Home / Pernikahan / Rindu yang Terluka / 4. Kekasih Gelapmu 1

Share

4. Kekasih Gelapmu 1

RINDU YANG TERLUKA

- Kekasih Gelapmu

"Assalamu'alaikum." Seorang wanita yang sedang menenteng tas mewah berdiri di antara ruang tamu dan ruang keluarga. Rambutnya yang indah terurai untuk menutupi pipinya.

"Wa'alaikumsalam," jawab Daffa dan Bu Tiwi bersamaan sambil memandang siapa yang datang.

"Ma, tolong ajak Noval ke kamarnya." Daffa berkata pada sang mama.

Bu Tiwi menatap tajam wanita yang mengangguk sopan padanya. Kalau tidak ada sang cucu, ingin rasanya mengamuk pada wanita yang sudah menjadi selingkuhan putranya.

"Noval, ayo ikut nenek." Bu Tiwi mengandeng Noval menaiki tangga untuk ke lantai dua. Bocah lelaki itu tak henti menatap perempuan yang baru dilihatnya malam itu.

"Beraninya kamu datang ke sini. Kau ingin permasalahan ini makin rumit, Bil?" Daffa menahan amarahnya. Tidak menyangka Abila berani mendatangi rumahnya.

"Kenapa Mas menghilang setelah kejadian itu? Katanya tadi mau datang ke rumah. Aku tunggu kenapa nggak muncul? Makanya jangan salahkan kalau aku nyamperin ke sini. Enak saja mau menghindariku setelah aku jadi seperti ini." Abila menunjuk ke pipi dan jemarinya.

Daffa mengusap wajahnya dengan kasar. Ia sangat frustasi kalau sudah begini. Luka di pipi Abila bagi Daffa tidak seberapa. Namun bagi perempuan yang mendewakan kesempurnaan seperti Abila, tentu ini menjadi malap3taka.

"Kamu ingin menghindariku setelah ketauan istrimu, Mas?" Mata Abila berkaca-kaca. "Kamu lupa dengan hubungan kita selama ini? Kamu lupa dengan apa yang kita ...."

"Stop it, Bil." Daffa berdiri dan menarik paksa Abila ke teras depan.

"Lepasin! Sakit, tahu." Gadis itu menyentakkan cekalan tangan Daffa. Mereka berdua duduk di kursi teras.

"Oke, aku akan membiayai operasi plastikmu. Kutanggung semuanya. Cari informasi yang akurat, rumah sakit mana yang bisa memulihkan lukamu. Jakarta, Singapura, Thailand, atau Korea. Bilang berapa biaya yang dibutuhkan. Kapan kamu bisa berangkat?"

Tanpa uangnya Daffa sebenarnya dia bisa membiayai sendiri. "Aku nggak ingin operasi plastik. Terlalu ribet perawatannya dan beresiko. Cuman aku ingin, Mas Daffa menikahiku."

Tatapan Daffa tajam pada perempuan di depannya. Sudah bisa diduga kalau Abila memang ingin mengambil kesempatan ini untuk menuntutnya ke pernikahan.

"Mas, nggak akan ninggalin aku, kan? Mas, juga tahu kalau aku mencintaimu?" Air mata Abila luruh berbulir-bulir.

"Bil, please. Jangan katakan itu lagi. Kamu tahu aku punya istri."

Abila menyeka air mata. "Kemarin saat bersamaku apa kamu lupa punya istri, Mas. Setelah ketahuan lantas kamu ingin membuangku. Mas, ...."

"Please, Bil. Kamu tahu kalau kita nggak ada komitmen apa-apa selain ...."

"Bersenang-senang begitu?" sahut Abila cepat. Daffa menatap wanita cantik itu sekilas kemudian membuang pandang. "Ya," jawab Daffa.

"What!" Abila mendelik. Dilemparkannya bantal kursi yang ditarik dari belakang punggungnya ke arah Daffa. Lelaki itu bergeming. "Kamu nggak bisa mutusin aku begitu saja. Aku nggak mau. Aku akan bilang pada mamamu atau papamu apa yang telah kamu lakukan."

Daffa menghela nafas panjang. "Jangan mengancamku, Bila."

"Aku nggak mengancam. Tapi jangan pernah berniat meninggalkanku kalau nggak ingin semuanya hancur dan istrimu mendekam di penjara lebih lama." Selesai bicara Abila meraih tali tas mahalnya lantas beranjak meninggalkan teras. Mobil gadis itu keluar dari halaman rumahnya Daffa dengan kecepatan tinggi.

"Mana perempuan itu?" Bu Tiwi muncul dengan wajah menahan amarah.

"Sudah pulang, Ma," jawab Daffa seraya memijit keningnya.

"Bisa-bisanya kamu selingkuh dengan perempuan bin4l seperti itu. Apa sih yang kamu cari? Bikin malu keluarga saja." Bu Tiwi meninggalkan putranya kembali ke kamar sang cucu.

Daffa beku di tempat. Menunduk dengan kedua siku bertumpu pada pahanya. Pandangan menyapu lantai granit. Pertanyaan mamanya tidak salah. Apa yang dia cari pada gadis itu? Apa? Kesenangan yang menyesatkan dan berlumur dosa.

Pertemuan suatu siang dengan Abila telah mengacaukan hidupnya.

Wajah Rinjani memenuhi kepala. Bayangan tembok penjara yang kusam, ruangan yang pengap, lantai yang dingin, dan perlakuan para penghuni satu sel yang belum tentu baik pada Rinjani, membuat Daffa khawatir dan ketakutan. Sedang apa Rin sekarang? Duduk memeluk lutut di salah satu sudut ruangan atau meringkuk kedinginan beralaskan tikar kumal tanpa selimut.

Ah, Daffa mencengkeram rambutnya hingga menimbulkan rasa sakit di kulit kepala. Rinjani yang bersih, yang rapi, yang selalu cerewet tentang kebersihan dan pola makannya, kini tak berdaya di balik tembok penjara.

Kalau dihitung, Rinjani perlu menjalani tujuh minggu lagi masa hukumannya. Daffa mengambil ponsel di saku celana untuk menghubungi pengacara.

***L***

Jangankan satu jam, saat detik berganti menit rasanya begitu lama bagi Rinjani. Waktu seperti berhenti di tempat. Tidak ada kenyamanan di sini, kebebasannya tergadaikan. Tidak bisa memeluk lagi putranya. Rinjani yang menyembunyikan wajah di antara lengan yang bertumpu pada lututnya, merasakan kerinduan yang teramat sangat.

Bayangan Noval bermain dalam ingatan. Menciptakan kabut di matanya. "Maafkan mama, Sayang."

Ganti sosok Daffa menjelma, menimbulkan kemarahan dan luka.

"Please bicara, Rin. Maafkan kesalahan mas."

"Mas khilaf. Sudah lama mas ingin ninggalin Bila, tapi dia selalu mengancam."

"Nggak akan ada yang bisa gantiin kamu. Please, maafkan mas."

Persetan dengan semua ucapan Daffa. Lelaki yang sangat dicintai telah menghancurkan perasaannya dan mengkhianati pernikahan mereka.

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Bunda Ernii
nyesel kan Daffa.. ternyata wanita yg digil4inya gk lebih dari seekor rubah.. kini hidupmu bahkan ada di tangan Abila..
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status