"Kamu jadi dibebaskan bersyarat?" tanya seorang wanita bertubuh besar, berkulit, gelap, yang duduk tepat di depan Rinjani. Dia salah satu penghuni paling lama di sel itu.
"Saya nggak mau," jawab Rinjani masih dalam posisi duduk memeluk lututnya. "Kenapa nggak mau? Bodoh. Dibebaskan kok nggak mau. Keluar saja, cari perempuan pengganggu itu dan kasih pelajaran setimpal. Jangan tanggung-tanggung kalau ngasih hukuman," ucap Mak Ewok berapi-api. Mak Ewok, begitulah penghuni lapas memanggilnya. Rinjani tersenyum getir. Dia bukan perempuan yang bar-bar dan suka war. Namun pemandangan di depan matanya kala itu membuatnya hilang kesabaran. Hingga berbuat di luar dugaan. Ada teman yang mengirimkan foto mobil sang suami terparkir di depan sebuah rumah. Dari rumah sakit langsung ke alamat yang ditunjukkan oleh temannya yang merupakan tempat tinggal kekasih gelap Daffa. Perempuan yang beberapa bulan terakhir ini menjadi orang ketiga dalam rumah tangganya. Melihat perempuan itu bermanja dengan Daffa, tanpa pikir panjang Rinjani menerjangnya. Membuat Abila berteriak kaget sambil melindungi wajahnya dari amarah Rinjani. Daffa berusaha memisahkan mereka dengan cara memeluk tubuh istrinya. Namun wajah Abila sudah terlanjur terluka. Kuku Rinjani tidaklah panjang, tapi cukup membuat pipi wanita itu penuh tanda kemarahannya. Tidak hanya itu saja, beberapa jemari Abila mengalami keretakan karena di injak-injak oleh Rinjani. Beberapa hari kemudian, ada surat panggilan dari kepolisian atas laporan kasus penganiayaan. Dan berakhir di sinilah Rinjani sekarang. Proses putusan yang begitu cepat tanpa mempertimbangkan segala alasan dan dia ibu dari seorang balita. Tampaknya Abila berperan besar untuk mengurungnya. "Saudara Rinjani, ada yang ingin bertemu di ruang besuk." Seorang sipir yang berjaga memberitahunya. "Nak, tuh. Lakimu balik lagi. Laki durjana memang begitu. Seenaknya slengki di luar, giliran ketahuan memohon-mohon balikan. Cuih." Mak Ewok bangkit dan bergabung dengan tahanan lain di pojok yang lain. Mereka ada delapan orang dalam ruang sempit itu. Rinjani bangkit. Benarkah suaminya kembali lagi? Bukankah pertemuan dibatasi. Tapi dia bisa bernegosiasi dengan penyidik supaya bisa membesuknya lagi. Apapun bisa dilakukan oleh Daffa. "Om Haslam." Rinjani kaget, ternyata omnya yang datang. Orang yang paling berjasa membesarkannya setelah kedua orang tuanya tiada. "Bagaimana keadaanmu? Kamu tambah kurus sekarang." Lelaki setengah baya itu memperhatikan sang keponakan yang menyalami dan duduk di hadapannya. Senyum getir menghiasai bibir Rinjani. "Om, datang sendirian?" "Iya. Tantemu nggak enak badan makanya nggak bisa ikut. Om akan mengurus pembebasan bersyaratmu. Om yang akan menjaminmu." "Apa Mas Daffa yang menyuruh, Om?" "Bukan. Kenapa kamu bertanya begitu?" Rinjani menceritakan maksud kedatangan suaminya tadi. Juga tentang penolakannya. "Om sudah mengajukan pembebasan bersyarat. Kamu sudah menjalani dua per tiga masa tahanan dengan kelakuan baik. Tunggu prosesnya dan kamu akan keluar dari sini." Rinjani menangis. "Maafkan saya, Om. Bukannya membuat senang, saya justru menyusahkan Om Haslam." "Semua sudah terjadi. Nggak usah disesali. Om dan tante mengerti kenapa kamu sampai sekhilaf itu. Jadikan ini pelajaran berharga. Setelah bebas pulang saja ke rumah om. Karena om yang menjaminmu. Om sebagai wali pengganti orang tuamu, om berhak melindungimu disaat suamimu berbuat dzolimi dengan mengkhianatimu." "Makasih banyak, Om. Sampaikan terima kasih saya pada Tante Mila." "Nanti om sampaikan. Kamu pasti kangen juga sama Noval." Tangis Rinjani kembali tumpah."Sudah, jangan nangis. Kamu akan bertemu anakmu setelah keluar dari sini." Pak Haslam melihat jam tangannya. "Waktu om sudah habis. Om pulang dulu. Tunggu prosesnya dan om akan menjemputmu."Rinjani mencium tangan Pak Haslam. Lelaki itu keluar, sedangkan Rinjani kembali digiring masuk ke selnya."Suamimu datang lagi?" tanya Mak Ewok."Bukan. Yang datang om saya.""Enak, banyak yang perhatian sama kamu. Kalau suamiku lebih suka aku mendekam di sini dan dia enak-enak dengan perempuan lain di luar sana." Seorang wanita bertubuh gempal dengan rambut potongan pendek duduk di depan Rinjani. Perempuan dengan kasus yang sama dengannya. Melabrak wanita simpanan suaminya. Bahkan membuat wanita itu sampai patah tulang karena dipukul menggunakan logam."Kami nggak kehilangan apa-apa selain kebebasan. Tapi kamu kehilangan karirmu sebagai seorang dokter," lanjut wanita itu.Ya, Rinjani kehilangan kepercayaan dalam pekerjaannya. Instansi tempatnya bekerja memang belum membuat keputusan hendak member
RINDU YANG TERLUKA- Kekasih Gelapmu "Assalamu'alaikum." Seorang wanita yang sedang menenteng tas mewah berdiri di antara ruang tamu dan ruang keluarga. Rambutnya yang indah terurai untuk menutupi pipinya."Wa'alaikumsalam," jawab Daffa dan Bu Tiwi bersamaan sambil memandang siapa yang datang."Ma, tolong ajak Noval ke kamarnya." Daffa berkata pada sang mama.Bu Tiwi menatap tajam wanita yang mengangguk sopan padanya. Kalau tidak ada sang cucu, ingin rasanya mengamuk pada wanita yang sudah menjadi selingkuhan putranya. "Noval, ayo ikut nenek." Bu Tiwi mengandeng Noval menaiki tangga untuk ke lantai dua. Bocah lelaki itu tak henti menatap perempuan yang baru dilihatnya malam itu."Beraninya kamu datang ke sini. Kau ingin permasalahan ini makin rumit, Bil?" Daffa menahan amarahnya. Tidak menyangka Abila berani mendatangi rumahnya."Kenapa Mas menghilang setelah kejadian itu? Katanya tadi mau datang ke rumah. Aku tunggu kenapa nggak muncul? Makanya jangan salahkan kalau aku nyamperin k
Karirnya hancur. Impian menjadi dokter adalah cita-citanya semenjak kecil. Namun kini terancam tinggal kenangan."Pergi jauh dari kota ini. Mulai lagi karirmu. Penjara tiga bulan nggak akan membuat karirmu tenggelam." Mak Ewok tadi sore bicara begitu padanya. Namun apa masih ada orang yang percaya padanya? Profesi dokter sangat berkaitan dengan keselamatan pasien. Lantas bagaimana jika dirinya sendiri telah menganiaya orang. Apa mereka bisa menyakininya lagi?Rinjani mengangkat wajah. Melihat teman-teman satu sel yang terlelap di atas tikar. Mereka sudah terbiasa setelah berbulan-bulan menghuni ruangan dengan ukuran 4X4 meter itu. Bahkan dengkuran Mak Ewok yang terdengar di segala penjuru, tidak menjadikan itu sebuah gangguan. Mereka sudah terbiasa.Mungkin sekarang dirinya tengah menjadi perbincangan para tenaga kesehatan di rumah sakit, para kenalan, teman, kerabat, dan orang lain yang tahu tentang kasusnya. Emosi telah membuatnya berakhir di sini. Entah apa pendapat mereka tentang
RINDU YANG TERLUKA- Playboy "Om." Daffa mencium punggung tangan Pak Haslam. Tidak mengira kalau lelaki ini akan menjemput Rinjani. Tapi Daffa tahu kalau beberapa hari yang lalu Pak Haslam hendak mengurus pembebasan bersyaratnya Rinjani, hanya saja sudah keduluan dirinya yang memproses."Apa kabar, Nak Daffa?""Kabar baik, Om.""Aku akan pulang ke rumah Om, Mas," sela Rinjani."Kamu nggak kangen Noval? Dia menunggumu di rumah karena mas bilang kalau hari ini kamu pulang.""Hanya Allah yang tahu bagaimana hatiku saat ini," jawab Rinjani dengan netra berkaca-kaca. Kangennya sudah tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata. Bagaimana bisa suaminya bertanya apa dia tidak kangen anaknya?"Aku akan menemuinya nanti malam. Dia harus melihat ibunya dalam keadaan bahagia dan baik-baik saja. Bukan dalam keadaan seperti ini. Aku ingin menenangkan diri dulu." Rinjani menghindari bersipandang dengan suaminya.Ponsel Daffa bergetar di saku celana. Saat dilihat, tertera nomer rumahnya. Pasti Noval yan
"Nggak usah." Rinjani melepaskan tangannya dan berbalik hendak keluar. Namun dengan cepat, Daffa berhasil meraih lengannya. "Sayang, kamu pilih bajunya."Ini untuk pertama kali, Rinjani merasa muak dengan panggilan 'sayang'. "Nggak perlu, Mas. Bajuku ini pantas kupakai. Segera pulang saja, aku ingin segera bertemu Noval.""Please." Daffa menahan istrinya. "Tidak." Rinjani mendongak dan menatap tajam netra suaminya. Daffa mengalah. Namun setelah keluar toko, Daffa menariknya untuk masuk ke sebuah toko perhiasan yang terkenal paling mahal di kota mereka. Mulai dari emas 24 karat sampai berlian-berlian mewah ada di sana dan bisa di memesan jewelry yang diinginkan."Nggak usah merayuku dengan benda-benda seperti ini, Mas. Simpan saja uangmu. Memelihara gundik juga butuh uang."Daffa terhenyak sejenak. Ucapan itu cukup menyengat dalam dada. "Coba kamu lihat-lihat saja dulu, siapa tahu ada yang kamu sukai."Rinjani melepaskan tangannya dan melangkah cepat ke arah mobil. Andai dia punya ua
RINDU YANG TERLUKA- Kamar"Aku tidur di kamar Noval," jawab Rinjani datar."Tidur di kamar ini saja. Kita bisa ngobrol, Rin."Rinjani melepaskan cekalan tangan Daffa. Namun jemari itu kuat mencengkramnya. Malah Daffa menjatuhkan lututnya dan memeluk kaki Rinjani. "Rin, please! Berikan mas kesempatan untuk bicara. Mas minta maaf, Sayang."Seringai tipis terbit di bibir Rinjani. "Jangan panggil aku Sayang. Aku muak mendengarnya, Mas. Sebutan yang kau pakai untuk perempuan itu juga." Rinjani berusaha melepaskan kakinya. Namun rangkulan Daffa menguncinya."Rin, maafkan mas."Rinjani diam. Membiarkan Daffa meracau dengan kalimat-kalimat penyesalannya. Tidak sepatah kata ia menjawab. Tatapan wanita itu terbuang di sudut kamar. Cinta, rindu, benci, kecewa, marah, muak, dan entah kata apa lagi berkecamuk dalam dadanya. Membuat sesak dan ingin mengamuk rasanya."Jangan diam, Rin. Bicaralah. Maki dan sumpah serapahi suami ini. Mas akan menerimanya."Wanita itu membeku. "Sayang." Daffa menggun
"Nggak usah cemas gitu. Aku sudah nggak shock lagi sekarang. Bahkan aku sudah siap jika pernikahan kita selesai." Ucapan Rinjani membuat Daffa menatapnya tajam. Wanita itu berdiri. "Mana kuncinya, Mas. Aku mau keluar. Aku nggak bisa sekamar lagi denganmu.""Jangan seperti ini, Mas. Kita bisa bersikap secara dewasa menghadapi kemelut ini. Biarkan aku keluar menemani Noval." Suara Rinjani melembut dan berkata bijak saat melihat Daffa masih diam.Rinjani sendiri yang memilih Daffa dan mengabaikan beberapa nasihat temannya. Ia juga yang memutuskan untuk menerima lamaran dan hidup bersama dengan lelaki ini. Jadi ada permasalahan apapun ia harus bisa mengatasinya sendiri."Mas."Akhirnya Daffa bangkit setelah beberapa saat membiarkan istrinya menunggu. "Tidurlah di sini, mas akan tidur di sofa. Katamu baru saja, kita harus bersikap dewasa, kan? Lagian di kamar Noval hanya ada satu tempat tidur yang dipakai Lastri. Kamu nggak mungkin tidur di lantai.""Sebulan lebih aku sudah terbiasa tidur
RINDU YANG TERLUKA - Ancaman Siapa orang yang menginginkan dirinya hancur? Kekasih gelap suaminya kah? Rinjani selama ini merasa tidak punya musuh, kecuali wanita itu.Saran dokter Ratih tepat. Lebih cepat lebih baik ia segera menulis surat pengunduran diri. Sekarang saja mumpung Noval belum pulang sekolah. Rinjani berbalik arah dan kaget saat tubuhnya menabrak sang suami. Keduanya saling pandang. Kenapa suaminya tidak ke kantor setelah mengantarkan sang anak ke sekolah? Malas bertegur sapa, Rinjani melangkah keluar. Hendak mengambil laptop di ruang kerja suaminya untuk membuat surat pengunduran diri sebelum terlambat.Daffa tersenyum. "Mas ingin mengajakmu jalan pagi ini sambil nunggu jam Noval pulang sekolah. Nanti kita jemput dia. Noval pasti seneng banget."Rinjani tidak menjawab. "Rin." Daffa menahan sang istri ketika wanita itu hendak melangkah. Menarik raga ramping Rinjani hingga merapat tubuhnya. Dan wanita itu masih tetap diam meski tangannya berusaha melepaskan diri. "P