Part 22 (Kebakaran Jenggot) **** POV Author Reza menghabiskan malam dengan menghisap rokok di balkon kamar. Pria itu menatap kosong langit yang bertabur dengan bintang. Satu masalah belum selesai, kini datang masalah baru. Istrinya lagi-lagi harus ditahan di kantor polisi. Belum lagi masalah perusahaan yang sedang krisis. Dan surat perceraian yang diberikan Nana. Dalam kurung waktu seminggu ia sudah pusing tujuh keliling."Ini semua karena Nana, coba saja dia tidak egois dan mau berbagi dengan Salma. Mungkin aku tidak akan sepusing ini," gumam Reza. Amarah yang membuncah dada hanya bisa ia tahan. Reza terus saja menyalahkan Nana. Tidak ada niatan untuk mengoreksi dirinya sendiri. "Apa yang harus kulakukan sekarang? Rumah tidak punya, mobil sudah dijual. Uang dibawa Nana semua. Ya Tuhan aku benar-benar kere," lanjutnya dengan suara parau. Reza mengacak-acak rambutnya kasar. Rasanya ia ingin membenturkan kepalanya di tembok sekarang. "Papa dan Mama tidak mau membantuku, aku harus b
Part 22 (Kebakaran Jenggot II)****"Bangun atau kupanggilkan Mama," ancam Nana. Secepat kilat Zeen loncat dari kasur. Pria itu berdiri tegak."Nana!""Apa?""Kau hampir membuat jantungku copot!""Salahkan dirimu yang tidak mau bangun,""Aku selalu pusing jika berbicara denganmu."Buru-buru Zeen mengenakan sandal, Nana melempar handuk ke arahnya."Jangan lupa handukmu!""Siapa yang ingin mandi!""Kau!" Nana mendelikkan matanya, kemudian berkacak pinggang. "Aku ingin minum kopi.""Mandi dulu!""He, kau siapaku, seenaknya kau mengaturku!""Aku Nana, adik iparmu!""Tidak bisa, aku terbiasa minum kopi di pagi hari!""Aku tahu itu, setidaknya mandi dulu!"Nana mendorong tubuh Zeen, sedikit pun pria itu tidak beranjak. "Zeeen.""Apa Banana?""Buruan masuk."Zeen memicingkan mata. "Masuk ke mana?""Ke kamar mandi, memangnya masuk ke mana lagi!""Terserah kau, aku ingin ngopi!"Zeen mengangkat tubuh Nana, memindahkan perempuan itu agar tidak menghalangi jalannya. "Zeen, jangan membuatku ma
Part 23 (Sebuah Kejujuran)**** POV Zeen."Atarik, Ana mau es krim," ucap Nana kala itu. Ia menunjuk salah satu penjual es krim yang ada di ujung jalan. Jauh di lubuk hatiku yang paling dalam, aku sangat merindukan saat-saat bersamanya. Terlalu banyak kenangan indah yang sulit kulupakan. Nana sudah seperti kafein, pahit tapi berujung candu. Apa yang perempuan itu lalukan, menjadi hal yang tak ingin kulewatkan. Ia seperti hujan, dingin namun mampu membuatku nyaman. Ia bagai parfum, wangi dan memabukkan. Hanya Nana yang ingin kugenggam, ingin kumiliki jiwa dan raganya seutuhnya."Nanti gigi Ana sakit, kemarin kan Ana sudah makan es krim.""Nggak papa Atarik, gigi Ana kuat. Ana boleh ya makan es krim?""Besok lagi, sekarang libur dulu." Aku memakaikan Ana topi. Ia terlihat lucu dan menggemaskan dengan rambutnya yang di kuncir dua. "Ana maunya sekarang, Atarik jangan marah. Kalau Atarik marah Ana jadi sedih. Ana kan gak punya siapa-siapa lagi selain Atarik." Nana menunduk sedih, matan
Part 23 (Sebuah Kejujuran II)****Tak butuh waktu lama kami tiba di kantor. Bergegas aku turun dari mobil. "Ayo Zeen, jangan lama-lama ya," tutur Nana. "Tidak akan lama, aku hanya ingin ambil berkas penting untuk rapat besok."Aku menggandeng tangan Nana, kami berjalan memasuki kantor. Setibanya di lift, kami berdua melangkah masuk. Kutekan tombol yang membawaku menuju lantai paling atas. Kurasakan bilik sempit ini bergerak cukup lambat. "Apa rencanamu kedepannya?""Membuka toko kue, dan melanjutkan hidupku.""Kau tak ingin kembali pada Reza?""Kau jangan gila Zeen, aku sudah melupakannya." Ting!Suara dentingan lift mengakhiri percakapan kami. Setelah lift terbuka secara otomatis aku dan Nana melangkah keluar, berjalan menuju ruanganku. ****"Duduk lah, dan tunggu aku," ucapku pada Nana. Aku menghampiri mejaku, mencari berkas penting yang kemarin tertinggal."Kau cari apa Zeen?""Berkas Na,""Memangnya kau taruh di mana?" Aku menatapnya sekilas, lalu menggelengkan kepala. "A
Part 24 (Selingkuh, Teriak Selingkuh?) ****Sesaat hening. Baik aku atau pun Nana belum ada yang melontarkan kalimat. Mulut kami masih terkunci rapat. Kami berdua saling membisu dalam diam. Tangannya masih melingkar di perutku. Bisa kurasakan embusan napasnya menerpa punggungku. Hangat, dan memabukkan. Aku menengadah ke atas, menatap langit-langit ruangan. Menahan kesedihan ini agar tak tumpah ruah. Nampaknya Nana masih bergelut dengan pikirannya sendiri, atau mungkin, ia tidak mencoba mempercayaiku.Aku ada di sini, Na. Pria yang kau peluk dari belakang ini aku, Atarik. Apa lagi yang kau ragukan?Apa karena wajah ini tak lagi sama? Aku bermonolog dalam hati. Bertanya-tanya perihal alasan yang membuat Nana ragu. "Zeen ..." Setelah lama tergeming Nana akhirnya memanggil namaku. Suara parau itu memecahkan kesunyian yang menyelimuti kami berdua. Seketika perasaan canggung itu hilang. Punggungku tak terasa sudah basah karenanya. Karena air mata itu bercucuran membasahi pipinya. "Kau
Part 24 (Selingkuh Teriak, Selingkuh II)****Satu jam berlalu, aku dan Nana akhirnya tiba di rumah. Kami memutuskan pulang setelah menerima pesan dari Papa. "Aku masuk dulu Zeen, nanti Mama curiga," ucap Nana sembari membenarkan rambutnya. Ia mengedarkan pandangan, melihat mobil Papa yang sudah terparkir di halaman depan. "Nanti malam jangan kunci kamarmu.""Kau mau apa?""Pacaran denganmu."Nana seketika mendelikkan matanya. Mulutnya langsung komat-kamit tak karuan. Padahal aku hanya bercanda. "Zeen apa kau sudah gila. Aku ini masih istri adikmu. Lagi pula kau belum menembakku.""Aku akan menembakmu nanti malam. Minggu depan kalian sudah resmi bercerai.""Terserah kau, lebih baik kau benarkan dulu otakmu." Nana turun dari mobil, ia menghentakkan kakinya sebelum masuk rumah.Aku bersandar pada kemudi. Senyum mengembang terus terukir di bibirku. Tring!Ponselku tiba-tiba bergetar, bergegas aku merogohnya dari balik kantong celana. Mengeluarkan benda pipih itu dari sana. Saat kup
Part 25 (Menjilat Ludah Sendiri) **** Pov Author.Sore itu usai mendapatkan surat dari pengadilan agama, Reza mendatangi rumah Mamanya. Jantungnya seperti dihimpit batu, di tengah masalah pelik yang sedang ia alami. Nana justru dengan mantap menceraikannya. Tidak Reza temukan keraguan terpancar di matanya. Nana, istrinya itu sudah banyak berubah. Ia bukan lagi Nana yang menghujaninya dengan perhatian, melainkan dengan polemik yang tak ada ujungnya. Apa salahku padamu? Apa karena aku menikahi sahabatmu kamu jadi begini? Batin Reza dalam hati. Dibeberapa kesempatan Nana dan Zeen semakin dekat. Mungkin itu salah satu alasan mengapa Nana menceraikannya. Bukti lainnya bisa dilihat dari unggahan Mamanya di jejaring media sosial milik wanita itu. Hatinya sakit saat bayang-bayang itu menari di benaknya. Apalagi saat Abangnya dengan mesra memanggil Nana dengan embel-embel sayang. Masih teringat di benakku, saat Nana menyuapi Bang Zeen makan? Dan saat Abangku itu menenangkan Nana yang ten
Part 25 (Menjilat Ludah Sendiri II) ***"Sayang, selama kamu di kantor polisi, banyak orang yang cariin kamu," ujarnya. Salma tercengang dengan menautkan kedua alisnya."Maksudnya?""Kamu itu dicariin orang, mulai dari penagih utang, pemilik butik, pokoknya banyak. Aku sampai pusing.""Sialan!""Tapi benar, kamu punya hutang sama mereka?""Tuh taksi yang kamu pesan udah sampai." Salma mengubah topik pembicaraan, ia menunjuk taksi yang berhenti tepat di samping mereka. Dengan lesu Reza melangkah masuk, kalau benar Salma sedang tersandung kasus. Lalu bagaimana dengan nasibku? Pasti perempuan yang kemarin itu akan datang lagi ke rumah. Ya Tuhan, kupikir memiliki dua istri itu menyenangkan. Tapi nyatanya, sama saja. ****Senja kini sudah berganti malam, dan Reza masih berusaha membujuk Salma untuk masak makan malam. Pasalnya sedari tadi perutnya sudah keroncongan. "Coba deh kamu masak sana, kamu kan bisa tonton melalui you tube," ucap Reza. Sudah ketiga kalinya ia mengatakan hal i