POV Aryan
"Aryan, aku mau baju yang mahal, tas, terus perhiasan juga yah, bolehkan?" tanya Naura dengan bergelayut manja di tanganku.
Hatiku selalu bahagia jika bersama Naura--selingkuhanku. Dia lebih lebih muda tujuh tahun. Bersamanya selalu membuat gairahku bergejolak. Hidup bagai dipenuhi pelangi, warna-warni dan menyenangkan.
"Iya, Sayang. Apapun yang kamu mau, pasti aku beliin."
Senyuman terulas di wajah mulus Naura. Kebahagian kami sangat lengkap. Di luar aku bisa dengan bebas berkencan dengannya. Sedangkan, di dalam rumah, aku dilayani penuh kasih oleh Evania--istriku. Bagai di surga rasanya.
Inilah nikmatnya mempunyai istri penurut. Dia bukan lulusan sekolah tinggi seperti aku dan Naura. Jadi, mudah untuk membohonginya.
"Cantik nggak?" tanya Naura ketika memilih baju.
"Cantik dong. Apapun yang kamu pakai, pasti cantik," godaku sambil mengedipkan mata dengan genit.
Dia sangat suka berbelanja. Mood-nya akan kembali pulih jika membeli banyak barang mewah. Maklum, dia mahasiswa, jadi harus berpenampilan bergengsi.
Lain halnya dengan Evania. Dia lusuh, Kumal dan bau apek. Sungguh, muak rasanya menghabiskan waktu dengannya. Ditambah lagi, dia tidak bisa memberiku keturunan. Sudah dua tahun menikah, tapi dia tidak kunjung hamil. Padahal, kami tidak punya masalah dengan organ reproduksi.
"Sayang, masih lama? Aku sudah tidak sabar menghabiskan malam bersamamu." Aku mengelus lembut rambut panjangnya sambil berbisik penuh gairah.
"Ih, sabar, Sayang. Bentar lagi yah. Nanti aku kasih servis terbaik, hahaha."
"Nakalnya." Aku tertawa melihat tingkah lakunya .
Hampir satu jam kami berkeliling mencari pakaian. Troli sudah penuh dengan barang mahal yang Naura beli.
"Nih, bayar, yah."
"Siap, Tuan Putri." Aku langsung menunggu antrian di kasir.
"Berapa Mbak?" tanyaku ketika semua barang sudah dihitung.
"Totalnya 25 juta, Pak." Awalnya sedikit kaget dengan harga yang tertera. Evania tidak pernah menghabiskan uangku hanya demi berbelanja seperti ini. Namun, biarlah, Naura dan Evania Memang beda level. Jadi, kebutuhan mereka juga berbeda.
"Pake kartu kredit yah, Mbak." Aku menyerahkan kartu kredit kepada kasir.
"Maaf Pak, kartu kreditnya tidak bisa digunakan."
"Apa? tidak mungkin Mbak, coba lagi. Mesinnya error kali."
"Sudah Pak, tetap tidak bisa."
"Ih, Aryan, kenapa kartu kredit kamu nggak bisa dipakai?"
"Tenang Naura, masih ada ATM." Aku serahkan ATM kepada kasir.
"Silahkan, Pin-nya Pak." Langsung aku tekan beberapa digit angka yang sangat dihafal.
"Pin salah, Pak. Silahkan coba lagi."
Apa? Kenapa pin-nya salah. Aku sangat menghafalnya. Sudah hampir lima kali aku coba tapi nihil. Siapa yang mengganti nomer pin ATM-ku, apa mungkin Evania? tidak mungkin, dia tidak sepintar itu.
"Aduh, kenapa bisa salah gini Naura. Coba pake ATM kamu dulu, nanti aku ganti."
"Gimana sih, aku mana ada duit sebanyak itu. Kamu 'kan belum mengirim jatah bulanan." Bibir Naura manyun dengan sempurna.
"Belanjaannya bagaimana, Pak? Pembeli lain sudah antri," ucap kasir dengan intonasi kesal.
"Maaf, Mbak. Kayanya nggak jadi, deh."
"Ih, gimana sih, malu-maluin aja," ucap Naura sangat kesal.
"Baik Pak, silahkan mundur dari antrian."
"Kalo nggak punya uang nggak usah bergaya beli barang mewah."
"Ih, malu-maluin. Bikin antrian jadi lama aja."
Cibiran terdengar nyaring di telinga. Rasanya malu sekali, ingin aku copot muka ini. Namun, tidak bisa.
"Kamu gimana sih, Aryan. Kenapa ATM dan kartu kredit tidak bisa digunakan. Malu aku sama orang-orang tadi. Mau ditaruh dimana muka ini," umpat Naura sangat marah. Sepanjang jalan dia terus mengomel.
"Maaf, Naura. Aku tidak tahu siapa yang mengganti nomer pin ku. Padahal, hanya aku dan Evania yang tahu. Tidak mungkin istri bodoh itu mengganti pin ATM-ku."
"Iya juga sih. Bodoamatlah, intinya aku marah sama kamu. Besok kamu harus beliin aku barang mewah. Kita nggak jadi ke apartemenku. Males aku, sama kamu."
"Jangan gitu dong Naura cantik. Aku sangat merindukan kamu. Tolong jangan tolak aku malam ini. Jika aku pulang, Evania pasti curiga. Dia tahunya aku pergi rapat dengan Bos kontraktor lainnya di luar kota."
"Terserah, aku nggak peduli."Sepanjang jalan menuju parkiran, Naura terus merajuk. Bahkan, dia sama sekali tidak mau aku sentuh.
"Buru, anter aku pulang!" tuturnya dengan ketus saat kami sampai diparkiran.
"Baiklah," jawabku dengan pasrah.
Kami masuk ke dalam mobil. Beberapa kali aku mencoba menyalakan mesin mobil, tapi tidak bisa.
"Kenapa?" tanya Naura yang ikut keluar saat aku mengecek mesin mobil bagian depan.
"Ada kabel yang putus. Aduh, mobilku mogok Naura. Sepertinya, kita harus memesan taksi onlien."
"Ya ampun, kenapa si*l sekali hari ini. Kalo tahu gini, aku malas jalan sama kamu. Mana lapar, mendung. Menyebalkan." Naura terus mengomel sambil menghentakkan kaki dengan kesal.
"Sabar yah, Sayang. Kamu pesan taksi onlien dulu yah," bujukku berusaha menenangkan hatinya.
Dengan emosi yang membuncah, Naura membuka ponselnya.
"Mas, kamu kenapa ngirim pesan kaya gini?" tanya Naura sambil menyodorkan ponselnya.
[Kesian tidak bisa bayar barang mewahnya yah, Sepupu iparku yang cantik? lebih baik kamu jadi selingkuhan om-om duda, pasti duitnya lebih banyak. Dibandingkan merebut suami orang. Sepupu sendiri diembat juga.]
Mataku membulat dengan sempurna. Pesan itu terkirim dari nomerku. Namun, aku yakin 100% itu bukan aku.
Tanpa banyak kata, aku langsung mengecek W******p. Di bagian W******p web. Betapa terkejutnya ketika aku melihat bahwa W******pku sedang aktif diperangkat lain.
"Ada yang meyadap WhatsAppku, Naura."
"Apa? Jangan-jangan semua ini ulah Mbak Eva."
Belum selesai kami menduga-duga, tiba-tiba ponselku berdering. Sebuah notif pesan hadir.
[Mas, makasih uangnya. Sudah aku pakai untuk membuat pesta keluarga dirumah. Nggak banyak ko, cuman habis 50 juta aja. Yah, cuman satu bulan gajimu. Simpanan kita masih aman.]
Apa hanya 50 juta? Gila. Pesta untuk apa sampai habis segitu banyaknya. Ada apa dengan Evania, apa dia sudah tidak waras? Tidak mungkin dia tahu perihal perselingkuhan ini.
"Aku harus pulang, Naura. Sepertinya Evania sudah tidak waras. Masa dia membuat pesta keluarga dengan budget 50 juta.""Apa, pesta keluarga? Berarti di rumah ada Bapakku dan saudara lainnya?"Naura memang sepupuku. Saat kuliah semester 7, orangtuaku meninggal. Jadi, Bapak Naura--Uwaku yang membantu untuk membiayai kuliah. Sejak saat itu, aku tinggal bersama Naura. Perlahan tapi pasti, Kedekatan kami mulai menumbuhkan bibit cinta."Sepertinya begitu, Naura. Apa Evania tahu perselingkuhan kita, dan memberitahukannya pada Uwa?" aku mulai panik menyadari kemungkinan buruk yang akan terjadi."Tidak mungkin, kalo itu terjadi. Bisa mati aku, Aryan. Kamu tahu Bapakku sangat galak.""Sudahlah, aku harus langsung pulang untuk memastikannya.""Aku ikut, Aryan.""Nanti Evania malah curiga.""Tidak mungkin, bilang saja kebetulan bertemu. Sudahlah, itu taksi online sudah datang."Aku tidak tahu harus bagaimana ? Naura memang keras kepala. Namun, aku paham, dia pasti sangat khawatir. Bahaya, jika Ua
"Aw ...." teriak Naura.Beling tercecer di mana-mana. Tangan Naura terluka dan berdarah. Refleks aku langsung mengemut jari Naura. Rasa khawatir sangat menyelimutiku."Kamu nggak apa-apa, Sayang?" Naura hanya menggeleng dengan senyum manis."Sayang? Maksud kamu apa memanggil Naura dengan sebutan Sayang?" tanya Uwa yang membuatku gugup. Tangan Naura langsung aku hempaskan. Dia terlihat merintih kesakitan.Semua mata menatap kemesraanku dengan Naura. Wajah heran terpampang jelas. Kecuali Evania, dia malah tersenyum tanpa dosa."Emmm, ma-maksud Aryan, anu Uwa, anu ...." Mati kutu aku. Semua pasti rencana Evania. Dasar istri tidak tahu diuntung. Tunggu pembalasanku."Aduh, perut Eva sakit." Evania langsung memegangi perutnya dan merintih kesakitan."Eva, kamu kenapa? Aryan bawa dia ke kamar." Perintah Mbak Mela."Pasti kamu kecapean, Eva. Sudah mempersiapkan syukuran sendirian. Gimana kalo kita bawa ke rumah sakit?" tanya Mbak Devi ketika aku memapah Evania menuju kamar."Nggak usah Mbak
"Bagaimana, Aryan Atmaja?" Bisik Evania di telingaku. Bulu kuduk meremang mendengar suaranya yang terasa sangat menyeramkan."Ka-kamu dapat dari mana semua ini?" tanyaku gugup.Evania semakin mendekatkan wajahnya. Senyum mengerikan terpancar. Tubuhku gemetar, merasakan sentuhan halus yang terasa sangat menyeramkan. Keringat mulai membasahi kening."Jangan takut suamiku tercinta. Belum waktunya aku menyingkirkan kamu dalam hidupku. Kita nikmati saja kebersamaan ini," ucap Evania dengan tenang.Dia bukan Evaniaku. Wajah polosnya sudah tidak aku temukan lagi. Kelembutannya seakan terkikis kekecewaan yang sangat mendalam padaku. Sekarang, dia berubah bagai monster yang menyeramkan."Dapat!" Aku rebut ponselnya.Satu tangan berusaha mencengkram kedua tangan Evania. Dia diam tidak berkutik. Rasakan, kamu pikir aku bodoh? pria cerdas yang pendidikannya jauh dibandingkan perempuan di hadapaku. Dia bukan tandinganku untuk bermain-main. Selama bertahun-tahun hubunganku dengan Naura aman, dan ti
POV EvaniaKetika sudah menikah, maka surga seorang perempuan ada di telapak kaki suaminya. Sebagai istri, harus berbakti dan penurut. Itu yang sudah aku lakukan selama dua tahun. Berusaha menjadi istri salehah meski batin sering sakit dengan perlakuan suamiku yang semena-mena. Mas Aryan, selalu membanding-bandingkanku dengan Naura--Sepupunya. Awalnya aku pikir wajar. Naura adalah perempuan berpendidikan yang sedang kuliah semester 2. Segudang prestasi di dapatkan. Dia mempunyai kemapuan publick speak yang sangat bagus, prestasi akademik yang gemilang, ditambah parasnya yang good looking. Namun, seluruh kelebihannya dia coreng dengan perbuatannya yang sangat tercela. Dia mengumbar tubuhnya untuk pria lain. Yang paling menyakitkan bagiku, ternyata pria itu adalah suamiku sendiri."Kamu sudah menyadap nomer WhatsApp suamimu, Eva?" tanya Ayu--sahabatku, saat kami bertemu di rumahnya."Sudah, Yu." Aku langsung memeluk dia. Air mata luluh lantah. Aku tidak pernah menyangka bahwa Mas Arya
Drat!Drat!Ponselku terus berbunyi. Dengan terpkasa aku hentika mobil di pinggir jalan dan mengangkat ponsel. Siapa gerangan yang menelpon? menganggu saja."Kamu dimana, Evania?" tanya Ayu."Aku sedang mengikuti Mas Aryan, dia pergi ke daerah pedesaan, sepi sekali. Aku sampai takut.""Kembali ke Jakarta, Eva. Kamu temui aku di cafe dekat apartemen Naura.""Maksud kamu apa, Ayu? Aku bisa kehilangan jejak Mas Aryan. Jangan ngawur.""Dengar kata-kataku. Bahaya jika kamu melanjutkan membuntuti Aryan. Percayalah, aku selalu memberi saran terbaik untukmu."Kata-kata Ayu bagai embun yang menyejukan hati. Jujur, sedari tadi, hawa takut terus menyelimuti. Firasta negatif sangat menancap di hati."Baiklah, aku langsung kembali ke Jakarta, dan menemuimu.""Bagus, setelah sampai di sini, kamu akan tau jawabannya Eva." Sambungan telpon terputus.Apa yang dimaksud Ayu? Sungguh, aku tidak memahami. Biarlah, lebih baik bergegas memutar balik. Sebelum Mas Aryan mengarahkanku menuju tempat yang berba
POV Aryan"Mas, perempuan itu sudah gila." Naura menyerahkan sebuah foto beserta caption yang dikirim Evania.Mataku melotot dengan sempurna. Rasanya bola mata ingin jatuh ke lantai. Rasa nikmat setelah bercinta dengan Naura, hilang seketika. Digantikan rasa takut dan panik yang sangat kuat mendera jiwa.Aku tidak tahu, kenapa Evania bisa lolos dari perangkap. Padahal, rencana penculikan ini dilakukan serapih mungkin. Sejak di tempat proyek, aku sengaja mengajak preman suruhanku untuk menyamar menjadi rekan bisnis. Kami masuk dalam mobilku. Sebelum keluar kota Jakarta, aku sengaja berpindah posisi dan menyamar seolah-olah rekan Bisnisku yang turun dari mobil. Menurut laporan orang suruhanku, awalnya Evania berhasil digiring ke lokasi penjebakan. Namun, sedikit lagi sampai, mobil putar balik dan tidak meninggalkan jejak."Mas, kenapa?" tanya Naura yang melihatku mendadak terperangah dan terkulai lemas di lantai.Belum cukup kepanikan mendera, sebuah pesan dari Mbak Devi membuatku ingi
POV Evania"Astagfirulloh, Uwa, istigfar," ucapku langsung memeluk Uwa.Saat aku melihat ke luar, ternyata bukan ada maling. Namun, sudah terjadi perkelahian antara Uwa dan Mas Aryan. Wajah Uwa terpancar amarah yang sangat besar. Sedangkan Naura terlihat histeris . Melihat pangerannya babak belur. Pasti Ayu sudah mengirim foto itu, hahaha. Maafkan aku Mas, tidak bermaksud melukaimu. Aku juga tidak menyangka Uwa akan semarah ini. Padahal, bukan foto sedang bermain ranjang yang dikirim. Apalagi kalo Uwa tahu vidio-vidio panas mereka. Aku tidak bisa membayangkan apa yang akan terjadi. "Jangan halangi Uwa, Eva. Biar mereka kapok.""Sudah Uwa, sudah. Kekerasan tidak menyelesaikan masalah. Jika Mas Aryan sampai mati, Uwa yang akan masuk penjara. Dan anakku akan menjadi yatim. Tolong Uwa, kendalikan emosinya."Tubuh Uwa mulai tenang. Perlahan, amarah bisa dikendalikan. Sebenarnya aku senang jika Mas Aryan mendapat pelajaran atas perbuatannya. Bahkan, ini belum setimpal. Namun, aku tidak
Cahaya mentari membangunkan tubuhku. Badanku kelelahan Setelah acara heboh antara Mas Aryan dan Naura yang berjalan sampai jam 3 dini hari. Setelah solat subuh, malah ketiduran.Dengan malas, aku buka pintu. Sengaja mengunci pintu kamar. Tidak Sudi jika Mas Aryan tiba-tiba masuk ke kamarku. Meski belum ada kata cerai, tapi hatiku sudah lepas darinya. "Untung kamu sudah bangun," ucap Mas Aryan yang terlihat sudah rapi. Aku memang sudah menyimpan baju kerjanya di atas meja tamu saat mau solat subuh."Kenapa belum berangkat kerja?" "Ya nunggu kamu buka pintu kamar," jawabnya sambil berlalu menuju kamar.Aku tidak perduli apa yang dia lakukan. Segera bergegas menuju meja makan untuk menyantap roti ditambah selai stroberi. Bisa kurus badanku jika terus memikirkan Mas Aryan. Lebih baik perbanyak makan biar kuat menjalani cobaan berat."Evania!" teriak Mas Aryan dari kamar.Lama-lama sikapnya seperti nenek lampir. Suka sekali membuat kegaduhan. Masih pagi sudah teriak-teriak tidak jelas. A