Sementara itu didalam ruang eksekutif hanya ada Bella dan Dante Sebastian. Bella membuka botol minuman dan menuangkannya ke gelas dante. Sejujurnya hati Bella merasa lega karena dia tidakharus melayani lima pria sekaligus malam ini. ‘Puffff syukurlah hanya satu orang saja! Memang sih mereka semua tampan tapi aku bisa pingsan kalau harus melayani kelima pria itu.
Duh….aku takkan pernah melayani lima pria sekaligus kapanpun, meski dibayar mahal sekalipun! Lagipula pria didepanku ini sangat tampan, hmmmm…...sejauh ini dia pria tertampan dari semua pria yang pernah kulayani.’
Tapi kenapa sorot matanya sangat mengerikan? Bella berdecak didalam hatinya dan ada perasaan senang karena akan melayani satu pria saja dan pria itu sangat super tampan dengan tubuh yang kekar berotot. Pikiran Bella melayang kemana-mana memikirkan betapa kuatnya pria itu.
“Siapa yang menyuruhmu menuangkan minuman untukku?” suara Dante terdengar sarkas membuat hati Bella berdenyut dan refleks menatap pria dihadapannya.
“Ma---maafkan saya Tuan! Saya pikir anda ingin minum karena gelas anda sudah kosong!” jawab Bella dengan suara lembut dan merdu meskipun sebenarnya dia merasa cemas dan takut.
Bella menaruh kembali botol minuman diatas meja. “Apa yang bisa saya lakukan untuk membuat Tuan merasa nyaman?” tanya Bella setelah keheningan menyelimuti ruangan itu. Bella berusaha berinisiatif untuk membuka percakapan dengan pria itu.
Tapi pria dihadapannya hanya diam tanpa mengucapkan sepatah katapun. Hanya matanya saja yang terus mengamati Bella, sejenak mata pria itu terfokus pada sesuatu ditubuh Bella yang membuat gadis itu merasa tidak nyaman.
Refleks tangan Bella menutupi tahi lalat dibelahan kedua puncak kembarnya. Dia merasa cemas jika tamunya akan mempermasalahkan tanda lahirnya. Dia teringat kembali ucapan Madam Wendy yang mengatakan jika tamunya tidak puas maka hutangnya akan bertambah sepuluh persen.
“Kenapa kau menutupinya?” tana Dante tanpa mengalihkan tatapan matanya.
“Maaf Tuan. Apakah anda tidak suka melihat ini?” tanya Bella perlahan.
“Sejak kapan kau memiliki itu?” tanya Dante sambil berdiri lalu melangkah mendekati Bella.
“Hemmm…..sepertinya ini tanda lahir, Tuan. Sudah ada sejak saya kecil.” jawab Bella dengan tangan yang masih menutupi tanda lahirnya.
Tahi lalat itu memang terlihat sedikit mencolok karena bentuknya yang besar dengan diameter sekitar setengah centimeter.
“Apa aku menyuruhmu untuk menaruh tanganmu disitu? Lepaskan tanganmu!” Dante tampak tak suka dan semakin mendekat pada Bella. Tatapan matanya semakin tajam hingga membuat Bella bergidik ngeri.
“Maaf Tuan.” jawab Bella lalu menurunkan tangannya.
Sreeetttt!!!!!
Dante merobek penutup dada yang berbentuk X sehingga puncak kembar itu pun terpampang jelas. “Sejak kapan kau bekerja disini?” Dante kembali melontarkan pertanyaan sambil tangannya menyentuh puncak kembar berwarna merah muda itu. Tangannya mengusap kulit lembut dan mulus gadis itu.
“Ehmm…..sejak tiga setengah tahun lalu!” jawab Bella dengan jujur.
“Kenapa kau bekerja disini? Apa kau kekurangan uang?”
“Ehm….i—itu….ayahku kalah judi dan tidak punya uang lagi padahal hutangnya sudah menumpuk pada Tuan Julian.: ujar Bella dengan nada sedih setiap kali dia mengingat semuanya. Bibirnya melengkung keatas saat menatap Dante, dalam hati Bella merasakan kepedihan karena Dante menanyakan sesuatu yang sangat tidak ingin dia ingat lagi.
“Oh….lalu siapa pelanggan pertamamu?” Dante acuh saja meskipun dia melihat perubahan raut wajah Bella tapi dia justru kembali bertanya. Tangan Dante mengepal dibelakang punggungnya, ada kemarahan yang dia tahan sejak tadi.
“Saya sudah tidak ingat lagi Tuan. Kejadiannya sudah lama.” Bella menjawab dengan senyum tipis sambil terus menatap pria dihadapannya hingga mata mereka saling bertautan.
“Yang saya ingat hanyalah ketakutan, rasa sakit dan perih. Saya tidak tahu siapa orang itu, tidak pernah melihat wajahnya karena mata saya ditutup. Saya sama sekali tidak tahu apa yang terjadi saat itu.”
“Sudah berapa kali kau melayani tamu?” Dante kembali melontarkan pertanyaan.
“Saya tidak tahu, tuan.” ujar Bella menggelengkan kepala. Dia bingung mendengar pertanyaan demi pertanyaan yang terus dilontarkan pria asing itu seolah sedang di interogasi.
“Berapa hari kau bekerja dalam seminggu?” tanya Dante kembali sambil memegang dagunya.
“Setiap hari kecuali kalau saya sedang datang bulan. Biasanya saya hanya melayani satu tamusetiap malam dan terkadang saya hanya melayani oral saja. Tergantung kesediaan saya dan kesepakatan dengan tamu.” kata Bella tanpa menyembunyikan apapun.
“Oh begitu! Apa kau tidak bisa berhitung? Kira-kira sudah berapa banyak tamu yang kau layani selama ini?” suara pria itu meninggi dan marah.
“Anu….” Bella mencoba mengingat-ingat. Kalau setahun itu ada tiga ratus enam puluh lima hari jadi tiga tahun setengah berapa ya? Masa aku harus hitungan kayak anak sekolah sih. Bella menatap pria dihadapannya dengan tatapan sendu. Dante mengeryitkan kening menatap Bella dengan tajam dan sulit dimengerti oleh bella.
“Mungkin sekitar seribu kali ya, tuan.” jawab bella gugup, dia hanya menerka-nerka saja karena selama ini dia tidak selalu melayani full service. Tergantung mood dan kesepakatan, Bella sangat pemilih dan kadang hanya bersedia melayani oral saja jika tamunya tidak sesuai.
Bella menatap pria itu yang hanya diam membuat Bella bertanya-tanya jika dia salah bicara. Dia mulai merasa cemas saat melihat Dante malah berjalan mundur dan meraih interkom dan menghubungi seseorang.
Mati aku! Sepertinya dia tidak tertarik padaku! Habislah aku malam ini, hutangku malah bertambah. Benar-benar sial! Gerutunya dalam hati.
“Datang keruanganku sekarang!” suara Danter terdengar sangat marah. Hanya kalimat itu saja yang terucap dari bibirnya.
Tok Tok Tok…..
Hanya dalam waktu satu menit saj terdengar bunyi ketukan dipintu. Bella berdiri dengan kaku, detak jantungnya semakin tak karuan.
“Ada yang bisa kubantu?” seseorang yang tadi dihubungi Dante berbicara dengan intonasi suara yang terbata-bata dan raut wajah yang khawatir. Nampak sekali jika pria itu ketakutan, dia terlihat menelan saliva berkali-kali.
“Apa-apaan ini, ha? Jadi dia yang kau katakan sebagai wanita terbaik di klub ini?” Dante yang duduk sambil melipat kedua tangan didada dengan pandangan mata kearah Bella meskipun kalimat yang diucapkannya ditujukan pada pemilik klub.
“Apa ada yang tidak memuaskan, Tuan Dante?” wajah Julian memucat.
“Aku bertanya padamu kenapa kau malah bertanya balik padaku. Apa kau tidak mengerti pertanyaanku, ha?” emosi Dante semakin mencuat.
“Oh saya mengerti, Tuan. Bella adalah wanita terbaik kami, dia sangat istimewa dan berbeda dengan yang lainnya. Tamu-tamu tidak pernah komplain sampai saat ini.” jawab Julian.
“Jadi maksudmu, aku yang pertama komplain, begitu?” nada suara Dante tak senang.
“Bu---bukan begitu maksudnya.” ujar Julian cepat sebelum ada kesalahpahaman.
Bella mengeryitkan keningnya, ‘Kenapa dia malah meragukanku? Padahal aku belum melakukan apapun. Benar-benar aneh pria ini! Gumam Bella yang galau mengingat hutangnya akan bertambah sepuluh persen jika tamu ini merasa tak puas. Suasananya hatinya semakin buruk dan dia menyesali keputusan yang sudah diambilnya.“Apa kau tahu sudah berapa kali dia dipakai, hu?” kalimat itu bgeitu menusuk hati Bella dan dia merasa sangat direndahkan. Hatinya sangat sakit mendengar penghinaan pria itu.“Tapi tidak ada yang kecewa dengan pelayanannya, Tuan dante! Karena itulah saya berani mengirimkannya pada anda karena sebelumnya anda sudah menolak yang lainnya. Bella juga punya standard tinggi yang harus dipatuhi para tamu selama ini. Dia tidak menerima tamu sembarangan, selama ini semua tamunya adalah pria-pria terhormat dari kalangan atas.”“Pandai sekali kau bicara! Kau pikir aku peduli siapa tamu yang dilayaninya?” ucapan Julian tadi membuat Dante semakin marah. “Aku tidak puas! Kau paham apa artinya
“Tapi kau tidak punya pilihan! Aku mau kau membayar hutangmu sekarang!”“Aa….tapi saya tidak punya uang sebanyak itu sekarang, Tuan. Aku mohon berilah aku waktu dan kemudahan. Apapun akan kulakukan asalkan jangan menutupklub ini dan tidak memintaku membayar seluruh hutangku sekarang.”“Huh! Ckckck….jadi menurutmu wanita ini yang terbaik disini?” Dante melirik kearah Bella membuat Julian juga mengalihkan pandangannya kearah Bella.“Iya benar sekali Tuan! Itulah alasannya kenapa saya berani menyuruhnya untuk melayani Tuan!”“Berapa yang bisa dihasilkannya setiap malam?” tanya Dante memegang dagunya.“Eh itu…..sebesar tiga puluh lima persen dari penghasilan di klub ini dihasilkan olehnya.” jawab Julian yang tak berani untuk berbohong. Bella memang mesin penghasil uang untuk klub itu.Dante tersenyum sinis, ekspresi tidak suka jelas tergambar diwajahnya. “Aku ingin mendapatkan bayaranku sekarang!” kali ini Dante bicara dengan nada tinggi dan tatapan sinis tetapi matanya tetap fokus pada B
Dia berjalan mengikuti Dante yang berjalan didepan. ‘Puffff untung saja dia menggunakan lift khusus milik Tuan Julian! Kalau tidak, para pekerja akan melihatku dalam keadaan seperti ini. Bisik hati Bella berjalan menundukkan kepala lalu masuk kedalam lift dan berdiri dibelakang Dante.Tak lama mereka tiba dilantai dasar dan Bella berjalan mengikuti Dante. Pria itu berjalan cepat dengan langkah kaki yang panjang sehingga Bella pun terpaksa mempercepat langkahnya. “Tuan!” panggil Bella namun pria itu mengacuhkan.“Ikuti saja aku jika kau tak ingin masalahmu bertambah! Tutup mulut! Aku tidak suka kau banyak bicara!”'Sarah! Aku harus memperingatkan adikku! Bisik Bella sambil terus berjalan mengikuti Dante, dia berjalan menundukkan kepala sehingga rambut panjangnya terurai menutupi wajahnya.‘Aku hanya seorang perempuan hina, hanya pemuas nafsu lelaki! Tapi pria ini kurang ajar sekali tak memberiku sedikitpun kesempatan untuk melindungi tubuhku!’ gumam Bella yang berjalan dibelakang Dante
Sudah beberapa tahun dia tidak pernah lagi menyebut nama Tuhan, hatinya membeku dengan penderitaan serta kekecewaan yang terus dideritanya. Dia sudah tidak tahu apa yang harus dipercaya dan apa yang diinginkannya dalam hidup.Tapi saat ini dia sedang berada dalam titik terendah dalam hidupnya. Dia mengkhawatirkan adiknya, dia tak ingin hidup adiknya berakhir seperti dia. Tak terasa air matanya menetes, sesak didada yang dia rasakan seolah ingin meledak. ‘Ibu…..kuatkan aku ibu. Aku merindukan ibu!’Aku harus kuat tidak peduli apapun yang terjadi padaku, aku harus tegar dan bertahan yang penting adikku aman dan tidak terjadi hal buruk padanya, itu saja sudah cukup! Ucap Bella berusaha menenangkan hatinya. Tiba-tiba dia tersadar jika mobil sudah berhenti. Pintu bagasi terbuka lebar.“Keluar!”Suara bariton diiringi kap bagasi terangkat keatas sehingga pancaran sianr dari lampu menerangi membuat tangan Bella bergerak cepat mematikan lampu ponselnya lalu memasukkan kedalam tas.“Terimakasi
“Maaf aku sudah membuatmu menungguku. Apa kau bisa tidur nyenyak tadi malam sayang?” tanya Dante sambil memeluk pinggang istrinya.“Hmmm…..aku tidak pernah bisa tidur nyenyak tanpamu disisiku, sayang.” ujarnya bermanja-manja dipelukan Dante.“Kau tahu kan bagaimana kelakuan keempat temanku kalau sudah bertemu?”“Iya sayang!” Tatiana tersenyum sambil tangannya memainkan kancing kemeja Dante. “Apakah teman-temanmu mencoba meracunimu dengan minuman dan wanita-wanita itu?”“Tidak ada! Aku mengusir semuanya. Kami hanya membahas hal penting tadi malam. Aku hanya mengijinkan mereka mendatangkan satu wanita terbaik sebagai pelepas penat mata mereka. Hal yang kami bahas tadi malam sangat berat dan setelah selesai, mereka berempat saling memperebutkan wanita itu.”Dante menjelaskan kegiatannya dengan terperinci pada istrinya, dia juga tahu keinginan istrinya. Tangannya masuk kedalam bathrobe yang dikenakan Tatiana dan tangannya menjelajahi area sensitif milik istrinya.“Ahhh…...tahan dulu sayan
“Kau baru bangun sekarang? Apa kau tahu sudah jam berapa ini?” tanya Dante lagi.“Maafkan saya Tuan Dante Sebastian, anda benar saya memang baru bangun. Maaf telah mengecewakan anda. Apa yang harus kulakukan untuk menebus kesalahanku?” tanya Bella tanpa basa-basi. Dia mendekatkan diri pada Dante yang berdiri sambil bersidekap dihadapannya.Bella bersimpuh diujung tempat tidur tepat dihadapan Dante“Kau tahu jam berapa ini?” tanya Dante seraya kedua tangannya menyentuh si kembar yang kemarin malam masih tertutup lambang X.“Tidak tahu, Tuan.” jawab Bella menggelengkan kepala. Matanya melirik kearah nakas lalu mengambil ponselnya. Ha? Ponselku mati lagi? Sementara dikamar itu tidak ada jam dinding.“Lihat jam tanganku!” Dante tahu jika ponsel gadis itu padam. Tangannya masih memainkan puncak kembar dan Bella berusaha menahan rasa geli lalu melirik kearah jam tangan pria itu. Jam terbang Bella sudah tinggi, sentuhan kecil saja tidak akan membuatnya kelimpungan.Tangan Dante masih bermain
Keterlaluan bener sih jadi orang! Dia bahkan tidak menyediakan bathrobe disini. Tak henti-hentinya dia mengomel lalu membuka pintu kamar dan turun ke lantai dasar. “Permisi Tuan.”“Makananku sudah siap?” tanya Dante yang mengalihkan pandangan dari laptop pada Bella.“Aku baru akan menyiapkannya, Tuan. Tapi aku mau jujur pada Tuan kalau aku tidak bisa memasak.”“Aku hanya mau makan, tidak penting kau bisa masak atau tidak.”‘Dasar! Kalau begitu, silahkan saja terima apa yang akan aku buatkan untukmu tuan arogan! Awas saja kalau nanti kau protes ya, gerutu Bella dalam hatinya. Gadis itupun membalikkan badan berjalan menuju dapur karena tak mendapat respon apapun lagi dari Dante yang lebih fokus pada laptopnya.‘Tidak ada pria yang pernah memperlakukanku seperti ini sebelumnya, cuek banget sih jadi orang.’ Bella mengomel pelan sambil membuka kulkas. Hanya ada telur, sosis dan kentang beku. Hmmm….aku buat telur mata sapi saja kalau buat telur dadar tidak ada bahannya.Aku juga bisa goreng
‘Dasar! Apa sih sebenarnya yang ada dalam pikirannya? Sulit banget menembus pikirannya, kenapa aku tak bisa menerka jalan pikiran pria ini sih? Apa sih maunya dia? Kenapa dia mengambil sosis? Oh...tidak…...brengsek! Kenapa dia malah menempelkannya disana? Sssshhh…...” desah Bella keheranan menatap Dante yang mengangkat sosis goreng dari piring lalu menggerakkannya memutar diujung kedua kembarnya.Sosis goreng itu sudah dibelah empat oleh Bella tapi tak terputus sehingga bentuknya seperti kelopak bunga. “Buka mulutmua!” tak peduli dengan pertanyaan Bella sebelumnya, justru ucapan yang keluar dari bibir pria itu.Terkejut dengan ulah pria itu, Bella kembali mengumpat dalam hati. ‘Maksudnya apaan sih ini? Dia dipaksa memakan sosis yang sudah memutar-mutar tadi.“Enak?” tanya Dante.“Ehm...enak maksud anda apa ya Tuan?” tanya Bella pura-pura bodoh. Haduh….apalagi sih ini, menyesal banget aku membuat sosis goreng! Pfffff Sialain! Gumamnya penuh kekesalan karena Dante mengambil sosis dengan
Dia memikirkan kira-kira seperti apa karakter Dante yang sebenarnya, termasuk perubahan sikap Dante yang tiba-tiba saja marah dan pergi begitu saja.“Dante...pria aneh! Haaah…..aku kan tidak menyusahkannya malah aku tadi memberikan uang padanya. Aku hanya memintanya untuk memberikan uang itu pada adikku dan dia bisa memotong biaya antarnya dari uang itu. Tapi kenapa dia jahat sekali tidak mau menolongku. Padahal aku hanya memintanya melakukan sesuatu yang sederhana.”“Oh Sarah! Bagaimana kondisimu disana? Tuhan….aku harus minta tolong pada siapa?” Bella kembali memikirkan tentang adiknya ketika dia memikirkan betapa jahatnya Dante padanya.“Aku sangat yakin kalau tiga puluh ribu dolar, pasti dia punya tapi memang dia yang tidak mau menolongku!” Bella mengomel sendirian dikamarnya mengingat kembali bagaimana Dante tidak mau menolongnya dan langsung pergi meninggalkannya.‘Tunggu! Apa aku bisa minta tolong pada Tuan Jeff? Tapi aku merasa tidak enak hati minta tolong padanya, selama ini
“Aku juga tidak tahu. Aku belum pernah melihatnya melakukan itu.”“Tapi memang ini jauh lebih sadis daripada film thriller!” Eddie mengomentari dengan suara pelan tak berani mengganggu Dante.KREEEKKKKAaaaaahhhhhkkkkk“Aduh sadis sekali!”“Issss…..kenapa aku merasa ngilu melihatnya?” bahkan teman-teman Dante berkeringat dingin melihat bagaimana pria itu mematahkan tangan Julian.‘Gergaji itu….’ bisik Hans pelan “Sssshhhh...”Nguuuuuuunnnng“Ini untuk seribu orang yang telah kau berikan padanya!” ucap Dante yang menjadi suara terakhir yang didengar oelh Julian didunia ini.Aaaahahhhhkkkkkk……..‘Ada apa dengan Dante? Kenapa dia bisa setega itu? Aku belum pernah melihatnya membunuh satu orangpun bahkan aku sempat berpikir bahwa dia satu-satunya kepala mafia yang tidak berani untuk membunuh lawannya! Dia bahkan selalu menyuruh kamu menyelesaikan semuanya. Tapi apa yang barusan kulihat?' batin Nick.'Kejam sekali! Dia benar-benar membelah orang itu dari atas ke bawah dengan gergaji mesin?
‘Sepertinya aku harus bisa mengendalikan diriku. Mereka berdua adalah keluargaku yang sebenarnya tapi aku berjanji akan memberikan kehidupan yang baik untuk wanitaku! Mungkin suatu hari nanti aku akan membebaskannya dengan kondisi yang aman tidak seperti dulu saat aku terlalu terburu-buru membebaskannya. Kali ini aku tidak akan membiarkan hidupnya hancur lagi, aku pastikan dia akan hidup dengan baik dan bahagia.’ ujar Dante dalam hatinya.Sejujurnya dia tidak ikhlas saat memikirkan itu, tapi dia tetap mengatakan pada dirinya dengan niat yang dia sendiri tak pahami.“Ayo kita masuk kedalam. Tidurkan Alex!” ucap Tatiana. Dante pun setuju lalu mereka berdua masuk bersama dengan Alex yang masih tidur didekapan Dante.“Jika kau ingin pergi, maka pergilah sekarang supaya kau tidak pulang larut malam.” kata Tatiana.“Apa kau tidak keberatan menjaga Alex?”“Dante! Aku sudah bilang padamu kalau dia anakku, berarti kau tidak perlu bertanya lagi soal itu. Tidak seorang ibu yang keberatan untuk
“Tolong jangan mulai lagi.”“Aku hanya mengutarakan isi hatiku. Aku hanyalah seorang perempuan cacat Dante! Tentu saja kau tidak akan pernah mau mendengarku.”“Cukup! Jangan mulai lagi Tatiana!” ujar Dante dengan intonasi tinggi.“Keputusanku untuk tetap menggeluti duniaku dan mengurus organisasiku bukan karena masalah dalam hidup kita! Aku tidak pernah mempermasalahkan semua kekuranganmu. Kita sudah sepakat!”“Itu menurutmu. Tapi bagiku itu masalah!”“Tatiana!”“Dante! Aku mau istirahat saja, aku lelah. Biarkan aku sendiri.”“Alasan! Kau hanya ingin menghindar dariku.”“Apakah pantas aku menghindari suamiku yang tampan dan kaya yang selalu mencintaiku apa adanya, tak pernah berbagi hati dengan wanita lain meskipun aku mandul?”Kalimat itu sontak membuat Dante lingling, dia tak bisa merespon ucapan istrinya. Dia ingin mengejarnya tapi Tatiana sudah melangkah pergi dengan langkah cepat.Dante hanya terdiam dengan pikirannya yang melayang pada sosok wanita yang kini sedang berada di pen
“Memancing dan menelepon. Tapi hari ini aku tidak mendapatkan seekor ikan pun, lautnya terlalu kotor.” kata Dante.“Ya kau benar sayang. Inikan teluk Jakarta, mungkin kau harus pergi memancing ketempat lain.”“Mungkin aku harus pergi lebih ketengah lagi, airnya mungkin lebih bersih.”“No, Dante! Aku mengkhawatirkan kesehatan anak kita kalau kau membawanya ketengah laut. Apa kau lupa kalau dia mabuk laut? Lagipula kita sudah melaut lama sekali sekarang Alex pasti sudah lelah. Biarkan dia beristirahat.” ucap Tatiana.“Baiklah. Kita akan kembali jika menurutmu itu lebih baik untuknya.”Keduanya lalu masuk menghampiri anaknya dan melupakan pancingan ikan dan melupakan sejenak bisnisnya.“Alex, jadi kau ketengah laut hanya untuk main lego saja?” tanya Dante menghampiri putranya.“Daddy lihat!” dia tak peduli dengan sindiran ayahnya, Alex yang masih berusia empat tahun justru memperlihatkan ego yang baru saja disusunnya.“Wah bagus sekali. Anak daddy sangat pintar.” mengomentari lego yang b
“Puffff…..ada apa sebenarnya antara kau dan Bella? Apa ada rahasia antara kalian berdua yang tidak mau kau beritahukan pada kami?”Dante diam sejenak dan berusaha menahan diri, menimbang-nimbang apakah dia harus bercerita pada sahabatnya atau tidak. Apakah dia harus jujur mengatakan semuanya?‘Aneh sekali sikapmu Dante! Selama aku mengenalmu kau hanya peduli pada keluargamu dan teman dekatmu saja. Tidak pernah mau peduli pada orang lain. Apa wanita itu keluarga Dante? Hubungan kekeluargaan seperti apa antara mereka?Kenapa aku tidak pernah tahu?’ ucap Barack dalam hatinya.Barack memilih untuk diam dan menunggu sampai Dante sendiri yang bicara dan siap mengatakan semuanya pada Barack dan ketiga temannya yang lain. Pria itu merasakan banyak keanehan pada diri Dante sejak dia datang ke Indonesia dan bertemu dengan Bella.“Dante! Apa kau tidak mempercayai sahabatmu sendiri?” tanya Barack lagi.“Kenapa kau banyak tanya? Apa kau tidak bisa melakukan apa yang kusuruh?”“Aku bisa. Selama ini
“Maaf Tuan, mau cari siapa?” tanya seorang penjaga saat melihat Barack celingak celinguk.“Dimana kantornya? Aku ingin menemui seseorang.”“Mari ikut saya Tuan. Akan saya antarkan kesana.”Barack pun mengikuti penjaga itu ke kantor penanggung jawab asrama.“Selamat pagi Tuan. Ada yang bisa saya bantu?”“Saya ingin bertemu dengan Sarah Azalea. Saya orang suruhan kakaknya.”jawab Barack.“Apa benar anda adalah suruhan kakaknya? Selama ini belum pernah siapapun yang dikirim oleh kakaknya kesini” tanya seorang guru jaga disana.Barack mengganggukkan kepala dan mengeluarkan sesuatu dari kantorngnya.“Kakaknya sudah menikah memintaku untuk memberikan ini kepadanya.” kata Barack. ‘Aku yakin guru ini mencurigaiku dan kau tidak percaya kalau aku orang suruhan kakaknya tapi melihat uang segepok ini mentalmu pasti langsung goyah! Pasti kau akan segera memanggilnya.” ujar Barack dalam hati.“Silahkan duduk dan tunggu sebentar ya Tuan. Biar saya panggilkan Sarah!” ucap guru jaga itu. Sesuai dengan
“Tidak! Dalam mimpipun aku tidak berani!” jawab Barack.“Kalau begitu lakukan saja semua yang tadi kuperintahkan!”Klikk…..Dante langsung memutuskan sambungan telepon tanpa menunggu lagi.“Issshhhh!” Barack mendengus lalu merebahkan kembali tubuhnya diatas kasur yang empuk. Dia masih bermalas-malasan tapi dia segera bangun lalu mencuci muka. Melakukan rutinitas paginya sebelum melaksanakan perintah Dante. “Dante…..Dante! Pagi-pagi kau sudah memberiku kerjaan!” ujar Barack lagi melangkah keluar dari kamarnya menuju kamar lain yang tak jauh dari ruangannya.“Selamat pagi, Tuan!” sapa pengawal yang berdiri didepan pintu.“Buka pintunya!” perintah Barack sambil memasukkan ponsel kedalam skau celananya.“Baik, Tuan.” para pengawal itupun membuka pintu.“Kau mau apalagi, ha?” tanya Julian mendelik pada Barack.‘Dia sudah membuatku babak belur, sekarang mau apalagi dia? Belinda kau harus bertanggung jawab atas semua yang mereka lakukan padaku! Akan kubalas kau nanti! Saat aku bebas dari sini
“Aku mau naik kapal mommy!”“Naik kapal?” Tatiana bertanya pada Alex sambil mengeryitkan dahi lalu melirik kearah Dante.“Hem….” Dante hanya menggangguk. “Nanti siang kita akan pergi berlayar.”“Kau serius, sayang?” Tatiana kembali mengeryitkan dahi dan menatap Dante agak aneh.“Iya. Memangnya kenapa? Ada masalah?” tanya Dante kemudian.“Tidak ada. Tapi kau harus istirahat, sayang.” jawab Tatiana mengingat suaminya belum tidur.“Untuk apa istirahat? Aku sehat dan tidak merasa letih sama sekali.” jawab Dante sambil mengelus rambut istrinya.“Tapi tadi malam kau sudah keluar semalaman dan aku sangat yakin kalau kau belum istirahat sama sekali. Setiap kali kau bekerja dimalam hari, kau tidak pernah tidur dan sekarang kau malah ingin pergi lagi?” Tatiana menggelengkan kepala.“Aku tidak mau kau sampai jatuh sakit.” ujar Tatiana lagi sambil memegang tangan suaminya yang masih ada dipipinya.“Jangan khawatir, aku tidak akan sakit. Aku akan menjaga kalian berdua lagipula hari ini adalah hari