POV Evania
Ketika sudah menikah, maka surga seorang perempuan ada di telapak kaki suaminya. Sebagai istri, harus berbakti dan penurut. Itu yang sudah aku lakukan selama dua tahun. Berusaha menjadi istri salehah meski batin sering sakit dengan perlakuan suamiku yang semena-mena.
Mas Aryan, selalu membanding-bandingkanku dengan Naura--Sepupunya. Awalnya aku pikir wajar. Naura adalah perempuan berpendidikan yang sedang kuliah semester 2. Segudang prestasi di dapatkan. Dia mempunyai kemapuan publick speak yang sangat bagus, prestasi akademik yang gemilang, ditambah parasnya yang good looking.
Namun, seluruh kelebihannya dia coreng dengan perbuatannya yang sangat tercela. Dia mengumbar tubuhnya untuk pria lain. Yang paling menyakitkan bagiku, ternyata pria itu adalah suamiku sendiri.
"Kamu sudah menyadap nomer W******p suamimu, Eva?" tanya Ayu--sahabatku, saat kami bertemu di rumahnya.
"Sudah, Yu." Aku langsung memeluk dia. Air mata luluh lantah. Aku tidak pernah menyangka bahwa Mas Aryan begitu jahat kepadaku. Bukan hanya sikapnya yang egois, tapi dia juga menghianati ikatan suci pernikahan kami.
"Kenapa kamu menangis, Eva. Coba ceritakan semuanya."
"Mas Aryan, Yu. Dia selingkuh dengan sepupunya sendiri. Sudah satu Minggu aku menyadap ponselnya. Semua sudah terbongkar sangat jelas. Bukan hanya bermain api, tapi mereka selalu merendahkanku." Amarah yang sudah aku pendam akhirnya membuncah juga.
Awalnya aku ingin langsung meluapkan semua emosi kepada Mas Aryan. Namun, Ayu memperingatkan agar tidak gegabah. Selama tujuh hari aku menahan rasa sakit setiap membaca pesan Mas Aryan dengan Naura.
Hatiku hancur tidak bersisa. Kepercayaan dan cinta sudah tidak berbentuk lagi. Semuanya sirna karena kekecewaan dan rasa sakit yang tidak pernah ada obatnya.
"Maafkan aku, Eva. Karena kesibukanku, kamu baru bisa menceritakan semuanya sekarang." Aku hanya menggeleng.
Ayu adalah sahabat terbaik yang sangat berjasa untukku. kami pernah satu asrama saat SMP, namun saat SMA, Ayu pindah karena pekerjaan ayahnya dipindah ke kantor pusat di kota Jakarta. Dia seorang sarjana, tidak sepertiku yang hanya lulusan SMA di daerah terpencil. Hidup sebagai yatim piatu di sebuah asrama, membuatku tidak bisa memiliki apa yang orang lain miliki. Bahkan, ponsel saja sangat asing bagiku. Wajar, jika pergaulan, penampilan dan pengetahuanku sangat minim.
"Jangan meminta maaf, Ayu. Aku sangat berterimakasih, kamu mau mengajariku teknologi terkini dan selalu menguatkanku."
Selama dua tahun hidup bersama Aryan, hanya merasakan sebuah penderitaan. Dia tidak pernah mencintaiku. Meskipun kewajiban lahir batin selalu dia lakukan. sebenarnya pernikahan kami bukan hasil paksaan. Aryan memilihku secara sadar, saat Uwa Ahmad mengenalkanku padanya. Uwa Ahmad sering datang ke asrama, karena dia adalah sahabat guruku--pemilik asrama. Dia adalah orang pertama yang sangat berperan penting atas perkenalanku dengan Aryan.
"Kamu harus kuat, Evania. Jangan minta cerai. Kesian anak dalam kandunganmu. Kamu harus mengeruk harta Aryan, dan membuatnya kena serangan mental. Jika kamu meminta bercerai, hubungan Naura dan Aryan akan menjadi-jadi. Jangan biarkan kedzoliman terus menang. Kita harus melawannya dengan cara yang halus."
Itulah kata-kata Ayu yang membukakan mata hatiku. Mulai saat itu, aku berjanji untuk tidak menangis. Air mataku terlalu mahal untuk menangisi pria amoral seperti Aryan.
"Kita harus mempersiapkan pertunjukan yang luar biasa untuk Aryan."
Aku tidak tahu, kenapa ayu sangat berambisi untuk membuat Aryan menderita. Mungkin, karena dia tidak tega melihatku. Aku mulai mengikuti rencana Ayu yang sangat ekstrim.
Selam satu bulan, segala gejolak amarah aku simpan dengan rapih. Kadang ada fase dimana rasa sakit sudah melampaui batas. Pernah terbersit rasa ingin mengakhiri hidup, namun Ayu selalu hadir dan mendukungku. Dia bagai malaikat yang selalu datang di waktu yang tepat.
Selama satu bulan juga, aku mengumpulkan semua barang bukti. Setiap chat Mas Aryan aku schren shot dan mengumpulkannya di Goegle Drive sesuai instruksi Ayu.
Satu momen yang paling menyakitkan, ketika melihat mereka bermain ranjang di apartemen Naura. Suara desahan terdengar jelas dari cctv yang sudah disimpan orang suruhan Ayu. Tubuku lemas, bagai tidak bertulang. Genggaman Ayu yang terus menguatkanku.
"Jangan, menangis. Suatu saat, jika kamu dirayu lagi oleh Aryan, ingat terus momen ini."
Kata-kata Ayu selalu aku ingat sampai detik ini. Hatiku sudah mati. Saat ini, tujuanku hanya satu, mengambil hak anakku, dan membongkar kebusukan mereka.
**********************
"Naura diam, jangan berbicara tidak sopan sama Evania!" bentak Mas Aryan pada Naura. Aku hanya bisa tersenyum penuh kemenangan menyaksikan fenomena langka ini.Amarah tergambar jelas di wajah Naura. Hatiku sangat puas melihatnya. Dia pergi dari rumah ini tanpa harus aku usir.
"Sayang, jangan dengerin ucapan Naura, yah," ucap Mas Aryan berusaha merayuku.
Sejak malam, dia bersikap sangat manis. Sebenernya aku jijik harus merelakan tubuhku dipeluk atau dipegang olehnya. Namun, aku harus mengikuti permainannya. Jangan gegabah menghadapi pria seperti Aryan Atmaja. Sebelum tujuanku berhasil, aku harus pura-pura bodoh untuk sementara.
"Iya, Mas sayang. Eva tidak pernah marah ko, sama Naura," jawabku dengan gaya genit dan manja.
"Kamu memang istri yang terbaik, Evania."
Mas Aryan mencium tanganku. Rasanya ingin aku ludahi wajahnya. Sekarang lihatlah, Mas Aryan sangat bo**h, dia percaya saja kalo aku memaafkannya.
"Iya, Mas."
Senyum manis terus aku tampakan. Mas Aryan memang cocok jadi artis, sikapnya berubah 180 derajat padaku. Permainan ini sangat menyenangkan, hahaha.
"Keluarga kita sudah pulang semua, jadi Mas izin keluar sebentar yah, ada bos kontraktor yang harus ditemui. Untuk membicarakan proyek pembangunan."
"Oke, Mas. Hati-hati." Mas Aryan mencium keningku dan berlalu.
Sesudah dia pergi, aku langsung mengikutinya. Beberapa bulan ini, menjadi Detektif adalah pekerjaan utamaku. Memonitor aktivitas Mas Aryan, agar mendapatkan banyak bukti yang tidak terelakan.
Hari ini, aktivitas Mas Aryan tidak mencurigakan. Dia benar mengadakan rapat bersama rekan bisnisnya. Kemudian, mengecek lahan pembangunan. Apa Mas Aryan benar-benar sudah sadar? bahkan, hari ini, dia belum menghubungi Naura apalagi meminta maaf. Pesan W******p dari Naura, hanya di lihat tanpa di balas satu pun. Apa Mas Aryan sengaja tidak membalas, karena aku masih menyadap whatsappnya?
Tunggu, mulai muncul tanda-tanda mencurigakan. Sekarang, mobil Mas Aryan menuju sebuah jalan pedesaan yang sempit dan sepi. Bukan di daerah Jakarta lagi, mobilku ( lebih tepatnya mobil ayu) sampai sulit mengikutinya. Mas Aryan mengarahkaku ke sebuah desa di daerah Bogor. Sebuah daerah yang tidak terlalu jauh dari kediaman uwa Ahmad. Mau ke mana kamu, Mas? Hatiku rasanya sudah tidak karuan.
Drat!Drat!Ponselku terus berbunyi. Dengan terpkasa aku hentika mobil di pinggir jalan dan mengangkat ponsel. Siapa gerangan yang menelpon? menganggu saja."Kamu dimana, Evania?" tanya Ayu."Aku sedang mengikuti Mas Aryan, dia pergi ke daerah pedesaan, sepi sekali. Aku sampai takut.""Kembali ke Jakarta, Eva. Kamu temui aku di cafe dekat apartemen Naura.""Maksud kamu apa, Ayu? Aku bisa kehilangan jejak Mas Aryan. Jangan ngawur.""Dengar kata-kataku. Bahaya jika kamu melanjutkan membuntuti Aryan. Percayalah, aku selalu memberi saran terbaik untukmu."Kata-kata Ayu bagai embun yang menyejukan hati. Jujur, sedari tadi, hawa takut terus menyelimuti. Firasta negatif sangat menancap di hati."Baiklah, aku langsung kembali ke Jakarta, dan menemuimu.""Bagus, setelah sampai di sini, kamu akan tau jawabannya Eva." Sambungan telpon terputus.Apa yang dimaksud Ayu? Sungguh, aku tidak memahami. Biarlah, lebih baik bergegas memutar balik. Sebelum Mas Aryan mengarahkanku menuju tempat yang berba
POV Aryan"Mas, perempuan itu sudah gila." Naura menyerahkan sebuah foto beserta caption yang dikirim Evania.Mataku melotot dengan sempurna. Rasanya bola mata ingin jatuh ke lantai. Rasa nikmat setelah bercinta dengan Naura, hilang seketika. Digantikan rasa takut dan panik yang sangat kuat mendera jiwa.Aku tidak tahu, kenapa Evania bisa lolos dari perangkap. Padahal, rencana penculikan ini dilakukan serapih mungkin. Sejak di tempat proyek, aku sengaja mengajak preman suruhanku untuk menyamar menjadi rekan bisnis. Kami masuk dalam mobilku. Sebelum keluar kota Jakarta, aku sengaja berpindah posisi dan menyamar seolah-olah rekan Bisnisku yang turun dari mobil. Menurut laporan orang suruhanku, awalnya Evania berhasil digiring ke lokasi penjebakan. Namun, sedikit lagi sampai, mobil putar balik dan tidak meninggalkan jejak."Mas, kenapa?" tanya Naura yang melihatku mendadak terperangah dan terkulai lemas di lantai.Belum cukup kepanikan mendera, sebuah pesan dari Mbak Devi membuatku ingi
POV Evania"Astagfirulloh, Uwa, istigfar," ucapku langsung memeluk Uwa.Saat aku melihat ke luar, ternyata bukan ada maling. Namun, sudah terjadi perkelahian antara Uwa dan Mas Aryan. Wajah Uwa terpancar amarah yang sangat besar. Sedangkan Naura terlihat histeris . Melihat pangerannya babak belur. Pasti Ayu sudah mengirim foto itu, hahaha. Maafkan aku Mas, tidak bermaksud melukaimu. Aku juga tidak menyangka Uwa akan semarah ini. Padahal, bukan foto sedang bermain ranjang yang dikirim. Apalagi kalo Uwa tahu vidio-vidio panas mereka. Aku tidak bisa membayangkan apa yang akan terjadi. "Jangan halangi Uwa, Eva. Biar mereka kapok.""Sudah Uwa, sudah. Kekerasan tidak menyelesaikan masalah. Jika Mas Aryan sampai mati, Uwa yang akan masuk penjara. Dan anakku akan menjadi yatim. Tolong Uwa, kendalikan emosinya."Tubuh Uwa mulai tenang. Perlahan, amarah bisa dikendalikan. Sebenarnya aku senang jika Mas Aryan mendapat pelajaran atas perbuatannya. Bahkan, ini belum setimpal. Namun, aku tidak
Cahaya mentari membangunkan tubuhku. Badanku kelelahan Setelah acara heboh antara Mas Aryan dan Naura yang berjalan sampai jam 3 dini hari. Setelah solat subuh, malah ketiduran.Dengan malas, aku buka pintu. Sengaja mengunci pintu kamar. Tidak Sudi jika Mas Aryan tiba-tiba masuk ke kamarku. Meski belum ada kata cerai, tapi hatiku sudah lepas darinya. "Untung kamu sudah bangun," ucap Mas Aryan yang terlihat sudah rapi. Aku memang sudah menyimpan baju kerjanya di atas meja tamu saat mau solat subuh."Kenapa belum berangkat kerja?" "Ya nunggu kamu buka pintu kamar," jawabnya sambil berlalu menuju kamar.Aku tidak perduli apa yang dia lakukan. Segera bergegas menuju meja makan untuk menyantap roti ditambah selai stroberi. Bisa kurus badanku jika terus memikirkan Mas Aryan. Lebih baik perbanyak makan biar kuat menjalani cobaan berat."Evania!" teriak Mas Aryan dari kamar.Lama-lama sikapnya seperti nenek lampir. Suka sekali membuat kegaduhan. Masih pagi sudah teriak-teriak tidak jelas. A
POV NauraSudah satu Minggu lebih aku berjauhan dengan Mas Aryan . Rasanya sangat tersiksa. Apalagi ketika memikirkannya bermesraan dengan istrinya.Aku tidak habis pikir. Kenapa Mbak Eva bisa secerdas itu. Pasti ada seseorang yang membantunya. Padahal, dulu, aku mengizinkan Mas Aryan menikah karena merasa istrinya polos dan tidak akan mengusik hubungan gelap kami. Namun, kenyataannya tidak seperti itu."Sayang, Bapak kamu mau menjodohkan Mas, sepertinya, Mas harus menerima agar hubungan kita tidak dicurigai," ucap Mas Aryan dua tahun lalu.Semua itu berawal karena pengaduan Mbak Imay. Dia melihatku bermesraan dengan Mas Aryan di kamar. Memang menyebalkan, Mbak Imay sangat ketat menjaga pergaulanku. Suaminya bekerja sebagai pelayaran, jadi dia terpaksa tinggal dirumah bapak untuk mengambil alih peran almarhum ibu. Dia tidak punya anak, jadi leluasa mengawasiku kapan saja."Naura, bantu Mbak nyuci piring. Cucian semalam tidak ada yang nyuci, numpuk, gini. Mau sarapan pakai daun? Buru k
POV Aryan"Hallo, Naura, bagaimana hasilnya." Dadaku berdetak kencang. Terdengar suara barang terjatuh. Suara tangisan terdengar jelas. Ada apa dengan Naura?"Ma-Mas, A-Aryan, hiks, hiks.""Kamu kenapa Naura, kenapa? Jangan buat aku khawatir." Tubuhku berasa panas dingin mendengar tangisannya. Keringat bercucuran di keningku, padahal AC di dalam kantor sangat dingin."A-aku hamil."Duar!Bagai ada petir disiang bolong. Mataku langsung membeliak. Terduduk lemas diatas kursi. Ponsel tergeletak begitu saja di meja."Hallo, Mas, aku harus bagaimana, Mas, hiks, hiks." Suara Naura masih bisa terdengar.Bibirku beku untuk berucap. Pikiran sangat kacau. Masalah dengan Evania belum selesai, sekarang, muncul masalah baru. Oh tuhan, apakah ini hukuman? "Mas, jawab teleponku, Mas!" teriak Naura di telepon tidak aku hiraukan. Langsung aku mematikan panggilan.Perasaan takut sangat mendominasi dalam diri. Pikiranku kacau, tidak tahu harus berbuat apa. Naura mencoba terus menelepon, namun aku abaik
Waktunya pulang kantor. Aku membeli beberapa brownis dan buah-buahan untuk menyambut Naura dan keluarga. Rasa bahagia mulai menghampiri ketika membayangkan aku dan Naura akan bersatu. Sudah lama ingin menikah dengannya, namun dulu aku sangat takut pada Uwa. Dia juga pernah bilang perkawinan saudara sepupu itu tidak dianjurkan meskipun tidak haram. Saat ini, Uwa tidak akan bisa menentang pernikahan kami. Apalagi Naura sedang berbadan dua. Evania menjadi malaikat penolong dan pemersatu cinta kami. Meskipun awalnya dia menentang, tetapi dia akhirnya menyetujui. "Assalamualaikum." Aku buka pintu. Terlihat keluarga sudah berkumpul."Waalaikumsalam, Aryan sudah pulang," Sapa Mbak Devi."Iya, Mbak." Aku cium tangan Uwa dan kakak-kakak Naura. Uwa terlihat dingin dengan sorot penuh kebencian. Apa dia belum memaafkanku tempo hari? Lalu, bagaimana jika dia mengetahui semuanya hari ini?"Baik semuanya, karena Mas Aryan sudah hadir, Eva mau mulai acaranya.""Nah gitu, Nbak sudah penasaran, acara
"Mas, bagaimana ini, kita mau tinggal dimana. Bapak tidak akan mengizinkanku kembali ke rumahnya. Tinggal di apartemen siapa yang mau bayar?""Aku tidak tahu Naura. Evania sudah menjual rumah ini, menguras tabunganku. Sedangkan, gajiku masih dua Minggu lagi baru turun.""Keterlaluan sekali perempuan kampung itu. Lebih baik kita laporkan dia ke polisi.""Tidak bisa Naura. Surat penjualan itu legal, aku juga tidak ingat kapan rumah ini balik nama atas dia. Lalu, soal tabungan, bagaimana pun dia mengandung anakku, jadi tidak masuk akal jika aku melaporkannya sebagai pencurian. Evania pasti mengelak.""Lalu bagaimana dengan kita, Mas. Biaya pernikahan kita, cek kandungan, makan dan biaya tempat tinggal.""Biar aku pikirkan nanti." Ocehan Naura hanya membuat kepalaku semakin pusing. Rasanya ingin pecah. Lebih baik aku tidur, berharap besok semuanya kembali seperti semula."Mas, mau kemana?"."Aku mau tidur. Kamu tidur di kamar tamu. Kita tidak usah tidur bersama. Tidak enak jika ada warga