Shania sama sekali tidak menyangka jika kecurigaannya selama ini ternyata benar. Shania mencurigai gelagat aneh suaminya yang setiap awal bulan pasti pamit untuk dinas di luar kota. Padahal sebelumnya tidak pernah. Sampai akhirnya Shania mendapatkan pesan dari nomor tidak dikenal mengenai suaminya itu. Bagaimana akhirnya Shania membongkar kecurangan suaminya? Baca sampai tamat yaa
View MoreMelihat Shania menarik dua koper berukuran besar, Angga pun sangat terkejut. "S-Shan, kenapa kamu ...."Shania menghela napas, kemudian berkata dengan tenang, "Semua sudah cukup gamblang, Mas Angga. Enggak ada yang perlu dijelaskan lagi dan enggak ada juga yang perlu dipertahankan lagi. Dari awal niat menikah Mas Angga sudah enggak baik, jadi lebih baik kita akhiri pernikahan ini, agar semua bisa kembali berjalan di tempatnya masing-masing."Angga tercengang mendengar penuturan Shania itu."Mas Angga masih sangat mencintai Mbak Indri, kan? Kalian ingin Gita tumbuh besar tanpa merasakan kekurangan kasih sayang kedua orang tua, kan? Silakan, Mas! Aku enggak akan menjadi penghalang di antara kalian.""Enggak, Shan. Enggak gitu. Ini salah paham. Tolong kamu dengerin aku dulu!" Angga benar-benar takut Shania meninggalkannya. Lelaki itu langsung memegangi kedua bahu Shania.Shania tersenyum sembari menyingkirkan tangan Angga dari bahunya. "Engg
Melihat ayahnya dipukul sampai nyaris terjatuh, Anggita ketakutan. Apalagi saat melihat ada darah di sudut bibir Angga, Anggita langsung menangis histeris."Ayah .... Ayah .... Ayah ...."Angga merengkuh bahu Anggita yang berguncang. Kemudian ia menatap Shania dengan wajah memelas. Berharap Shania akan mengasihaninya. Setidaknya peduli dengan Anggita.Namun, tanpa memedulikan itu, Akbar kembali menarik kerah kemeja Angga, dan mendaratkan kepalan tangannya sekuat tenaga ke pipi Angga. "Laki-laki brengs*k! Kurang aj*r! Enggak tau diuntung!" hardik Akbar bak orang kesetanan.Anggita pun semakin histeris. "Ayah! Ayah!" Balita itu berjingkat-jingkat ketakutan.Angga yang nyaris terjengkang langsung memeluk putrinya. Sementara matanya menatap Shania dengan nelangsa. Angga sangat berharap Shania segera menolongnya.Shania kemudian bangkit dari sofa.Melihat itu, Angga bernapas lega. Ternyata meski Shania marah kepadanya, wanita
"Mas, aku minta maaf .... Aku minta maaf ...." Indri bersimpuh dan berusaha meraih kaki Angga, menahan agar laki-laki yang sudah menalaknya itu tidak pergi."Lepas!" Angga mengibaskan tangan Indri."Enggak, Mas. Enggak! Aku benar-benar minta maaf. Aku minta maaf. Aku khilaf, Mas. Aku khilaf ....""Khilaf sampai hamil? Gila kamu! Pergi kamu dari rumah ini!""Enggak! Enggak, Mas!""Pergi!" teriak Angga yang sudah tak bisa mengendalikan amarahnya.Sementara Hilmi hanya bisa memegangi kedua bahu Indri dari belakang tanpa bisa berbuat apa-apa. Bagaimana mau berbuat sesuatu, sementara selama ini hidupnya ditanggung sepenuhnya oleh Indri. Dan pemasukan Indri didapat dari Angga. Jadi jika ia melawan Angga, yang ada nanti keadaan semakin runyam."Aku ingatkan kamu, In! Segera pergi dari rumah ini! Karena setelah ini, rumah ini akan aku jual secepatnya!""Mas!" teriak Indri yang sangat terkejut dengan keputusan Angga. "Enggak, Mas! Jangan! Aku mohon! Silakan bawa Gita, tapi aku mohon jangan ju
"Bagus! Luar biasa kamu, In!"Kontan Indri langsung menoleh dan terkejut melihat keberadaan Angga."M-Mas Angga?"Mata Angga nyalang menatap Indri dan Hilmi. Kedua telapak tangannya mengepal, sampai tulang pada buku-buku jarinya seperti hendak mencuat keluar."Brengs*k kalian!" teriak Angga bak orang kesetanan.Lelaki itu kemudian memporak-porandakan semua barang yang ada di ruang tamu rumah Indri. Lengan kokohnya menyapu seketika semua pernak pernik pajangan yang tertata rapi di meja hias ruangan itu. Diangkatnya meja marmer tersebut, kemudian dibantingnya dengan sekuat tenaga."Prang!"Lantai marmer ruangan itu pun pecah seketika, bersamaan dengan jatuhnya meja tersebut.Tak cukup sampai di situ, Angga juga meraih pajangan dinding yang ada di dekatnya. Baik itu foto-foto kebersamaannya dengan Indri dan Anggita, juga segala hiasan yang menempel di sana. Satu persatu barang-barang itu ditarik dan dibanting sampa
"Kamu bilang apa pada istriku!?" Bak orang kesetanan Angga menantang Hamish. Wajahnya menengadah karena Hamish lebih tinggi darinya.Sementara Hamish menanggapinya dengan santai. Lelaki itu hanya mengedikkan bahu sembari tersenyum sinis."Bisa-bisanya seorang Shania punya suami kayak kamu," ucap Hamish."Kurang ajar sekali kamu!" Kalau tidak ditahan Damar, Angga nyaris memukul wajah Hamish."Sekalian aku mau bilang, aku enggak pernah tertarik dengan ajakan kerja sama kamu. Dari awal. Apalagi setelah tau, kamu lakukan ini untuk membohongi Shania. Sorry!"Tanpa menunggu respon Angga, Hamish kembali ke ruang kerjanya."Shit!!!" umpat Angga. Kemudian menendang pintu ruang kerja Hamish. Setelahnya Angga langsung pergi tanpa berkata apa-apa pada Damar.Di pinggir jalan, Angga memesan ojek online. Ia menuju tempat pemesanan travel karena mobil yang tadi ia kendarai dibawa pergi oleh Shania.Tujuan Angga kali ini rumah
"Hamish .... Ternyata kamu di sini?"Shania benar-benar tidak menyangka, pada akhirnya ia bisa bertemu kembali dengan lelaki yang dulu pernah sangat ia rindukan. Lelaki yang dulu siang malam ia nanti kedatangannya. Lelaki yang seharusnya ada di sisinya saat kedua orang tuanya berpulang, tetapi justru malah menghilang. Ternyata lelaki itu bersembunyi di kota ini.Shania tersenyum getir.Apalagi saat berpikir kemungkinan Hamish sekarang telah memiliki anak dan istri. Luka yang telah sekian tahun ia kubur dalam, hari ini kembali terbuka lebar.Buliran bening pun berjatuhan dari pelupuk mata Shania. Ia masih ingat betul hari dimana acara pertunangannya dengan Hamish berlangsung. Bahkan saat itu tanggal pernikahan mereka pun telah ditentukan. Namun, pada saat kedua orang tua Shania meninggal, Hamish tidak menampakkan batang hidungnya. Sama sekali.Shania membuang muka dan menyeka pipinya.Melihat itu, tentu saja jantung Hamish berdeny
"Ayah, Bunda di kamar lagi nangis. Gita ajak keluar, Bunda enggak mau. Kata Bunda, Bunda enggak mau makan," adu Anggita pada Angga.Gadis kecil itu memang sebelumnya Angga minta untuk memanggil bundanya keluar kamar untuk makan malam. Karena sejak peristiwa sore tadi, Indri mengurung diri di kamar.Meski Angga sejak tadi sangat ingin menemui Indri dan membujuk wanita yang sedang merajuk itu, tetapi ia menahan diri karena Shania ada di rumah."Ya udah, Gita makan dulu aja, ya! Biar nanti Bunda nyusul," putus Angga.Balita itu menurut, meski masih berantakan saat harus makan sendiri.Sebenarnya Shania biasa menyuapi Anggita saat anak itu diajak Angga ke rumah. Bahkan mengurus semua keperluan Anggita mulai mandi dan semuanya. Namun, kali ini ia memutuskan tidak menyuapi Anggita karena Indri ada di rumah itu.Angga memandangi Shania. Dapat dilihat dengan jelas kalau lelaki itu sangat gusar. Ia ingin sekali menemui Indri dan menenangkan wanita yang sedang merajuk itu.Namun, Shania memilih
"Gila kamu, Ga! Kamu sama aja nyimpan bom waktu, tau!" Damar membentak Angga lewat sambungan telepon. "Selingkuh itu bom waktu, Ga!" lanjut Damar. "Kamu tinggal nunggu, kapan bom itu akan meledak dan bam! Semua hancur!" "Tapi gimana lagi, Dam. Enggak mungkin aku melepas Indri, apalagi Shania. Dua-duanya punya peranan penting buat hidup aku!" Angga berusaha mencari pembenaran.Damar menghela napas panjang. Sebelah tangannya yang tidak memegangi ponsel berkacak pinggang. "Kamu enggak liat sekarang aku kayak gimana, Ga? Endingnya aku sama Dona kayak gimana?"Angga tak menyahut. Tak tahu harus berkata apa karena tahu akhir percintaan temannya itu sehancur apa."Dulu aku juga mikirnya persis kayak yang kamu, Ga. Aku enggak mau kehilangan Tina, tapi aku juga mau sama Dona. Endingnya? Kamu liat sendiri, kan?""Tapi untuk sekarang aku benar-benar belum bisa milih, Dam. Seenggaknya untuk waktu sekarang ini. Please, kamu tolongin aku!"
"Mas, kenapa sih dari tadi kamu bengong aja?" protes Indri.Sejak pulang dari rumah sakit, Angga memang hanya bengong dan tidak banyak bicara. Termasuk malam itu saat ia dan Indri duduk bersantai di ruang keluarga."Mas!" seru Indri sembari menggerakkan telapak tangannya di depan wajah Angga."Apaan, sih, In!?" Angga sewot karena pikirannya sedang penuh. "Udah, aku mau tidur!"Tanpa memedulikan Indri, Angga melenggang ke kamar. Bak tuan rumah, Indri langsung mengikuti Angga ke kamar utama. Kamar yang menjadi peraduan Angga dan Shania."Aku salah apa sampai kamu sewat sama aku, Mas?" Indri tidak terima. Ia menghadang langkah suaminya."Aku lagi pusing, In! Bisa enggak sih, kamu diem!?""Aku enggak tau apa-apa kamu bentak-bentak kayak gini, Mas?" Indri tidak terima."Aku udah bilang, kan? Aku lagi pusing! Aku ingin tenang! Kamu dengar enggak!?" seru Angga tanpa peduli waktu sudah cukup malam."Aku juga cuma tanya kenapa kamu diemin aku kayak gitu! Tinggal kamu jawab apa susahnya, sih,
[Shan, suamimu lagi dinas di luar kota, ya? Kamu percaya?]Shania mengernyit membaca pesan dari nomor tak dikenal tersebut. Bertanya-tanya siapa orang yang tiba-tiba mengirim pesan dengan gaya seperti sudah mengenal Shania.[Maaf, ini siapa?]Tak menunggu lama, Shania langsung mengirim balasan. Karena sebenarnya pagi itu ia juga sedang memikirkan keanehan Angga, suaminya.Shania merasa aneh dengan rutinitas Angga empat bulan terakhir ini. Pasalnya setiap awal bulan setelah gajian, Angga selalu pergi dinas di luar kota. Padahal sebelumnya tidak pernah. Kalaupun ada dinas di luar kota juga hanya sesekali dan tanggalnya tidak tetap. Tidak seperti empat bulan terakhir ini.Tanpa perlu menunggu lama, balasan pesan tersebut Shania terima. Nomor tak dikenal itu mengirim foto Angga keluar dari mobilnya yang terparkir di depan sebuah rumah minimalis.[Ini suamimu, kan?]Shania membeku membaca pesan tersebut dan melihat foto tersebut. Dadanya berdebar tak karuan, perutnya mual, dan kedua telapa...
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments