Share

BAB 3.

“Maaf nona. Saya tidak tahu apa-apa.” ujar pelayan itu lalu pergi meninggalkan Belinda. Ruangan itu kembali hening, Belinda merasa pasrah pada nasib, dia ibarat tahanan yang sudah melakukan kejahatan besar sehingga dia dikurung, dirantai dan matanya ditutup.

Tak ada yang bisa dia lakukan, yang dia tahu ada pelayan yang datang memberinya makanan, membasuh tubuhnya dan memakaikannya pakaian. Dunianya gelap, dia tidak bisa melihat apapun.

...****...

Kini hari-hari Belinda berada dalam kegelapan. Dia mulai terbiasa dengan gelap meskipun dia sering ketakutan, dia tidak bisa membedakan siang dan malam. Matanya masih ditutup dengan kain, hanya dua hari sekali penutup mata itu dibuka.

Tapi dia tidak bisa melihat apapun karena setiap kali penutup matanya dibuka, ruangan tempatnya dikurung gelap gulita, semua lampu dan dimatikan. Seorang pelayan akan membantunya membasuh wajah. Dia tidak pernah bisa melihat ruangan tempatnya dikurung, yang dia tahu ada penjaga yang menjaga diluar pintu ruangannya.

Dua minggu kemudian, pintu terbuka dan beberapa derap langkah memasuki ruangan dan berjalan menghampirinya.

“Nona, apakah anda sudah bangun?” tanya pelayan yang biasa datang.

“Emmm…..ada apa?”

“Disini ada seorang dokter yang akan memeriksa anda.”

“Tidak perlu! Aku tidak sakit! Pergi sana!” teriaknya. Dia lelah dan tak berdaya, hampir tiap malam seorang pria masuk keruangan itu dan menyentuhnya hingga seluruh tubuhnya terasa sakit dan remuk.

“Ini perintah Tuan kami. Tolong kerjasamanya dan selesaikan tugasmu nona.”

“Aku bosan mendengar kata-kata itu. Aku sudah melayaninya, apa itu belum cukup? Kapan tugasku akan selesai? Kenapa tidak kalian bunuh saja aku?”

“Tuan kami akan melepaskan nona jika tugasmu sudah selesai. Sekarang turuti saja perintahnya, biarkan dokter memeriksamu.”

“Terserah!”

Dokter pun memeriksa kondisi kesehatan Belinda sesuai perintah Tuan Besar. Setelah selesai, dia pun bergegas keluar ruangan bersama pelayan. Ruangan itu kembali hening, hanya suara napas Belinda saja yang terdengar menderu memenuhi ruangan yang berada diruang bawah tanah sebuah rumah mewah diatas perbukitan yang menghadap ke laut lepas.

“Bagaimana hasilnya?” tanya seorang pria yang duduk di sofa sambil menghisap cerutu. Wajahnya memiliki rahang kuat dan tegas, wajahnya dingin dengan tatapan mata yang tajam menghunus.

“Maaf Tuan. Kondisi tubuhnya lemah, dan sepertinya dia tertekan dan depresi berada diruang gelap itu. Ini saya resepkan vitamin dan obat untuknya.” ujar dokter itu.

“Apakah dia hamil?”

“Tidak ada tanda-tanda kehamilan.”

“Hem….asistenku akan mentransfer bayaranmu.”

“Baik. Terimakasih Tuan. Saya permisi.” ujar dokter itu lalu membungkuk hormat dan pergi.

“Pengawal! Pergilah ke apotik dan beli sesuai yang ada diresep.” perintah pria itu.

“Baik, Tuan.”

Pria itu kembali menghisap cerutunya, tatapannya ke jendela besar yang mengarah ke pantai. Dia menghela napas panjang lalu meletakkan cerutunya. Pikirannya jauh menerawang, sesekali tampak dia mengeryitkan keningnya, tatapan matanya tajam dan dingin. Tak ada seorangpun yang melihatnya akan mampu menelusuri jalan pikiran pria itu.

“Tuan, ini obat dan vitamin yang sudah saya beli.” ujar seorang pengawal yang sudah kembali dari apotik. “Apakah ada perintah lain yang bisa saya kerjakan?”

“Berikan obat itu pada kepala pelayan dan suruh dia segera menemuiku!”

“Baiklah, Tuan. Saya permisi.” ujar pengawal itu sambil membungkuk hormat dan pergi. Tak berapa lama kepala pelayan datang menemui pria itu.

“Saya datang, Tuan. Apa yang bisa saya lakukan.”

“Berikan obat dan vitamin itu pada gadis itu, pastikan dia memakannya setiap hari dan berikan dia makanan bergizi. Siapkan dia untuk malam ini!” pria itu menatap tajam kearah pelayan itu.

“Baik, akan saya lakukan sesuai perintah Tuan.”

Pria itu mengangkat tangannya dan memberikan kode menyuruh kepala pelayan itu pergi. Pria itupun pergi menuju kamar utama.

...****...

Tepat pukul sembilan malam, pria bertubuh kekar dan berwajah dingin itu memasuki sebuah ruangan gelap yang berada dibawah tanah. Dua orang pengawal berjaga-jaga didepan pintu ruangan itu, saat mereka melihat kedatangan tuannya, mereka pun membungkuk memberi hormat dan membukakan pintu. Setelah dia masuk pintu pun tertutup kembali, dia menyalakan lampu dinding.

Hanya seberkas cahaya temaram dari lampu dinding yang menerangi ruangan itu membuat suasana romantis, diatas ranjang tampak seorang gadis terbaring dengan kedua kaki dan tangan terikat.

Malam ini, gadis itu tampak menggairahkan dengan mengenakan lingerie berwarna merah sangat kontras dengan kulit putih mulusnya.

Sudut bibir pria itu terangkat melihat penampakan didepannya, ada kepuasan dalam hatinya melihat hasil kerja kepala pelayan yang dimintanya untuk menyiapkan gadis itu malam ini. Tanpa mengeluarkan suara dia berjalan mendekati ranjang, matanya memindai seluruh tubuh gadis itu.

Perlahan tangan besarnya mulai menyentuh paha. “Siapa itu? Berhenti! Jangan menyentuhku!” suara teriakan gadis itu terdengar.

Pria itu semakin liar menjamah setiap bagian gadis itu tanpa peduli teriakan marah sipemilik, tangan besarnya merobek lingeri yang dikenakan gadis itu menampilkan tubuh polos nan mulus.

Tak ingin membuang waktunya, dia mengambil sebuah saputangan dan menyumpal mulut gadis itu yang tak henti mengumpat marah. Hanya dengan satu hentakan penyatuan pun terjadi, karena mulutnya disumpal gadis itu hanya bisa mengeluarkan suara-suara lemah.

Sama seperti malam-malam sebelumnya, pria itu melakukan penyatuan sepanjang malam. Kekuatannya diatas ranjang membuat gadis itu kembali pingsan dan tak menyadari sudah berapa lama pria itu menikmati tubuhnya.

Saat pagi menjelang, dia terbangun karena merasakan sesuatu yang dingin menyentuh tubuhnya. Dia bisa merasakan jika seorang pelayan sedang membersihkan tubuhnya dengan handuk basah. “Apa yang kau lakukan? Aku mohon ijinkan aku mandi sekali saja!” ujarnya memelas.

“Hiks…..hiks….hiks….kenapa kalian begitu kejam padaku? Sudah berapa lama aku disekap disini tanpa bisa melihat apapun?” tangisnya pilu.

“Nona, sebentar lagi dua orang pelayan akan datang untuk memandikanmu. Aku hanya mengelap saja karena Tuan yang memerintahkan.”

“Pergi! Tuanmu sangat kejam dan menyiksaku hampir setiap malam! Apa kalian tidak punya hati, ha? Kau juga perempuan tapi kenapa kau tidak mau menolongku?”

“Maaf---maaf saya tidak bisa melakukan apapun. Nona cukup bersabar saja hingga masanya tiba nona akan keluar dari sini. Biarkan kami merawat nona selama berada disini.”

“Hiks….hiks….aku sudah tak sanggup lagi. Bisakah kamu minta Tuanmu melepaskan ikatanku?”

Pelayan tak menyahut, mereka melanjutkan pekerjaan memandikan Belinda dengan tangan dan kaki yang dirantai, lalu mengeringkan rambut dan mengenakan pakaiannya. Seorang pelayan memberishkan ruangan. Setiap harinya ruangan itu dibersihkan dan mengganti seprai setiap kali tuan mereka selesai memuaskan hasratnya.

Belinda kembali duduk diranjang dengan tangan dan kaki diikat serta mata yang masih ditutup kain. Suara derap langkah dan pintu tertutup menandakan para pelayan sudah keluar dan meninggalkan Belinda sendirian diruang gelap itu.

“Suatu hari nanti jika aku bisa keluar dari tempat ini dengan selamat, aku pastikan akan membalaskan dendamku pada kalian semua yang sudah menghancurkan hidupku! Ayah…..kau orang pertama yang akan kucari, kau harus membayar perbuatanmu padaku!” gumam Belinda menitikkan airmata. Meskipun kecil harapannya untuk keluar dari tempat itu tapi dia berusaha menghibur dirinya dan kuat untuk bertahan.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status