Part 27 (Pencarian)****Pov Zeen.Aku menghirup napas dalam-dalam, mengambil posisi duduk yang nyaman. Kunyalakan ponselku, lalu memutar sebuah video yang Haris dapatkan.Apa yang sebenarnya terjadi? 4 tahun sudah aku tidak mendengar kabar Idro, dan kini ia kembali membuat kekacauan dengan membebaskan Salma. "Kamu Salma ya?" Tanpa adanya basa-basi Idro menyapa Salma, jelas sekali di video ini Idro mendatangi sebuah Rumah. Rumah yang kuyakini kini menjadi tempat tinggal Reza bersama istri keduanya itu. "Iya, Om siapa ya?""Ini saya Idro, Ayahnya Nana.""Oh, Om Idro, udah lama gak ketemu saya jadi lupa Om. Maaf ya," ucap Salma. "Tidak pa-pa, Om mengerti.""Mari masuk Om, kita bicara di dalam," ajak Salma. Sesaat Idro bergeming, sebelum akhirnya ia menolak ajakan Salma, dan meminta untuk duduk di depan. "Tidak perlu, kita bicara saja di sini," katanya membuat Salma mengangguk. Tak lama keduanya berjalan ke arah kursi yang ada di teras rumah. Dijatuhkan pantatnya di sana. Salma gu
Part 27 (Pencarian II)****Sekitar lima belas menit berada di jalan, aku akhirnya tiba di kantor polisi. Lekas aku turun dari mobil, lalu melangkah masuk."Permisi, saya ingin bertemu dengan Pak Ari Kusuma?" tanyaku pada seorang polisi yang berdiri di depan pintu masuk. "Ari Kusuma Pak?" ucapnya mengulang pertanyaanku."Benar Pak, beliau masih bertugas di sini?" tanyaku lagi. Ari Kusuma adalah seorang polisi yang dulu memberikan keterangan padaku dan juga Papa. Kalau tidak salah ia mengatakan tidak ada masalah dengan mobilku. Tapi, entah kenapa, penyelidik saat itu mendadak dihentikan. Padahal Papa sempat mengatakan ada hal yang tidak beres dengan mobil yang kupakai saat kejadian malam itu. Menurut dugaan Papa ada yang mesabotase mobil itu. "Beliau sudah lama tidak di sini, Pak?""Apa beliau dipindahkan ke kota lain?""Beliau di pecat dengan tidak terhormat 4 tahun yang lalu."Aku tercengang mendengar penjelasannya. 4 tahun yang lalu. Kok bisa? "Kalau boleh tahu alasan beliau dipe
Part 28 (Pergi Ke Kalimantan) ****Dengan cekatan aku memperbaiki selimut Nana yang hampir saja terjatuh, setelah memastikan ia tidur. Kutinggalkan kamarnya. Dengan pelan kututup pintu. Lalu berderap menuju kamarku. Dibawa guyuran shower aku termangu. Membiarkan air mengalir membasahi tubuhku. Berharap sensasi dingin yang ditimbulkan bisa mendinginkan otakku. Apa yang terjadi masih tentang masa lalu. Dan firasatku mengatakan Idro lah dalang dibalik semua ini. Tapi alasannya apa? Untuk apa dia berlomba-lomba menghancurkan anaknya sendiri. Apa ada hal yang tidak Nana ketahui tentang orang tuanya. Dua puluh menit berlalu, tubuhku mulai menggigil. Kusambar handuk yang tergelantung, lalu melilitkannya pada pinggangku. Dengan gontai aku meninggalkan kamar mandi. Tok ... Tok ...Terdengar suara ketukan pintu dari luar. Lalu di susul suara yang menurutku familiar. "Zeen, Papa boleh masuk?""Masuk aja Pa, pintunya tidak dikunci." Setengah berteriak, aku mengambil kaos oblong dari dalam l
Part 28 (Pergi Ke Kalimantan II)****Tak terasa mentari sudah menampakkan diri. Sinar keemasannya menerobos masuk melewati celah jendela. Silau menerpa kornea mataku. Aku mengerjapkan mata beberapakali, menyesuaikan cahaya itu dengan indra penglihatanku. Samar-samar aku melihat Nana berdiri sambil berkacak pinggang. "Bangun, ini sudah pagi. Kenapa kamu bisa tidur di sofa, tempat ini sempit Zeen," omelnya. "Itu kau?""Siapa lagi, ayo bangun."Nana mengulurkan tangan, ia menarikku bangun. "Biarkan aku tidur,""Ini sudah pagi, apa kau tidak bekerja.""Aku sudah kaya."Nana membuang napas, ia menatapku garang. "Kau bilang semalam ada rapat penting. Ayo bangun, aku sudah siapkan air hangat untukmu mandi.""Hari ini aku pergi ke Kalimatan. Siapkan bajuku. Dan apa tadi? Kau menyiapkan air hangat untukku. Ya Tuhan, kau sudah seperti istri bayangan sekarang." Aku menggoda Nana, pipinya bersemu merah. "Diamlah, dan cepat mandi.""Kau tidak ingin bertanya, Zeen sayang berapa hari kau bera
Part 29 (Cekcok!) ****POV Nana. Sejak awal aku tak begitu yakin jika Zeen itu Atarik, sebab tidak ada kemiripan pada wajah mereka. Tapi saat kutatap mata itu dalam-dalam aku seperti menemukan Atarik yang hilang. Tak lama setelah Zeen mengaku, perasaan lega dan bahagia itu muncul. Meski sempat diwarnai keraguan. Kebiasaan Zeen mematahkan kebimbanganku. Ia masih Atarik yang dulu, suka menggoda dan manis. Meski terkadang mulutnya yang pedas itu sering kali muncul. Its, oke, aku mengerti itu. Dia punya banyak kepribadian. Kuketik pesan balasan, lalu mengirimkannya pada Zeen. [Ya.]Aku berjalan meninggalkan balkon kamar, kurapikan tempat tidur Zeen yang sedikit berantakan. Setelah semua rapi, kututup pintu kamarnya. Lalu menyusul Mama ke dapur. Papa sendiri sudah berangkat ke kantor setelah Zeen pergi."Aku bantu ya Ma?" ucapku saat mendapati Mama tampak sibuk dengan kegiatannya. Sekilas Mama menoleh. "Cuci aja piringnya, selebihnya biar Mama," jawabnya. Aku menganggukkan kepala, k
Part 29 (Cekcok II)***"Kirim alamatnya, tenang saja suamiku tidak akan tahu." Setelah itu panggilan terputus. "Kali ini kamu bebas dariku Nana, tapi lain kali aku akan beri kamu pelajaran!" gertaknya. Salma berbalik badan, itu berjalan meninggalkanku. Kutatap punggungnya yang mulai menjauh, tiba-tiba saja aku kepikiran untuk membuntutinya. Kutinggalkan mobilku di sini, lalu mengikutinya dari belakang. Sebisa mungkin aku berhati-hati, entah kenapa aku penasaran dengan apa yang akan dia lakukan. ****Aku menatap sekeliling, melihat Salma memasuki gang sempit ini. Untuk apa dia ke sini? Apa dia dan Mas Reza sekarang tinggal di sini? Aku terus mengikutinya, sampai tak lama dia berhenti di sebuah rumah kecil yang ada di ujung sana. Banyak hal yang muncul di pikiranku. Nampak seorang pria keluar dari rumah itu. Ia memeluk Salma, dan tanpa malu mereka berciuman. Dan yang membuatku syok pria itu bukan Mas Reza. Apa ini pekerjaan Salma? Apa Mas Reza tahu? Rasa ingin tahuku meront
Part 30 (Karma Tak Pernah Salah Alamat!) ****POV Reza. "Ayo kita pulang!" Dengan kasar aku menarik tangan Salma. Hatiku hancur berkeping-keping. Kudapati istriku dijamah pria lain, dan yang membuat dada ini semakin sesak, saat ia tak sama sekali melakukan perlawanan. Aku lupa, mereka suka sama suka. Tidak ada unsur paksaan. Salma rela menjajahkan tubuhnya demi uang. "Apaan sih kamu ini aku belum selesai, gimana kalau dia minta uangnya kembali!" Salma menolak saat aku mengajaknya pulang. Dan apa tadi? Ya Tuhan? Apa yang terjadi dengan hidupku ini. Kenapa aku terus dibuat menderita. Salma kembali melangkah menuju rumah itu. Namun, dengan cepat aku menahannya. Lihatlah dia, kemeja yang ia pakai bahkan tidak sempat di kancing. "Kamu mau ngapain lagi, urusan kita belum selesai!" Ubun-ubunku terasa panas, apa yang ia katakan menyulut emosiku. "Kamu pulang sana dulu! Setelah aku selesai layani dia kita bicara lagi!""Tidak bisa, aku ini suamimu! Aku tidak suka dibantah!""Dia membayar
Part 30 (Karma Tak Pernah Salah Alamat II)***Dua puluh menit berada di jalan, akhirnya kami tiba di rumah. Buru-buru kutarik Salma masuk ke dalam rumah. Lalu kututup pintu kasar. Ia sempat melakukan perlawanan, lantaran kesal kudorong tubuhnya ke sofa. "Kamu ini apa-apaan sih Mas! Kamu kasar banget!""Kamu itu yang apa-apaan! Kamu itu punya suami! Masih pantas kamu berdua bersama dengan pria di luar sana!"Dadaku bergemuruh hebat, gigiku terdengar saling beradu saat kuucapkan itu padanya. "Memangnya kenapa hah?! Ini hidup aku, kamu siapa?"Embusan napas kasar keluar dari rongga hidungku. Salma beranjak bangkit, kulayangkan tamparan di pipinya. "Keterlaluan kamu! Seperti ini tampang aslimu!"Salma memegang pipinya yang panas. Mata itu menyala tajam beradu tatapan dengan mataku. "Dua kali kamu tampar aku, Mas!""Itu pantas kamu dapatkan, istri selingkuh sepertimu harus dikasih pelajaran!""Maling teriak maling! Hellow, ngaca dong Mas. Kamu juga selingkuh! Gak ingat kamu, apa yan