Part 25 (Menjilat Ludah Sendiri II) ***"Sayang, selama kamu di kantor polisi, banyak orang yang cariin kamu," ujarnya. Salma tercengang dengan menautkan kedua alisnya."Maksudnya?""Kamu itu dicariin orang, mulai dari penagih utang, pemilik butik, pokoknya banyak. Aku sampai pusing.""Sialan!""Tapi benar, kamu punya hutang sama mereka?""Tuh taksi yang kamu pesan udah sampai." Salma mengubah topik pembicaraan, ia menunjuk taksi yang berhenti tepat di samping mereka. Dengan lesu Reza melangkah masuk, kalau benar Salma sedang tersandung kasus. Lalu bagaimana dengan nasibku? Pasti perempuan yang kemarin itu akan datang lagi ke rumah. Ya Tuhan, kupikir memiliki dua istri itu menyenangkan. Tapi nyatanya, sama saja. ****Senja kini sudah berganti malam, dan Reza masih berusaha membujuk Salma untuk masak makan malam. Pasalnya sedari tadi perutnya sudah keroncongan. "Coba deh kamu masak sana, kamu kan bisa tonton melalui you tube," ucap Reza. Sudah ketiga kalinya ia mengatakan hal i
Part 26(Memori Card?)****Hari ini Reza dan Nana tampak kompak menghadiri sidang perceraian. Keduanya kini duduk di kursi persidangan. Nana menghela napas panjang, ia lalu menyatukan kedua tangannya. Setelah 1 Minggu berlalu. Kini hubungannya dan Reza akan segera berakhir. Beberapa kali netra tajam milik Reza beradu tatapan dengan Nana, ia melirik Nana sekilas sebelum kembali menundukkan kepala. Baru Reza sadari, Nana makin ke sini makin kelihatan cantik. Wajahnya mulus tanpa ditumbuhi satu pun jerawat, tidak seperti wajahnya yang kusam dan kering. Terdengar suara ketukan palu dari hakim, pertanda bahwa sidang akan segera di mulai. Dengan dada berdebar-debar. Nana mendongakkan kepala. Zeen tidak ikut menemaninya, pria itu ada urusan penting yang tak bisa di tinggalkan."Kepada penggugat, benarkah Anda ingin bercerai?" tanya hakim pada Nana. Nana tampak menghirup napas dalam-dalam, diembuskan pelan, ia ulangi sampai batu yang menghimpit dadanya hilang. "Benar, saya ingin bercerai
Part 26 (Memori Card II)***Di sisi lain Zeen bersandar di jok kemudi, ia menggulir layar ponselnya. Mencari informasi mengenai masa Iddah perempuan setelah bercerai."3 bulan?"Zeen membulatkan mata, ia mendengkus kasar. "Apa tidak bisa di korting?" Monolog Zeen. Ia lalu berpindah mengirim pesan pada Nana. [Bagaimana sidang hari ini Banana?] Begitu lah pesan yang Zeen kirim, tidak lama kemudian ia mendapatkan pesan balasan.[Berjalan lancar.] Balas Nana. [Zeen hari ini aku dan Mama mau jalan-jalan ke mall. Kamu titip suatu?] Pesan susulan masuk ke ponselnya. Zeen mengerutkan kening. [Tidak, cukup jaga hatimu untukku.] [Mulai.][Aku serius sayang, masa Iddah apa tidak bisa dikorting. 3 bulan itu lama, bagaimana jika 3 minggu?] [Tidak bisa, Zeen.] Balasan dari Nana membuat Zeen cemberut.[Baiklah, aku akan menunggu sampai masa iddahmu selesai.] [Kau manis sekali, semoga kau cepat disatukan dengan perempuan masa lalumu.] [Perempuan itu kau bodoh.] [Memangnya apa yang ingin kau
Part 27 (Pencarian)****Pov Zeen.Aku menghirup napas dalam-dalam, mengambil posisi duduk yang nyaman. Kunyalakan ponselku, lalu memutar sebuah video yang Haris dapatkan.Apa yang sebenarnya terjadi? 4 tahun sudah aku tidak mendengar kabar Idro, dan kini ia kembali membuat kekacauan dengan membebaskan Salma. "Kamu Salma ya?" Tanpa adanya basa-basi Idro menyapa Salma, jelas sekali di video ini Idro mendatangi sebuah Rumah. Rumah yang kuyakini kini menjadi tempat tinggal Reza bersama istri keduanya itu. "Iya, Om siapa ya?""Ini saya Idro, Ayahnya Nana.""Oh, Om Idro, udah lama gak ketemu saya jadi lupa Om. Maaf ya," ucap Salma. "Tidak pa-pa, Om mengerti.""Mari masuk Om, kita bicara di dalam," ajak Salma. Sesaat Idro bergeming, sebelum akhirnya ia menolak ajakan Salma, dan meminta untuk duduk di depan. "Tidak perlu, kita bicara saja di sini," katanya membuat Salma mengangguk. Tak lama keduanya berjalan ke arah kursi yang ada di teras rumah. Dijatuhkan pantatnya di sana. Salma gu
Part 27 (Pencarian II)****Sekitar lima belas menit berada di jalan, aku akhirnya tiba di kantor polisi. Lekas aku turun dari mobil, lalu melangkah masuk."Permisi, saya ingin bertemu dengan Pak Ari Kusuma?" tanyaku pada seorang polisi yang berdiri di depan pintu masuk. "Ari Kusuma Pak?" ucapnya mengulang pertanyaanku."Benar Pak, beliau masih bertugas di sini?" tanyaku lagi. Ari Kusuma adalah seorang polisi yang dulu memberikan keterangan padaku dan juga Papa. Kalau tidak salah ia mengatakan tidak ada masalah dengan mobilku. Tapi, entah kenapa, penyelidik saat itu mendadak dihentikan. Padahal Papa sempat mengatakan ada hal yang tidak beres dengan mobil yang kupakai saat kejadian malam itu. Menurut dugaan Papa ada yang mesabotase mobil itu. "Beliau sudah lama tidak di sini, Pak?""Apa beliau dipindahkan ke kota lain?""Beliau di pecat dengan tidak terhormat 4 tahun yang lalu."Aku tercengang mendengar penjelasannya. 4 tahun yang lalu. Kok bisa? "Kalau boleh tahu alasan beliau dipe
Part 28 (Pergi Ke Kalimantan) ****Dengan cekatan aku memperbaiki selimut Nana yang hampir saja terjatuh, setelah memastikan ia tidur. Kutinggalkan kamarnya. Dengan pelan kututup pintu. Lalu berderap menuju kamarku. Dibawa guyuran shower aku termangu. Membiarkan air mengalir membasahi tubuhku. Berharap sensasi dingin yang ditimbulkan bisa mendinginkan otakku. Apa yang terjadi masih tentang masa lalu. Dan firasatku mengatakan Idro lah dalang dibalik semua ini. Tapi alasannya apa? Untuk apa dia berlomba-lomba menghancurkan anaknya sendiri. Apa ada hal yang tidak Nana ketahui tentang orang tuanya. Dua puluh menit berlalu, tubuhku mulai menggigil. Kusambar handuk yang tergelantung, lalu melilitkannya pada pinggangku. Dengan gontai aku meninggalkan kamar mandi. Tok ... Tok ...Terdengar suara ketukan pintu dari luar. Lalu di susul suara yang menurutku familiar. "Zeen, Papa boleh masuk?""Masuk aja Pa, pintunya tidak dikunci." Setengah berteriak, aku mengambil kaos oblong dari dalam l
Part 28 (Pergi Ke Kalimantan II)****Tak terasa mentari sudah menampakkan diri. Sinar keemasannya menerobos masuk melewati celah jendela. Silau menerpa kornea mataku. Aku mengerjapkan mata beberapakali, menyesuaikan cahaya itu dengan indra penglihatanku. Samar-samar aku melihat Nana berdiri sambil berkacak pinggang. "Bangun, ini sudah pagi. Kenapa kamu bisa tidur di sofa, tempat ini sempit Zeen," omelnya. "Itu kau?""Siapa lagi, ayo bangun."Nana mengulurkan tangan, ia menarikku bangun. "Biarkan aku tidur,""Ini sudah pagi, apa kau tidak bekerja.""Aku sudah kaya."Nana membuang napas, ia menatapku garang. "Kau bilang semalam ada rapat penting. Ayo bangun, aku sudah siapkan air hangat untukmu mandi.""Hari ini aku pergi ke Kalimatan. Siapkan bajuku. Dan apa tadi? Kau menyiapkan air hangat untukku. Ya Tuhan, kau sudah seperti istri bayangan sekarang." Aku menggoda Nana, pipinya bersemu merah. "Diamlah, dan cepat mandi.""Kau tidak ingin bertanya, Zeen sayang berapa hari kau bera
Part 29 (Cekcok!) ****POV Nana. Sejak awal aku tak begitu yakin jika Zeen itu Atarik, sebab tidak ada kemiripan pada wajah mereka. Tapi saat kutatap mata itu dalam-dalam aku seperti menemukan Atarik yang hilang. Tak lama setelah Zeen mengaku, perasaan lega dan bahagia itu muncul. Meski sempat diwarnai keraguan. Kebiasaan Zeen mematahkan kebimbanganku. Ia masih Atarik yang dulu, suka menggoda dan manis. Meski terkadang mulutnya yang pedas itu sering kali muncul. Its, oke, aku mengerti itu. Dia punya banyak kepribadian. Kuketik pesan balasan, lalu mengirimkannya pada Zeen. [Ya.]Aku berjalan meninggalkan balkon kamar, kurapikan tempat tidur Zeen yang sedikit berantakan. Setelah semua rapi, kututup pintu kamarnya. Lalu menyusul Mama ke dapur. Papa sendiri sudah berangkat ke kantor setelah Zeen pergi."Aku bantu ya Ma?" ucapku saat mendapati Mama tampak sibuk dengan kegiatannya. Sekilas Mama menoleh. "Cuci aja piringnya, selebihnya biar Mama," jawabnya. Aku menganggukkan kepala, k