Share

Ancaman

Penulis: Srirama Adafi
last update Terakhir Diperbarui: 2025-02-07 10:02:38

"Shan! Tunggu! Itu semua bohong!" teriak Angga.

Namun, Shania bergeming. Wanita itu terus melangkah menuju mobilnya.

Angga hendak berlari mengejar istrinya itu, tetapi tiba-tiba lengannya dicekal Indri.

"Kamu mau kemana, Mas?"

"In, aku selesaikan dulu masalahku dengan Shania, ya? Tolong, kamu ngerti! Setelah semua beres, aku janji bakal balik ke sini."

"Tapi kamu baru aja sampai, Mas. Bahkan belum ada sepuluh menit! Gita udah nungguin buat bisa jalan-jalan sama kamu, tidur dibacain dongeng sama kamu tiga minggu lamanya, Mas! Terus gitu aja kamu mau pergi?"

"Aku ngerti, In. Tapi kamu tahu sendiri gimana keadaannya sekarang. Tolong, In, kamu ngertiin aku, ya! Aku harus bicara sama Shania sekarang. Aku enggak mau dia salah paham. Apalagi sekarang dia sedang hamil."

"Jadi aku dan Gita enggak lebih penting dari Shania?" Indri menatap Angga dengan sorot mata terluka.

Angga melepas dengan lembut cekalan tangan Indri, kemudian meremas kedua bahu wanita itu. "Dengarkan aku, In. Saat ini Shania sedang enggak baik-baik aja. Dia pasti sangat hancur liat aku ada di sini. Jadi tolong, kamu ngerti, ya! Kamu tahu kalau kalian itu sama pentingnya buat aku."

"Tapi kamu lebih milih ngejar dia daripada tetap di sini sama kami!"

"In, dalam sebulan waktuku juga udah cukup banyak bersama kalian. Setiap weekend, setiap aku ada libur, aku selalu habiskan waktu bersama kalian. Jadi, untuk kali ini aku mohon pengertianmu, In. Aku harus nenangin Shania. Dia sedang hamil, In. Aku enggak mau dia sampai kenapa-napa gara-gara stress."

Indri membuang muka dengan mata dipenuhi kaca-kaca. Saat sudah seperti ini ia tahu kalau Angga tidak akan bisa lagi dicegah.

"In, please. Setelah semua beres, aku bakal balik ke sini! Aku janji!"

"Ya udah, pergi aja sana! Enggak usah peduliin aku sama Gita!"

Angga menghela napas panjang. Ia tahu kalau Indri kecewa. Tak hanya Indri sebenarnya, Angga sendiri pun kecewa. Ia benar-benar tidak menyangka kalau Shania mengikutinya sampai sejauh ini. Padahal Shania sedang hamil muda.

Lelaki 35 tahun itu kemudian menekuk lutut untuk mensejajarkan tingginya dangan Anggita. Dipegangnya bahu balita empat tahun itu kemudian berkata, "Ta, Ayah pergi dulu, ya? Cuma sebentar, kok. Nanti Ayah kembali lagi buat bawa Gita jalan-jalan seperti janji Ayah. Oke?"

Anggita menatap ayahnya dengan mata dipenuhi kaca-kaca. Perlahan buliran bening berjatuhan dari pelupuk matanya. Balita itu kemudian menggeleng perlahan, menandakan ia tidak mau ayahnya pergi.

"Hei, dengarkan Ayah!" Kini Angga memegang kedua lengan Anggita. "Ayah cuma sebentar. Ada pekerjaan yang harus Ayah selesaikan dulu. Setelah itu Ayah akan kembali. Ya?"

Respon Anggita masih sama. Balita dengan rambut dikuncir kuda itu kembali menggelengkan kepalanya. Bibirnya bergetar seiring dengan isakan yang keluar dari bibir mungilnya. "Ayah jangan pergi," lirihnya lalu sedetik kemudian tangisnya pecah.

Angga langsung memeluk putrinya sembari menatap Indri. Ia harap wanita yang telah melahirkan putrinya itu mau membantunya menenangkan Anggita, memberi pengertian pada gadis kecil itu. Namun, Indri membeku di tempatnya sembari melipat tangannya di dada.

Angga tak punya pilihan. Akhirnya ia berusaha memberi penjelasan dan terus membujuk Anggita sendiri tanpa bantuan Indri. Sayangnya tak semudah itu membujuk gadis kecil yang wataknya mirip bundanya itu. Sudah lebih dari lima menit, Anggita tidak kunjung mengizinkan ayahnya pergi.

Memang selalu seperti ini. Hanya saja biasanya ada Indri yang akan mengalihkan perhatian Anggita saat Angga hendak pergi. Namun, kali ini wanita itu bergeming. Seolah-olah ia tidak peduli dengan tangis putrinya.

Kesabaran Angga akhirnya habis. Pikirannya yang sedang kalut oleh masalahnya dengan Shania, membuat lelaki itu tidak bisa lagi menunggu kerelaan anaknya itu.

Angga kemudian berdiri dan berkata pada Indri. "In, tolong kamu tenangkan Gita. Aku pergi dulu."

Indri membeku tak merespon Angga ataupun berusaha menenangkan putrinya.

Namun, Angga tak punya pilihan. Ia harus segera menyusul Shania. Sehingga meski diiringi dengan jerit tangis Anggita yang terdengar begitu memilukan, Angga tetap beranjak pergi.

Melihat punggung Angga menjauh hati Indri semakin pedih. Ayah dari putrinya itu lebih memilih istri barunya daripada darah dagingnya sendiri. Karena tidak bisa menahan amarah, Indri kemudian berteriak saat Angga hendak memasuki mobilnya.

"Pergilah, Mas! Tapi setelah ini, semua orang akan tahu kalau kita sudah menikah lagi!"

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • SEBATAS TEMPAT SINGGAH    Sesal

    "Pergilah, Mas! Tapi setelah ini, semua orang akan tahu kalau kita sudah menikah lagi!"Angga tertegun mendengar ancaman dari Indri. Lelaki berwajah bersih itu menghembuskan napas kasar, kemudian membanting pintu mobilnya.Dengan langkah lebar, ia kembali menuju tempat dimana Indri berada. Wajahnya kini merah padam dan rahangnya mengatup dengan keras. Saat ini kesabarannya benar-benar habis.Begitu tiba di teras, ia menatap Anggita lalu berkata dengan tegas. "Gita ke kamar dulu! Ayah mau bicara penting sama Bunda."Melihat wajah ayahnya yang tampak menyeramkan, Anggita tak berani membantah. Meski tangisnya masih belum reda, balita itu menurut untuk masuk ke rumah.Angga menghela napas panjang begitu siluet Anggita tak terlihat lagi. Kini ia menatap tajam pada Indri setelah sebelumnya enggan sekali menatapnya."Mau kamu apa?" Angga tidak membentak, tetapi suaranya cukup menggetarkan kepercayaan diri Indri.Indri memilih bungkam. Untuk menutupi kegusarannya, ia membuang muka dan masih b

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-07
  • SEBATAS TEMPAT SINGGAH    Bukti

    "Apapun akan aku lakukan asal kamu enggak ninggalin aku, Shan!" Angga membanting pintu mobilnya dengan keras, kemudian melangkah memasuki rumah."Assalamualaikum! Shan! Shania! Kamu dimana, Shan?"Berkali-kali Angga memanggil Shania, tetapi sama sekali tidak ada jawaban. Angga takut sekali Shania pergi dari rumah, meski mobilnya ada di halaman."Astaga, kamu dimana, Shan?" Angga pun mencari di seluruh penjuru rumah. Sampai akhirnya, ia menemukan istri dan ibunya sedang berada di teras belakang. Angga menghela napas lega."Bu." Angga langsung mendekat dan mencium tangan ibunya."Loh, kamu enggak jadi keluar kota, Ga?" tanya Bu Rani yang sedang disuapi bubur menantunya.Angga menggeleng. "Enggak, Bu."Angga kemudian menoleh ke arah Shania. Menatap lembut wanita yang tengah mengandung buah hatinya. "Kita bicara dulu, yuk, Shan.""Aku sedang nyuapi ibu," tolak Shania tanpa menatap suaminya. Dadanya teramat sesak mengingat kebohongan Angga.Tanpa bertanya, Bu Rani tahu kalau anak dan mena

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-07
  • SEBATAS TEMPAT SINGGAH    Tamu

    "Kamu kan, tahu sendiri gimana dulu Indri ninggalin aku, Shan. Di saat aku bangkrut, aku butuh dukungan, dia malah ninggalin aku. Mana mungkin aku balikan sama orang yang udah buang aku?"Tak sepatah kata pun keluar dari bibir Shania. Hatinya masih ragu dengan segala yang terucap dari bibir suaminya itu."Sekarang kamu enggak usah mikir yang aneh-aneh lagi, ya! Fokus sama kehamilan kamu, sama bayi kita," lanjut Angga.Lelaki itu mengelus perut Shania yang masih rata. "Aku janji bakal jadi suami dan ayah yang baik buat kalian. Aku janji akan buat kamu jadi wanita paling beruntung di dunia, karena kamu udah mau menerimaku sebagai suami kamu. Aku janji, Shan. Percaya sama aku!" Shania semakin ragu. Apalagi selama ini, Angga nyaris tak pernah berkata-kata manis seperti itu. Sepengatahuan Shania, Angga bukan sosok laki-laki romantis. Namun, tiba-tiba setelah peristiwa tadi, Angga bersikap semanis itu.Shania justru jadi teringat perkataan salah seorang temannya. Biasanya untuk menutupi k

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-07
  • SEBATAS TEMPAT SINGGAH    Permintaan Gila

    "Sebelum sama Mas Angga, kamu masih gadis, kan? Kenapa mau dijodohkan sama duda anak satu? Apa karena Mas Angga udah mapan jadi kamu mau? Padahal selain duda anak satu kalian juga terpaut umur yang cukup jauh, kan?" Indri menarik sebelah bibirnya sembari menatap Shania dengan sinis."Sayangnya walaupun udah nikah lagi, kasih sayang Mas Angga masih utuh untuk kami," imbuh Indri. "Sepertinya benar ya, kalau cinta laki-laki itu bakal habis untuk cinta pertamanya.""Oh, ya?" Shania tidak terpengaruh sedikitpun. "Mbak Indri bangga banget kayaknya ya, masih dicintai sama mantan suami? Belum move on, Mbak?""Sepertinya sih, Mas Angga yang belum move on," sahut Indri tak mau kalah. "Secara aku kan, cinta pertamanya, pacar pertamanya, dan juga istri pertamanya.""Oh, ya? Mbak seneng banget dong, ya? Selamat deh, kalau gitu. Tapi jangan lupa, Mbak. Mbak Indri juga mantan istrinya!"Mata Indri melebar mendengar perkataan Shania. Ia tidak menyangka wanita berwajah lembut itu mampu berkata setajam

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-07
  • SEBATAS TEMPAT SINGGAH    Sekamar dengan Mantan

    "Jangan gila kamu, In!""Kenapa? Aku juga istri kamu, Mas!""Jangan bercanda kamu, In. Mana mungkin kalian tinggal di sini." "Kenapa enggak mungkin? Aku juga berhak tinggal di rumah ini. Tinggal bersama-sama dengan kamu!""Jangan ngaco kamu, In!""Ngaco kamu bilang, Mas?""Tentu saja! Apa namanya kalau bukan ngaco?""Aku istri kamu, Mas! Aku juga ingin bisa terus sama-sama dengan kamu! Kamu pikir, aku enggak sedih selalu sendirian di rumah? Setiap malam aku bahkan ngebayangin kamu sedang mesra-mesraan sama perempuan itu?" Satu bulir bening terjatuh dari pelupuk mata Indri."Hati aku sakit, Mas. Aku ... enggak rela suamiku bersama perempuan lain." Indri tersedu-sedu. "Perempuan mana yang sanggup membayangkan orang yang paling dicintai bermesraan dengan perempuan lain? Perempuan mana, Mas?""Aku ngerti, In. Tapi ...."Aku enggak sanggup, Mas. Aku enggak sanggup .... Tiap malam, aku bahkan enggak pernah bisa tidur karena mikirin kamu ....""Aku ngerti, In." Angga memegang kedua bahu In

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-15
  • SEBATAS TEMPAT SINGGAH    Keputusan

    "Jadi, acara meeting kamu di luar kota gimana, Mas?" tanya Shania saat Angga bersiap berangkat ke kantor.Lelaki yang tengah mengenakan jam tangan itu terkejut dan menoleh ke arah istrinya. "Ehm ... anu ... itu, daripada aku telat udah absen kemarin, aku izin untuk bulan ini," dusta Angga."Bisa gitu, ya?" sahut Shania sembari mengenakan hijab di depan cermin meja riasnya."Ya gimana lagi. Namanya juga ada kepentingan yang lebih penting." Lelaki bertubuh tegap itu berjalan ke arah Shania. Dipegangnya bahu istrinya itu agar menghadapnya. "Kamu tahu apa yang lebih penting buat aku saat ini?" Shania menggeleng ragu."Astaga! Kamu enggak tahu, Shan?"Shania kembali menggeleng."Astaga .... Buat aku, kamu yang paling penting, Shan! Kamu lebih penting dari semua yang ada di hidup aku, Shan. Itu sebabnya aku milih pulang buat lurusin semuanya sama kamu. Karena aku enggak akan bisa tenang, seandainya kemarin tetap berangkat buat meeting. Sementara kamu salah paham sama aku."Shania ragu unt

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-15
  • SEBATAS TEMPAT SINGGAH    Strategi

    "Baik, Mas! Antar mereka! Pastikan mereka baik-baik saja sampai rumah. Aku janji, ke depan enggak akan pernah lagi merepotkan kamu! Selamanya!""Sh-Shania, kenapa kamu ngomong gitu?" Angga terkejut dengan respon istrinya."Kenapa? Bukannya itu yang kamu mau?""Ta-tapi ....""Udah, Mas," potong Indri. "Daripada kamu sama istri kamu jadi bertengkar, aku pulang sendiri enggak apa-apa. Aku udah terbiasa apa-apa sendiri, kok. Toh, kalau aku sama Gita kenapa-napa, enggak akan ada yang kehilangan kami." Indri berusaha menarik simpati Angga."Udah, antar mereka, Mas! Tenang aja. Lagian ini bukan kali pertama aku periksa kandungan sendiri."Tak mau banyak drama, Shania langsung meninggalkan mereka. Wanita itu memilih untuk bersiap ke dokter.Tak berselang lama, Angga menyusul.Keduanya sama-sama diam meski berada di ruangan yang sama. Sebenarnya Angga ingin meminta maaf kepada Shania, tetapi gengsinya terlalu tinggi. Suara notifikasi dari ponsel Shania memecah keheningan. Wanita bermata benin

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-15
  • SEBATAS TEMPAT SINGGAH    Alasan

    "Pilihanmu tepat buat jadi sekretaris Angga. Kamu bisa belajar banyak mengelola swalayan sama dia," ucap Akbar."Iya, Om.""Besok sekretaris Angga Om geser ke posisi lain.""Oke. Untuk PAUD tolong Carikan orang buat gantiin posisiku, ya, Om!""Gampang itu."Sebenarnya untuk mencari tahu kebenaran tentang dinas luar kota Angga, tanpa menjadi sekretaris pun Shania bisa. Namun, Shania tidak ingin masalah itu melebar kemana-mana. Ia takut juga kalau ternyata instingnya salah dan ternyata Angga jujur kepadanya. Jadi, Shania memutuskan untuk mencari kebenarannya sendiri."Oh, ya, kapan bisa mulai masuk?" tanya Akbar."Ehm, lusa kayaknya bisa, Om. Biar aku serah terima kerjaan dulu di PAUD.""Oke. Om akan siapkan semuanya buat kamu.""Tapi, Om. Tetap enggak usah ekspos latar belakangku, ya! Aku ... ingin tetap kayak gini aja, Om.""Tapi kayaknya bakalan sulit, Shan. Soalnya kamu masuknya jalur instan begini. Mereka pasti bakal cari tahu, siapa kamu sampai Om minta posisi buat kamu.""Iya jug

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-15

Bab terbaru

  • SEBATAS TEMPAT SINGGAH    Rumah

    Shania terpaku mendengar suara lirih itu. Kata 'Bunda' terucap begitu pelan, tetapi cukup jelas di pendengaran Shania. "Gita, Gita ingin ketemu Bunda?" tanya Shania.Namun, gadis kecil itu kembali tidak merespon. Sama sekali."Ayo, bangun, Sayang! Ayo kita ketemu Bunda! Bangun, Sayang!" Shania terus berbicara di dekat telinga Anggita, tetapi balita itu sama sekali tidak merespon.Setelah beberapa saat mencoba membangunkan Anggita dan tidak berhasil, Shania bergegas melangkah keluar. Ia ingin memberitahu Angga kalau Anggita memanggil-manggil bundanya."Mas! Mas Angga!" panggil Shania begitu keluar dari pintu.Angga dan Hamish yang sejak tadi duduk diam langsung berdiri dan mengejar Shania."Ada apa, Shan? Gita gimana?" Angga sangat panik takut terjadi sesuatu dengan putrinya."Gita ... dia ... manggil-manggil bundanya, Mas. Dia manggil-manggil bundanya."Bahu Angga langsung terkulai lemas. "Gita udah siuman?" tanya Hamish.Shania menggeleng. "Belum. Tapi dia beberapa kali manggil-man

  • SEBATAS TEMPAT SINGGAH    Ruang PICU

    "Kita ke rumah sakit sekarang!""Tapi, Ham ....""Kita liat dulu kondisi Gita. Setelahnya kita bisa putusin nanti mau gimana."Meski sebenarnya Shania merasa sangat tidak enak dengan Hamish, tetapi ia sangat terharu dengan keputusan yang Hamish ambil."Iya, Shan. Benar. Kalian ke rumah sakit aja dulu sekarang!" titah Renata. Ia tak tega jika sampai terjadi sesuatu dengan Anggita. Lebih tepatnya Renata masih trauma dengan kematian Bu Rani, takut kalau-kalau Anggita akan mengalami hal serupa dengan neneknya."Ya udah, kami pamit ke rumah sakit dulu, Tan, Om," pamit Hamish."Titip Shania, Ham," ucap Akbar yang sedari tadi hanya diam. Lelaki itu merasa dilema. Ia tidak ingin Shania terus berurusan dengan Angga, tetapi juga tidak tega dengan Anggita."Siap, Om."Shania dan Hamish kemudian berjalan keluar menuju mobil Hamish. Menapaki barisan paving yang masih basah. Beberapa kali mereka harus melompat kecil untuk men

  • SEBATAS TEMPAT SINGGAH    Janji

    [Shan, aku di rumah Om Akbar. Kamu ada lembur?]Shania menatap layar ponselnya dengan mata yang lelah, lalu tersenyum tipis saat membaca pesan itu.[Enggak, ini lagi siap-siap pulang.][Sip, deh. Nanti temenin aku cari kado, ya?][Oke.]Shania merapikan berkas-berkas di meja. Ruang sekretaris yang menjadi tempat kerja Shania cukup sepi. Hanya tersisa suara gemerisik AC dan detik jam di dinding. Aroma kopi yang samar masih menggantung di udara ketika Hendra mendekat ke arahnya. Dasi laki-laki itu sudah sedikit longgar. Namun, tak mengurangi ketampanannya.“Udah mau pulang, Shan?” tanya Hendra sambil tersenyum manis.“Iya, Hen. Aku duluan nggak apa-apa, ya?” Shania balas tersenyum, tapi ada lelah di matanya yang tak bisa disembunyikan.“Tentu aja, santai.” Hendra melipat tangannya di dada. “Angga udah kasih kabar?”Shania menghela napas lalu menggeleng pelan. “Belum. Tapi soal meeting tadi kayaknya aman dipegang Om Andreas.”“Baguslah. Tapi tetap aja, nggak seharusnya dia ninggalin tang

  • SEBATAS TEMPAT SINGGAH    Menghilang

    Tanpa Shania duga, lelaki yang wajahnya penuh lebam itu tiba-tiba berlutut di depannya."Aku mohon, Shan. Beri aku kesempatan untuk memperbaiki semuanya. Aku mohon .... Demi ibu, demi Gita, dan demi pernikahan kita berdua. Aku mohon, Shan ...."Shania menggelengkan kepala. "Maaf Mas ....""Shan! Aku mohon!" potong Angga. Ia tidak ingin mendengar penolakan dari Shania. "Oke! Aku ngaku salah. Tapi, tolong beri aku kesempatan, Shan! Aku janji bakal perbaiki semuanya. Aku janji bakal jadi suami yang baik buat kamu."Angga memegangi lutut Shania dengan erat."Shan, kamu tau, aku udah enggak punya siapa-siapa lagi. Ibu udah pergi, apa iya, kamu juga akan pergi ninggalin aku dan Gita? Gimana aku sama Gita harus lanjutin hidup, Shan? Gimana?""Mas, tolong lepas!" Shania berusaha melepas cekalan tangan Angga di lututnya. Namun, Angga justru semakin mempereratnya."Enggak, Shan. Sebelum kamu maafin aku, aku akan terus ka

  • SEBATAS TEMPAT SINGGAH    Tak Biasa

    Shania terdiam mendengar permintaan polos Anggita. Hati kecilnya semakin tersayat. Ia sangat tidak tega saat menatap mata tanpa dosa balita itu."Emang Bunda Gita enggak mau ke sini?" tanya Shania hati-hati.Anggita terdiam dan menatap Shania cukup lama. Sampai akhirnya sorot itu semakin layu, baru kemudian menjawab, "Bunda sama Ayah bertengkar, Bu. Terus ... Gita diajak Ayah pulang ke sini. Bundanya pergi sama Om Hilmi. Tapi ... tadi pas sampai di sini ...." Anggita terlalu sedih untuk melanjutkan perkataannya. Mengingat betapa takutnya ia tadi saat melihat ayahnya dipukuli oleh orang yang selama ini ia panggil Kakek Akbar.Shania semakin merasa bersalah. Kini ia paham dengan nasehat papanya dulu. "Tidak akan ada kebaikan yang kamu dapat, dari mengedepankan emosi. Tahan diri, tunggu tenang sebentar, lalu bicarakan baik-baik. Karena kalau tidak, yang ada semua akan hancur. Tidak hanya yang melakukan kesalahan aja. Tapi, semua orang yang

  • SEBATAS TEMPAT SINGGAH    Permintaan

    Ponsel Shania berdering berkali-kali. Panggilan masuk dari Angga sudah lebih dari lima kali. Namun, Shania memilih mengabaikannya. Apalagi saat itu ia sedang makan malam bersama om dan tantenya juga Hamish. Ia tidak mau diganggu oleh Angga.Setelah dering panggilan berhenti beberapa saat, notifikasi pesan di ponsel Shania berbunyi. Dari layar tampak Mbak Sari yang mengirim pesan. Shania pun membukanya tanpa berpikir buruk.[Assalamualaikum, Bu Shania. Saya mau mengabarkan kalau Bu Rani meninggal dunia.]Shania melempar ponselnya. Mata wanita itu melebar, sementara kedua tangannya gemetaran."Ada apa, Shan?" tanya Renata. Shania hanya menggeleng-gelengkan kepala tanpa berkata apa-apa.Renata pun memungut ponsel Shania di lantai. Dibacanya pesan dari Mbak Sari yang masih terbuka tersebut."Innalilahi! Ini benar enggak?" teriak Renata."Apa, Ma?" tanya Akbar ikut panik.Hamish pun menatap Renata dengan penasaran."Bu Rani, Pa ....""Bu Rani kenapa?" kejar Akbar."Bu Rani ... meninggal d

  • SEBATAS TEMPAT SINGGAH    Peristiwa Malam

    Melihat Shania menarik dua koper berukuran besar, Angga pun sangat terkejut. "S-Shan, kenapa kamu ...."Shania menghela napas, kemudian berkata dengan tenang, "Semua sudah cukup gamblang, Mas Angga. Enggak ada yang perlu dijelaskan lagi dan enggak ada juga yang perlu dipertahankan lagi. Dari awal niat menikah Mas Angga sudah enggak baik, jadi lebih baik kita akhiri pernikahan ini, agar semua bisa kembali berjalan di tempatnya masing-masing."Angga tercengang mendengar penuturan Shania itu."Mas Angga masih sangat mencintai Mbak Indri, kan? Kalian ingin Gita tumbuh besar tanpa merasakan kekurangan kasih sayang kedua orang tua, kan? Silakan, Mas! Aku enggak akan menjadi penghalang di antara kalian.""Enggak, Shan. Enggak gitu. Ini salah paham. Tolong kamu dengerin aku dulu!" Angga benar-benar takut Shania meninggalkannya. Lelaki itu langsung memegangi kedua bahu Shania.Shania tersenyum sembari menyingkirkan tangan Angga dari bahunya. "Engg

  • SEBATAS TEMPAT SINGGAH    Gamblang

    Melihat ayahnya dipukul sampai nyaris terjatuh, Anggita ketakutan. Apalagi saat melihat ada darah di sudut bibir Angga, Anggita langsung menangis histeris."Ayah .... Ayah .... Ayah ...."Angga merengkuh bahu Anggita yang berguncang. Kemudian ia menatap Shania dengan wajah memelas. Berharap Shania akan mengasihaninya. Setidaknya peduli dengan Anggita.Namun, tanpa memedulikan itu, Akbar kembali menarik kerah kemeja Angga, dan mendaratkan kepalan tangannya sekuat tenaga ke pipi Angga. "Laki-laki brengs*k! Kurang aj*r! Enggak tau diuntung!" hardik Akbar bak orang kesetanan.Anggita pun semakin histeris. "Ayah! Ayah!" Balita itu berjingkat-jingkat ketakutan.Angga yang nyaris terjengkang langsung memeluk putrinya. Sementara matanya menatap Shania dengan nelangsa. Angga sangat berharap Shania segera menolongnya.Shania kemudian bangkit dari sofa.Melihat itu, Angga bernapas lega. Ternyata meski Shania marah kepadanya, wanita

  • SEBATAS TEMPAT SINGGAH    Peduli

    "Mas, aku minta maaf .... Aku minta maaf ...." Indri bersimpuh dan berusaha meraih kaki Angga, menahan agar laki-laki yang sudah menalaknya itu tidak pergi."Lepas!" Angga mengibaskan tangan Indri."Enggak, Mas. Enggak! Aku benar-benar minta maaf. Aku minta maaf. Aku khilaf, Mas. Aku khilaf ....""Khilaf sampai hamil? Gila kamu! Pergi kamu dari rumah ini!""Enggak! Enggak, Mas!""Pergi!" teriak Angga yang sudah tak bisa mengendalikan amarahnya.Sementara Hilmi hanya bisa memegangi kedua bahu Indri dari belakang tanpa bisa berbuat apa-apa. Bagaimana mau berbuat sesuatu, sementara selama ini hidupnya ditanggung sepenuhnya oleh Indri. Dan pemasukan Indri didapat dari Angga. Jadi jika ia melawan Angga, yang ada nanti keadaan semakin runyam."Aku ingatkan kamu, In! Segera pergi dari rumah ini! Karena setelah ini, rumah ini akan aku jual secepatnya!""Mas!" teriak Indri yang sangat terkejut dengan keputusan Angga. "Enggak, Mas! Jangan! Aku mohon! Silakan bawa Gita, tapi aku mohon jangan ju

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status