RINDU YANG TERLUKA
- Biarkan Aku Di Sini "Nggak perlu repot-repot mengeluarkanku dari sini, Mas. Biar kujalani hukuman ini. Tiga bulan dipotong masa tahanan nggak akan lama. Kalau aku di sini kalian punya kesempatan untuk bersama tanpa sembunyi-sembunyi lagi dariku." Rinjani menatap sinis pada lelaki di hadapannya. "Mas sudah membicarakan pembebasanmu dengan pengacara kita." Daffa tidak mengindahkan ucapan istrinya. "Aku nggak butuh jaminan darimu." Rinjani menghindari tatapan suami dan memilih bangkit dari duduknya. Muak dengan lelaki yang sudah mengkhianati pernikahan mereka. "Kamu nggak memikirkan bagaimana perasaan Noval?" Pertanyaan Daffa membuat Rinjani kembali duduk. "Sadar nggak Mas, kamu ngomong kayak gini? Kamu mikir nggak perasaan kami, saat kamu berkhianat. Kalian sudah keterlaluan. Aku diam kalian malah keenakan. Seharusnya perempuan itu kubikin lebih parah lagi. "Nggak perlu sibuk mengeluarkanku dari sini. Karirku, hidupku, kepercayaanku padamu sudah berakhir. Aku turuti kemauanmu agar tidak buka praktek pribadi supaya kita bisa punya banyak waktu untuk bersama. Aku tolak menjadi dokter jaga di klinik agar waktu kita tidak tersita. Nyatanya apa, Mas? Kamu tetap saja mendua." "Please, Rin. Maafkan, Mas. Kita proses untuk kebebasan bersyaratmu, setelah itu kita selesaikan permasalahan ini di rumah. Tolong pikirkan Noval, dia setiap hari menanyakan di mana mamanya." Rinjani terdiam menatap benci pada pria yang sudah menjadi suaminya lima tahun ini. Dadanya terasa sesak. Netranya berkabut saat teringat bocah lelaki umur empat tahun. Anak yang selalu membuatnya menangis setiap malam selama dalam tahanan. Tanpa menjawab pertanyaan suaminya, Rinjani melangkah ke dalam di kawal seorang sipir yang akan mengantarnya kembali ke dalam sel. "Rin," panggil Daffa. Rinjani terus melangkah tidak mengindahkan panggilan itu. Padahal waktu besuk masuk tersisa. Hanya Noval yang membuatnya menangis. Ia rindu pada anaknya. Persetan dengan Daffa. Bahkan ia tidak peduli dengan karirnya yang sudah pasti hancur sebagai dokter umum di sebuah rumah sakit. Daffa mengusap kasar rambutnya. Menatap ruang di mana Rinjani pergi tadi. Dua kali ia menemui istrinya yang mendapatkan masa penahanan selama tiga bulan karena telah menganiaya Abila tiga minggu yang lalu. Pria itu bangkit dari duduknya dan keluar ruangan. Gagal lagi kali ini. Rinjani lebih memilih mendekam di penjara daripada dibebaskan bersyarat. Bahkan sinar matanya mengobarkan api amarah dan kebencian. Marah pada suami yang telah mengkhianatinya. Ponsel di saku celana Daffa berdering. Abila meneleponnya. Namun dibiarkan benda pipih itu bergetar di saku celana. Kekasih gelapnya terus menghubungi hingga Daffa sampai di kantor. "Halo." Akhirnya dijawab juga panggilan itu. "Mas, kamu tahu apa hasilnya setelah aku melakukan perawatan hampir sebulan ini? Bekas itu masih ada. Kamu harus bertanggungjawab, Mas. Kamu nggak boleh ninggalin aku," pekik Abila dengan nada frustasi. Perempuan itu panik karena pipi kirinya terluka akibat cakaran kuku-kuku Rinjani. Kecantikan wajahnya yang tercoreng luka, membuat wanita itu stres dan terus meneror Daffa dengan telepon dan ancaman. Ia harus pulih. Daffa harus mengusahakan itu. Operasi plastik atau apapun supaya pipi Abila kembali mulus seperti sebelumnya. "Mas!" teriak Abila di seberang. "Iya. Kita bisa bicarakan ini nanti. Aku masih ada meeting sebentar lagi." "Beneran? Kutunggu di rumah." Daffa menarik napas panjang. Kalau dia tidak datang, Abila bisa nekat melakukan apa saja. Oh, kenapa dia terjerat oleh perempuan gila seperti Abila. Kenapa dia main-main dan terjerumus bersama perempuan yang begitu terobsesi padanya. Diraihnya lagi ponsel di atas meja untuk menghubungi mamanya. Setelah peristiwa itu, sang mama lebih sering tinggal bersamanya untuk menemani dan menghibur Noval yang selalu menanyakan tentang mamanya. Terkadang Noval yang diajak ke rumah kakek dan neneknya. "Bagaimana, Daf? Kamu sudah menemui Rinjani, kan?" "Sudah, Ma. Aku barusan kembali ke kantor. Rin menolak. Dia nggak mau dibebaskan." "Kenapa nggak mau? Apa dia nggak mikir anaknya. Nggak mikir karirnya sendiri, dan hancurnya reputasi keluarga kita." Bu Tiwi bicara dengan nada emosi. Daffa menghela nafas panjang. "Urus dan bebaskan secara diam-diam. Dan satu lagi, putus dengan kekasih gilamu itu." Ponsel langsung dimatikan oleh sang mama sebelum Daffa selesai bicara. Berapa kali ia hendak putus, tapi ada saja cara Abila untuk membuatnya bertahan dan lama kelamaan terbiasa dalam pesona wanita itu. Ponsel kembali berdenting. Ada pesan masuk dari Abila yang mengirimkan foto-foto tentang calar di pipinya, tentang jemari tangannya yang bengkok. Daffa hanya memandang tanpa membalas. Ditinggalkannya ponsel di atas meja. Dia harus segera ke ruangan meeting karena sudah ditunggu. ***L***"Kamu jadi dibebaskan bersyarat?" tanya seorang wanita bertubuh besar, berkulit, gelap, yang duduk tepat di depan Rinjani. Dia salah satu penghuni paling lama di sel itu."Saya nggak mau," jawab Rinjani masih dalam posisi duduk memeluk lututnya."Kenapa nggak mau? Bodoh. Dibebaskan kok nggak mau. Keluar saja, cari perempuan pengganggu itu dan kasih pelajaran setimpal. Jangan tanggung-tanggung kalau ngasih hukuman," ucap Mak Ewok berapi-api. Mak Ewok, begitulah penghuni lapas memanggilnya.Rinjani tersenyum getir. Dia bukan perempuan yang bar-bar dan suka war. Namun pemandangan di depan matanya kala itu membuatnya hilang kesabaran. Hingga berbuat di luar dugaan.Ada teman yang mengirimkan foto mobil sang suami terparkir di depan sebuah rumah. Dari rumah sakit langsung ke alamat yang ditunjukkan oleh temannya yang merupakan tempat tinggal kekasih gelap Daffa. Perempuan yang beberapa bulan terakhir ini menjadi orang ketiga dalam rumah tangganya. Melihat perempuan itu bermanja dengan Daff
"Sudah, jangan nangis. Kamu akan bertemu anakmu setelah keluar dari sini." Pak Haslam melihat jam tangannya. "Waktu om sudah habis. Om pulang dulu. Tunggu prosesnya dan om akan menjemputmu."Rinjani mencium tangan Pak Haslam. Lelaki itu keluar, sedangkan Rinjani kembali digiring masuk ke selnya."Suamimu datang lagi?" tanya Mak Ewok."Bukan. Yang datang om saya.""Enak, banyak yang perhatian sama kamu. Kalau suamiku lebih suka aku mendekam di sini dan dia enak-enak dengan perempuan lain di luar sana." Seorang wanita bertubuh gempal dengan rambut potongan pendek duduk di depan Rinjani. Perempuan dengan kasus yang sama dengannya. Melabrak wanita simpanan suaminya. Bahkan membuat wanita itu sampai patah tulang karena dipukul menggunakan logam."Kami nggak kehilangan apa-apa selain kebebasan. Tapi kamu kehilangan karirmu sebagai seorang dokter," lanjut wanita itu.Ya, Rinjani kehilangan kepercayaan dalam pekerjaannya. Instansi tempatnya bekerja memang belum membuat keputusan hendak member
RINDU YANG TERLUKA- Kekasih Gelapmu "Assalamu'alaikum." Seorang wanita yang sedang menenteng tas mewah berdiri di antara ruang tamu dan ruang keluarga. Rambutnya yang indah terurai untuk menutupi pipinya."Wa'alaikumsalam," jawab Daffa dan Bu Tiwi bersamaan sambil memandang siapa yang datang."Ma, tolong ajak Noval ke kamarnya." Daffa berkata pada sang mama.Bu Tiwi menatap tajam wanita yang mengangguk sopan padanya. Kalau tidak ada sang cucu, ingin rasanya mengamuk pada wanita yang sudah menjadi selingkuhan putranya. "Noval, ayo ikut nenek." Bu Tiwi mengandeng Noval menaiki tangga untuk ke lantai dua. Bocah lelaki itu tak henti menatap perempuan yang baru dilihatnya malam itu."Beraninya kamu datang ke sini. Kau ingin permasalahan ini makin rumit, Bil?" Daffa menahan amarahnya. Tidak menyangka Abila berani mendatangi rumahnya."Kenapa Mas menghilang setelah kejadian itu? Katanya tadi mau datang ke rumah. Aku tunggu kenapa nggak muncul? Makanya jangan salahkan kalau aku nyamperin k
Karirnya hancur. Impian menjadi dokter adalah cita-citanya semenjak kecil. Namun kini terancam tinggal kenangan."Pergi jauh dari kota ini. Mulai lagi karirmu. Penjara tiga bulan nggak akan membuat karirmu tenggelam." Mak Ewok tadi sore bicara begitu padanya. Namun apa masih ada orang yang percaya padanya? Profesi dokter sangat berkaitan dengan keselamatan pasien. Lantas bagaimana jika dirinya sendiri telah menganiaya orang. Apa mereka bisa menyakininya lagi?Rinjani mengangkat wajah. Melihat teman-teman satu sel yang terlelap di atas tikar. Mereka sudah terbiasa setelah berbulan-bulan menghuni ruangan dengan ukuran 4X4 meter itu. Bahkan dengkuran Mak Ewok yang terdengar di segala penjuru, tidak menjadikan itu sebuah gangguan. Mereka sudah terbiasa.Mungkin sekarang dirinya tengah menjadi perbincangan para tenaga kesehatan di rumah sakit, para kenalan, teman, kerabat, dan orang lain yang tahu tentang kasusnya. Emosi telah membuatnya berakhir di sini. Entah apa pendapat mereka tentang
RINDU YANG TERLUKA- Playboy "Om." Daffa mencium punggung tangan Pak Haslam. Tidak mengira kalau lelaki ini akan menjemput Rinjani. Tapi Daffa tahu kalau beberapa hari yang lalu Pak Haslam hendak mengurus pembebasan bersyaratnya Rinjani, hanya saja sudah keduluan dirinya yang memproses."Apa kabar, Nak Daffa?""Kabar baik, Om.""Aku akan pulang ke rumah Om, Mas," sela Rinjani."Kamu nggak kangen Noval? Dia menunggumu di rumah karena mas bilang kalau hari ini kamu pulang.""Hanya Allah yang tahu bagaimana hatiku saat ini," jawab Rinjani dengan netra berkaca-kaca. Kangennya sudah tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata. Bagaimana bisa suaminya bertanya apa dia tidak kangen anaknya?"Aku akan menemuinya nanti malam. Dia harus melihat ibunya dalam keadaan bahagia dan baik-baik saja. Bukan dalam keadaan seperti ini. Aku ingin menenangkan diri dulu." Rinjani menghindari bersipandang dengan suaminya.Ponsel Daffa bergetar di saku celana. Saat dilihat, tertera nomer rumahnya. Pasti Noval yan
"Nggak usah." Rinjani melepaskan tangannya dan berbalik hendak keluar. Namun dengan cepat, Daffa berhasil meraih lengannya. "Sayang, kamu pilih bajunya."Ini untuk pertama kali, Rinjani merasa muak dengan panggilan 'sayang'. "Nggak perlu, Mas. Bajuku ini pantas kupakai. Segera pulang saja, aku ingin segera bertemu Noval.""Please." Daffa menahan istrinya. "Tidak." Rinjani mendongak dan menatap tajam netra suaminya. Daffa mengalah. Namun setelah keluar toko, Daffa menariknya untuk masuk ke sebuah toko perhiasan yang terkenal paling mahal di kota mereka. Mulai dari emas 24 karat sampai berlian-berlian mewah ada di sana dan bisa di memesan jewelry yang diinginkan."Nggak usah merayuku dengan benda-benda seperti ini, Mas. Simpan saja uangmu. Memelihara gundik juga butuh uang."Daffa terhenyak sejenak. Ucapan itu cukup menyengat dalam dada. "Coba kamu lihat-lihat saja dulu, siapa tahu ada yang kamu sukai."Rinjani melepaskan tangannya dan melangkah cepat ke arah mobil. Andai dia punya ua
RINDU YANG TERLUKA- Kamar"Aku tidur di kamar Noval," jawab Rinjani datar."Tidur di kamar ini saja. Kita bisa ngobrol, Rin."Rinjani melepaskan cekalan tangan Daffa. Namun jemari itu kuat mencengkramnya. Malah Daffa menjatuhkan lututnya dan memeluk kaki Rinjani. "Rin, please! Berikan mas kesempatan untuk bicara. Mas minta maaf, Sayang."Seringai tipis terbit di bibir Rinjani. "Jangan panggil aku Sayang. Aku muak mendengarnya, Mas. Sebutan yang kau pakai untuk perempuan itu juga." Rinjani berusaha melepaskan kakinya. Namun rangkulan Daffa menguncinya."Rin, maafkan mas."Rinjani diam. Membiarkan Daffa meracau dengan kalimat-kalimat penyesalannya. Tidak sepatah kata ia menjawab. Tatapan wanita itu terbuang di sudut kamar. Cinta, rindu, benci, kecewa, marah, muak, dan entah kata apa lagi berkecamuk dalam dadanya. Membuat sesak dan ingin mengamuk rasanya."Jangan diam, Rin. Bicaralah. Maki dan sumpah serapahi suami ini. Mas akan menerimanya."Wanita itu membeku. "Sayang." Daffa menggun
"Nggak usah cemas gitu. Aku sudah nggak shock lagi sekarang. Bahkan aku sudah siap jika pernikahan kita selesai." Ucapan Rinjani membuat Daffa menatapnya tajam. Wanita itu berdiri. "Mana kuncinya, Mas. Aku mau keluar. Aku nggak bisa sekamar lagi denganmu.""Jangan seperti ini, Mas. Kita bisa bersikap secara dewasa menghadapi kemelut ini. Biarkan aku keluar menemani Noval." Suara Rinjani melembut dan berkata bijak saat melihat Daffa masih diam.Rinjani sendiri yang memilih Daffa dan mengabaikan beberapa nasihat temannya. Ia juga yang memutuskan untuk menerima lamaran dan hidup bersama dengan lelaki ini. Jadi ada permasalahan apapun ia harus bisa mengatasinya sendiri."Mas."Akhirnya Daffa bangkit setelah beberapa saat membiarkan istrinya menunggu. "Tidurlah di sini, mas akan tidur di sofa. Katamu baru saja, kita harus bersikap dewasa, kan? Lagian di kamar Noval hanya ada satu tempat tidur yang dipakai Lastri. Kamu nggak mungkin tidur di lantai.""Sebulan lebih aku sudah terbiasa tidur
Rasa bahagia sekaligus haru menyelimuti ruang perawatan mamanya Bobby. Pria dengan seragam lapas itu memeluk erat dua putrinya. Air mata tumpah tak terkira. Karena isaknya, sampai menyulitkan untuk bicara.Sang mama yang tergolek di atas brankar tak bisa bergerak selain menangis. Adik Bobby sibuk menghapus air matanya sendiri. Begitu juga dengan Ika. Tidak menyangka jika jalan kehidupan putri-putrinya seperti ini. Reza merangkul sambil mengusap-usap lengan istrinya untuk menenangkan. Ika bukan menangisi Bobby, tapi menangis untuk kedua anaknya.Sedangkan Nasya yang tidak seberapa mengerti, duduk diam di sebelah papanya."Terima kasih banyak, Pak Reza. Sudah menjaga dan membimbing anak-anak saya. Terima kasih. Saya titip mereka." Bobby yang sudah mulai tenang, bicara pada Reza."Jangan khawatir, Pak Bobby. Saya akan menyayangi dan menjaga mereka dengan baik," jawab Reza dengan penuturan sopan dan ramah. Bobby ganti memandang mantan istrinya. "Maafkan kesalahanku. Maafkan keluargaku j
Ika menghela nafas panjang. Pantaslah suara mantan adik iparnya terdengar cemas. Perempuan yang beberapa bulan lalu sempat mencak-mencak dan marah karena sang kakak mendapatkan hukuman lumayan lama, kini melunak. Mungkin sekarang benar-benar merasakan bagaimana kehilangan support dan ATM berjalannya.Selama ini Bobby dan Ika yang mensupport pengobatan wanita itu. Makanya kesehatannya terjaga. Namun mulai drop setelah Bobby masuk penjara dan tidak ada dukungan finansial lagi.Sudah hidup enak karena Ika tidak sayang uang buat mereka, tapi mereka diam-diam malah memberikan dukungan pada Bobby bermain serong. Apa mereka pikir, hidupnya akan jauh lebih baik lagi? Orang tamak akan terperosok pada ketamakannya sendiri."Bagaimana, Ma?" Reza menyentuh pundak sang istri yang masih berdiri di teras rumah.Ika mengajak suaminya duduk. Kemudian menceritakan tentang percakapannya dengan mantan ipar."Sebenarnya ini solusi, Ma. Kalau pihak keluarga Bobby mau mengajukan permohonan supaya Bobby diiz
RINDU YANG TERLUKA- Sehari di Surabaya "Ma, papa nggak ngelarang kamu membawa anak-anak menjenguk papanya. Apapun yang terjadi, nggak ada yang bisa memisahkan darah yang mengalir sama di tubuh mereka. Tapi papa ngasih saran, bisakah diusahakan bertemu selain di penjara?"Malam itu Ika memberitahu sang suami perihal pesan yang dikirim mantan adik iparnya. Tentu Ika harus mendiskusikan bersama Reza untuk mengambil keputusan. "Pikirkan psikologis anak-anak. Selama ini mereka hanya mendengar papanya di penjara dari cerita. Tidak menyaksikan secara langsung. Kalau mereka melihat sendiri, pasti akan menjadi beban mental dan mengusik ketenangan jiwa anak-anak. Terutama Zahra yang sudah besar."Ika mengangguk. Benar yang dikatakan sang suami. Karena dia pun memikirkan hal yang sama."Bobby baru setahun menjalani hukumannya, Pa. Mana mungkin diizinkan keluar sebentar dengan alasan tertentu.""Ada beberapa alasan yang bisa membuat pihak berwenang memberi izin untuk Bobby keluar dalam beberap
"Sudah. Tadi malam Iren ngasih tahu kalau Mas Yansa diopname. Livernya kambuh lagi. Kamu mau nyambangi?""Kayaknya nggak, Mbak. Rin juga lagi sakit.""Sakit apa?""Masuk angin.""Jangan-jangan istrimu hamil lagi?""Nggak. Hanya masuk angin. Beberapa hari ini memang sibuk di klinik sampai malam karena rekannya ada yang cuti. Minggu kemarin, tiga hari Rin juga bolak-balik ke Batu untuk seminar.""Nanti mbak ke rumahmu.""Oke. Kalau gitu aku berangkat dulu, Mbak.""Kamu nyetir sendiri?""Iya. Ibnu sudah berangkat pagi tadi ngantar proposal ke Surabaya."Daffa bangkit dari duduknya. Menyapa sebentar pada Bu Murti yang sedang memetik sayuran di halaman samping, lantas masuk mobil dan pergi.Ika masuk ke dalam rumah dan langsung ke dapur. Sebelum mulai sibuk dengan pekerjaannya, dia selalu menyempatkan untuk membantu memasak. Sambil memotong sayuran, ia teringat dengan sepupunya. Mereka pernah membesar bersama di dalam keluarga besar Joyo Winoto. Itu nama kakek mereka. Disaat masih sekola
"Noval sudah berani tidur sendiri di kamarnya, Mas. Asal sebelum tidur ditemani dulu. Kalau Rachel biar tidur di kamar kita untuk sementara. Setelah dia bisa jalan biar ditemani oleh Mak Sum di kamarnya. Gimana?""Oke," jawab Daffa seraya merapatkan pelukannya. Mereka berdua sedang duduk menyaksikan hujan di luar dari balik jendela kaca."Terima kasih untuk hadiahnya, Mas. Tadi pagi kita buru-buru sampai aku nggak sempat bilang terima kasih." Rinjani berkata sambil menyentuh kalung di lehernya."Apa yang mas berikan tidak seberapa dibandingkan dengan apa yang kamu berikan dalam hidup mas, Rin. Kamu menyempurnakan hidup lelaki yang tidak sempurna ini. "Kamu memberikan gelar lelaki br*ngsek ini sebagai seorang ayah. Memberikan kesempatan disaat kesalahan mas teramat fatal. Maaf, untuk semua kesalahan kemarin. Mas bangga memilikimu.""Nggak usah diingat lagi. Kita sudah melangkah sejauh ini. Yang lalu biarlah berlalu. Kita berjuang untuk masa depan keluarga kecil kita. Tapi sekali lagi
RINDU YANG TERLUKA - Biarlah Berlalu Kejutan macam apa ini. Daffa malah sukses membuat Rinjani kelabakan dan tergesa-gesa ke klinik dengan rambut yang belum kering. Dan jadi pusat perhatian, karena belum pernah ia datang ke klinik dengan rambut seperti ini.Mau marah, tapi ini hari ulang tahunnya. Mau marah, tapi Daffa seromantis itu. Ah, sejak dulu sebenarnya Daffa memang sangat romantis meski kemauannya tidak bisa dibantah. Bahkan di tengah perselingkuhannya, Daffa tetap romantis plus egois.Rinjani menghela nafas lalu duduk di kursinya. Meraba kalung berlian di balik kerah bajunya. Daffa yang memakaikannya sesaat sebelum pria itu membawanya terbang ke nirwana."Ini harus dipakai. Nggak mengganggu aktivitasmu, kan?"Sekarang hadiah istimewa itu melingkar dan di sembunyikan di balik kerah baju. Rinjani selalu memakai baju dengan kerah yang menutupi leher jenjangnya."Nanti malam kita dinner dan nginap di Batu," kata Daffa sebelum Rinjani turun dari mobil saat di antar tadi. Jarak
Netra Bu Murti berkaca-kaca saat diberitahu kalau Ika sedang hamil. Bibirnya yang bergetar mengucap syukur berulang kali. Reza, Ika, dan anak-anak sampai di Pujon sudah jam sembilan malam. Reza langsung ke kamar sang mama untuk membagikan kabar gembira."Jaga Ika baik-baik. Jangan biarkan dia melakukan pekerjaan rumah. Biar anak-anak di urus ART. Kamu juga harus tirakat."Kata terakhir yang diucapkan Bu Murti, bagi Reza tidak menjadi masalah. Dia sudah terbiasa mengatasi kesendiriannya hampir lima tahun setelah mamanya Nasya meninggal. "Ika akan bekerja dari rumah, Ma. Jadi dia nggak akan ngantor lagi.""Syukurlah. Segera ajak Ika periksa ke dokter.""Besok kami pergi periksa. Jadwalku ke kampus kebetulan siang.""Ya sudah. Kamu istirahat sana."Reza mengusap punggung mamanya. Kemudian beranjak meninggalkan kamar itu.***L***Satu bulan kemudian ...."Tri, tinggalin aja. Kamu ke depan sana. Kamu ini pengantin baru, nggak usah ikutan beres-beres," tegur Mak Sum menghampiri Lastri yan
Usai makan siang, Daffa mengajak istri dan anaknya pulang ke Malang. Sedangkan Ika dan Reza memutuskan pulang sorenya. Sebab Reza masih ada acara ketemuan dengan temannya di Surabaya.Daffa singgah di Batu. Bertemu Bre di sebuah kafe. Kehadiran Noval agak mengobati kerinduannya pada Alvian. Sudah lama dia tidak bertemu dengan anak Alan dan Livia itu.Bre juga mengendong baby Rachel."Nggak pengen kamu punya boneka hidup seperti ini?" tanya Daffa menghampiri Bre yang membopong Rachel di balkon kafe.Bre tersenyum. "Aku sudah cukup bahagia melihat kamu bisa kembali bersama dengan Rin. Memiliki anak-anak yang tampan dan cantik. Aku juga bahagia melihat Livia bahagia. Biar aku menjalani hidup yang aku pilih.""Sebeku itu hatimu?"Bre diam. Daffa juga diam. Mereka memperhatikan pemandangan di kejauhan yang mulai berselimut kabut. Entah sudah berapa kali Daffa memberikan semangat pada sahabatnya, tapi tampaknya sia-sia. Bre keukeh dengan keputusannya."Mbak Ika juga lagi hamil." "Oh ya?""
RINDU YANG TERLUKA - Romantis "Tekanan darah Mbak Ika menurun, detak jantung meningkat. Ini salah satu tanda stres. Tapi aku yakin Mbak Ika nggak sedang dalam tekanan. Mbak dan Pak Reza sangat bahagia. Kata Mas Daffa pekerjaan juga baik-baik saja. Jadi aku yakin kalau Mbak Ika pasti sedang hamil ini," kata Rinjani setelah melakukan pemeriksaan pada kakak iparnya. Meski sebagai dokter umum, Rinjani memiliki kompetensi ANC (Antenatal Care). Pemeriksaan kehamilan secara umum.Ika bangun dari pembaringan. "Mbak emang udah telat datang bulan, Rin. Sudah sepuluh hari ini.""Kenapa Mbak nggak melakukan testpack?""Nggak, karena mbak takut kecewa lagi. Bulan-bulan kemarin kalau telat haid Mbak langsung test tapi hasilnya negatif. Makanya kali ini Mbak biarin.""Coba cek, Mbak. Aku yakin Mbak Ika lagi hamil ini.""Nanti Mbak beli testpack. Yuk, kita keluar."Ika dan Rinjani melangkah keluar kamar. Di depan pintu sudah ada Reza yang menunggu. Dia tadi khawatir kenapa istri dan iparnya masuk k