Share

Keputusan

Author: Srirama Adafi
last update Last Updated: 2025-03-15 10:09:21

"Jadi, acara meeting kamu di luar kota gimana, Mas?" tanya Shania saat Angga bersiap berangkat ke kantor.

Lelaki yang tengah mengenakan jam tangan itu terkejut dan menoleh ke arah istrinya. "Ehm ... anu ... itu, daripada aku telat udah absen kemarin, aku izin untuk bulan ini," dusta Angga.

"Bisa gitu, ya?" sahut Shania sembari mengenakan hijab di depan cermin meja riasnya.

"Ya gimana lagi. Namanya juga ada kepentingan yang lebih penting." Lelaki bertubuh tegap itu berjalan ke arah Shania. Dipegangnya bahu istrinya itu agar menghadapnya.

"Kamu tahu apa yang lebih penting buat aku saat ini?"

Shania menggeleng ragu.

"Astaga! Kamu enggak tahu, Shan?"

Shania kembali menggeleng.

"Astaga .... Buat aku, kamu yang paling penting, Shan! Kamu lebih penting dari semua yang ada di hidup aku, Shan. Itu sebabnya aku milih pulang buat lurusin semuanya sama kamu. Karena aku enggak akan bisa tenang, seandainya kemarin tetap berangkat buat meeting. Sementara kamu salah paham sama aku."

Shania ragu unt
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Related chapters

  • SEBATAS TEMPAT SINGGAH    Strategi

    "Baik, Mas! Antar mereka! Pastikan mereka baik-baik saja sampai rumah. Aku janji, ke depan enggak akan pernah lagi merepotkan kamu! Selamanya!""Sh-Shania, kenapa kamu ngomong gitu?" Angga terkejut dengan respon istrinya."Kenapa? Bukannya itu yang kamu mau?""Ta-tapi ....""Udah, Mas," potong Indri. "Daripada kamu sama istri kamu jadi bertengkar, aku pulang sendiri enggak apa-apa. Aku udah terbiasa apa-apa sendiri, kok. Toh, kalau aku sama Gita kenapa-napa, enggak akan ada yang kehilangan kami." Indri berusaha menarik simpati Angga."Udah, antar mereka, Mas! Tenang aja. Lagian ini bukan kali pertama aku periksa kandungan sendiri."Tak mau banyak drama, Shania langsung meninggalkan mereka. Wanita itu memilih untuk bersiap ke dokter.Tak berselang lama, Angga menyusul.Keduanya sama-sama diam meski berada di ruangan yang sama. Sebenarnya Angga ingin meminta maaf kepada Shania, tetapi gengsinya terlalu tinggi. Suara notifikasi dari ponsel Shania memecah keheningan. Wanita bermata benin

    Last Updated : 2025-03-15
  • SEBATAS TEMPAT SINGGAH    Alasan

    "Pilihanmu tepat buat jadi sekretaris Angga. Kamu bisa belajar banyak mengelola swalayan sama dia," ucap Akbar."Iya, Om.""Besok sekretaris Angga Om geser ke posisi lain.""Oke. Untuk PAUD tolong Carikan orang buat gantiin posisiku, ya, Om!""Gampang itu."Sebenarnya untuk mencari tahu kebenaran tentang dinas luar kota Angga, tanpa menjadi sekretaris pun Shania bisa. Namun, Shania tidak ingin masalah itu melebar kemana-mana. Ia takut juga kalau ternyata instingnya salah dan ternyata Angga jujur kepadanya. Jadi, Shania memutuskan untuk mencari kebenarannya sendiri."Oh, ya, kapan bisa mulai masuk?" tanya Akbar."Ehm, lusa kayaknya bisa, Om. Biar aku serah terima kerjaan dulu di PAUD.""Oke. Om akan siapkan semuanya buat kamu.""Tapi, Om. Tetap enggak usah ekspos latar belakangku, ya! Aku ... ingin tetap kayak gini aja, Om.""Tapi kayaknya bakalan sulit, Shan. Soalnya kamu masuknya jalur instan begini. Mereka pasti bakal cari tahu, siapa kamu sampai Om minta posisi buat kamu.""Iya jug

    Last Updated : 2025-03-15
  • SEBATAS TEMPAT SINGGAH    Memanas

    "Tumben kamu belum siap-siap? Hari ini libur?" tanya Angga saat sarapan bersama Shania.Shania tersenyum kecil. Menatap Angga yang sedang lahap menyantap nasi goreng. Rencananya pagi ini Shania akan menceritakan semua tentang dirinya kepada Angga. "Aku ... enggak ngajar di PAUD lagi, Mas." Sontak Angga langsung tersedak nasi goreng yang ada di mulutnya. Sampai ia terbatuk-batuk tanpa kendali.Shania pun mengulurkan segelas air minum. Angga menerima dan meminumnya dengan kasar."Apa!? Kamu berhenti ngajar!?" seru Angga. Lelaki itu menatap Shania dengan tajam. Bahkan gelas yang sudah kosong itu nyaris ia banting ke meja."Kenapa?" tanya Angga dengan wajah terkejut, kecewa, marah, dan tidak suka.Senyum Shania lenyap seketika. Ia tidak menyangka reaksi Angga akan semarah itu. Sampai-sampai ia membuka mulut tanpa suara saking kagetnya."A-aku ....""Kamu kan tahu, Shan, gajiku itu berapa," potong Angga. "Kalau kamu enggak ikut bantu-bantu uang dapur, terus bebanin semuanya ke aku ....

    Last Updated : 2025-03-15
  • SEBATAS TEMPAT SINGGAH    Kesepakatan

    "Oke!" ucap Shania dengan tegas. "Lebih baik emang gitu! Kita enggak usah saling peduli lagi! Kita hidup masing-masing! Aku dengan urusanku dan kamu dengan urusanmu!"Angga tercengang mendengar ucapan Shania. Lelaki itu sampai menatap wajah Shania tidak percaya. Karena ini kali pertama Shania yang biasanya lembut dan penurut bersikap seperti itu."Satu hal lagi!" lanjut Shania. "Kamu juga harus tahu. Uang bulanan yang kamu kasih ke aku itu, enggak cukup sekadar untuk mengisi perut orang-orang yang ada di rumah ini selama sebulan. Apalagi seperti katamu tadi. Apa tadi? Aku menghambur-hamburkan uangmu? Aku belanja ini pakai uang dua juta dari kamu? Kamu pikir dua juta itu banyak banget, Mas!?""Jadi kamu mau protes dengan uang bulanan yang selama ini aku kasih? Kamu enggak terima aku kasih segitu?" Angga tak mau kalah. "Enggak!" bantah Shania. "Aku enggak akan protes! Tapi, aku enggak mau lagi nerima uang sisa gaji kamu itu!""Hoh!? Songong sekali kamu, Shan! Kamu pikir kamu siapa, hah

    Last Updated : 2025-03-17
  • SEBATAS TEMPAT SINGGAH    Wajah Polos

    "Loh, Mas, tumben kamu ke sini?" Indri sangat terkejut melihat Angga yang mengetuk pintu malam-malam. Padahal lelaki itu sama sekali tidak mengabari kalau mau datang."Iya, aku pusing di rumah," jawab Angga masih dengan wajah suntuk.Indri masih tertegun di depan pintu. Bahkan tidak mempersilakan Angga masuk. Sampai laki-laki itu menyelonong sendiri."Gita udah tidur?""Udah." Indri sibuk dengan ponselnya sekejap, lalu mengikuti langkah Angga."Buatin kopi, sama sekalian siapin makan malam, ya!" pinta Angga sembari menjatuhkan tubuhnya di sofa ruang keluarga."Oke." Indri ke kamar terlebih dahulu untuk menaruh ponsel. Baru kemudian ke dapur untuk membuatkan Angga kopi dan menyiapkan makan malam untuk Angga.Saat menunggu kopi, perut Angga tiba-tiba mulas. Lelaki berkaos hitam itu kemudian ke kamar mandi yang ada di kamar Indri. Setelahnya ia merebahkan badan di atas ranjang kamar Indri. Pikiran Angga begitu penat memikirkan pertengkarannya dengan Shania. Ia masih belum percaya kalau

    Last Updated : 2025-03-17
  • SEBATAS TEMPAT SINGGAH    Senyum Kemenangan

    "Bu, kenalin ini Mbak Wati. Dia yang nanti akan nemenin Ibu selama aku kerja," ucap Shania.Rani mengangguk dan tersenyum ramah kepada Wati. Sementara Wati langsung menyalami majikan barunya."Nitip Ibu ya, Mbak. Kalau apa yang tadi aku jelasin ada yang Mbak Wati tanyakan, nanti bisa hubungi nomor yang udah aku kasih itu," ucap Shania lagi."Baik, Bu," jawab wanita 40 tahun itu. Wati tadi datang setelah Angga berangkat, jadi lelaki itu tidak tahu perihal pengasuh ibunya dan juga Shania yang hari ini akan mulai menjadi sekretarisnya."Ya udah, aku tinggal siap-siap dulu, ya? Ibu ngobrol-ngobrol dulu aja sama Mbak Wati biar akrab."Rani tersenyum hangat pada menantunya itu sembari mengangguk.***Jalanan cukup macet pagi ini. Untungnya Angga berangkat ke kantor dari rumah, sehingga ia bisa tiba tepat waktu.Setelah selesai memarkir mobil, ponsel Angga berdering. Tampak nama Indri muncul di layar ponsel lelaki berkemeja biru itu."Iya, In. Gimana?""Kamu udah di kantor, Mas?""Udah, ini

    Last Updated : 2025-03-17
  • SEBATAS TEMPAT SINGGAH    Kelimpungan

    "Shania? Sekretaris bawaan bos?" Entah sudah berapa kali Angga mondar-mandir di ruang kerjanya. Ia masih belum bisa percaya kalau Shania adalah sekretaris barunya yang Mila bilang bawaan bos mereka."Bagaimana mungkin? Shania? Bawaan bos? Gimana bisa?" Pertanyaan itu terus berulang keluar dari mulut Angga. Lelaki itu sampai menarik dasinya dengan kasar agar lehernya tidak tercekik saking frustasinya. "Apa mungkin Pak Hendra kenalan Om Akbar?" Jari-jarinya memegangi dagu dengan sebelah tangan berkacak pinggang. "Tapi ... mana mungkin? Om Akbar cuma PNS biasa. Gimana ceritanya bisa punya kenalan petinggi perusahaan seperti Pak Hendra. Tapi kalau bukan dari Om Akbar, gimana Shania bisa kenal sama Pak Hendra?"Saking frustasinya, Angga sampai mengacak-acak rambutnya. "Ah, sial!"Sebenarnya tadi Angga ingin sekali bertanya langsung pada Shania. Hanya saja ia tidak enak karena ada Hendra. Angga tidak mau orang lain tahu kalau sebenarnya dirinya tidak mengetahui perihal Shania yang menjadi

    Last Updated : 2025-03-20
  • SEBATAS TEMPAT SINGGAH    Tak Bisa Mengelak

    "Kamu bohong, kan? Dinas luar kota itu cuma akal-akalanmu aja, kan? Biar kamu bisa leluasa ke rumah mantan istrimu itu?""Enggak, Shan! Enggak gitu." Angga tak terima, meski nyatanya yang dikatakan Shania benar adanya."Kalian itu udah cerai, Mas. Dan aku, istri kamu yang sekarang. Apa kamu benar-benar belum bisa move on dari Mbak Indri? Segitu cintanya kamu sama dia sampai tega bohongin aku demi bisa sama-sama dengan dia?""Enggak, Shan. Enggak! Aku bilang enggak, ya enggak!" bentak Angga."Terus kenapa kamu sampai bohong setiap bulan seperti ini?""Aku enggak ada niat bohong sama kamu, Shan." Angga masih berusaha membela diri dengan mengelak semua tuduhan Shania."Enggak ada niat bohong? Berarti selama ini kamu emang bohong?""Ayo, aku jelasin! Kita duduk dulu!" ajak Angga untuk mereda ketegangan di antara mereka.Shania pun menurut. Mereka duduk di sofa yang ada di ruang kerja Angga."Apa yang mau kamu jelasin?" kejar Shania tidak sabar."Gini, Shan." Angga menghela napas panjang u

    Last Updated : 2025-03-22

Latest chapter

  • SEBATAS TEMPAT SINGGAH    Rumah

    Shania terpaku mendengar suara lirih itu. Kata 'Bunda' terucap begitu pelan, tetapi cukup jelas di pendengaran Shania. "Gita, Gita ingin ketemu Bunda?" tanya Shania.Namun, gadis kecil itu kembali tidak merespon. Sama sekali."Ayo, bangun, Sayang! Ayo kita ketemu Bunda! Bangun, Sayang!" Shania terus berbicara di dekat telinga Anggita, tetapi balita itu sama sekali tidak merespon.Setelah beberapa saat mencoba membangunkan Anggita dan tidak berhasil, Shania bergegas melangkah keluar. Ia ingin memberitahu Angga kalau Anggita memanggil-manggil bundanya."Mas! Mas Angga!" panggil Shania begitu keluar dari pintu.Angga dan Hamish yang sejak tadi duduk diam langsung berdiri dan mengejar Shania."Ada apa, Shan? Gita gimana?" Angga sangat panik takut terjadi sesuatu dengan putrinya."Gita ... dia ... manggil-manggil bundanya, Mas. Dia manggil-manggil bundanya."Bahu Angga langsung terkulai lemas. "Gita udah siuman?" tanya Hamish.Shania menggeleng. "Belum. Tapi dia beberapa kali manggil-man

  • SEBATAS TEMPAT SINGGAH    Ruang PICU

    "Kita ke rumah sakit sekarang!""Tapi, Ham ....""Kita liat dulu kondisi Gita. Setelahnya kita bisa putusin nanti mau gimana."Meski sebenarnya Shania merasa sangat tidak enak dengan Hamish, tetapi ia sangat terharu dengan keputusan yang Hamish ambil."Iya, Shan. Benar. Kalian ke rumah sakit aja dulu sekarang!" titah Renata. Ia tak tega jika sampai terjadi sesuatu dengan Anggita. Lebih tepatnya Renata masih trauma dengan kematian Bu Rani, takut kalau-kalau Anggita akan mengalami hal serupa dengan neneknya."Ya udah, kami pamit ke rumah sakit dulu, Tan, Om," pamit Hamish."Titip Shania, Ham," ucap Akbar yang sedari tadi hanya diam. Lelaki itu merasa dilema. Ia tidak ingin Shania terus berurusan dengan Angga, tetapi juga tidak tega dengan Anggita."Siap, Om."Shania dan Hamish kemudian berjalan keluar menuju mobil Hamish. Menapaki barisan paving yang masih basah. Beberapa kali mereka harus melompat kecil untuk men

  • SEBATAS TEMPAT SINGGAH    Janji

    [Shan, aku di rumah Om Akbar. Kamu ada lembur?]Shania menatap layar ponselnya dengan mata yang lelah, lalu tersenyum tipis saat membaca pesan itu.[Enggak, ini lagi siap-siap pulang.][Sip, deh. Nanti temenin aku cari kado, ya?][Oke.]Shania merapikan berkas-berkas di meja. Ruang sekretaris yang menjadi tempat kerja Shania cukup sepi. Hanya tersisa suara gemerisik AC dan detik jam di dinding. Aroma kopi yang samar masih menggantung di udara ketika Hendra mendekat ke arahnya. Dasi laki-laki itu sudah sedikit longgar. Namun, tak mengurangi ketampanannya.“Udah mau pulang, Shan?” tanya Hendra sambil tersenyum manis.“Iya, Hen. Aku duluan nggak apa-apa, ya?” Shania balas tersenyum, tapi ada lelah di matanya yang tak bisa disembunyikan.“Tentu aja, santai.” Hendra melipat tangannya di dada. “Angga udah kasih kabar?”Shania menghela napas lalu menggeleng pelan. “Belum. Tapi soal meeting tadi kayaknya aman dipegang Om Andreas.”“Baguslah. Tapi tetap aja, nggak seharusnya dia ninggalin tang

  • SEBATAS TEMPAT SINGGAH    Menghilang

    Tanpa Shania duga, lelaki yang wajahnya penuh lebam itu tiba-tiba berlutut di depannya."Aku mohon, Shan. Beri aku kesempatan untuk memperbaiki semuanya. Aku mohon .... Demi ibu, demi Gita, dan demi pernikahan kita berdua. Aku mohon, Shan ...."Shania menggelengkan kepala. "Maaf Mas ....""Shan! Aku mohon!" potong Angga. Ia tidak ingin mendengar penolakan dari Shania. "Oke! Aku ngaku salah. Tapi, tolong beri aku kesempatan, Shan! Aku janji bakal perbaiki semuanya. Aku janji bakal jadi suami yang baik buat kamu."Angga memegangi lutut Shania dengan erat."Shan, kamu tau, aku udah enggak punya siapa-siapa lagi. Ibu udah pergi, apa iya, kamu juga akan pergi ninggalin aku dan Gita? Gimana aku sama Gita harus lanjutin hidup, Shan? Gimana?""Mas, tolong lepas!" Shania berusaha melepas cekalan tangan Angga di lututnya. Namun, Angga justru semakin mempereratnya."Enggak, Shan. Sebelum kamu maafin aku, aku akan terus ka

  • SEBATAS TEMPAT SINGGAH    Tak Biasa

    Shania terdiam mendengar permintaan polos Anggita. Hati kecilnya semakin tersayat. Ia sangat tidak tega saat menatap mata tanpa dosa balita itu."Emang Bunda Gita enggak mau ke sini?" tanya Shania hati-hati.Anggita terdiam dan menatap Shania cukup lama. Sampai akhirnya sorot itu semakin layu, baru kemudian menjawab, "Bunda sama Ayah bertengkar, Bu. Terus ... Gita diajak Ayah pulang ke sini. Bundanya pergi sama Om Hilmi. Tapi ... tadi pas sampai di sini ...." Anggita terlalu sedih untuk melanjutkan perkataannya. Mengingat betapa takutnya ia tadi saat melihat ayahnya dipukuli oleh orang yang selama ini ia panggil Kakek Akbar.Shania semakin merasa bersalah. Kini ia paham dengan nasehat papanya dulu. "Tidak akan ada kebaikan yang kamu dapat, dari mengedepankan emosi. Tahan diri, tunggu tenang sebentar, lalu bicarakan baik-baik. Karena kalau tidak, yang ada semua akan hancur. Tidak hanya yang melakukan kesalahan aja. Tapi, semua orang yang

  • SEBATAS TEMPAT SINGGAH    Permintaan

    Ponsel Shania berdering berkali-kali. Panggilan masuk dari Angga sudah lebih dari lima kali. Namun, Shania memilih mengabaikannya. Apalagi saat itu ia sedang makan malam bersama om dan tantenya juga Hamish. Ia tidak mau diganggu oleh Angga.Setelah dering panggilan berhenti beberapa saat, notifikasi pesan di ponsel Shania berbunyi. Dari layar tampak Mbak Sari yang mengirim pesan. Shania pun membukanya tanpa berpikir buruk.[Assalamualaikum, Bu Shania. Saya mau mengabarkan kalau Bu Rani meninggal dunia.]Shania melempar ponselnya. Mata wanita itu melebar, sementara kedua tangannya gemetaran."Ada apa, Shan?" tanya Renata. Shania hanya menggeleng-gelengkan kepala tanpa berkata apa-apa.Renata pun memungut ponsel Shania di lantai. Dibacanya pesan dari Mbak Sari yang masih terbuka tersebut."Innalilahi! Ini benar enggak?" teriak Renata."Apa, Ma?" tanya Akbar ikut panik.Hamish pun menatap Renata dengan penasaran."Bu Rani, Pa ....""Bu Rani kenapa?" kejar Akbar."Bu Rani ... meninggal d

  • SEBATAS TEMPAT SINGGAH    Peristiwa Malam

    Melihat Shania menarik dua koper berukuran besar, Angga pun sangat terkejut. "S-Shan, kenapa kamu ...."Shania menghela napas, kemudian berkata dengan tenang, "Semua sudah cukup gamblang, Mas Angga. Enggak ada yang perlu dijelaskan lagi dan enggak ada juga yang perlu dipertahankan lagi. Dari awal niat menikah Mas Angga sudah enggak baik, jadi lebih baik kita akhiri pernikahan ini, agar semua bisa kembali berjalan di tempatnya masing-masing."Angga tercengang mendengar penuturan Shania itu."Mas Angga masih sangat mencintai Mbak Indri, kan? Kalian ingin Gita tumbuh besar tanpa merasakan kekurangan kasih sayang kedua orang tua, kan? Silakan, Mas! Aku enggak akan menjadi penghalang di antara kalian.""Enggak, Shan. Enggak gitu. Ini salah paham. Tolong kamu dengerin aku dulu!" Angga benar-benar takut Shania meninggalkannya. Lelaki itu langsung memegangi kedua bahu Shania.Shania tersenyum sembari menyingkirkan tangan Angga dari bahunya. "Engg

  • SEBATAS TEMPAT SINGGAH    Gamblang

    Melihat ayahnya dipukul sampai nyaris terjatuh, Anggita ketakutan. Apalagi saat melihat ada darah di sudut bibir Angga, Anggita langsung menangis histeris."Ayah .... Ayah .... Ayah ...."Angga merengkuh bahu Anggita yang berguncang. Kemudian ia menatap Shania dengan wajah memelas. Berharap Shania akan mengasihaninya. Setidaknya peduli dengan Anggita.Namun, tanpa memedulikan itu, Akbar kembali menarik kerah kemeja Angga, dan mendaratkan kepalan tangannya sekuat tenaga ke pipi Angga. "Laki-laki brengs*k! Kurang aj*r! Enggak tau diuntung!" hardik Akbar bak orang kesetanan.Anggita pun semakin histeris. "Ayah! Ayah!" Balita itu berjingkat-jingkat ketakutan.Angga yang nyaris terjengkang langsung memeluk putrinya. Sementara matanya menatap Shania dengan nelangsa. Angga sangat berharap Shania segera menolongnya.Shania kemudian bangkit dari sofa.Melihat itu, Angga bernapas lega. Ternyata meski Shania marah kepadanya, wanita

  • SEBATAS TEMPAT SINGGAH    Peduli

    "Mas, aku minta maaf .... Aku minta maaf ...." Indri bersimpuh dan berusaha meraih kaki Angga, menahan agar laki-laki yang sudah menalaknya itu tidak pergi."Lepas!" Angga mengibaskan tangan Indri."Enggak, Mas. Enggak! Aku benar-benar minta maaf. Aku minta maaf. Aku khilaf, Mas. Aku khilaf ....""Khilaf sampai hamil? Gila kamu! Pergi kamu dari rumah ini!""Enggak! Enggak, Mas!""Pergi!" teriak Angga yang sudah tak bisa mengendalikan amarahnya.Sementara Hilmi hanya bisa memegangi kedua bahu Indri dari belakang tanpa bisa berbuat apa-apa. Bagaimana mau berbuat sesuatu, sementara selama ini hidupnya ditanggung sepenuhnya oleh Indri. Dan pemasukan Indri didapat dari Angga. Jadi jika ia melawan Angga, yang ada nanti keadaan semakin runyam."Aku ingatkan kamu, In! Segera pergi dari rumah ini! Karena setelah ini, rumah ini akan aku jual secepatnya!""Mas!" teriak Indri yang sangat terkejut dengan keputusan Angga. "Enggak, Mas! Jangan! Aku mohon! Silakan bawa Gita, tapi aku mohon jangan ju

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status