Demi bisa melunasi biaya pengobatan Ibunya, Naura terpaksa menjual dirinya pada sang atasan yang sudah mempunyai tunangan. Di sisi lain, Davin Abimanyu hanya ingin bersenang-senang, menikmati tubuh sekretarisnya yang polos itu. Namun semakin lama, mengapa keduanya jadi kecanduan satu sama lain?
View MoreBram memarkir mobilnya dengan tergesa-gesa di halaman kediaman Abimanyu. Keheningan malam menyelimuti kawasan rumah besar itu, hanya diterangi oleh beberapa lampu jalan yang tampak redup. Semua penghuni rumah pasti sudah terlelap, kecuali Davin. Ia tahu, adik tirinya itu sering begadang, terutama ketika ada urusan penting yang harus dipikirkan. Bram menatap jam di pergelangan tangannya—jam menunjukkan pukul 23.15. Ia tidak bisa menunggu lebih lama lagi. Rasa sakit di lengannya semakin terasa, namun ia menahan semuanya. Fokusnya kini hanya pada satu hal—bercerita kepada Davin."Bram? Apa yang terjadi?" Davin langsung bertanya, suaranya penuh kekhawatiran.Bram hanya mengangguk dan masuk ke dalam rumah, diikuti oleh adiknya yang tampak bingung. "Aku baru saja diserang, Davin. Di kantor."Davin mengerutkan dahi, mendekat dan melihat luka-luka di lengan Bram yang sudah mulai membengkak. "Tunggu. Duduk dulu, biar aku lihat lukanya." Davin segera menarik kursi dan menyuruh Bram duduk. "Ka
“Nenek ngapain tadi nangis? Nenek takut sama Daddy?” tanya Rania polos.Laura mengangguk pelan. “Makanya jangan nakal. Takut kan Daddy malah,” Raka menimpali.Naura dan Davin yang baru menuruni anak tangga, setelah membersihkan diri, terkekeh.“Playing victim banget, mereka,” kata Naura. Davin hanya tertawa kecil.“Aku bersyukur mereka baik-baik saja. Tapi entah di mana punya ide ngajak ikan lomba renang,” ucapnya.“Ini pasti efek, Bram yang tak memenuhi tantangan, mereka,” sahut Naura. Keduanya kembali tergelak.Davin pun mengajak keluarga kecilnya serta sang Mama untuk makan malam bersama. Situasinya sudah tidak tegang lagi, mereka semua sudah kembali tertawa bahagia. Meski para pengasuh yang melihat Davin tertawa tetap saja mereka takut membuat kesalahan lagi karena saat Davin marah benar-benar sangat menyeramkan bagi keempat pengasuhnya.Setelah selesai makan malam Davin dan Naura menemani kedua anaknya menonton kartun kesayangan mereka. Sementara Laura memilih menuju ke kamarnya
“Rakaaaaaaaa, Raniaaaaaaa,” jerit sang nenek.Kedua cucunya berenang bersama ikan koi yang dibeli sang daddy dengan harga fantastis.Laura hanya meninggalkan keduanya sekitar 10 menit, merasa kalau kedua cucunya sudah pintar berenang dan tak mungkin tenggelam. Namun saat dia kembali, dia justru melihat ikan koi itu sudah pada mengapung di dalam kolam.Laura memijat kepalanya yang julai sakit.“Pak Udiiiiiiiin!” teriaknya lagi. Sopir pribadi Davin segera mendekati Laura.“Saya, nyonya?” “Lihat itu, Pak!” Mata Pak Udin membulat melihat tujuh ikan koi mengambang di dalam kolam. Di pinggir kolam ada jaring yang dipakai memindahkan ikan saat baru sampai di rumah itu.“Raka, Rania, naik!” perintah sang nenek. “Ayo naik, kita main lagi besok,” kata Raka pada ikan yang sudah mati karena air kaporit kolam renang.“Nenek gak tahu ya, kalau Daddy marah ikannya mati,” ujar Laura. Suaranya lembut tak seperti tadi.“Meleka gak mati, cuma bobok. Sebental tak tanya dulu pasti meleka gelak,” ucap R
ByuuuuuuurBila orang tuanya sedang bercinta di kantor, maka kedua anak kembar ini memilih untuk berenang.Tak butuh waktu lama membuat mereka paham teknik berenang yang sesungguhnya. Hal ini membuat Laura teringat Davin di masa lalu. Kedua cucunya seperti flashback ke masa lalunya. Karena tak ada sedikitpun keahlian atau kebiasaan sang papa dibuang oleh Twin’s. Minusnya hanya mereka sering bertengkar saja kalau Bram tak ada.“Enak ya mbem, belenang jam segini,” ucap Raka.“Iya ndut, seling-seling aja batal belajal, jadi kita bisa lenang,” sahut Rania, dan keduanya terkikik geli. “Neeeeek,” panggil Raka. Laura yang sedang main hp pun menoleh ke arah sang cucu.“Ya, sayang? Udahan?” tanyanya.Twin”s tergelak, “mau minum, nek. Balu juga mulai,” kata Raka.Laura terkekeh, “oke baiklah bos, sebentar ya,” kata Laura. Dia menghubungi kedua pengasuh Raka dan Rania, lalu mereka datang membawa nampan. Raka dan Rania tersenyum. Sang pengasuh meletakan minumannya di pinggir kolam, tampak Raka
“Apa mungkin kita terlalu dini merayakan kemenangan? Dan sekarang lihatlah, semua hancur. Aku masih belum percaya mereka membatalkan kerjasamanya.” “Aku juga masih tak percaya dengan alasan mereka,” balas Selena.Niat kembali ke hotel, namun langkah keduanya terasa berat. Akhirnya mereka masih duduk di tempat yang sama.Panggilan telepon yang terputus tadi terasa menggantung membuat keduanya serba salah akan melangkah hingga membawa suasana tegang yang semakin memuncak. Selena meletakkan ponselnya dengan kasar di atas meja, suara klik kecil dari tombol ponsel yang jatuh kembali ke dalam kesunyian ruangan.Victor menatapnya, ragu. Hanya beberapa detik yang lalu, mereka baru saja mendengar kemarahan Bryan yang membuat bulu kuduk merinding. Kini, mereka harus menanggung konsekuensi dari kegagalan yang ada di depan mata mereka. Tentu saja, itu bukanlah kegagalan mereka sendiri, tetapi mereka yang harus menyelesaikan masalah ini."Selena," Victor mulai, suara yang lebih rendah dari biasa
Tiga hari kemudian,Davin, Bram, dan Naura sudah tiba lebih dulu di restoran yang mereka pilih untuk pertemuan kali ini. Sebuah tempat dengan suasana tenang di pusat kota Sun City, cukup eksklusif untuk membicarakan hal-hal penting tanpa takut ada orang lain yang ikut mendengar. Mereka memilih duduk di meja sudut, agak jauh dari keramaian, menunggu Selena dan timnya datang.“Kamu yakin ini cara yang paling tepat, sayang?” tanya Naura, mengaduk minumannya dengan pelan. Wajahnya terlihat sedikit tegang, meskipun dia sudah berusaha untuk tetap tenang.Davin menatap istrinya sekilas lalu mengangguk. “Aku sudah pikirkan ini matang-matang. Kita nggak bisa langsung menolak mereka begitu saja tanpa alasan yang bisa diterima. Kalau kita bikin mereka curiga, bisa jadi mereka malah menggali lebih dalam soal kita.”Bram yang duduk di sebelah Davin menimpali, “Iya, aku setuju. Kita kasih alasan yang halus, tapi tetap tegas. Kita nggak boleh kasih mereka celah untuk memaksa kita berubah pikiran.”N
“Tolong selamatkan dua cucu nenek yang gemoy ini dali monstel,” rengeknya bersembunyi di belakang tubuh sang nenek.“Mommmyyyyyy, Daddyyyyy,” keduanya kembali berlari mendekati kedua orang tuanya. Sementara Bram cosplay jadi monster. Raka dan Rania tertawa renyah setiap kali Bram menyentuhnya. Keduanya terbatuk. Naura memberikan air putih untuk anak kembarnya.“Siapa yang matahin mata kaca nenek? Pasti Uncle,” tuduh Raka. Semua orang dewasa tergelak. Bahkan Naura mencubit gemas pipinya Raka. “Kaca mata, sayang,” Davin meralat. “Ya pokoknya itu.”“Yeeee bukan Uncle.”“Neeeek gak mau ngaku telsangkanya. Kunci saja di gudang Nek. Bial mau ngaku.”Bram terkekeh, hal semacam inilah yang dia rindukan bila tak bertemu Raka dan Rania.“Nenek coba tanya,” kata Rania.“Siapa yang matahin kaca mata Mama?” tanya Laura.“Davin, Ma. Kan udah Davin ganti,” jawab Davin.“Yeeeeee salah nuduh! Weeeeek,” Bram menjulurkan lidah pada Raka dan Rania.Bug bug bugTangan kecil mereka memukul sang Daddy, “
“Jadi kamu akan menerima kerja sama ini?” tanya Bram, memecah kesunyian di ruang kerja Davin.Davin bersandar di kursinya, menghela napas panjang sebelum menjawab. “Sebetulnya nggak ada yang salah dengan proposal mereka. Bahkan sebelum pertemuan tadi, aku cukup yakin kalau mereka adalah investor terbaik yang bisa membawa perusahaan ini ke tingkat lebih tinggi. Tapi setelah bertemu langsung, aku punya firasat buruk tentang mereka.”Naura yang duduk di sebelah Davin ikut mengangguk pelan. “Aku juga ngerasa ada sesuatu yang aneh. Aku nggak tahu apa itu, tapi dari tadi hati kecilku terus-terusan ngasih alarm bahaya. Seolah-olah, kalau kita tetap jalanin kerja sama ini, sesuatu yang buruk bakal terjadi.”Bram menyandarkan punggungnya ke kursi, memutar bolpoin di tangannya dengan ekspresi berpikir. “Alright, kalau kita semua ngerasa yang sama, berarti ini bukan cuma kebetulan. Mereka datang jauh-jauh dari luar negeri, menawarkan kerja sama yang menguntungkan, tapi firasat kita bilang ada se
Dinda istirahat sebentar, menyeruput minuman miliknya. Bram yang melihat turun dari kursi santai. Dia mencium Dinda dengan rakus dari atas kolam. Tangannya meremas dada Dinda.“Aaaaaaaaah,” Dinda mendesah.Hasrat Bram terbakar ketika melihat banyaknya pasangan yang ada di kolam renang tersebut sedang bermesraan. Ternyata seperti ini kehidupan di atas kapal pesiar ketika mereka berlibur bersama orang-orang yang memiliki budaya barat. Untuk masuk ke kolam ini memang dikenakan tiket, namun ternyata berada di kolam ini suguhannya benar-benar membuat birahi keduanya naik.“Turun beb, aku juga mau kayak mereka,” bisik Dinda.Bram akhirnya menceburkan diri ke dalam kolam, mendesak tubuh wanita itu di pinggir kolam renang. Mencium leher dan me.beri tanda kepemilikan di leher wanita itu. Suara rintihan, jeritan, dan desahan yang semakin keras Bram dengar ketika dia sudah turun ke dalam kolam renang. Ciuman mereka juga semakin panas saat tangan Dinda dengan sengaja masuk ke dalam celana Bram,
"Jadi, berapa uang yang kamu butuhkan?" tanya Davin pada sekretarisnya. Naura menunduk, bingung harus menjawab karena nominalnya sangat tidak masuk akal. "Sa—satu-" Naura belum sempat menyelesaikannya, namun suara Davin memotong ucapannya. "Satu juta?" Naura menghela napas berat. Ia bingung harus menjawab apa. Demi apapun, Naura sangat malu. "Cepat katakan!" desak Davin. Sambil memejamkan mata, sang sekretaris kembali menjawab, "Satu miliar, Pak Davin." Alis Davin sontak berkerut. Bisa-bisanya sekretaris yang baru bekerja satu bulan dengannya berani meminjam uang sebesar itu. "Mau dipakai untuk apa uang itu, Naura?" Suara berat Davin membuat Naura semakin gugup dan menunduk. "Lihat lawan bicaramu!" ucap Davin lagi. Naura mengangkat wajahnya, menatap CEO Abimanyu Group, perusahaan nomor satu di Sun City, yang mempunyai ketampanan nyaris sempurna. Kulit putih, tinggi badan 185 cm, kekar, mata abu-abu, hidung mancung, dan rambut yang selalu disisir rapi ke atas. "Sa—sa...
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments