#Sadap_Whatsapp_SaumikuPat 28POV Evania"Eva, ikut aku ke dapur sebentar bisa?" tanya Ayu setelah dia dari teras. Aku yang sedang menggendong bayi mungilku, segera menyerahkannya kepada Mbak Devi. "Mbak, punten, tolong gendong Dede dulu.""Baik Eva, jangan sungkan. Mbak senang menggendong bayi lucumu," sambut Mbak Devi dengan senyum lebar.Mbak Devi memang menyukai anak kecil. Aku sangat bahagia, keluarga dari pihak Mas Aryan sangat baik. Meskipun ayah bayiku tidak ada kabar. Sudah berusaha menghubungi nomer Mas Aryan maupun Naura, tapi tidak aktif.Sedih rasanya, saat pertama kali lahir, bukan bapaknya yang mengumandangkan adzan. Haru biru begitu kentara ketika Mas Irsyad menemaniku dan mengumandangkan azan untuk anakku. Ada kebahagiaan yang diam-diam terpatri dalam hati. "Ada apa, Yu?""Evania, kamu menganggapku sahabatmu, bukan?""Tentu," jawabku dengan tawa renyah. Pertanyaan Ayu terdengar sangat aneh."Selama ini aku sudah menolongmu agar terbebas dari cengkraman Aryan. Semu
"Ternyata benar, Mas Irsyad ada di sini," seruku ketika melihat sosok pria tampan yang aku cintai sedang termenung di sebuah gubuk.Gubuk ini terletak di tengah, antara pesawahan yang sangat luas. Sejauh mata memandang yang terlihat hanya warna kehijauan. Tumbuhan padi yang baru terlihat daunnya, menambah kesyahduan hati yang menikmatinya. Tempat ini cukup jauh dari perkampungan. Pegunungan dan pepohonan adalah batas ujung mata menatap.Setiap musim menanam dan memanen padi, para warga berbondong- bondong ke sawah. Mereka mengelola sawah dengan cara yang maih tradisional. Pada masa itulah, anak-anak kecil suka bermain di sini sambil mengamati orang tuanya yang sedang bekerja."Evania …."Wajah Mas Irsyad kebingungan menyadari kehadiranku. Matanya terlihat bengkak. Apa dia sudah menangis? rambutnya juga berantakan tak karuan."Mas Irsyad tidak pernah berubah, yah?" tanyaku dengan senyuman sambil duduk di sampingnya. Sebuah ranjang sederhana menghiasa gubuk ini."Maksud kamu apa, Evania
Pov NauraHampir enam bulan setelah kepulanganku dari Jawa, hidup terasa sangat pahit. Apa benar, ini yang dinamakan karma?Mas Aryan tidak kunjung mendapatkan pekerjaan akibat vidio viral kami. Selama enam bulan ini, kami harus berhemat dengan sisa uang PHK yang tinggal sedikit. Hanya ada lima belas juta untuk menunjang kebutuhan kami berdua. Untuk membayar kontrakan, listrik dan membeli makanan setiap harinya. Satu bulan terakhir, kami harus ekstra berhemat karena uang PHK hanya tersisa beberapa ratus ribu saja. Terpaksa, ponsel Mas Aryan harus dijual untuk menutupi biaya makan."Mas, cari kerja dong. Tidur mulu, lihat perutku, semakin hari makin membesar. Boro-boro untuk memenuhi anak kita, memberi nafkah kepadaku saja sangat tidak layak," umpatku dengan nada kesal."Bukan aku nggak mau kerja, Naura. Tapi, tak ada perusahan yang mau memberi jabatan yang sesuai dengan pendidikanku. Aku bingung harus cari kerja dimana.""Halah, jangan banyak alasan, Mas. Mau kerja apa saja, kamu am
POV Aryan"Naura," ucapku dengan lesu."Mas, bagaimana, kamu dapat kerjaan gak?" tanya Naura dengan binar penuh harap.Aku tak sanggup menjawab pertanyaannya. Segera aku ambil air putih dan duduk di sampingnya. Mungkin, segelas air bisa membasahkan tenggorokanku yang kering karena menelan pil pahit kehidupan."Mas, jawab. Jangan diem aja kaya patung!" teriak Naura kesal."Be-belum.""Apa, maksud kamu, belum dapat juga kerjaannya?" Aku hanya bisa menggaguk sambil tertunduk."Mas ... bagaimana ini, uang kita sudah sangat krisis. Bulan ini juga belum bayar sewa kontrakan."Tetesan air mata turun dari pipi Naura. Hatiku ikut teriris menyaksikannya. Mau bagaimana lagi, semua sahabat sudah aku datangi untuk minta bantuan, tapi tidak ada yang sudi menolongku. Mereka selalu beralibi, bahwa tak ada lowongan."Maafkan aku, Naura.""Aku tak butuh kata maaf, Mas. Kamu harus cari kerjaan. Aku tidak mau tahu. Jadi kuli bangunan saja, pasti ada lowongan.""Aku sudah mencari kerjaan apapun, tak ada y
Pov EvaniaSatu bulan berlalu.Rasa syukur tak pernah lepas aku ucapkan. Sampai saat ini, rencana pernikahan aku dan Mas Irsyad dimudahkan.Awalnya, Ayu menolak untuk memberi sertifikat tanah asrama. Namun, negosiasi yang dilakukan Mas Aji dan temannya yang juga seorang pengacara, membuat Bapak Ayu membujuk putrinya untuk mengalah. Mas aji mengatakan, akan memperkarakannya secara hukum, jika Ayu tidak mau memberi sertifikat tersebut. Padahal, pihak Mas Irsyad sudah siap membayarkan hutangnya, maka perbuatannya akan dilaporkan sebagai aksi pengancaman.Kabar baiknya, sertifikat itu masih atas nama Mas Irsyad. Jadi, jalan untuk merebut surat berharga tersebut, makin mudah."Assalamualaikum.""Wa ...." Aku sangat kaget, ketika Mas Aryan tiba-tiba muncul. Dia datang bersama Naura, Uwa dan Mas Aji. Uwa dan Mas Aji, memang sengaja aku undang untuk datang kembali ke sini. Menghadiri akad nikahku."Evania, maafkan aku. Tolong, izinkan aku bertemu anak kita," ucap Mas Aryan dengan raut penye
POV Aryan"Aryan, aku mau baju yang mahal, tas, terus perhiasan juga yah, bolehkan?" tanya Naura dengan bergelayut manja di tanganku.Hatiku selalu bahagia jika bersama Naura--selingkuhanku. Dia lebih lebih muda tujuh tahun. Bersamanya selalu membuat gairahku bergejolak. Hidup bagai dipenuhi pelangi, warna-warni dan menyenangkan."Iya, Sayang. Apapun yang kamu mau, pasti aku beliin."Senyuman terulas di wajah mulus Naura. Kebahagian kami sangat lengkap. Di luar aku bisa dengan bebas berkencan dengannya. Sedangkan, di dalam rumah, aku dilayani penuh kasih oleh Evania--istriku. Bagai di surga rasanya.Inilah nikmatnya mempunyai istri penurut. Dia bukan lulusan sekolah tinggi seperti aku dan Naura. Jadi, mudah untuk membohonginya."Cantik nggak?" tanya Naura ketika memilih baju. "Cantik dong. Apapun yang kamu pakai, pasti cantik," godaku sambil mengedipkan mata dengan genit.Dia sangat suka berbelanja. Mood-nya akan kembali pulih jika membeli banyak barang mewah. Maklum, dia mahasiswa,
"Aku harus pulang, Naura. Sepertinya Evania sudah tidak waras. Masa dia membuat pesta keluarga dengan budget 50 juta.""Apa, pesta keluarga? Berarti di rumah ada Bapakku dan saudara lainnya?"Naura memang sepupuku. Saat kuliah semester 7, orangtuaku meninggal. Jadi, Bapak Naura--Uwaku yang membantu untuk membiayai kuliah. Sejak saat itu, aku tinggal bersama Naura. Perlahan tapi pasti, Kedekatan kami mulai menumbuhkan bibit cinta."Sepertinya begitu, Naura. Apa Evania tahu perselingkuhan kita, dan memberitahukannya pada Uwa?" aku mulai panik menyadari kemungkinan buruk yang akan terjadi."Tidak mungkin, kalo itu terjadi. Bisa mati aku, Aryan. Kamu tahu Bapakku sangat galak.""Sudahlah, aku harus langsung pulang untuk memastikannya.""Aku ikut, Aryan.""Nanti Evania malah curiga.""Tidak mungkin, bilang saja kebetulan bertemu. Sudahlah, itu taksi online sudah datang."Aku tidak tahu harus bagaimana ? Naura memang keras kepala. Namun, aku paham, dia pasti sangat khawatir. Bahaya, jika Ua
"Aw ...." teriak Naura.Beling tercecer di mana-mana. Tangan Naura terluka dan berdarah. Refleks aku langsung mengemut jari Naura. Rasa khawatir sangat menyelimutiku."Kamu nggak apa-apa, Sayang?" Naura hanya menggeleng dengan senyum manis."Sayang? Maksud kamu apa memanggil Naura dengan sebutan Sayang?" tanya Uwa yang membuatku gugup. Tangan Naura langsung aku hempaskan. Dia terlihat merintih kesakitan.Semua mata menatap kemesraanku dengan Naura. Wajah heran terpampang jelas. Kecuali Evania, dia malah tersenyum tanpa dosa."Emmm, ma-maksud Aryan, anu Uwa, anu ...." Mati kutu aku. Semua pasti rencana Evania. Dasar istri tidak tahu diuntung. Tunggu pembalasanku."Aduh, perut Eva sakit." Evania langsung memegangi perutnya dan merintih kesakitan."Eva, kamu kenapa? Aryan bawa dia ke kamar." Perintah Mbak Mela."Pasti kamu kecapean, Eva. Sudah mempersiapkan syukuran sendirian. Gimana kalo kita bawa ke rumah sakit?" tanya Mbak Devi ketika aku memapah Evania menuju kamar."Nggak usah Mbak