Share

13. Surat 2

"Saya sudah diberhentikan, Tan. Barusan saya nerima suratnya pada saat masih mengetik surat pengunduran diri. Saya terlambat." Rinjani terisak sambil bercerita pada Bu Mila di telepon.

"Sabar, Rin. Pasti ada hikmah dibalik peristiwa ini. Setiap kejadian tidak ada yang sia-sia. Pasti Tuhan memberikan rencana lain padamu meski dengan cara membiarkanmu jatuh lebih dulu. Percayalah, ini bukan akhir dari karirmu. Perbanyak istighfar. Kamu akan mendapatkan jalan keluar. Mantan narapidana pun masih memiliki hak untuk bekerja. Sabar, ya."

"Negara memang memberikan peluang, Tan. Tapi bagaimana dengan instansi dan para pasien. Apa masih bisa mempercayai saya."

"Jangan khawatir. Jika mereka tahu cerita yang sebenarnya, pasti bakalan dimengerti."

"Maafkan saya, Tan. Belum bisa membalas budi pada Tante Mila dan Om Haslam. Justru sekarang saya menambah masalah."

"Sssttt, jangan bicara seperti itu. Om dan tante tahu bagaimana kamu. Nggak mungkin akan bertindak di luar kontrol jika tanpa sebab."

"Saya belum bisa datang ke rumah Tante."

"Nggak apa-apa. Tenangkan diri dulu. Anakmu nggak boleh tahu kalau ibunya sedang sedih. Kasihan Noval. Dia lagi seneng-senengnya melihat mamanya pulang ke rumah."

"Bagaimana dengan Noval jika saya bercerai, Tan. Saya nggak sanggup dia kehilangan keluarga kecilnya, tapi saya juga tidak bisa bertahan dengan suami yang sudah berkhianat. Apalagi jika mereka sudah berbuat di luar batas, saya nggak bisa kembali, Tan."

"Sejauh itu hubungan mereka?"

"Saya nggak tahu. Saya nggak melihatnya sendiri dan punya bukti. Kalau saya tanya, mana mungkin maling mau mengaku."

"Rin, tenangkan diri dulu. Jangan sampai kamu mengalami mental illness yang bakalan merugikan dirimu sendiri dan Noval, Nak. Bismillahirrahmanirrahim bangkit demi kamu dan anakmu. Noval masih dalam masa-masa golden age. Jaga dia baik-baik."

"Ya, Tan. Makasih banyak sudah ngasih wejangan dan support. Salam buat, Om."

"Oke. Jaga diri baik-baik. Assalamu'alaikum."

"Wa'alaikumsalam."

Selesai menelepon Rinjani kembali ke kamarnya. Membasuh muka, membenahi ikatan rambutnya, dan menyapukan bedak ke wajah supaya terlihat lebih segar dan tidak pucat.

Dicarinya lagi buku nikah, tapi tetap tidak ketemu.

Lantai atas sepi. Entah Daffa tadi pergi ke mana. Bisa jadi kembali ke kantor. Perset4n dengan Daffa. Mak Sum memasak di dapur. Sedangkan Lastri masih di sekolahnya Noval. Mereka terlihat kaku dan sungkan terhadap majikannya setelah perselingkuhan Daffa terkuak. Mak Sum dan Lastri melakukan pekerjaan pun dalam diam padahal biasanya masih suka bercanda. Semua sudah berubah.

Rinjani mengetik pesan pada dokter Ratih untuk memberitahu surat pemecatannya. Rinjani juga memberitahu Desy. Namun belum ada balasan. Pasti mereka masih sibuk. Rinjani memandang foto pernikahan yang tergantung di salah satu dinding kamar. Foto ukuran 1X1,5 meter itu tidak bisa menyembunyikan kebahagiaan mereka berdua saat itu.

Apalagi sebulan setelah menikah, Rinjani dinyatakan positif hamil oleh dokter kandungan kenalannya. "Dokter Rin, selamat ya. Anda bunting pelamin ini namanya," ujar dokter berdarah Melayu itu.

Daffa menyambut kabar itu dengan bahagia. Sebuah gelang dari emas putih bertahtakan batu rubi menjadi hadiah untuknya. Daffa membelikan apapun untuk memanjakan istrinya. Rinjani manarik nafas panjang. Ternyata semua perhatiannya tidak menjamin Daffa tetap setia. Padahal dulu sudah sungguh-sungguh berjanji.

"Rin, mantan-mantannya Daffa itu bukan perempuan sembarangan. Rata-rata mereka dari keluarga terpandang. Wanita karir yang sukses. Kamu harus siap bersaing dengan masa lalunya," kata Desy waktu itu.

"Mereka semua nggak ada yang sebanding denganmu. Kamu berbeda, Dokter Rin. Aku benar-benar serius." Kala itu Daffa sampai memohon padanya. Padahal Rinjani sudah berusaha menjauh karena mempertimbangkan saran dari teman-temannya. Namun pada akhirnya luluh. Siapa perempuan yang tidak suka pria seperti Daffa.

Pernikahan mereka bahagia hingga kecurigaan Rinjani akhirnya membongkar perselingkuhan suaminya.

"Mamaaa ...."

Rinjani buru-buru bangkit dari tepi pembaringan saat mendengar teriakan putranya.

Ketika membuka pintu, Noval berlari dari ujung tangga dan menubruknya. Bocah itu terlihat sangat bahagia. Ternyata sang mama menunggunya pulang sekolah. Daffa yang berdiri di belakang anaknya juga tersenyum. Sedangkan Lastri langsung masuk kamar untuk menaruh tas.

"Yuk, ganti baju dulu!" Rinjani menggandeng anaknya masuk kamar. Lastri tergopoh keluar dan langsung turun ke bawah untuk membantu Mak Sum.

Bocah lelaki itu dengan riangnya menunjukkan tulisan, hasil mewarnai, dan menceritakan aktivitasnya di sekolah tadi. Noval sangat antusias dan berbinar-binar. Dia ingin mamanya tahu dan bangga padanya.

"Noval, akhir pekan ini kita ajak mama jalan-jalan. Ke taman safari mau nggak? Kita nginap di sana nanti." Daffa yang duduk di kursi bicara pada putranya.

"Mau mau, Pa. Noval mau." Noval bersemangat.

"Mas sudah minta izin ke Kepala Badan Pemasyarakatan. Dan kamu diizinkan ke luar kota." Daffa bicara pada Rinjani.

Beberapa saat kemudian bocah lelaki itu memandang sang mama yang masih diam sambil memperhatikan buku gambarnya. "Mama, kok nggak jawab. Mama, bilang kalau diajak ngomong orang harus dijawab."

"Iya, Nak," jawab Rinjani tanpa mengangkat wajah. Sebenarnya dia tidak ingin ke mana-mana. Ingin segera menemukan buku nikah dan mendapatkan bukti perselingkuhan Daffa.

Lalu bagaimana dengan Noval? Ini yang sekarang menjadi dilema bagi Rinjani. Sanggupkah ia melihat anaknya terluka?

Apa perceraiannya pun bisa berjalan dengan lancar nantinya? Begitu sulit posisi Rinjani sekarang ini.

Next ....

Comments (9)
goodnovel comment avatar
Bunda Ernii
tetep semangat Rin, jangan sampe ikut terbawa emosi.. diam² aja rencanain balas dendam.. biar Daffa nyesel..
goodnovel comment avatar
Miss Sgs
nunggu up lagi...
goodnovel comment avatar
Hafniar Hafniar
smangat aja buat dokter Rin,,smoga cpt menemukan buku nikah,ama bukti perdelingkuhan daffa...
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status