lalu menggelengkan kepalanya berulang kali. Dia kemudian memerintahkan para petugas yang ada di luar halaman. "Ambilkan kotak tehku di dalam tandu.""Arjuna, ini adalah teh musim semi tahun ini. Rasanya lembut, cobalah. Kalau kamu suka, aku akan meminta seseorang untuk membawakannya untukmu nanti."Eshan membawa tehnya sendiri, menyeduhnya sendiri, kemudian menyodorkannya ke depan Arjuna.Eshan membuat tiga cangkir teh, lalu menyajikannya kepada Arjuna lagi.Arjuna hanya minum teh, dia masih tidak mengatakan apa-apa. Namun, dia sudah minum tiga cangkir teh berturut-turut. Kend
Menyenangkan, tetapi kurang menyenangkan.Arjuna mengeraskan hatinya, lalu mendorong orang yang berada di dalam pelukannya.Dia harus mendorong Daisha karena suara kepala daerah, Eshan, terdengar dari luar rumah.Begitu Arjuna keluar dari kamar, Eshan berlari menghampirinya, diikuti oleh sekelompok pejabat Kabupaten Damai dan petugas."Arjuna, kamu sudah bangun?" Wajah keriput Eshan penuh dengan senyuman.Kabar bahwa Arjuna yang berusia 19 tahun mengalahkan ahli sastra, Bima, menyebabkan kegemparan tidak hanya di Kabupaten Damai, tetapi juga di seluruh Kota Perai.Gubernur mengirim seseorang untuk mengonfirmasinya. Setelah konfirmasi, gubernur juga sangat senang dan merasa bahwa kotanya telah memiliki seorang genius lagi. Selain memberi penghargaan besar kepada Arjuna, Eshan juga mendapat benefit dan pujian dari gubernur.Begitu anak buah gubernur pergi, kepala daerah dari daerah lain pun turut mengirimkan ucapan selamat.Ketika orang-orang yang datang untuk memberi selamat ada, Eshan
Gadis ini biasanya lembut, pendiam dan santun, tetapi dia selalu memberi Arjuna kejutan."Hm?" Arjuna tersenyum, kemudian bertanya dengan ekspresi bingung. "Kalau ingin melahirkan anak laki-laki, wanita harus apa?""Aku ...." Daisha yang duduk di atas tubuh Arjuna merasa malu dan kacau. Dia merasa gelisah, tetapi tidak tahu harus berbuat apa.Meskipun mereka sudah pernah melakukannya sekali pada malam sebelumnya, itu terjadi setelah dia mabuk. Daisha tidak sepenuhnya sadar, jadi Arjuna yang membimbingnya melalui semuanya.Sekarang Daisha diminta untuk mengambil inisiatif, dia tidak tahu harus mulai dari mana."Tuan." Daisha menatap Arjuna seolah meminta bantuan. "Bisakah kamu mengajariku?"Arjuna menggelengkan kepalanya. "Kali ini kita mau menghasilkan anak laki-laki, aku mana bisa?"Binalnya seorang wanita yang lembut dan anggun adalah kesempatan yang langka. Arjuna ingin melihat lebih lama."Ka ... kamu ...." Daisha menundukkan kepalanya dengan malu-malu. Kedua tangannya saling memil
"Karena ...."Telinga Daisha tiba-tiba tidak lagi memerah, ekspresinya tidak lagi malu. Ekspresi tegasnya tampak tidak percaya. "Ternyata Shaka yang memasukkan kertas-kertas itu ke dalam kotak kayu kita."Shaka?Tatapan dingin melintas di mata Arjuna, lalu tatapannya segera kembali tenang.Arjuna tidak terlalu terkejut bahwa pelakunya adalah Shaka.Melakukan hal seperti itu cukup sesuai dengan karakter Shaka yang munafik dan jahat.Arjuna mendapat peringkat pertama, sedangkan Shaka tidak lulus. Jika tidak melakukan sesuatu, itu bukan Shaka namanya."Meskipun hubungan kita dengan mereka tidak baik, Shaka juga selalu memandang rendah kita. Bagaimanapun juga, kamu adalah keponakannya. Bagaimana boleh dia melakukan hal seperti itu?!"Tubuh Daisha terlihat kurus saat berpakaian, tetapi memiliki lekuk yang indah saat tidak berpakaian. Dia begitu menggebu-gebu saat berbicara sehingga seluruh tubuhnya terus bergoyang.Arjuna tidak dapat mengalihkan pandangannya dari Daisha.Tatapannya panas.A
Dalam keadaan tidur, Arjuna membalikkan badannya.Selimut ini ... sangat lembut dan elastis. Saat Arjuna mendekat, dia mencium aroma yang segar dan manis.Pasti efek deterjen baru.Tampaknya dia memilih merek yang tepat kali ini.Arjuna yang mengira dirinya masih berada di zaman modern, dengan senang memeluk selimut erat-erat.Namun ....Selimut ini harum, tetapi terasa agak dingin. Apakah suhunya turun lagi?Arjuna secara naluriah menggeser tubuhnya, tetapi selimut itu ikut bergeser hingga menempel padanya lagi."Hm?"Arjuna mengernyit dan hendak membuka matanya ketika dia mendengar suara rendah dan malu-malu di dekat telinganya."Hei, Kak Disa, jangan! Lihat, Tuan sudah mau bangun karena kita.""Kalau begitu harus percepat.""Kak Disa, Kak Disa, begini kurang baik.""Kenapa tidak baik? Tahun ini kamu harus ...."Arjuna tidak tahan lagi, dia membuka matanya.Pemandangan di depannya sungguh erotis.Disa terus menanggalkan pakaian Daisha, lalu menjejalkan Daisha yang telanjang ke dalam
"Antologi Puisi Balai Musik.""Plak!" Ketika Fauzi mendengar Arjuna membaca judul buku itu, tangannya tanpa sadar bergetar, kemudian buku 'Antologi Puisi Balai Musik' pun jatuh dari tangannya ke lantai."Benar." Arjuna bangkit dari meja, lalu menunjuk buku di lantai itu dengan tubuh terhuyung. "Buku itu. Judulnya 'Antologi Puisi Balai Musik,' 'kan. Buku itu tidak digunakan untuk membuat soal ujian daerah dan nasional tahun ini. Bab 77: ...."Sama seperti sebelumnya, Arjuna melafalkan literatur kuno yang panjang, kemudian berhenti sejenak.Begitu Arjuna terdiam, Fauzi mendapati banyak sekali mata yang tertuju padanya.Tubuh Fauzi bergetar tak terkendali. Mengapa orang-orang ini menatapnya seperti itu?"Yang Mulia." Eshan akhirnya mengingatkan Fauzi. "Kenapa Anda tidak membuka bukunya? Ayo buka, lihat apakah Arjuna menghafal dengan benar.""Oh!" Fauzi secara refleks menundukkan kepalanya, kemudian membuka halaman bab tujuh puluh tujuh dari buku 'Antologi Puisi Balai Musik.'"Semuanya ben
Arjuna tersenyum bodoh sambil mengucapkan terima kasih lagi. "Terima kasih, bung."Arjuna yang tengah menuangkan anggur ke mangkuk kembali menggelengkan kepalanya dengan kesal.Bukan hanya toples anggur saja yang kecil, mangkuk anggur pun kecil.Pantas saja Arjuna tidak merasa kembung setelah minum begitu lama.Setelah meneguk semangkuk anggur lagi, Arjuna merasa pikirannya menjadi lebih jernih.Isi dari buku-buku kuno itu seperti gambar yang diperbesar, terus melintas dalam pikirannya."Bab 118 dari 'Kitab Pencarian Kebijaksanaan' ...."Arjuna terus melafalkan. Seiring berjalannya waktu, dia melafalkan lebih cepat dan lebih lancar."Bab 600 dari buku 'Sejarah dalam Kehidupan Politik' ...."Setelah melafalkan halaman terakhir dari lima buku kuno, Arjuna membuka kelopak matanya yang berat, kemudian menatap Bima dengan dingin."Mencuri soal ujian? Apakah aku perlu melakukan hal itu? Aku sudah dipaksa ibuku menghafal buku kuno sejak usia tiga tahun. Buku yang aku hafal jauh lebih banyak d
Kenapa bisa begini? Para siswa di sekolah desa setempat makin tidak percaya.Mereka telah mengenal Arjuna sejak kecil. Sebelum bersekolah, Arjuna hanya mengenal beberapa huruf.Kenapa bisa begini?Jangan-jangan Cakra mengajarinya secara diam-diam?Arjuna mengabaikan keterkejutan itu. Dia lanjut melafalkan, "Bab 35 dari 'Doktrin Jalan Tengah,' seorang pemimpin yang bijaksana tidak hanya memperhatikan dirinya sendiri, tetapi juga berupaya untuk meninggalkan warisan yang baik bagi generasi berikutnya. Raja A memulai, Raja B melanjutkan. Keberlanjutan dari warisan ini membawa kejayaan dan kehormatan yang abadi, serta membawa kemakmuran bagi negara dan keluarganya.""Bab 221 dari 'Kitab Tata Krama' mengungkapkan perbedaan cara orang atau kelompok dalam merespons pertemuan dengan seorang orang bijaksana, berdasarkan status mereka atau situasi yang mereka alami. Setiap kelompok atau individu (musuh, orang yang jarang terlihat, orang yang sering terlihat, orang buta, orang yang sedang berkabun