Part 23 (Sebuah Kejujuran II)****Tak butuh waktu lama kami tiba di kantor. Bergegas aku turun dari mobil. "Ayo Zeen, jangan lama-lama ya," tutur Nana. "Tidak akan lama, aku hanya ingin ambil berkas penting untuk rapat besok."Aku menggandeng tangan Nana, kami berjalan memasuki kantor. Setibanya di lift, kami berdua melangkah masuk. Kutekan tombol yang membawaku menuju lantai paling atas. Kurasakan bilik sempit ini bergerak cukup lambat. "Apa rencanamu kedepannya?""Membuka toko kue, dan melanjutkan hidupku.""Kau tak ingin kembali pada Reza?""Kau jangan gila Zeen, aku sudah melupakannya." Ting!Suara dentingan lift mengakhiri percakapan kami. Setelah lift terbuka secara otomatis aku dan Nana melangkah keluar, berjalan menuju ruanganku. ****"Duduk lah, dan tunggu aku," ucapku pada Nana. Aku menghampiri mejaku, mencari berkas penting yang kemarin tertinggal."Kau cari apa Zeen?""Berkas Na,""Memangnya kau taruh di mana?" Aku menatapnya sekilas, lalu menggelengkan kepala. "A
Part 24 (Selingkuh, Teriak Selingkuh?) ****Sesaat hening. Baik aku atau pun Nana belum ada yang melontarkan kalimat. Mulut kami masih terkunci rapat. Kami berdua saling membisu dalam diam. Tangannya masih melingkar di perutku. Bisa kurasakan embusan napasnya menerpa punggungku. Hangat, dan memabukkan. Aku menengadah ke atas, menatap langit-langit ruangan. Menahan kesedihan ini agar tak tumpah ruah. Nampaknya Nana masih bergelut dengan pikirannya sendiri, atau mungkin, ia tidak mencoba mempercayaiku.Aku ada di sini, Na. Pria yang kau peluk dari belakang ini aku, Atarik. Apa lagi yang kau ragukan?Apa karena wajah ini tak lagi sama? Aku bermonolog dalam hati. Bertanya-tanya perihal alasan yang membuat Nana ragu. "Zeen ..." Setelah lama tergeming Nana akhirnya memanggil namaku. Suara parau itu memecahkan kesunyian yang menyelimuti kami berdua. Seketika perasaan canggung itu hilang. Punggungku tak terasa sudah basah karenanya. Karena air mata itu bercucuran membasahi pipinya. "Kau
Part 24 (Selingkuh Teriak, Selingkuh II)****Satu jam berlalu, aku dan Nana akhirnya tiba di rumah. Kami memutuskan pulang setelah menerima pesan dari Papa. "Aku masuk dulu Zeen, nanti Mama curiga," ucap Nana sembari membenarkan rambutnya. Ia mengedarkan pandangan, melihat mobil Papa yang sudah terparkir di halaman depan. "Nanti malam jangan kunci kamarmu.""Kau mau apa?""Pacaran denganmu."Nana seketika mendelikkan matanya. Mulutnya langsung komat-kamit tak karuan. Padahal aku hanya bercanda. "Zeen apa kau sudah gila. Aku ini masih istri adikmu. Lagi pula kau belum menembakku.""Aku akan menembakmu nanti malam. Minggu depan kalian sudah resmi bercerai.""Terserah kau, lebih baik kau benarkan dulu otakmu." Nana turun dari mobil, ia menghentakkan kakinya sebelum masuk rumah.Aku bersandar pada kemudi. Senyum mengembang terus terukir di bibirku. Tring!Ponselku tiba-tiba bergetar, bergegas aku merogohnya dari balik kantong celana. Mengeluarkan benda pipih itu dari sana. Saat kup
Part 25 (Menjilat Ludah Sendiri) **** Pov Author.Sore itu usai mendapatkan surat dari pengadilan agama, Reza mendatangi rumah Mamanya. Jantungnya seperti dihimpit batu, di tengah masalah pelik yang sedang ia alami. Nana justru dengan mantap menceraikannya. Tidak Reza temukan keraguan terpancar di matanya. Nana, istrinya itu sudah banyak berubah. Ia bukan lagi Nana yang menghujaninya dengan perhatian, melainkan dengan polemik yang tak ada ujungnya. Apa salahku padamu? Apa karena aku menikahi sahabatmu kamu jadi begini? Batin Reza dalam hati. Dibeberapa kesempatan Nana dan Zeen semakin dekat. Mungkin itu salah satu alasan mengapa Nana menceraikannya. Bukti lainnya bisa dilihat dari unggahan Mamanya di jejaring media sosial milik wanita itu. Hatinya sakit saat bayang-bayang itu menari di benaknya. Apalagi saat Abangnya dengan mesra memanggil Nana dengan embel-embel sayang. Masih teringat di benakku, saat Nana menyuapi Bang Zeen makan? Dan saat Abangku itu menenangkan Nana yang ten
Part 25 (Menjilat Ludah Sendiri II) ***"Sayang, selama kamu di kantor polisi, banyak orang yang cariin kamu," ujarnya. Salma tercengang dengan menautkan kedua alisnya."Maksudnya?""Kamu itu dicariin orang, mulai dari penagih utang, pemilik butik, pokoknya banyak. Aku sampai pusing.""Sialan!""Tapi benar, kamu punya hutang sama mereka?""Tuh taksi yang kamu pesan udah sampai." Salma mengubah topik pembicaraan, ia menunjuk taksi yang berhenti tepat di samping mereka. Dengan lesu Reza melangkah masuk, kalau benar Salma sedang tersandung kasus. Lalu bagaimana dengan nasibku? Pasti perempuan yang kemarin itu akan datang lagi ke rumah. Ya Tuhan, kupikir memiliki dua istri itu menyenangkan. Tapi nyatanya, sama saja. ****Senja kini sudah berganti malam, dan Reza masih berusaha membujuk Salma untuk masak makan malam. Pasalnya sedari tadi perutnya sudah keroncongan. "Coba deh kamu masak sana, kamu kan bisa tonton melalui you tube," ucap Reza. Sudah ketiga kalinya ia mengatakan hal i
Part 26(Memori Card?)****Hari ini Reza dan Nana tampak kompak menghadiri sidang perceraian. Keduanya kini duduk di kursi persidangan. Nana menghela napas panjang, ia lalu menyatukan kedua tangannya. Setelah 1 Minggu berlalu. Kini hubungannya dan Reza akan segera berakhir. Beberapa kali netra tajam milik Reza beradu tatapan dengan Nana, ia melirik Nana sekilas sebelum kembali menundukkan kepala. Baru Reza sadari, Nana makin ke sini makin kelihatan cantik. Wajahnya mulus tanpa ditumbuhi satu pun jerawat, tidak seperti wajahnya yang kusam dan kering. Terdengar suara ketukan palu dari hakim, pertanda bahwa sidang akan segera di mulai. Dengan dada berdebar-debar. Nana mendongakkan kepala. Zeen tidak ikut menemaninya, pria itu ada urusan penting yang tak bisa di tinggalkan."Kepada penggugat, benarkah Anda ingin bercerai?" tanya hakim pada Nana. Nana tampak menghirup napas dalam-dalam, diembuskan pelan, ia ulangi sampai batu yang menghimpit dadanya hilang. "Benar, saya ingin bercerai
Part 26 (Memori Card II)***Di sisi lain Zeen bersandar di jok kemudi, ia menggulir layar ponselnya. Mencari informasi mengenai masa Iddah perempuan setelah bercerai."3 bulan?"Zeen membulatkan mata, ia mendengkus kasar. "Apa tidak bisa di korting?" Monolog Zeen. Ia lalu berpindah mengirim pesan pada Nana. [Bagaimana sidang hari ini Banana?] Begitu lah pesan yang Zeen kirim, tidak lama kemudian ia mendapatkan pesan balasan.[Berjalan lancar.] Balas Nana. [Zeen hari ini aku dan Mama mau jalan-jalan ke mall. Kamu titip suatu?] Pesan susulan masuk ke ponselnya. Zeen mengerutkan kening. [Tidak, cukup jaga hatimu untukku.] [Mulai.][Aku serius sayang, masa Iddah apa tidak bisa dikorting. 3 bulan itu lama, bagaimana jika 3 minggu?] [Tidak bisa, Zeen.] Balasan dari Nana membuat Zeen cemberut.[Baiklah, aku akan menunggu sampai masa iddahmu selesai.] [Kau manis sekali, semoga kau cepat disatukan dengan perempuan masa lalumu.] [Perempuan itu kau bodoh.] [Memangnya apa yang ingin kau
Part 27 (Pencarian)****Pov Zeen.Aku menghirup napas dalam-dalam, mengambil posisi duduk yang nyaman. Kunyalakan ponselku, lalu memutar sebuah video yang Haris dapatkan.Apa yang sebenarnya terjadi? 4 tahun sudah aku tidak mendengar kabar Idro, dan kini ia kembali membuat kekacauan dengan membebaskan Salma. "Kamu Salma ya?" Tanpa adanya basa-basi Idro menyapa Salma, jelas sekali di video ini Idro mendatangi sebuah Rumah. Rumah yang kuyakini kini menjadi tempat tinggal Reza bersama istri keduanya itu. "Iya, Om siapa ya?""Ini saya Idro, Ayahnya Nana.""Oh, Om Idro, udah lama gak ketemu saya jadi lupa Om. Maaf ya," ucap Salma. "Tidak pa-pa, Om mengerti.""Mari masuk Om, kita bicara di dalam," ajak Salma. Sesaat Idro bergeming, sebelum akhirnya ia menolak ajakan Salma, dan meminta untuk duduk di depan. "Tidak perlu, kita bicara saja di sini," katanya membuat Salma mengangguk. Tak lama keduanya berjalan ke arah kursi yang ada di teras rumah. Dijatuhkan pantatnya di sana. Salma gu