"Aku harus pulang, Naura. Sepertinya Evania sudah tidak waras. Masa dia membuat pesta keluarga dengan budget 50 juta."
"Apa, pesta keluarga? Berarti di rumah ada Bapakku dan saudara lainnya?"
Naura memang sepupuku. Saat kuliah semester 7, orangtuaku meninggal. Jadi, Bapak Naura--Uwaku yang membantu untuk membiayai kuliah. Sejak saat itu, aku tinggal bersama Naura. Perlahan tapi pasti, Kedekatan kami mulai menumbuhkan bibit cinta.
"Sepertinya begitu, Naura. Apa Evania tahu perselingkuhan kita, dan memberitahukannya pada Uwa?" aku mulai panik menyadari kemungkinan buruk yang akan terjadi.
"Tidak mungkin, kalo itu terjadi. Bisa mati aku, Aryan. Kamu tahu Bapakku sangat galak."
"Sudahlah, aku harus langsung pulang untuk memastikannya."
"Aku ikut, Aryan."
"Nanti Evania malah curiga."
"Tidak mungkin, bilang saja kebetulan bertemu. Sudahlah, itu taksi online sudah datang."
Aku tidak tahu harus bagaimana ? Naura memang keras kepala. Namun, aku paham, dia pasti sangat khawatir. Bahaya, jika Uak tahu hubungan gelap kami. Bisa mati digantung diriku.
Tok ... Tok ...
"Eh, Mas udah pulang." Mataku membeliak sangat terkejut ketika Evania membuka pintu.
Dia menggunakan gamis dusty dengan kerudung Senada. Wajahnya yang biasa polos dan kucel sekarang terlihat sangat cantik dengan make yang terlihat natural.
"Ko, bengong, Sayang. Kamu pasti terpesona yah?"
"I-iya, kamu cantik sekali." Gelora gairah sangat kuat menguasai ku. Ingin rasanya aku gendong Evania dan membawanya ke kamar.
"Ehem ...." Suara Naura membuyarkan imajinasi nakalku.
"Eh, ada Sepupuku juga toh, udah puas belanjanya? atau nggak jadi?" Evania tertawa lepas menatap kami.
Namun, tangannya dengan mesra merangkul tubuhku. Aku bagai robot yang tidak bisa berkutik di tengah dua perempuan cantik ini.
"Apa maksud kamu, Mbak? di jaga kalo ngomong. Gadis kampung tapi gayanya sok sosialita," cibir Naura dengan gaya angkuhnya.
"Hust, Sepupuku yang cantik, harusnya kamu yang tutup mulut. Kalo tidak, aku bongkar semuanya," ucap Evania lirih, namun sangat jelas aku dengar.
Evania menatap aku dan Naura dengan sinis. Sikapnya sangat mengerikan. Bagai ular berbisa yang kelihatan jinak, tapi bisa menikam kapan saja.
"Eh, Aryan udah pulang. Ada Naura juga. Pasti Aryan memberitahu Naura kalo Evania sedang mengadakan syukuran atas kehamilannya," ucap Mbak Devi--Kakak Naura.
Tubuhku beku seketika. Apa benar yang dikatakan Mbak Devi, kalo Evania hamil? Kenapa dia tidak bercerita? Apa aku yang terlalu acuh?
"Mbak Evania hamil?" tanya Naura sangat terkejut.
"Iya Naura, maaf aku lupa memberitahu tentang syukuran ini, untung Mas Aryan sudah mengabari," jawab Evania dengan lembut.
"Sudah, Ayok masuk."
Mbak Devi menarik Naura untuk masuk. Sedangkan aku masih berdiri mematung di hadapan Evania. Entah apa yang harus aku jelaskan kepadanya. Kenapa jadi rumit seperti ini?
"Ka-kamu hamil?" bibir gemetar mengucapkannya. Rasa bahagia sekaligus perasaan bersalah, sangat kentara di dalam hati.
"Iya, maaf aku belum sempat memberitahumu. Oh, bukan aku yang salah, tapi kamu yang sibuk mengurus gundikmu." Mata evania Nyalang menatapku. Rasanya bagai tersambar petir mendengar perkataannya.
"Evania, tunggu." Cegahku ketika dia akan masuk.
"Lepas! Jangan sampai aku membongkar semuanya."
Kenapa Evania berubah seperti ini? Dia sangat kasar, dan kurang ajar. Bisa-bisanya membuatku membeku tidak bisa membela sedikit pun. Awas kamu Evania, seorang istri harusnya nurut kepada suami. Toh, aku yang mencari nafkah. Perempuan kampung seperti dia tidak akan bisa apa-apa tanpa pria mapan sepertiku.
"Silahkan dimakan semuanya, kita barbeque sepuasnya," ujar Evania kepada anggota keluargaku.
Rumahku sangat ramai. Keluarga sudah berkumpul di ruang tengah, menggelar karpet sambil barbeque. Ada Uak Ahmad yang sedang tertawa riang bersama cucunya. Ketiga kakaknya Naura juga hadir, Mbak Devi, Mbak imay dan Mas aji. Mereka membawa anak-anaknya. Hadir juga kakak kandungku, Mbak Mela beserta suami dan tiga orang anaknya.
Mereka semua menyantap makanan dengan riang. Sepertinya, Evania menjamu dengan baik. Semua makanan terhidang dengan rapi di meja. Ada berbagai buah-buahan, jajanan, dan es krim untuk anak-anak. Sungguh, aku tidak mengerti jalan pikiran Evania. Padahal, dia tahu aku selingkuh, tapi malah memanjakan keluargaku dan Naura.
"Assalamualaikum, Uwa, Mbak dan Mas semua."
Aku menyapa mereka. Bersalaman satu per satu. Sedangkan Naura terlihat sedang menyantap makanan bersama keponakannya. Mungkin dia lapar karena Belum sempat aku ajak makan.
"Mas, sini aku suapin." Tiba-tiba Evania menghampiriku dengan sepiring nasi dan lauk. Aku hanya mengangguk kaku sambil menatap Naura yang memperhatikan kami.
"Aaaa ...." Aku buka mulut dan menyantap makanan yang sangat nikmat.
"Sowet banget. Aryan, Eva di suapin juga, kesian dia belum makan karena nungguin kamu," ucap Mbak Imay.
Aku menatap Evania untuk meminta kepastian. Apa benar dia menungguku sampai belum makan? Oh tuhan, Evania, apa yang sedang kamu rencanakan.
"Eva pengen di suapin Mas Aryan, ngidam kayanya," jawab Eva kepada Mbak Imay.
"Aduh, aduh, ngidamnya soswet banget. Sok atuh Aryan, jangan bengong, suapin tuh."
Mataku bertatapan dengan Naura, seakan meminta persetujuannya. Amarah dan kekecewaan tergambar jelas di wajahnya. Maafkan aku Naura, terpaksa harus bersikap romantis. Dari awal aku sudah memperingatkan agar Naura tidak ikut. Benar firasatku, Evania sedang merencanakan sesuatu.
"Aaaa ...." Evania membuka mulutnya. Aku berusaha bersikap sebaik mungkin. Akhirnya, kami saling suap-suapan dengan romantis. Jantungku merasakan desiran yang aneh saat menatap wajah Evania.
Prang!
Suara benda pecah terdengar nyaring dari dapur. Apa itu Naura, tadi dia berjalan menuju arah dapur. Apa yang dia lakukan? Refleks aku langsung mencarinya.
"Aw ...." teriak Naura.Beling tercecer di mana-mana. Tangan Naura terluka dan berdarah. Refleks aku langsung mengemut jari Naura. Rasa khawatir sangat menyelimutiku."Kamu nggak apa-apa, Sayang?" Naura hanya menggeleng dengan senyum manis."Sayang? Maksud kamu apa memanggil Naura dengan sebutan Sayang?" tanya Uwa yang membuatku gugup. Tangan Naura langsung aku hempaskan. Dia terlihat merintih kesakitan.Semua mata menatap kemesraanku dengan Naura. Wajah heran terpampang jelas. Kecuali Evania, dia malah tersenyum tanpa dosa."Emmm, ma-maksud Aryan, anu Uwa, anu ...." Mati kutu aku. Semua pasti rencana Evania. Dasar istri tidak tahu diuntung. Tunggu pembalasanku."Aduh, perut Eva sakit." Evania langsung memegangi perutnya dan merintih kesakitan."Eva, kamu kenapa? Aryan bawa dia ke kamar." Perintah Mbak Mela."Pasti kamu kecapean, Eva. Sudah mempersiapkan syukuran sendirian. Gimana kalo kita bawa ke rumah sakit?" tanya Mbak Devi ketika aku memapah Evania menuju kamar."Nggak usah Mbak
"Bagaimana, Aryan Atmaja?" Bisik Evania di telingaku. Bulu kuduk meremang mendengar suaranya yang terasa sangat menyeramkan."Ka-kamu dapat dari mana semua ini?" tanyaku gugup.Evania semakin mendekatkan wajahnya. Senyum mengerikan terpancar. Tubuhku gemetar, merasakan sentuhan halus yang terasa sangat menyeramkan. Keringat mulai membasahi kening."Jangan takut suamiku tercinta. Belum waktunya aku menyingkirkan kamu dalam hidupku. Kita nikmati saja kebersamaan ini," ucap Evania dengan tenang.Dia bukan Evaniaku. Wajah polosnya sudah tidak aku temukan lagi. Kelembutannya seakan terkikis kekecewaan yang sangat mendalam padaku. Sekarang, dia berubah bagai monster yang menyeramkan."Dapat!" Aku rebut ponselnya.Satu tangan berusaha mencengkram kedua tangan Evania. Dia diam tidak berkutik. Rasakan, kamu pikir aku bodoh? pria cerdas yang pendidikannya jauh dibandingkan perempuan di hadapaku. Dia bukan tandinganku untuk bermain-main. Selama bertahun-tahun hubunganku dengan Naura aman, dan ti
POV EvaniaKetika sudah menikah, maka surga seorang perempuan ada di telapak kaki suaminya. Sebagai istri, harus berbakti dan penurut. Itu yang sudah aku lakukan selama dua tahun. Berusaha menjadi istri salehah meski batin sering sakit dengan perlakuan suamiku yang semena-mena. Mas Aryan, selalu membanding-bandingkanku dengan Naura--Sepupunya. Awalnya aku pikir wajar. Naura adalah perempuan berpendidikan yang sedang kuliah semester 2. Segudang prestasi di dapatkan. Dia mempunyai kemapuan publick speak yang sangat bagus, prestasi akademik yang gemilang, ditambah parasnya yang good looking. Namun, seluruh kelebihannya dia coreng dengan perbuatannya yang sangat tercela. Dia mengumbar tubuhnya untuk pria lain. Yang paling menyakitkan bagiku, ternyata pria itu adalah suamiku sendiri."Kamu sudah menyadap nomer WhatsApp suamimu, Eva?" tanya Ayu--sahabatku, saat kami bertemu di rumahnya."Sudah, Yu." Aku langsung memeluk dia. Air mata luluh lantah. Aku tidak pernah menyangka bahwa Mas Arya
Drat!Drat!Ponselku terus berbunyi. Dengan terpkasa aku hentika mobil di pinggir jalan dan mengangkat ponsel. Siapa gerangan yang menelpon? menganggu saja."Kamu dimana, Evania?" tanya Ayu."Aku sedang mengikuti Mas Aryan, dia pergi ke daerah pedesaan, sepi sekali. Aku sampai takut.""Kembali ke Jakarta, Eva. Kamu temui aku di cafe dekat apartemen Naura.""Maksud kamu apa, Ayu? Aku bisa kehilangan jejak Mas Aryan. Jangan ngawur.""Dengar kata-kataku. Bahaya jika kamu melanjutkan membuntuti Aryan. Percayalah, aku selalu memberi saran terbaik untukmu."Kata-kata Ayu bagai embun yang menyejukan hati. Jujur, sedari tadi, hawa takut terus menyelimuti. Firasta negatif sangat menancap di hati."Baiklah, aku langsung kembali ke Jakarta, dan menemuimu.""Bagus, setelah sampai di sini, kamu akan tau jawabannya Eva." Sambungan telpon terputus.Apa yang dimaksud Ayu? Sungguh, aku tidak memahami. Biarlah, lebih baik bergegas memutar balik. Sebelum Mas Aryan mengarahkanku menuju tempat yang berba
POV Aryan"Mas, perempuan itu sudah gila." Naura menyerahkan sebuah foto beserta caption yang dikirim Evania.Mataku melotot dengan sempurna. Rasanya bola mata ingin jatuh ke lantai. Rasa nikmat setelah bercinta dengan Naura, hilang seketika. Digantikan rasa takut dan panik yang sangat kuat mendera jiwa.Aku tidak tahu, kenapa Evania bisa lolos dari perangkap. Padahal, rencana penculikan ini dilakukan serapih mungkin. Sejak di tempat proyek, aku sengaja mengajak preman suruhanku untuk menyamar menjadi rekan bisnis. Kami masuk dalam mobilku. Sebelum keluar kota Jakarta, aku sengaja berpindah posisi dan menyamar seolah-olah rekan Bisnisku yang turun dari mobil. Menurut laporan orang suruhanku, awalnya Evania berhasil digiring ke lokasi penjebakan. Namun, sedikit lagi sampai, mobil putar balik dan tidak meninggalkan jejak."Mas, kenapa?" tanya Naura yang melihatku mendadak terperangah dan terkulai lemas di lantai.Belum cukup kepanikan mendera, sebuah pesan dari Mbak Devi membuatku ingi
POV Evania"Astagfirulloh, Uwa, istigfar," ucapku langsung memeluk Uwa.Saat aku melihat ke luar, ternyata bukan ada maling. Namun, sudah terjadi perkelahian antara Uwa dan Mas Aryan. Wajah Uwa terpancar amarah yang sangat besar. Sedangkan Naura terlihat histeris . Melihat pangerannya babak belur. Pasti Ayu sudah mengirim foto itu, hahaha. Maafkan aku Mas, tidak bermaksud melukaimu. Aku juga tidak menyangka Uwa akan semarah ini. Padahal, bukan foto sedang bermain ranjang yang dikirim. Apalagi kalo Uwa tahu vidio-vidio panas mereka. Aku tidak bisa membayangkan apa yang akan terjadi. "Jangan halangi Uwa, Eva. Biar mereka kapok.""Sudah Uwa, sudah. Kekerasan tidak menyelesaikan masalah. Jika Mas Aryan sampai mati, Uwa yang akan masuk penjara. Dan anakku akan menjadi yatim. Tolong Uwa, kendalikan emosinya."Tubuh Uwa mulai tenang. Perlahan, amarah bisa dikendalikan. Sebenarnya aku senang jika Mas Aryan mendapat pelajaran atas perbuatannya. Bahkan, ini belum setimpal. Namun, aku tidak
Cahaya mentari membangunkan tubuhku. Badanku kelelahan Setelah acara heboh antara Mas Aryan dan Naura yang berjalan sampai jam 3 dini hari. Setelah solat subuh, malah ketiduran.Dengan malas, aku buka pintu. Sengaja mengunci pintu kamar. Tidak Sudi jika Mas Aryan tiba-tiba masuk ke kamarku. Meski belum ada kata cerai, tapi hatiku sudah lepas darinya. "Untung kamu sudah bangun," ucap Mas Aryan yang terlihat sudah rapi. Aku memang sudah menyimpan baju kerjanya di atas meja tamu saat mau solat subuh."Kenapa belum berangkat kerja?" "Ya nunggu kamu buka pintu kamar," jawabnya sambil berlalu menuju kamar.Aku tidak perduli apa yang dia lakukan. Segera bergegas menuju meja makan untuk menyantap roti ditambah selai stroberi. Bisa kurus badanku jika terus memikirkan Mas Aryan. Lebih baik perbanyak makan biar kuat menjalani cobaan berat."Evania!" teriak Mas Aryan dari kamar.Lama-lama sikapnya seperti nenek lampir. Suka sekali membuat kegaduhan. Masih pagi sudah teriak-teriak tidak jelas. A
POV NauraSudah satu Minggu lebih aku berjauhan dengan Mas Aryan . Rasanya sangat tersiksa. Apalagi ketika memikirkannya bermesraan dengan istrinya.Aku tidak habis pikir. Kenapa Mbak Eva bisa secerdas itu. Pasti ada seseorang yang membantunya. Padahal, dulu, aku mengizinkan Mas Aryan menikah karena merasa istrinya polos dan tidak akan mengusik hubungan gelap kami. Namun, kenyataannya tidak seperti itu."Sayang, Bapak kamu mau menjodohkan Mas, sepertinya, Mas harus menerima agar hubungan kita tidak dicurigai," ucap Mas Aryan dua tahun lalu.Semua itu berawal karena pengaduan Mbak Imay. Dia melihatku bermesraan dengan Mas Aryan di kamar. Memang menyebalkan, Mbak Imay sangat ketat menjaga pergaulanku. Suaminya bekerja sebagai pelayaran, jadi dia terpaksa tinggal dirumah bapak untuk mengambil alih peran almarhum ibu. Dia tidak punya anak, jadi leluasa mengawasiku kapan saja."Naura, bantu Mbak nyuci piring. Cucian semalam tidak ada yang nyuci, numpuk, gini. Mau sarapan pakai daun? Buru k