“Kasus penculikan!” “15 orang menghilang dalam dua hari ini,” “Seorang mahasiswa dinyatakan hilang,” “Harap berhati-hati. Jangan keluar malam hari,” “Bila ingin keluar, disarankan untuk tidak sendiri,” “Polisi masih mencari pelaku,” Itu lah hal-hal yang kudengar dari berita-berita baik di televisi maupun di internet. Aku tidak tahu apa yang terjadi. Selama 2 bulan ini, kejadian-kejadian menyeramkan ini terus terjadi. Belum lagi setiap malam, aku sering mendapatkan mimpi buruk. Mimpi dimana banyak penampakan, berteriak kepadaku. “Hentikan Kelinci Putih Itu!” Apa maksudnya itu? Apakah sosok itu yang menculik orang-orang di Balikpapan? Entah lah, tapi aku akan mencari tahu.
View More“Emang bagus, ya?” tanya Dave sambil melirik poster besar di dekat pintu masuk teater. Gambar seorang wanita berwajah pucat dengan mata merah menatap tajam ke arah mereka, dikelilingi bayangan gelap. Karlina hanya tersenyum kecil sambil meraih lengan Dave, menariknya menuju pintu teater. “Moga aja. Lagian, kamu kan selalu bilang kalau film horor Hollywood lebih ‘berkelas’, bukan?” “Jelas,” jawab Dave sambil mendesah. Saat mereka melewati antrean yang panjang di pintu teater sebelah, Dave melirik tulisan besar di layar digital: “Santet dari Kegelapan”. Dia langsung mengernyit. “Hadeh. Heran, padahal horor Indonesia kalo gak santet, religi, ya thread viral. Tapi kok, bisa sampe serame itu. Apa bagusnya, sih,” katanya setengah berbisik, tapi cukup keras hingga seorang pria di antrean melirik ke arahnya dengan dahi berkerut. Karlina mencubit lengannya. “Dave! Jangan ngomong gitu. Ada orang yang suka.” “Ouch! Aku cuma jujur,” jawabnya santai. “Kalau mau bikin film horor, ya bikin ceri
Tiga bulan berlalu.Akhirnya kehidupanku berjalan dengan sangat mulus.Kabar baiknya adalah, aku akan mengikuti program Student Exchange semester depan, dan saat ini aku sedang mengikuti karantina fasih Bahasa Inggris di Pare.Kali ini aku tidak akan menceritakan kisah mengenai diriku. Sejatinya, tak ada yang menarik saat ini.Namun, aku akan menceritakan kejadian mengerikan yang menimpa sahabatku.***Januari 2018.Seorang pria dengan setelan kemeja formal ditambah dasi terlihat duduk di sofa. Ia mengeluarkan sebuah koper dan mengambil sebuah map berisikan lembaran kertas yang dijepit oleh stapler. Ia meletakannya di sebuah meja, di hadapan tiga pemuda.“David Malcolm,” ujar pria itu.“Ya, pak,” jawab seorang anak berambut emas yang duduk di tengah.“Oke, tolong tandatangan di sini,” ia menunjukan kolom yang harus ditandatangani, “dan di sini.”Pemuda di samping David menepuk punggung pemuda itu sembari ia menandatangani. “Mantap, Dave.”“Alhamdulillah,” seru gadis di samping kanan D
Suatu hari, aku dan Ralph berangkat menuju rumah nenek Ralph di Samarinda. Perjalanan di bus terasa menyenangkan dengan canda dan tawa yang terus berlanjut di sepanjang jalan.“Makasih ya, Gas, lo mau bantu gue urus nenek. Repot soalnya om lagi pergi. Kakek udah meninggal. Mana nenek sekarang pake kursi roda lagi.”“Gapapa, Ralph. Santai aja.”Ketika sampai di rumah neneknya, Ralph langsung membuka pintu. Saat itu omnya belum lama sudah pergi, jadi ia bisa langsung memasukinya.Nenek Ralph di kursi roda menyambut kami dengan senyuman ramah dan langsung mengajak kami menikmati teh hangat di beranda.Tiba-tiba, Ralph menarik tubuhku.“Hey!” Aku terkejut.“Ssst, Gas. Gue mau kasih tau lo, kalo nenek gue indigo juga kayak elo,” bisiknya di telingaku.“O-okay.” Aku tidak bisa berkata-kata lagi.Ketika Ralph pamit untuk mandi, ia menatapku sejenak dengan tatapan penuh harap."Gas, gue titip nenek sebentar, ya. Lo jagain," katanya dengan nada serius, tapi penuh kepercayaan. Aku mengangguk, m
Ralph dengan berani maju ke depan, berdiri di antara para hantu dan tubuh Agas serta ibunya. Dengan kedua tangan terkepal, dia menatap makhluk-makhluk itu dengan penuh tekad, meskipun wajahnya tampak sedikit pucat.“Dave, Karlina! Kalian jagain tubuh mereka! Gue bakal coba tahan mereka!” seru Ralph sambil melangkah maju.“Ralph, jangan konyol! Mereka bukan manusia!” Karlina memperingatkan, suaranya gemetar.“Justru karena itu gue yang maju! Gue paling paham soal beginian!” Ralph membalas dengan nada meyakinkan, meski dalam hatinya dia juga tahu ini bukan lelucon.Hantu-hantu itu, yang sempat mundur karena cahaya lentera, kini kembali mendekat dengan lebih ganas. Ralph mengambil sebuah kayu panjang yang ia temukan di sudut ruangan, mengayunkannya ke arah salah satu hantu yang mencoba merangkak menuju tubuh Agas.“Jangan berani-berani sentuh temen gue!” teriak Ralph, memukul kayu itu ke udara, meskipun serangannya hanya menembus tubuh hantu tersebut tanpa efek.Salah satu hantu dengan w
Sementara itu, di dunia nyata, Ralph, Dave, dan Karlina masih berkumpul di ruang bawah tanah, menunggu diriku dan ibuku kembali ke tubuh kami. Kedua tubuh kami tampak tidak bergerak, seperti sedang tertidur lelap, namun wajah mereka sedikit berkerut, seolah sedang berjuang keras.Dave mondar-mandir dengan gelisah. “Kenapa lama banget, sih? Mereka baik-baik aja, kan?” tanyanya sambil terus melirik tubuh Agas.Karlina, meski juga khawatir, mencoba menenangkan Dave. “Santai, Dave. Kita harus percaya sama Agas. Dia pasti bisa bawa ibunya kembali.”Ralph duduk di dekat tubuh Agas, dengan mata berbinar-binar. “Kalau lo jadi mereka, lo juga pasti lama, Dave. Lo nggak tahu, kan, dunia arwah kayak apa? Mungkin ada naga, ada kastil terbang, atau... mungkin ada hantu yang keren-keren!” katanya dengan nada sedikit terlalu semangat.Karlina memelototi Ralph. “Lo bisa nggak serius, Ralph? Ini nyawa temen kita yang lagi dipertaruhkan!”Namun, sebelum ada yang bisa membalas, suasana di ruang bawah ta
"Anak nakal. Kamu jangan mengambil barang orang, dong," kata Asmodiel dengan nada nyinyir.Aku bangkit. Hatiku benar-benar gusar. Takkan kubiarkan dia sembarangan meremehkanku."Aku mengakui kamu cukup hebat, ya." Dia berjalan mondar-mandir, sembari mendekatiku. "Kekuatanku cukup menarik. Bahkan membuat Umbrosus tertarik padamu."Aku terengah-engah. "Siapa itu?""Kamu gak tahu? Manusia bayangan."Oooh si manusia bayangan. Baik aku mengetahui nama aslinya sekarang."Dia gemetar seperti anak kecil saat merasakan kekuatanku. Setiap jiwa, setiap energi yang mereka koleksi, aku bisa merasakannya... mengendalikannya."Aku mengerutkan dahi, menahan amarah. "Jangan berharap aku jadi bagian dari koleksimu."Senyum Asmodiel melebar. "Kamu masih belum paham, ya, Agas? Aku tidak hanya ingin sekadar menguasaimu. Aku ingin kekuatanmu... jiwamu. Dengan itu, aku akan menjadi lebih dari sekadar penguasa di sini. Aku akan menembus batas yang tak pernah ada iblis lain bisa bayangkan."Ia mendekat lebih
KETIKA KAMU BERKUNJUNG KE DUNIA ORANG MATISEMAKIN KAMU MENJELAJAHINYASEMAKIN BERESIKO PERJALANANMU-ELLIS REYNER______________________________________________________Aku terbangun di kegelapan. Gemuruh orang-orang penasaran bisa terdengar. Kabut-kabut mencuat di sekitarku. Aku sampai di dunia arwah.Lentera kehidupan menyala dan muncul di hadapanku. Aku pun mengambilnya. Namun, seseorang lewat di sampingku. Aku terkejut dan menoleh. Tetapi, sosok itu sirna.Aku menoleh kembali. Sosok remaja pria dengan wajah yang terbelah dan hancur datang menghampiriku. Aku terkejut dengan kengerian, namun aku pun terdiam karena sosok itu sangat familiar."Andi?" Ucapku.Ia mengangguk. Aku bisa melihat raut matanya dipenuhi kesedihan."Mereka membunuhku, tetapi mereka membuangku. Sekarang aku hanya makhluk yang tersesat di dunia gelap ini," curhatnya dengan penuh pilu. "Kamu mencari tempat tinggal Tuan Kelinci, bukan?" Ia kemudian menatapku dengan serius."Yah, aku lagi mencari tempat tinggal Asm
"Hahahaha.... Benar-benar momen yang mengharukan. Tapi, ini belum selesai. Masih ada yang kamu harus tolong lagi." Suara dari speaker itu terdengar lagi."Mana temanku yang lain?" Aku menggertak, menatap ke arah speaker itu."Tenang, tenang. Temanmu ada di sana."Seketika, salah satu lampu di ujung ruangan menyala, memancarkan cahaya pudar yang memperlihatkan sosok Ralph yang terikat di meja pemotong. Tubuhnya dipenuhi lebam, dan wajahnya memucat, menunjukkan betapa lama ia mungkin telah disekap di sana."To-tolong...." Ia merintih, seakan ia sudah lemas tak berdaya.Di sekitar meja itu terdapat alat-alat tajam, mulai dari pisau besar hingga benda logam yang terlihat seperti penjepit yang tidak pernah digunakan untuk tujuan yang baik."Ralph!" Aku berteriak, suaraku memantul di dinding-dinding beton yang dingin. Napas Dave tertahan saat ia melihat kondisi Ralph yang tak berdaya. Dia menatapku dengan ketakutan, tetapi juga dengan tekad yang mulai muncul dari rasa panik."Ayo, Dave," bi
SELAMA INI, DIA MENGAWASI KITA SEMUAMEREKAM SEGALA AKTIVITAS KITAAPA PUN YANG KITA LAKUKAN, DIA TAHU SEMUANYA________________________________________________Lampu-lampu di sisi lain ruangan seketika menyala satu-satu, mengarahkanku ke sebuah lorong. Di ujung lorong itu terdapat pintu besi yang tertutup.Aku sudah tidak merasakan ketakutan sedikit pun. Aku siap menghadapi apa pun yang ada di depan. Maka, aku menggenggam kuat golokku dan berjalan dengan sigap menuju pintu itu.Nafasku terengah-engah. Aku membuka pintu besi itu.Seketika kilatan cahaya menyambar diriku, seakan aku memasuki dunia lain. Aku memejamkan mata dari silaunya cahaya itu, kemudian aku membuka mata, melihat diriku sampai di sebuah tempat gelap.Aku menuruni sebuah tangga memutar yang mengarahkanku ke sebuah ruangan. Ketika mataku mulai terbiasa dengan kegelapan, ruangan di sekelilingku perlahan menjadi jelas. Aku sampai ke sebuah ruangan besar. Di dalamnya, deretan layar monitor memenuhi dinding-dinding, meman
"Agas? Agas!" Suara Om Dimas menuntun langkahku menuju cahaya.Aku menarik napas dalam-dalam dan aku terbangun di kamar klinik dengan napas terengah-engah dan bersimbah keringat. Aku melihat sekeliling. Om Dimas dan ibu, beserta Dokter menatapku dengan lega."Syukurlah, kamu akhirnya siuman." Om Dimas tampak lega saat aku menatapnya. "Tadi kamu pingsan pas di loteng. Kepalamu berdarah."Aku teringat aku terjatuh dari tangga ketika aku memeriksa loteng. Tiba-tiba, nyeri di kepalaku kambuh, serasa sesuatu mencengkram kepalaku dengan erat. “Arrggh!” Aku menggenggam bagian belakang kepalaku. Terasa seperti ada perban menempel.Aku menutup mata sesaat merasakan sakit. Di kala waktu singkat itu, sosok makhluk hitam bertanduk, mata nyaris mencuat keluar, lidah nan panjang menjuntai, dan sayap bagaikan seorang peri menggeram tepat di wajahku. Aku terkesiap membuka mata, melihat pandangan itu sirna sesaat.Apa itu tadi? Tanyaku dalam hati. Yang kulihat saat ini hanyalah Om Dimas dan ibuku yang...
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments