Share

9. Kamar 2

last update Last Updated: 2024-06-27 16:04:49

"Nggak usah cemas gitu. Aku sudah nggak shock lagi sekarang. Bahkan aku sudah siap jika pernikahan kita selesai." Ucapan Rinjani membuat Daffa menatapnya tajam. Wanita itu berdiri. "Mana kuncinya, Mas. Aku mau keluar. Aku nggak bisa sekamar lagi denganmu."

"Jangan seperti ini, Mas. Kita bisa bersikap secara dewasa menghadapi kemelut ini. Biarkan aku keluar menemani Noval." Suara Rinjani melembut dan berkata bijak saat melihat Daffa masih diam.

Rinjani sendiri yang memilih Daffa dan mengabaikan beberapa nasihat temannya. Ia juga yang memutuskan untuk menerima lamaran dan hidup bersama dengan lelaki ini. Jadi ada permasalahan apapun ia harus bisa mengatasinya sendiri.

"Mas."

Akhirnya Daffa bangkit setelah beberapa saat membiarkan istrinya menunggu. "Tidurlah di sini, mas akan tidur di sofa. Katamu baru saja, kita harus bersikap dewasa, kan? Lagian di kamar Noval hanya ada satu tempat tidur yang dipakai Lastri. Kamu nggak mungkin tidur di lantai."

"Sebulan lebih aku sudah terbiasa tidur di lantai bahkan tanpa alas. Nggak masalah bagiku. Tidur sambil duduk juga pernah. Jadi nggak usah khawatir, lantai kamar Noval 1000 kali lebih nyaman daripada lantai sel penjara."

Ucapan Rinjani membuat Daffa tercekat. Walaupun dia tidak tahu pasti seperti apa rupanya, tapi dia bisa merasakan betapa tersiksanya Rinjani di sana.

"Wajar jika aku mendapatkan itu semua. Sebab sudah berani menyerang perempuan kesayanganmu."

"Rin, please ...."

"Tolong buka pintunya. Hanya untuk membuka pintu, apa perlu aku merengek padamu, Mas."

Daffa tidak menggubris. Ia membuka lemari. Mengeluarkan kaus dan celana pendek untuk ganti. Dengan santainya pria itu berganti pakaian di depan Rinjani. Yang membuat wanita itu membuang muka.

Selesai berganti pakaian, Daffa mengganti lampu kamar yang terang dengan lampu warm white yang temaram. Ia mengambil bantal dan selimut lalu membawanya ke sofa yang terletak mepet dinding samping lemari. "Tidurlah. Kamu pasti capek."

Mengalah lebih baik. Rinjani melangkah ke salah satu sisi tempat tidur. Merebahkan diri di sana dengan posisi miring membelakangi suaminya.

Bulir-bulir bening menetes dari sudut mata. Membasahi bantal. Peristiwa beberapa bulan terakhir ini kembali menjelma. Seolah menjadi film dilayar ingatannya. Sekuat apapun dia berusaha menahan diri dalam mendekap luka, tapi tangis itu tidak bisa dicegahnya.

Wajah perempuan itu terbayang. Cantik, masih muda juga. Selisih tiga atau empat tahun dari usianya. Lahir di keluarga kaya yang haus perhatian dan akhirnya melabuhkan hati pada pria yang salah. Padahal gampang baginya untuk mendapatkan lelaki di luar sana. Dengan modal kecantikan dan kekayaan, laki-laki tajir mana yang tidak takhluk akan pesonanya. Tapi kenapa harus suami orang? Kenapa suaminya?

Gadis itu yang kegatalan atau Daffa yang tidak kuat iman. Pasti dua-duanya. Perselingkuhan tidak akan pernah terjadi, jika salah satu pihak tidak menanggapi.

Sejak dia kembali ke rumah, Rinjani tidak mendengar bunyi ponselnya Daffa. Pun tidak melihat suaminya memegang benda itu. Sedari siang dia sibuk menemaninya dan Noval bermain.

Rinjani ingat ucapan Mak Ewok saat dia pamitan. "Selamat pulang ke rumah, Dokter. Bertemu kembali dengan keluarga dan buah hati. Bersumpahlah jangan pernah kembali lagi ke sini. Tempat ini tak pantas untukmu. Jangan korbankan kehormatan dan harga dirimu dengan mengotori tangan melawan perempuan seperti selingkuhan suamimu. Jangan. Kamu terpelajar. Lakukan perlawanan dengan cara yang paling elegan. Kariermu belum berakhir, Dok. Bangkitlah! Masa depanmu masih panjang."

Terharu sekali saat Rinjani mengingat serangkaian kalimat wanita yang telah menyandang status narapidana bertahun-tahun lamanya.

Dibalik sikapnya yang memprovokasi dirinya untuk bersikap lebih kasar lagi, ternyata ada kalimat-kalimat bijak penuh makna yang dinasehatkan padanya di akhir pertemuan mereka.

Perjalanan panjang, pahitnya hidup, luka, air mata, dan segala peristiwa, telah menjadikan wanita itu sangat bijaksana meski awalnya terlihat sangat kasar dan menakutkan. "Mak Ewok, kuselipkan doa untukmu. Apapun keadaanmu, semoga Allah mengampuni dosa dan melindungimu."

Seperti halnya Rinjani, Daffa yang berbaring di sofa juga tidak bisa tidur. Bukan karena tubuhnya yang terpaksa harus menyesuaikan dengan sofa pendek itu dan membuat tak nyaman, tapi karena melihat punggung Rinjani yang terguncang pelan. Daffa tahu kalau istrinya sedang menangis. Namun ia memilih tidak mendekat. Diperhatikannya hingga Rinjani diam dan terlelap.

***L***

"Nanti Mama yang nganterin Noval ke sekolah, ya," pinta si kecil ketika sedang disuapi sarapan oleh mamanya.

"Noval berangkat bareng papa, ya. Mama belum bisa nganterin," tolak Rinjani sambil tersenyum.

"Mama, mau ke rumah sakit?"

"Nggak, Sayang."

"Tapi mama jangan pergi lagi ya. Kalau Noval pulang ke rumah tapi mama nggak ada. Noval bakalan nggak mau sekolah lagi," ancam sang anak dengan wajah cemberut.

"Mama akan nungguin kamu, Sayang. Yuk, habisin makannya. Nanti telat sampai ke sekolah."

Noval makan nasi putih dan ayam kremes dengan lahap. Daffa yang duduk berhadapan memperhatikan. Sepagi ini, Rinjani tidak mengajaknya bicara sama sekali. Pertanyaannya hanya dijawab dengan bahasa isyarat.

Sepuluh menit kemudian mereka selesai makan. Rinjani mengantarkan sang anak dan suami hingga di teras depan. Kemudian segera masuk kamar untuk mencari buku nikahnya. Sudah di ubek-ubek hingga ke walk in closet tapi tidak ketemu. Ganti beralih ke ruang kerja Daffa, tetap tidak ada. Di mana suaminya menyimpan benda itu.

Rinjani kembali ke kamar, kembali meneliti satu per satu laci, nihil juga. Wanita itu mengambil ponsel, memberanikan diri membuka layar notifikasi. Beberapa pesan masuk dari rekan rumah sakit, dari Desy entah berapa puluh pesan. Ada juga dari omnya. Yang membuatnya berdebar, ada pesan masuk dari dokter umum rumah sakit tempatnya bekerja. Dokter Ratih.

Dengan tangan gemetar dan hati berdebar-debar, Rinjani membuka pesan. Ucapan prihatin diungkapkan oleh seniornya. Ada kalimat yang membuatnya berkaca-kaca.

[Dokter Rin, ini saran saya. Sebaiknya tulis saja surat pengunduran diri sebelum pihak rumah sakit mengeluarkan surat pemecatan. Lebih terhormat dokter mengundurkan diri daripada diberhentikan. Ini hanya sekedar saran. Sebab saya mendengar, ada seseorang yang menginginkan Anda dipecat secepatnya.]

Siapa seseorang itu?

Apa ini pertanda kariernya yang baru beberapa tahun ini berakhir? Netra wanita itu berkaca-kaca. Tatapannya menerawang ke angkasa lepas yang terlihat dari jendela kamar yang terbuka. Merenung hingga tak menyadari sang suami sudah berdiri di belakangnya.

Next ....

Comments (7)
goodnovel comment avatar
Sartini Cilacap
Nyesek banget bacanya
goodnovel comment avatar
Tri Widayanti
Semangat Rinn
goodnovel comment avatar
Bunda Ernii
mungkinkah ada campur tangan keluarga Abila dalam pemecatan Rinjani.. mungkin benar sebaiknya Rinjani ngundurin diri aja.. mungkin nanti bisa buka praktek di tempat lain..
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Rindu yang Terluka    10. Ancaman 1

    RINDU YANG TERLUKA - Ancaman Siapa orang yang menginginkan dirinya hancur? Kekasih gelap suaminya kah? Rinjani selama ini merasa tidak punya musuh, kecuali wanita itu.Saran dokter Ratih tepat. Lebih cepat lebih baik ia segera menulis surat pengunduran diri. Sekarang saja mumpung Noval belum pulang sekolah. Rinjani berbalik arah dan kaget saat tubuhnya menabrak sang suami. Keduanya saling pandang. Kenapa suaminya tidak ke kantor setelah mengantarkan sang anak ke sekolah? Malas bertegur sapa, Rinjani melangkah keluar. Hendak mengambil laptop di ruang kerja suaminya untuk membuat surat pengunduran diri sebelum terlambat.Daffa tersenyum. "Mas ingin mengajakmu jalan pagi ini sambil nunggu jam Noval pulang sekolah. Nanti kita jemput dia. Noval pasti seneng banget."Rinjani tidak menjawab. "Rin." Daffa menahan sang istri ketika wanita itu hendak melangkah. Menarik raga ramping Rinjani hingga merapat tubuhnya. Dan wanita itu masih tetap diam meski tangannya berusaha melepaskan diri. "P

    Last Updated : 2024-06-28
  • Rindu yang Terluka    11. Ancaman 2

    "Iya, Dok. Lebih cepat lebih baik sebelum keduluan pihak rumah sakit memberhentikan, Dokter. Tampaknya ada satu kekuatan yang mempengaruhi pimpinan kita untuk melakukan pemberhentian tidak hormat pada, Dokter Rin. Kebetulan suami saya yang mendengar pembicaraan itu. Dia ngasih tahu saya, terus saya sampaikan ke Anda. Walaupun saya mikirnya, mungkin tidak akan dokter baca karena Dokter masih di tahanan. Tapi syukurlah Dokter Rin sudah di rumah."Sebenarnya, rekan-rekan kita di sini bisa memaklumi apa yang Dokter Rin lakukan. Namun kami tidak punya kuasa untuk membela. Keputusan tetap ada pada pihak direktur kita. Percayalah, Dok. Nggak ada yang menyalahkan tindakan spontanmu. Kami sangat paham situasimu saat itu.""Makasih banyak, Dok." Rinjani terharu. Rupanya mereka bisa mengerti posisinya."Yang sabar, Dok. Anda masih muda. Tetap semangat dan lanjutkan karir Anda di tempat lain. Semoga lebih sukses.""Aamiin. Makasih, Dok.""Sama-sama. Nanti ada waktu kita ketemuan, ya.""Baik, Dok.

    Last Updated : 2024-06-28
  • Rindu yang Terluka    12. Surat 1

    RINDU YANG TERLUKA - Surat Suara ketukan di pintu membuat Daffa dan Rinjani menoleh. Lelaki itu bergerak membukanya. Lastri sudah berdiri di sana sambil menyodorkan sebuah amplop. "Ada surat untuk Ibu, Pak.""Makasih." Daffa terkesiap melihat siapa pengirimnya.Setelah menutup pintu Daffa kembali menghampiri istrinya. Rinjani berdebar-debar. Sekilas terlihat dia tahu surat itu dari mana."Berikan padaku. Itu surat untukku dari rumah sakit." Perasaan Rinjani sudah tak enak. Jemarinya gemetar. Namun ia harus kuat. Daffa pun merasakan hal yang sama. Makanya dia ragu untuk memberikan surat itu pada istrinya. Rinjani yang tidak sabar, mengambilnya dari tangan sang suami. Dengan perasaan tak karuan dan jemari gemetar ia membuka amplop.Pemberhentian Kerja. Ternyata surat itu lebih dulu ia terima disaat belum selesai menulis surat pengunduran diri. Netra Rinjani mengembun. Luka tak berdarah tapi bernanah.Sejenak Rinjani diam mengatur napas usai membaca isinya. Dipuncak rasa sakit dan kec

    Last Updated : 2024-06-29
  • Rindu yang Terluka    13. Surat 2

    "Saya sudah diberhentikan, Tan. Barusan saya nerima suratnya pada saat masih mengetik surat pengunduran diri. Saya terlambat." Rinjani terisak sambil bercerita pada Bu Mila di telepon."Sabar, Rin. Pasti ada hikmah dibalik peristiwa ini. Setiap kejadian tidak ada yang sia-sia. Pasti Tuhan memberikan rencana lain padamu meski dengan cara membiarkanmu jatuh lebih dulu. Percayalah, ini bukan akhir dari karirmu. Perbanyak istighfar. Kamu akan mendapatkan jalan keluar. Mantan narapidana pun masih memiliki hak untuk bekerja. Sabar, ya.""Negara memang memberikan peluang, Tan. Tapi bagaimana dengan instansi dan para pasien. Apa masih bisa mempercayai saya.""Jangan khawatir. Jika mereka tahu cerita yang sebenarnya, pasti bakalan dimengerti.""Maafkan saya, Tan. Belum bisa membalas budi pada Tante Mila dan Om Haslam. Justru sekarang saya menambah masalah.""Sssttt, jangan bicara seperti itu. Om dan tante tahu bagaimana kamu. Nggak mungkin akan bertindak di luar kontrol jika tanpa sebab.""Say

    Last Updated : 2024-06-29
  • Rindu yang Terluka    14. Penolakan 1

    RINDU YANG TERLUKA - Penolakan "Rin, kamu nggak makan?" tanya Daffa saat melihat Rinjani hanya menyuapi Noval dan tidak mengambil nasi untuknya sendiri."Nanti," jawab Rinjani lirih.Noval makan dengan lahap. Binar itu tak lekang dari wajahnya semenjak sang mama kembali ke rumah. Dia sangat ceria dan bersemangat. Lantas, apa Rinjani tega merenggut kebahagiaannya. Jika bertahan, apa dia sanggup? Di usianya yang sekarang apa Noval mengerti apa itu perceraian?"Udah, Ma. Noval udah kenyang." Bocah lelaki itu mengusap-usap perutnya. Rinjani menghabiskan sisa nasi sang anak yang hanya tinggal tiga suapan. Setelah itu dia bangkit untuk mencuci tangan di kitchen sink.Daffa memperhatikan. "Rin, makan dulu.""Aku sudah kenyang," jawab Rinjani tetap tanpa menatap suaminya. Wanita itu kembali duduk dan memberi minum pada putranya.Mana mungkin kenyang kalau makan hanya tiga suapan.Selesai makan, Noval mengajak mamanya belajar di kamar. Lastri menepi di ruangan bawah bersama Mak Sum sambil me

    Last Updated : 2024-06-30
  • Rindu yang Terluka    15. Penolakan 2

    Rinjani menepikan ego demi mental anaknya. Bertiga bercanda seolah tidak terjadi apa-apa. Dan bersandiwara seperti ini sungguh tak mudah sebenarnya. Melawan rasa sakit yang berontak dalam dada.Jam sembilan malam Noval sudah terlelap. Rinjani yang tengah membereskan perlengkapan menggambar, tangannya di tarik pelan oleh Daffa. "Biar dibereskan Lastri. Ada yang perlu mas bicarakan denganmu."Sejenak Rinjani diam, lantas melepaskan cekalan tangan Daffa. Tapi pada akhirnya ia melangkah keluar juga. Persoalan tidak akan terurai jika hanya diam. Waktunya bicara, karena Rinjani tidak ingin pergi dari rumah ini tanpa pamit pemiliknya. Pria yang sangat ia cintai dan telah menorehkan luka terdalam di jiwanya. Andai harus berakhir, jangan sampai meninggalkan sengketa.Daffa menutup pintu kamar. Rinjani merapatkan gorden jendela kemudian duduk di kursi meja rias. Daffa duduk tepat di hadapannya di tepi ranjang.Jika ia jujur sekarang, bukankah lebih mempersulit keadaan. Tapi bagaimana caranya ia

    Last Updated : 2024-06-30
  • Rindu yang Terluka    16. Aku yang Salah 1

    RINDU YANG TERLUKA - Aku yang Salah"Aku bisa menjadi istri yang taat, Mas. Apabila Mas pun bisa menjadi imam yang kokoh bagi makmumnya. Selama kita menikah, mana pernah aku membantahmu."Tapi Mas sudah mengkhianati pernikahan kita. Mas, lupa komitmen yang kita bangun dari sebuah cinta. Keluarga kecil kita ternyata tidak bisa membuatmu berhenti. Kamu tak cukup hanya dengan satu wanita."Daffa menatap frustasi pada istrinya saat Rinjani terus berbicara tentang kesalahannya dan berusaha mengelak dengan menahan dadanya. Semua kata-kata menusuk tepat di jantung, tapi tidak menyurutkan 'keinginan' yang kian menggebu."Rin," desis Daffa yang benar-benar sudah membara.Rinjani puas melihat Daffa yang belingsatan. Apa setelah penolakannya, sang suami akan menggila di luar? Mencari perempuan itu, mungkin."Kamu memang begitu sempurna, Rin. Suamimu ini yang bajing4n. Namun lelaki brengs3k ini, nggak akan melepasmu. Maafkan mas.""Egois kamu, Mas.""Aku mencintaimu," ucap Daffa dengan netra mem

    Last Updated : 2024-07-01
  • Rindu yang Terluka    17. Aku yang Salah 2

    "Saya memilih memaafkan karena dia menyesali dan berubah. Sakit memang. Tapi ketika dia memilih keluarga dan meninggalkan perempuan itu, makanya saya kasih kesempatan. Saya nggak peduli sejauh apa hubungan mereka, yang saya pikirkan tentang pernikahan kami dan anak-anak. Dan yang pasti suami sudah memutuskan untuk kembali."Maaf, ini hanya cerita, Dok. Bukan niat untuk mempengaruhi supaya mengikuti jejak saya. Semua saya kembalikan ke Dokter Rin. Saya nelepon cuman mau ngabarin kalau Klinik Semesta, sedang membutuhkan seorang dokter umum. Mungkin Dokter Rin berminat. Pemiliknya teman baik dokter Doni. Coba pertimbangkan, Dok. Kalau minat, biar suami saya yang menjembatani mumpung belum di share ke yang lain.""Terima kasih banyak atas perhatiannya, Dok. Saya jadi speechless. Nanti kalau ada waktu luang, pas kebetulan Dokter Ratih longgar, saya akan ke tempat praktek dokter.""Oke, saya tunggu. Assalamu'alaikum.""Wa'alaikumsalam."Rinjani masih diam sambil memperhatikan layar ponselny

    Last Updated : 2024-07-01

Latest chapter

  • Rindu yang Terluka    174. Sehari di Surabaya 3

    Rasa bahagia sekaligus haru menyelimuti ruang perawatan mamanya Bobby. Pria dengan seragam lapas itu memeluk erat dua putrinya. Air mata tumpah tak terkira. Karena isaknya, sampai menyulitkan untuk bicara.Sang mama yang tergolek di atas brankar tak bisa bergerak selain menangis. Adik Bobby sibuk menghapus air matanya sendiri. Begitu juga dengan Ika. Tidak menyangka jika jalan kehidupan putri-putrinya seperti ini. Reza merangkul sambil mengusap-usap lengan istrinya untuk menenangkan. Ika bukan menangisi Bobby, tapi menangis untuk kedua anaknya.Sedangkan Nasya yang tidak seberapa mengerti, duduk diam di sebelah papanya."Terima kasih banyak, Pak Reza. Sudah menjaga dan membimbing anak-anak saya. Terima kasih. Saya titip mereka." Bobby yang sudah mulai tenang, bicara pada Reza."Jangan khawatir, Pak Bobby. Saya akan menyayangi dan menjaga mereka dengan baik," jawab Reza dengan penuturan sopan dan ramah. Bobby ganti memandang mantan istrinya. "Maafkan kesalahanku. Maafkan keluargaku j

  • Rindu yang Terluka    173. Sehari di Surabaya 2

    Ika menghela nafas panjang. Pantaslah suara mantan adik iparnya terdengar cemas. Perempuan yang beberapa bulan lalu sempat mencak-mencak dan marah karena sang kakak mendapatkan hukuman lumayan lama, kini melunak. Mungkin sekarang benar-benar merasakan bagaimana kehilangan support dan ATM berjalannya.Selama ini Bobby dan Ika yang mensupport pengobatan wanita itu. Makanya kesehatannya terjaga. Namun mulai drop setelah Bobby masuk penjara dan tidak ada dukungan finansial lagi.Sudah hidup enak karena Ika tidak sayang uang buat mereka, tapi mereka diam-diam malah memberikan dukungan pada Bobby bermain serong. Apa mereka pikir, hidupnya akan jauh lebih baik lagi? Orang tamak akan terperosok pada ketamakannya sendiri."Bagaimana, Ma?" Reza menyentuh pundak sang istri yang masih berdiri di teras rumah.Ika mengajak suaminya duduk. Kemudian menceritakan tentang percakapannya dengan mantan ipar."Sebenarnya ini solusi, Ma. Kalau pihak keluarga Bobby mau mengajukan permohonan supaya Bobby diiz

  • Rindu yang Terluka    172. Sehari di Surabaya 1

    RINDU YANG TERLUKA- Sehari di Surabaya "Ma, papa nggak ngelarang kamu membawa anak-anak menjenguk papanya. Apapun yang terjadi, nggak ada yang bisa memisahkan darah yang mengalir sama di tubuh mereka. Tapi papa ngasih saran, bisakah diusahakan bertemu selain di penjara?"Malam itu Ika memberitahu sang suami perihal pesan yang dikirim mantan adik iparnya. Tentu Ika harus mendiskusikan bersama Reza untuk mengambil keputusan. "Pikirkan psikologis anak-anak. Selama ini mereka hanya mendengar papanya di penjara dari cerita. Tidak menyaksikan secara langsung. Kalau mereka melihat sendiri, pasti akan menjadi beban mental dan mengusik ketenangan jiwa anak-anak. Terutama Zahra yang sudah besar."Ika mengangguk. Benar yang dikatakan sang suami. Karena dia pun memikirkan hal yang sama."Bobby baru setahun menjalani hukumannya, Pa. Mana mungkin diizinkan keluar sebentar dengan alasan tertentu.""Ada beberapa alasan yang bisa membuat pihak berwenang memberi izin untuk Bobby keluar dalam beberap

  • Rindu yang Terluka    171. Biarlah Berlalu 3

    "Sudah. Tadi malam Iren ngasih tahu kalau Mas Yansa diopname. Livernya kambuh lagi. Kamu mau nyambangi?""Kayaknya nggak, Mbak. Rin juga lagi sakit.""Sakit apa?""Masuk angin.""Jangan-jangan istrimu hamil lagi?""Nggak. Hanya masuk angin. Beberapa hari ini memang sibuk di klinik sampai malam karena rekannya ada yang cuti. Minggu kemarin, tiga hari Rin juga bolak-balik ke Batu untuk seminar.""Nanti mbak ke rumahmu.""Oke. Kalau gitu aku berangkat dulu, Mbak.""Kamu nyetir sendiri?""Iya. Ibnu sudah berangkat pagi tadi ngantar proposal ke Surabaya."Daffa bangkit dari duduknya. Menyapa sebentar pada Bu Murti yang sedang memetik sayuran di halaman samping, lantas masuk mobil dan pergi.Ika masuk ke dalam rumah dan langsung ke dapur. Sebelum mulai sibuk dengan pekerjaannya, dia selalu menyempatkan untuk membantu memasak. Sambil memotong sayuran, ia teringat dengan sepupunya. Mereka pernah membesar bersama di dalam keluarga besar Joyo Winoto. Itu nama kakek mereka. Disaat masih sekola

  • Rindu yang Terluka    170. Biarlah Berlalu 2

    "Noval sudah berani tidur sendiri di kamarnya, Mas. Asal sebelum tidur ditemani dulu. Kalau Rachel biar tidur di kamar kita untuk sementara. Setelah dia bisa jalan biar ditemani oleh Mak Sum di kamarnya. Gimana?""Oke," jawab Daffa seraya merapatkan pelukannya. Mereka berdua sedang duduk menyaksikan hujan di luar dari balik jendela kaca."Terima kasih untuk hadiahnya, Mas. Tadi pagi kita buru-buru sampai aku nggak sempat bilang terima kasih." Rinjani berkata sambil menyentuh kalung di lehernya."Apa yang mas berikan tidak seberapa dibandingkan dengan apa yang kamu berikan dalam hidup mas, Rin. Kamu menyempurnakan hidup lelaki yang tidak sempurna ini. "Kamu memberikan gelar lelaki br*ngsek ini sebagai seorang ayah. Memberikan kesempatan disaat kesalahan mas teramat fatal. Maaf, untuk semua kesalahan kemarin. Mas bangga memilikimu.""Nggak usah diingat lagi. Kita sudah melangkah sejauh ini. Yang lalu biarlah berlalu. Kita berjuang untuk masa depan keluarga kecil kita. Tapi sekali lagi

  • Rindu yang Terluka    169. Biarlah Berlalu 1

    RINDU YANG TERLUKA - Biarlah Berlalu Kejutan macam apa ini. Daffa malah sukses membuat Rinjani kelabakan dan tergesa-gesa ke klinik dengan rambut yang belum kering. Dan jadi pusat perhatian, karena belum pernah ia datang ke klinik dengan rambut seperti ini.Mau marah, tapi ini hari ulang tahunnya. Mau marah, tapi Daffa seromantis itu. Ah, sejak dulu sebenarnya Daffa memang sangat romantis meski kemauannya tidak bisa dibantah. Bahkan di tengah perselingkuhannya, Daffa tetap romantis plus egois.Rinjani menghela nafas lalu duduk di kursinya. Meraba kalung berlian di balik kerah bajunya. Daffa yang memakaikannya sesaat sebelum pria itu membawanya terbang ke nirwana."Ini harus dipakai. Nggak mengganggu aktivitasmu, kan?"Sekarang hadiah istimewa itu melingkar dan di sembunyikan di balik kerah baju. Rinjani selalu memakai baju dengan kerah yang menutupi leher jenjangnya."Nanti malam kita dinner dan nginap di Batu," kata Daffa sebelum Rinjani turun dari mobil saat di antar tadi. Jarak

  • Rindu yang Terluka    168. Romantis 3

    Netra Bu Murti berkaca-kaca saat diberitahu kalau Ika sedang hamil. Bibirnya yang bergetar mengucap syukur berulang kali. Reza, Ika, dan anak-anak sampai di Pujon sudah jam sembilan malam. Reza langsung ke kamar sang mama untuk membagikan kabar gembira."Jaga Ika baik-baik. Jangan biarkan dia melakukan pekerjaan rumah. Biar anak-anak di urus ART. Kamu juga harus tirakat."Kata terakhir yang diucapkan Bu Murti, bagi Reza tidak menjadi masalah. Dia sudah terbiasa mengatasi kesendiriannya hampir lima tahun setelah mamanya Nasya meninggal. "Ika akan bekerja dari rumah, Ma. Jadi dia nggak akan ngantor lagi.""Syukurlah. Segera ajak Ika periksa ke dokter.""Besok kami pergi periksa. Jadwalku ke kampus kebetulan siang.""Ya sudah. Kamu istirahat sana."Reza mengusap punggung mamanya. Kemudian beranjak meninggalkan kamar itu.***L***Satu bulan kemudian ...."Tri, tinggalin aja. Kamu ke depan sana. Kamu ini pengantin baru, nggak usah ikutan beres-beres," tegur Mak Sum menghampiri Lastri yan

  • Rindu yang Terluka    167. Romantis 2

    Usai makan siang, Daffa mengajak istri dan anaknya pulang ke Malang. Sedangkan Ika dan Reza memutuskan pulang sorenya. Sebab Reza masih ada acara ketemuan dengan temannya di Surabaya.Daffa singgah di Batu. Bertemu Bre di sebuah kafe. Kehadiran Noval agak mengobati kerinduannya pada Alvian. Sudah lama dia tidak bertemu dengan anak Alan dan Livia itu.Bre juga mengendong baby Rachel."Nggak pengen kamu punya boneka hidup seperti ini?" tanya Daffa menghampiri Bre yang membopong Rachel di balkon kafe.Bre tersenyum. "Aku sudah cukup bahagia melihat kamu bisa kembali bersama dengan Rin. Memiliki anak-anak yang tampan dan cantik. Aku juga bahagia melihat Livia bahagia. Biar aku menjalani hidup yang aku pilih.""Sebeku itu hatimu?"Bre diam. Daffa juga diam. Mereka memperhatikan pemandangan di kejauhan yang mulai berselimut kabut. Entah sudah berapa kali Daffa memberikan semangat pada sahabatnya, tapi tampaknya sia-sia. Bre keukeh dengan keputusannya."Mbak Ika juga lagi hamil." "Oh ya?""

  • Rindu yang Terluka    166. Romantis 1

    RINDU YANG TERLUKA - Romantis "Tekanan darah Mbak Ika menurun, detak jantung meningkat. Ini salah satu tanda stres. Tapi aku yakin Mbak Ika nggak sedang dalam tekanan. Mbak dan Pak Reza sangat bahagia. Kata Mas Daffa pekerjaan juga baik-baik saja. Jadi aku yakin kalau Mbak Ika pasti sedang hamil ini," kata Rinjani setelah melakukan pemeriksaan pada kakak iparnya. Meski sebagai dokter umum, Rinjani memiliki kompetensi ANC (Antenatal Care). Pemeriksaan kehamilan secara umum.Ika bangun dari pembaringan. "Mbak emang udah telat datang bulan, Rin. Sudah sepuluh hari ini.""Kenapa Mbak nggak melakukan testpack?""Nggak, karena mbak takut kecewa lagi. Bulan-bulan kemarin kalau telat haid Mbak langsung test tapi hasilnya negatif. Makanya kali ini Mbak biarin.""Coba cek, Mbak. Aku yakin Mbak Ika lagi hamil ini.""Nanti Mbak beli testpack. Yuk, kita keluar."Ika dan Rinjani melangkah keluar kamar. Di depan pintu sudah ada Reza yang menunggu. Dia tadi khawatir kenapa istri dan iparnya masuk k

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status