Share

8. Kamar 1

RINDU YANG TERLUKA

- Kamar

"Aku tidur di kamar Noval," jawab Rinjani datar.

"Tidur di kamar ini saja. Kita bisa ngobrol, Rin."

Rinjani melepaskan cekalan tangan Daffa. Namun jemari itu kuat mencengkramnya. Malah Daffa menjatuhkan lututnya dan memeluk kaki Rinjani. "Rin, please! Berikan mas kesempatan untuk bicara. Mas minta maaf, Sayang."

Seringai tipis terbit di bibir Rinjani. "Jangan panggil aku Sayang. Aku muak mendengarnya, Mas. Sebutan yang kau pakai untuk perempuan itu juga." Rinjani berusaha melepaskan kakinya. Namun rangkulan Daffa menguncinya.

"Rin, maafkan mas."

Rinjani diam. Membiarkan Daffa meracau dengan kalimat-kalimat penyesalannya. Tidak sepatah kata ia menjawab. Tatapan wanita itu terbuang di sudut kamar. Cinta, rindu, benci, kecewa, marah, muak, dan entah kata apa lagi berkecamuk dalam dadanya. Membuat sesak dan ingin mengamuk rasanya.

"Jangan diam, Rin. Bicaralah. Maki dan sumpah serapahi suami ini. Mas akan menerimanya."

Wanita itu membeku.

"Sayang." Daffa mengguncang pelan lengan istrinya.

"Jangan panggil sayang. Aku muak tahu, Mas. Seharusnya aku mendengar nasihat orang lain sebelum memutuskan menerimamu sebagai suami. Ternyata kamu nggak berubah. Perempuan itu yang ketauan, entah dengan yang lain." Rinjani akhirnya berkata penuh amarah.

Daffa berdiri. "Nggak ada, Rin. Maafkan. Mas hanya terjebak dengan Bila. Nggak ada niat meninggalkanmu."

"Bersenang-senang di luar dengan alasan cari hiburan, bosan, merasa terjebak lalu sadar dan pulang padaku? Aku bukan tempatmu pulang lagi, Mas. Kamu sudah mengkhianatiku." Rinjani menatap tajam Daffa, lantas hendak pergi tapi lengan kokoh itu menahannya.

"Lepaskan aku." Rinjani mengibaskan lengannya, tapi gagal.

"Dengarkan dulu, Please!" Daffa benar-benar memohon. "Saat kamu memergoki kami, waktu itu aku datang menemui Bila untuk memintanya jangan mencariku lagi, tapi ...."

"Aku nggak ingin mendengarnya," potong Rinjani sambil mendongak dan menatap lekat sepasang mata yang memandangnya putus asa.

Apa Daffa tahu betapa hancur hatinya ketika melihat dengan jarak yang begitu dekat, bagaimana perempuan itu mengeratkan pelukannya.

"Rin."

"Kamu sudah mengkhianati pernikahan kita, kamu mengingkari janjimu sendiri. Aku nggak percaya lagi padamu."

Keduanya saling berpandangan. Seperti sepasang musuh yang sedang adu kekuatan. Daffa lengah, cekalannya mengendur dan sekali hentak lengan Rinjani terlepas. Namun tubuh tegap itu dengan cepat menghadang Rinjani yang hendak keluar.

"Biarkan aku keluar."

"Nggak. Kita perlu bicara dan kamu harus mendengarku."

Rinjani menahan murka. Dia harus bisa mengendalikan diri supaya jangan sampai keceplosan ingin bercerai. Agar mempermudah menemukan buku nikah yang disembunyikan oleh suaminya.

"Aku nggak ingin mendengar alasan klise-mu, Mas. Itu pembelaan diri dikala perselingkuhan sudah diketahui pasangan. Sekali playboy tetap playboy. Mas, nggak akan berubah. Dan satu lagi, aku kecewa dengan papa. Anaknya yang berulah, aku yang disalahkan. Biarkan aku keluar. Aku nggak akan sekamar denganmu."

Daffa bergeming. Menjebak Rinjani di antara tempat tidur dan meja rias. Lengan lelaki itu menggamit pinggang istrinya, tapi di tepis oleh Rinjani. "Jangan sentuh aku."

"Aku mencintaimu."

Tawa penuh luka Rinjani pecah menggema dalam kamar yang kedap suara. Untung kedap suara, jadi tidak sampai terdengar hingga keluar. "Kamu mesti belajar lagi apa itu mencintai, Mas. Karena mencintai tidak akan pernah menduakan dan mengkhianati."

"Maafkan mas, Dok." Daffa merengkuh tubuh Rinjani yang lebih langsing karena kehilangan berat badan selama di tahanan.

"Lepaskan!" Rinjani berkata tegas sambil mengacungkan gunting yang sempat ia sambar dari meja rias. Namun Daffa bergeming. Dia tidak takut dengan benda itu.

"Lepaskan atau ...."

"Lakukan saja jika dengan cara itu kamu bisa memaafkanku. Tapi aku nggak akan melepasmu," sahut Daffa cepat. Netra laki-laki itu memerah dan benar-benar terlihat sangat frustasi. Daffa tahu, walaupun tidak mengatakannya, Rinjani pasti merencanakan untuk meninggalkannya dengan perceraian. Dan ia tidak akan membiarkan.

Rinjani menjatuhkan benda itu ke lantai. Netranya dipenuhi buliran bening yang merambat turun ke pipinya. Daffa hendak menghapus tapi Rinjani bergerak mundur.

"Jangan tinggalin mas, Rin. Dia bukan apa-apa bagi, Mas. Kamu dan Novallah segalanya."

"Buaya kamu, Mas."

"Terserah apapun yang kamu katakan, mas nggak akan membiarkanmu pergi." Daffa bergerak mundur ke pintu lantas menguncinya. Menyimpan kunci ke saku celana.

Harus nekat kalau tidak ingin Rinjani terlepas. Terserah istrinya berpikiran bagaimana, yang pasti dia tidak ingin kehilangan dokter Rin dan si kecil Noval.

"Kenapa menguncinya. Aku ingin keluar dan tidur dengan anakku," protes Rinjani menatap marah pada suaminya.

"Kita bicara dulu!"

Rinjani luruh terduduk di lantai dan memeluk lututnya. Daffa juga duduk di sampingnya.

"Mas nggak ingin kehilanganmu dan Noval. Mas mengaku salah. Juga jangan pikirkan perkataan papa."

Rinjani bungkam. Kembali terngiang ucapan papa mertuanya yang begitu jelas di ingatan. Sakit sekali rasanya. Dia dihukum karena kesalahan orang lain. Daffa meraih tangannya, tapi Rinjani menepis.

Daffa menarik napas panjang. "Mas tahu kesalahan ini fatal, Rin. Tapi ketahuilah kalau mas ingin meninggalkannya, tapi dia selalu mengancam. Memberitahu padamu tentang hubungan ini."

"Tanpa diberitahu oleh kekasih gelapmu, aku sudah tahu semuanya, Mas. Chat kalian sudah menjelaskan segalanya."

Wajah Daffa pias saat memandang istrinya. Jadi, apa Rinjani menyadap ponselnya.

"Aku nggak nyadap ponselmu, aku membacanya langsung ketika Mas sakit dua hari dan perempuan itu kebingungan mencarimu. Cinta banget ya dia sama kamu, Mas," sindir Rinjani.

Daffa kian pias. Jadi Rinjani membaca semua chat dari Abila?

Comments (2)
goodnovel comment avatar
Bunda Ernii
Daffa egois.. maksa Rinjani bersabar & memaafkannya.. kira² klo Rinjani yg selingkuh kamu maafin gk?
goodnovel comment avatar
Icha Majhaf
Mba Lis...karya ini kok terluka banget hi..hi..hi..
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status