Part 28 (Pergi Ke Kalimantan II)****Tak terasa mentari sudah menampakkan diri. Sinar keemasannya menerobos masuk melewati celah jendela. Silau menerpa kornea mataku. Aku mengerjapkan mata beberapakali, menyesuaikan cahaya itu dengan indra penglihatanku. Samar-samar aku melihat Nana berdiri sambil berkacak pinggang. "Bangun, ini sudah pagi. Kenapa kamu bisa tidur di sofa, tempat ini sempit Zeen," omelnya. "Itu kau?""Siapa lagi, ayo bangun."Nana mengulurkan tangan, ia menarikku bangun. "Biarkan aku tidur,""Ini sudah pagi, apa kau tidak bekerja.""Aku sudah kaya."Nana membuang napas, ia menatapku garang. "Kau bilang semalam ada rapat penting. Ayo bangun, aku sudah siapkan air hangat untukmu mandi.""Hari ini aku pergi ke Kalimatan. Siapkan bajuku. Dan apa tadi? Kau menyiapkan air hangat untukku. Ya Tuhan, kau sudah seperti istri bayangan sekarang." Aku menggoda Nana, pipinya bersemu merah. "Diamlah, dan cepat mandi.""Kau tidak ingin bertanya, Zeen sayang berapa hari kau bera
Part 29 (Cekcok!) ****POV Nana. Sejak awal aku tak begitu yakin jika Zeen itu Atarik, sebab tidak ada kemiripan pada wajah mereka. Tapi saat kutatap mata itu dalam-dalam aku seperti menemukan Atarik yang hilang. Tak lama setelah Zeen mengaku, perasaan lega dan bahagia itu muncul. Meski sempat diwarnai keraguan. Kebiasaan Zeen mematahkan kebimbanganku. Ia masih Atarik yang dulu, suka menggoda dan manis. Meski terkadang mulutnya yang pedas itu sering kali muncul. Its, oke, aku mengerti itu. Dia punya banyak kepribadian. Kuketik pesan balasan, lalu mengirimkannya pada Zeen. [Ya.]Aku berjalan meninggalkan balkon kamar, kurapikan tempat tidur Zeen yang sedikit berantakan. Setelah semua rapi, kututup pintu kamarnya. Lalu menyusul Mama ke dapur. Papa sendiri sudah berangkat ke kantor setelah Zeen pergi."Aku bantu ya Ma?" ucapku saat mendapati Mama tampak sibuk dengan kegiatannya. Sekilas Mama menoleh. "Cuci aja piringnya, selebihnya biar Mama," jawabnya. Aku menganggukkan kepala, k
Part 29 (Cekcok II)***"Kirim alamatnya, tenang saja suamiku tidak akan tahu." Setelah itu panggilan terputus. "Kali ini kamu bebas dariku Nana, tapi lain kali aku akan beri kamu pelajaran!" gertaknya. Salma berbalik badan, itu berjalan meninggalkanku. Kutatap punggungnya yang mulai menjauh, tiba-tiba saja aku kepikiran untuk membuntutinya. Kutinggalkan mobilku di sini, lalu mengikutinya dari belakang. Sebisa mungkin aku berhati-hati, entah kenapa aku penasaran dengan apa yang akan dia lakukan. ****Aku menatap sekeliling, melihat Salma memasuki gang sempit ini. Untuk apa dia ke sini? Apa dia dan Mas Reza sekarang tinggal di sini? Aku terus mengikutinya, sampai tak lama dia berhenti di sebuah rumah kecil yang ada di ujung sana. Banyak hal yang muncul di pikiranku. Nampak seorang pria keluar dari rumah itu. Ia memeluk Salma, dan tanpa malu mereka berciuman. Dan yang membuatku syok pria itu bukan Mas Reza. Apa ini pekerjaan Salma? Apa Mas Reza tahu? Rasa ingin tahuku meront
Part 30 (Karma Tak Pernah Salah Alamat!) ****POV Reza. "Ayo kita pulang!" Dengan kasar aku menarik tangan Salma. Hatiku hancur berkeping-keping. Kudapati istriku dijamah pria lain, dan yang membuat dada ini semakin sesak, saat ia tak sama sekali melakukan perlawanan. Aku lupa, mereka suka sama suka. Tidak ada unsur paksaan. Salma rela menjajahkan tubuhnya demi uang. "Apaan sih kamu ini aku belum selesai, gimana kalau dia minta uangnya kembali!" Salma menolak saat aku mengajaknya pulang. Dan apa tadi? Ya Tuhan? Apa yang terjadi dengan hidupku ini. Kenapa aku terus dibuat menderita. Salma kembali melangkah menuju rumah itu. Namun, dengan cepat aku menahannya. Lihatlah dia, kemeja yang ia pakai bahkan tidak sempat di kancing. "Kamu mau ngapain lagi, urusan kita belum selesai!" Ubun-ubunku terasa panas, apa yang ia katakan menyulut emosiku. "Kamu pulang sana dulu! Setelah aku selesai layani dia kita bicara lagi!""Tidak bisa, aku ini suamimu! Aku tidak suka dibantah!""Dia membayar
Part 30 (Karma Tak Pernah Salah Alamat II)***Dua puluh menit berada di jalan, akhirnya kami tiba di rumah. Buru-buru kutarik Salma masuk ke dalam rumah. Lalu kututup pintu kasar. Ia sempat melakukan perlawanan, lantaran kesal kudorong tubuhnya ke sofa. "Kamu ini apa-apaan sih Mas! Kamu kasar banget!""Kamu itu yang apa-apaan! Kamu itu punya suami! Masih pantas kamu berdua bersama dengan pria di luar sana!"Dadaku bergemuruh hebat, gigiku terdengar saling beradu saat kuucapkan itu padanya. "Memangnya kenapa hah?! Ini hidup aku, kamu siapa?"Embusan napas kasar keluar dari rongga hidungku. Salma beranjak bangkit, kulayangkan tamparan di pipinya. "Keterlaluan kamu! Seperti ini tampang aslimu!"Salma memegang pipinya yang panas. Mata itu menyala tajam beradu tatapan dengan mataku. "Dua kali kamu tampar aku, Mas!""Itu pantas kamu dapatkan, istri selingkuh sepertimu harus dikasih pelajaran!""Maling teriak maling! Hellow, ngaca dong Mas. Kamu juga selingkuh! Gak ingat kamu, apa yan
Part 31 (Di ujung Pencarian!) ****Pov AuthorBermodalkan alamat dari Jordan, Zeen mencari kediaman Ari Kusuma. Tepatnya di sebuah desa yang tak jauh dari hiruk-pikuk kota. Setelah bertanya pada salah satu warga yang kebetulan tinggal di sana, mereka berdua pun langsung menyambangi rumah itu."Kau yakin ini rumahnya, Bung?" Haris bertanya sambil mengedarkan pandangan, menatap halaman depan rumah yang diisi dengan berbagai macam tanaman. "Dari alamat yang diberikan Jordan dan keterangan Ibu tadi, harusnya benar ini rumahnya.""Ya sudah kalau begitu tunggu apa lagi, ayo," ajak Haris. Zeen menganggukkan kepala, kedua pria itu lantas berjalan menuju teras rumah. Diketuk pintu, menunggu sahutan dari dalam yang lumayan lama. "Kenapa lama sekali,""Sabar Bung, siapa tahu pemilik rumah ini sedang sibuk di dalam," ujar Haris. Zeen kembali mengetuk pintu, matanya meneliti sekitar. "Iya ... Tunggu sebentar." Tak lama kemudian terdengar suara dari dalam, lalu disusul dengan pintu yang dibuk
Part 32 (Ana, Will You Marry Me?)****"Kita itu mau ke mana sih Ma, dari tadi kok muter-muter terus?" Nana bertanya pada Mama Reni, pasalnya sudah setengah jam mereka berada di jalan. Mantan mertuanya itu belum juga mengatakan tempat mana yang akan mereka tuju."Kita ke Mall yuk Na," usul Mama Reni. "Mau ngapain? Belanja lagi?" tanya Nana seraya menurunkan kecepatan mobil. "Kita beli baju, atau kita beli tas baru gitu," ujarnya. Nana meliriknya sekilas, lalu fokus mengemudi. "Bajuku sudah banyak Ma, yang baru juga belum sempat aku pakai. Masa mau beli lagi?""Kita ke cafe, ngopi?""Aku gak suka kopi Ma."Diembuskan napas pelan, wanita bersanggul itu membalas tatapan Nana memelas. "Terus kita ke mana dong?" tanya Mama Reni. "Kok Mama malah tanya aku, bukannya Mama kan yang tadi ajak aku keluar.""Gimana kalau kita beli kue?""Bukannya Mama udah bikin kue tadi pagi.""Gak tahu ah Mama pusing." Mama Reni melengos membuat Nana geleng-geleng kepala. "Gimana kalau kita ke kantor Pap
Part 32 (Ana, Will You Marry Me?)***Matahari sudah lama terbenam, langit biru cerah kini digantikan dengan gelapnya malam tanpa taburan bintang, hanya ada bulan sabit yang muncul malu-malu dari ufuk timur. Udara di luar pun tak terasa sudah dingin.Gemerlapnya lampu menerangi sepanjang jalan. Nana melempar tatapan keluar jendela, menatap bangunan bertingkat itu dari sana. Sejak pukul 4 sore sampai sekarang jam 7 malam, orang tua Zeen itu mengajaknya pergi ke berbagai tempat. Apa daya Nana, ia tidak bisa menolak. Alhasil ia mengikuti ke mana pun mereka pergi. Mulai dari makan di restoran, sampai ke toko perhiasan. "Sebentar lagi kita sampai rumah," tutur Papa Erick. Hening, tidak ada jawaban. Nana meresponnya hanya dengan anggukan kepala."Mama jadi merasa bersalah ini.""Gak pa-pa, Ma, aku senang kok bisa jalan-jalan sama kalian," jawab Nana. Sepuluh menit berlalu mobil yang dikemudikan Papa Erick akhirnya tiba di halaman rumah. Zeen sudah memberi kabar jika dirinya sekarang ber