Pov NauraHampir enam bulan setelah kepulanganku dari Jawa, hidup terasa sangat pahit. Apa benar, ini yang dinamakan karma?Mas Aryan tidak kunjung mendapatkan pekerjaan akibat vidio viral kami. Selama enam bulan ini, kami harus berhemat dengan sisa uang PHK yang tinggal sedikit. Hanya ada lima belas juta untuk menunjang kebutuhan kami berdua. Untuk membayar kontrakan, listrik dan membeli makanan setiap harinya. Satu bulan terakhir, kami harus ekstra berhemat karena uang PHK hanya tersisa beberapa ratus ribu saja. Terpaksa, ponsel Mas Aryan harus dijual untuk menutupi biaya makan."Mas, cari kerja dong. Tidur mulu, lihat perutku, semakin hari makin membesar. Boro-boro untuk memenuhi anak kita, memberi nafkah kepadaku saja sangat tidak layak," umpatku dengan nada kesal."Bukan aku nggak mau kerja, Naura. Tapi, tak ada perusahan yang mau memberi jabatan yang sesuai dengan pendidikanku. Aku bingung harus cari kerja dimana.""Halah, jangan banyak alasan, Mas. Mau kerja apa saja, kamu am
POV Aryan"Naura," ucapku dengan lesu."Mas, bagaimana, kamu dapat kerjaan gak?" tanya Naura dengan binar penuh harap.Aku tak sanggup menjawab pertanyaannya. Segera aku ambil air putih dan duduk di sampingnya. Mungkin, segelas air bisa membasahkan tenggorokanku yang kering karena menelan pil pahit kehidupan."Mas, jawab. Jangan diem aja kaya patung!" teriak Naura kesal."Be-belum.""Apa, maksud kamu, belum dapat juga kerjaannya?" Aku hanya bisa menggaguk sambil tertunduk."Mas ... bagaimana ini, uang kita sudah sangat krisis. Bulan ini juga belum bayar sewa kontrakan."Tetesan air mata turun dari pipi Naura. Hatiku ikut teriris menyaksikannya. Mau bagaimana lagi, semua sahabat sudah aku datangi untuk minta bantuan, tapi tidak ada yang sudi menolongku. Mereka selalu beralibi, bahwa tak ada lowongan."Maafkan aku, Naura.""Aku tak butuh kata maaf, Mas. Kamu harus cari kerjaan. Aku tidak mau tahu. Jadi kuli bangunan saja, pasti ada lowongan.""Aku sudah mencari kerjaan apapun, tak ada y
Pov EvaniaSatu bulan berlalu.Rasa syukur tak pernah lepas aku ucapkan. Sampai saat ini, rencana pernikahan aku dan Mas Irsyad dimudahkan.Awalnya, Ayu menolak untuk memberi sertifikat tanah asrama. Namun, negosiasi yang dilakukan Mas Aji dan temannya yang juga seorang pengacara, membuat Bapak Ayu membujuk putrinya untuk mengalah. Mas aji mengatakan, akan memperkarakannya secara hukum, jika Ayu tidak mau memberi sertifikat tersebut. Padahal, pihak Mas Irsyad sudah siap membayarkan hutangnya, maka perbuatannya akan dilaporkan sebagai aksi pengancaman.Kabar baiknya, sertifikat itu masih atas nama Mas Irsyad. Jadi, jalan untuk merebut surat berharga tersebut, makin mudah."Assalamualaikum.""Wa ...." Aku sangat kaget, ketika Mas Aryan tiba-tiba muncul. Dia datang bersama Naura, Uwa dan Mas Aji. Uwa dan Mas Aji, memang sengaja aku undang untuk datang kembali ke sini. Menghadiri akad nikahku."Evania, maafkan aku. Tolong, izinkan aku bertemu anak kita," ucap Mas Aryan dengan raut penye
POV Aryan"Aryan, aku mau baju yang mahal, tas, terus perhiasan juga yah, bolehkan?" tanya Naura dengan bergelayut manja di tanganku.Hatiku selalu bahagia jika bersama Naura--selingkuhanku. Dia lebih lebih muda tujuh tahun. Bersamanya selalu membuat gairahku bergejolak. Hidup bagai dipenuhi pelangi, warna-warni dan menyenangkan."Iya, Sayang. Apapun yang kamu mau, pasti aku beliin."Senyuman terulas di wajah mulus Naura. Kebahagian kami sangat lengkap. Di luar aku bisa dengan bebas berkencan dengannya. Sedangkan, di dalam rumah, aku dilayani penuh kasih oleh Evania--istriku. Bagai di surga rasanya.Inilah nikmatnya mempunyai istri penurut. Dia bukan lulusan sekolah tinggi seperti aku dan Naura. Jadi, mudah untuk membohonginya."Cantik nggak?" tanya Naura ketika memilih baju. "Cantik dong. Apapun yang kamu pakai, pasti cantik," godaku sambil mengedipkan mata dengan genit.Dia sangat suka berbelanja. Mood-nya akan kembali pulih jika membeli banyak barang mewah. Maklum, dia mahasiswa,
"Aku harus pulang, Naura. Sepertinya Evania sudah tidak waras. Masa dia membuat pesta keluarga dengan budget 50 juta.""Apa, pesta keluarga? Berarti di rumah ada Bapakku dan saudara lainnya?"Naura memang sepupuku. Saat kuliah semester 7, orangtuaku meninggal. Jadi, Bapak Naura--Uwaku yang membantu untuk membiayai kuliah. Sejak saat itu, aku tinggal bersama Naura. Perlahan tapi pasti, Kedekatan kami mulai menumbuhkan bibit cinta."Sepertinya begitu, Naura. Apa Evania tahu perselingkuhan kita, dan memberitahukannya pada Uwa?" aku mulai panik menyadari kemungkinan buruk yang akan terjadi."Tidak mungkin, kalo itu terjadi. Bisa mati aku, Aryan. Kamu tahu Bapakku sangat galak.""Sudahlah, aku harus langsung pulang untuk memastikannya.""Aku ikut, Aryan.""Nanti Evania malah curiga.""Tidak mungkin, bilang saja kebetulan bertemu. Sudahlah, itu taksi online sudah datang."Aku tidak tahu harus bagaimana ? Naura memang keras kepala. Namun, aku paham, dia pasti sangat khawatir. Bahaya, jika Ua
"Aw ...." teriak Naura.Beling tercecer di mana-mana. Tangan Naura terluka dan berdarah. Refleks aku langsung mengemut jari Naura. Rasa khawatir sangat menyelimutiku."Kamu nggak apa-apa, Sayang?" Naura hanya menggeleng dengan senyum manis."Sayang? Maksud kamu apa memanggil Naura dengan sebutan Sayang?" tanya Uwa yang membuatku gugup. Tangan Naura langsung aku hempaskan. Dia terlihat merintih kesakitan.Semua mata menatap kemesraanku dengan Naura. Wajah heran terpampang jelas. Kecuali Evania, dia malah tersenyum tanpa dosa."Emmm, ma-maksud Aryan, anu Uwa, anu ...." Mati kutu aku. Semua pasti rencana Evania. Dasar istri tidak tahu diuntung. Tunggu pembalasanku."Aduh, perut Eva sakit." Evania langsung memegangi perutnya dan merintih kesakitan."Eva, kamu kenapa? Aryan bawa dia ke kamar." Perintah Mbak Mela."Pasti kamu kecapean, Eva. Sudah mempersiapkan syukuran sendirian. Gimana kalo kita bawa ke rumah sakit?" tanya Mbak Devi ketika aku memapah Evania menuju kamar."Nggak usah Mbak
"Bagaimana, Aryan Atmaja?" Bisik Evania di telingaku. Bulu kuduk meremang mendengar suaranya yang terasa sangat menyeramkan."Ka-kamu dapat dari mana semua ini?" tanyaku gugup.Evania semakin mendekatkan wajahnya. Senyum mengerikan terpancar. Tubuhku gemetar, merasakan sentuhan halus yang terasa sangat menyeramkan. Keringat mulai membasahi kening."Jangan takut suamiku tercinta. Belum waktunya aku menyingkirkan kamu dalam hidupku. Kita nikmati saja kebersamaan ini," ucap Evania dengan tenang.Dia bukan Evaniaku. Wajah polosnya sudah tidak aku temukan lagi. Kelembutannya seakan terkikis kekecewaan yang sangat mendalam padaku. Sekarang, dia berubah bagai monster yang menyeramkan."Dapat!" Aku rebut ponselnya.Satu tangan berusaha mencengkram kedua tangan Evania. Dia diam tidak berkutik. Rasakan, kamu pikir aku bodoh? pria cerdas yang pendidikannya jauh dibandingkan perempuan di hadapaku. Dia bukan tandinganku untuk bermain-main. Selama bertahun-tahun hubunganku dengan Naura aman, dan ti
POV EvaniaKetika sudah menikah, maka surga seorang perempuan ada di telapak kaki suaminya. Sebagai istri, harus berbakti dan penurut. Itu yang sudah aku lakukan selama dua tahun. Berusaha menjadi istri salehah meski batin sering sakit dengan perlakuan suamiku yang semena-mena. Mas Aryan, selalu membanding-bandingkanku dengan Naura--Sepupunya. Awalnya aku pikir wajar. Naura adalah perempuan berpendidikan yang sedang kuliah semester 2. Segudang prestasi di dapatkan. Dia mempunyai kemapuan publick speak yang sangat bagus, prestasi akademik yang gemilang, ditambah parasnya yang good looking. Namun, seluruh kelebihannya dia coreng dengan perbuatannya yang sangat tercela. Dia mengumbar tubuhnya untuk pria lain. Yang paling menyakitkan bagiku, ternyata pria itu adalah suamiku sendiri."Kamu sudah menyadap nomer WhatsApp suamimu, Eva?" tanya Ayu--sahabatku, saat kami bertemu di rumahnya."Sudah, Yu." Aku langsung memeluk dia. Air mata luluh lantah. Aku tidak pernah menyangka bahwa Mas Arya