Derita Istri Pertama

Derita Istri Pertama

last updateLast Updated : 2023-11-27
By:  Alita novelCompleted
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel18goodnovel
Not enough ratings
89Chapters
14.2Kviews
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
SCAN CODE TO READ ON APP

Nada meminta bercerai karena Adi memberikan lebih banyak perhatian untuk istri kedua dan anak laki-lakinya. Adi yang masih cinta pada Nada berjanji untuk berubah dan akan berskap adil. Mampukan Adi melakukan hal itu dan membuat Nada mengurungkan niatnya untuk bercerai?

View More

Chapter 1

Bab 1 Cerai

BRAK

Pintu kamar VIP di salah satu kamar rumah sakit ternama ini berdebam dengan keras. Di ranjang rumah sakit, putri kecilku masih terbaring lelap. Pasti Mas Adi yang sudah membuka pintu dengan keras. Aku sendiri masih menggenggam tangan putri kecil kami yang terpasang infus.

"Bagaimana kondisi Nasya, dek?"

Hening. aku sama sekali tidak menjawab pertanyaan Mas Adi.

Mas Adi meraup wajah gusar lalu duduk di tepi tempat tidur Nasya. "Maafkan mas sayang. Rahman pakai HP Mas untuk bermain game. Jadi, Mas tidak tahu jika ada telpon dari kamu."

Aku hanya bisa mendengus tidak percaya. Mas Adi tega meninggalkan Nasya yang badannya sudah panas sejak kemarin hanya karena Rahman merengek ingin di ajak pergi ke kebun binatang. Untuk ke sekian kalinya aku dan Nasya harus mengalah. Sayangnya kesabaranku kali ini mungkin sudah habis.

"Mas mohon dek. Tolong beri tahu mas bagaimana kondisi Nasya," pintanya dengan nada memohon.

"Memangnya Nasya itu anak kamu juga mas? Bukannya anak kamu hanya Rahman saja ya?" jawabku sinis.

Sejak Rahman lahir, seluruh perhatian Mas Adi hanya tertuju pada anak laki-lakinya saja. Dalam waktu satu minggu, Mas Adi membagi waktu tiga hari berada di rumahku dan tiga hari lagi berada di rumah maduku. Sedangkan hari minggu di gunakan untuk liburan keluarga. Tergantung dengan jadwal tidur Mas Adi. Di rumahku atau di rumah maduku.

Sayangnya janji manis Mas Adi yang akan adil saat memutuskan berpoligami tidak pernah di lakukan selama tiga tahun ini. Dia sangat sering mengabaikan Nasya yang ingin belanja di mall bersama Ayahnya. Pergi ke toko buku atau hanya sekedar jalan-jalan di taman. Namun jika sudah berhubungan dengan Rahman, Mas Adi akan melakukan segalanya.

"Kamu bilang apa sih dek? Nasya itu juga anakku. Darah dagingku sendiri. Bagaimana mungkin kamu mengatakan jika Nasya bukan anakku seperti Rahman." Emosi Mas Adi mulai naik. Padahal dia yang salah, tetapi justru dia yang marah.

Namun, emosi itu kembali turun saat mataku akhirnya menatapnya. Tidak bisa aku sangkal jika rasa cinta itu masih ada. Sayangnya rasa cinta itu sudah lama bercampur dengan rasa kecewa, benci dan iri. Semuanya campur aduk menjadi satu. Mas Adi mencoba meraih tangan kiriku yang bebas. Sayangnya tanganku segera menepisnya dengan kasar.

"Memang seperti itu kan kenyataannya. Seharusnya tiga hari ini adalah waktumu bersamaku dan Nasya. Bukan bersama dengan Rumi dan Rahman. Hanya karena Rahman merengek ingin pergi ke kebun binatang, kau tega meninggalkan Nasya yang sedang sakit. Bahkan kau melepaskan tangan kecil Nasya yang panas untuk memenuhi keinginan putramu itu."

"Dek." Suara Mas Adi terdengar bergetar penuh penyesalan. Entah dia benar-benar menyesal atau hanya berpura-pura saja.

"Jika Abah tidak menelponmu, kau mungkin tidak akan tahu Nasya di rawat di rumah sakit. Karena selama berada disana, aku dan Nasya tidak boleh mengganggumu, tetapi jika kau bersama dengan kami, Rumi dan Rahman boleh menggangu waktumu dengan kami," ujarku berusaha menahan emosi. Mas Adi menggelengkan kepalanya lalu menyentuh bahuku.

Sekali lagi, aku segera menepis tangannya dari bahuku. Air mata ini akhirnya luruh juga. Tidak bisa lagi menahan sesak di dada. Mengingat semua perlakuan Mas Adi selama ini pada kami. Puncaknya saat Mas Adi memutuskan pergi kemarin malam.

Saat Nasya pertama kali demam, Mas Adi melarangku untuk pergi ke rumah sakit. Aku mengompres dahi Nasya dan memberikan sirup penurun panas. Sayangnya panas Nasya tidak kunjung turun. Mas Adi justru pergi ke rumah maduku karena anak laki-lakinya ingin pergi ke kebun binatang.

"Ayah jangan pergi. Nasya lagi sakit." Tangan kecil Nasya yang panas berusaha menahan kepergian Ayahnya.

"Nasya pasti bisa sembuh malam ini kok. Makanya Nasya harus tetap makan dan minum obat. Tetap patuh pada Ibu. Ayah pergi dulu ya. Kalau besok Nasya sudah sembuh bisa main sama Dek Rahman." Perlahan Mas Adi melepaskan genggaman tangan Nasya lalu pergi dari rumah.

Aku sendiri tidak bisa menahan kepergian Mas Adi. Nasya menceracau terus memanggil nama Ayahnya saat sudah tertidur. Membuatku menangis pilu meratapi nasib pernikahanku. Aku istri pertama. Namun tidak di anggap sama sekali oleh Mas Adi.

Di hari kedua Mas Adi pergi, demam Nasya sempat turun, tetapi kembali tinggi pada malam harinya. Aku terus berusaha menelpon Mas Adi untuk meminta ijin membawa Nasya pergi ke rumah sakit. Namun tidak pernah di angkat. Selalu seperti itu jika dia sedang berada di rumah istri keduanya.

Lalu pesan masuk dari nomor Mas Adi membuat tubuhku membeku. Badan sudah bergetar karena menahan isak tangis agar tidak terdengar sampai ke kamar. Dengan tangan yang masih gemetar aku lalu menghubungi Ayah mertua yang biasa aku panggil dengan sebutan Abah.

Untungnya Abah memberi ijin untuk membawa Nasya pergi ke rumah sakit. Bahkan Ibu mertuaku juga datang ke rumah untuk membantu membawa barang-barang Nasya. Siapa sangka jika Abah juga akan menelpon Mas Adi hingga rela meninggalkan istri kedua dan anak laki-lakinya untuk datang ke rumah sakit ini.

Tok.., tok... tok..

Suara ketukan di pintu menghentikan percecokan kami. Aku segera menghapus air mata di pipiku agar tidak ada orang yang melihat. Tidak lama kemudian seorang dokter dan suster masuk ke dalam kamar rawat Nasya.

"Selamat malam Bapak, Ibu. Gimana kondisi Dek Nasya? Apa tadi sudah lebih baik?" Aku mengangguk.

"Sudah Dok. Nasya juga bisa bicara dengan lancar," jawabku lugas. Tidak seperti saat aku diam saja di hadapan Mas Adi yang bertanya cemas tentang kondisi Nasya.

"Dari hasil uji lab tidak di temukan virus berbahaya. Nasya mengalami radang amandel yang membuat suhu tubuhnya menjadi sangat tinggi. Hal itu tentu saja sangat menyiksa untuk anak sekecil Nasya. Kenapa tidak di bawa ke rumah sakit sejak kemarin Bu?" Tanya Bu Dokter menegur. Walaupun dari nada suaranya masih sangat sopan dan lembut.

"Ini semua salah saya Dok," jawabku pendek. Tidak membeberkan masalah yang sebenarnya pada Dokter. Karena ini salahku yang tidak bisa tegas mengambil keputusan demi kesehatan Nasya.

Padahal bisa saja aku mengatakan jika Mas Adi yang melarang keluar rumah tanpa izin darinya. Mas Adi juga tidak bisa di hubungi untuk meminta ijin agar bisa membawa Nasya ke rumah sakit lebih cepat. Akhirnya aku terpaksa meminta ijin pada Abah untuk membawa Nasya ke rumah sakit. Biarlah masalah ini hanya di ketahui oleh keluarga kami.

"Baiklah. Operasinya akan di lakukan setelah kondisi Nasya membaik. Kami permisi dulu." Aku mengikuti Dokter dan suster yang berjalan keluar dari ruang rawat ini.

***

Jarum jam sudah menunjukkan pukul setengah sebelas malam. Namun baik aku dan Mas Adi masih belum bisa tidur. Aku masih setia duduk di kursi yang terletak di samping tempat tidur. Sedangkan Mas Adi duduk di sofa. Entah apa yang dia lakukan aku sama sekali tidak peduli.

Tiga tahun setelah pernikahanku dan Mas Adi, dia minta ijin menikah lagi. Alasannya hanya satu yaitu karena Mas Adi sudah jatuh cinta pada Rumi. Awalnya aku tidak setuju. Setelah semalaman mengurung diri di kamar dan menelpon Mama, aku setuju jika Mas Adi menikah lagi dengan Rumi.

Awalnya aku mengira jika Mas Adi bisa bersikap adil seperti Abah. Namun kenyatannya jauh panggang dari api. Mengingat kembali perjalanan rumah tanggaku selama tiga tahun ke belakang ini hingga Nasya masuk rumah sakit, aku sudah membuat keputusan. Mungkin lebih baik jika aku memang menyerah.

"Mas." Untuk pertama kalinya aku mau bicara dengan Mas Adi.

"Iya." Mas Adi hendak berdiri dari sofa untuk mendekatiku. Tapi,aku sudah lebih dulu berjalan ke arahnya. Kami duduk saling berdampingan di sofa.

"Apakah kau tahu saat kau mengatakan padaku untuk menikah lagi dengan Rumi, hatiku benar-benar hancur?"

Mas Adi hanya bisa terdiam. Dia seharusnya sudah tahu itu. Hatiku hancur berkeping-keping. Selalu ada air mata dalam sujud. Aku memohon pada Allah untuk memberi kekuatan menerima takdir ini. Walaupun kadang aku juga mempertanyakan kenapa Mas Adi harus menikah lagi.

"Hatiku seperti pecah berserakan di lantai. Tidak akan bisa kembali utuh seperti semula. Malam itu juga aku menelpon Mama. Mengungkapkan segala keluh kesah. Apa kurangnya aku sebagai istri? Aku sudah resign dari tempatku mengajar agar bisa berbakti pada suami. Aku melayani semua kebutuhanmu baik urusan ranjang, perut maupun pakaian. Aku juga sudah memberikan keturunan seorang putri cantik untukmu. Lalu, apa lagi kurangnya aku untukmu hingga kau bisa jatuh cinta dengan perempuan bernama Rumi itu?"

Air mataku terus mengalir di pipi saat mengatakan hal itu. Tanganku dengan cepat menghapusnya. Berusaha menahan sedu sedan yang akan keluar.

"Mama hanya mengatakan jika itu adalah ujian rumah tangga kita. Mama bahkan balik bertanya, pernahkah sebagai suami kamu main tangan, membentakku, tidak membantu urusan rumah dan tidak membantu menjaga Nasya? Tentu saja jawabannya tidak. Kamu adalah suami dan ayah yang sangat baik untukku dan Nasya. Tidak ada alasan bagiku untuk minta cerai darimu. Begitu kata Mama. Dan pagi harinya aku mengatakan padamu setuju jika kamu menikah lagi dengan Rumi."

Tanganku kembali mengusap air mata dengan kasar. Kepala mendongak menatap langit-langit. Aku tidak boleh lemah saat ini.

"Aku berusaha untuk akur dengan Rumi. Asal kau bisa membagi waktu di antara kami berdua. Sayangnya, kau mulai bersikap tidak adil sejak Rahman lahir. Rumi berhasil memberikan anak laki-laki yang sudah kau impikan sejak kita menikah. Tiga tahun aku bertahan dengan segala sikap tidak adil yang kau berikan padaku dan Nasya. Asal Nasya masih bisa berkumpul dan mendapat kasih sayang darimu. Namun dari kejadian kemarin aku sadar jika aku justru sudah menciptakan luka untuk Nasya," kataku terbata karena sudah mulai menangis.

"Dek Nada," ujar Mas Adi menyebut namaku pelan.

"Karena itulah aku minta agar kita bercerai saja."

Expand
Next Chapter
Download

Latest chapter

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Comments

No Comments
89 Chapters
Bab 1 Cerai
BRAK Pintu kamar VIP di salah satu kamar rumah sakit ternama ini berdebam dengan keras. Di ranjang rumah sakit, putri kecilku masih terbaring lelap. Pasti Mas Adi yang sudah membuka pintu dengan keras. Aku sendiri masih menggenggam tangan putri kecil kami yang terpasang infus. "Bagaimana kondisi Nasya, dek?" Hening. aku sama sekali tidak menjawab pertanyaan Mas Adi. Mas Adi meraup wajah gusar lalu duduk di tepi tempat tidur Nasya. "Maafkan mas sayang. Rahman pakai HP Mas untuk bermain game. Jadi, Mas tidak tahu jika ada telpon dari kamu." Aku hanya bisa mendengus tidak percaya. Mas Adi tega meninggalkan Nasya yang badannya sudah panas sejak kemarin hanya karena Rahman merengek ingin di ajak pergi ke kebun binatang. Untuk ke sekian kalinya aku dan Nasya harus mengalah. Sayangnya kesabaranku kali ini mungkin sudah habis. "Mas mohon dek. Tolong beri tahu mas bagaimana kondisi Nasya," pintanya dengan nada memohon. "Memangnya Nasya itu anak kamu juga mas? Bukannya anak kamu hanya Rah
last updateLast Updated : 2023-07-11
Read more
Bab 2 Penolakan
Wajah Mas Adi berubah menjadi pucat. Dapat aku lihat tubuhnya yang gemetar. Bahkan tangan Mas Adi yang menggenggam tanganku terasa sangat dingin. Sepertinya dia sangat terkejut dengan kata cerai yang baru saja aku lontarkan. Tapi, sikap Mas Adi sama sekali tidak ada apa-apanya di banding perasaanku saat dia mengatakan padaku ingin menikah lagi dengan Rumi. "Aku mohon jangan dek. Aku janji akan memperbaiki semua kesalahanku padamu dan Nasya." Mas Adi menggenggam erat kedua tanganku yang sangat dingin. Suamiku bahkan sudah menangis di hadapanku. Perasaanku sudah terlalu hambar untuk ikut menangis bersama Mas Adi. Air mata sudah lebih dulu habis menghadapi sikapnya yang tidak pernah adil padaku dan Nasya. "Keputusanku sudah bulat mas. Ini bukan pertama kalinya kamu mengabaikan Nasya demi Rahman. Bahkan saat acara kelulusan di TK kecil kau meninggalkan Nasya di tengah acara wisuda hanya karena Rumi mengatakan Rahman terus menangis karena ingin bertemu denganmu." Kejadian itu sudah tert
last updateLast Updated : 2023-07-12
Read more
Bab 3 Masa Lalu
"Nasya sayang. Ayah nggak bermaksud menyakiti kamu." Ini pertama kalinya aku mendengar secara langsung kata jahat yang keluar dari mulut putriku. Nasya memang sudah sering memperlihatkan wajah kecewa jika Mas Adi pergi begitu saja demi memenuhi keinginan Rahman. Walaupun tidak pernah di ucapkan pada Mas Adi, Nasya berulang kali mengatakan padaku jika ia jadi benci pada Rahman. Karena sudah merebut semua perhatian Mas Adi dari Nasya. Kemarin malam saat demam Nasya semakin tinggi, Nasya terus mengigau jika dia benci pada Ayahnya. Ucapan yang aku kira hanya bunga tidur karena demam yang di derita Nasya tadi malam. Rupanya itu adalah ungkapan kecewa yang sebenarnya pada Mas Adi. "Nggak mau. Suruh Ayah pergi sekarang Bu." Jerit Nasya tidak terkendali. "Lebih baik Mas Adi pergi sekarang. Nggak enak sama pasien lain kalau suara tangis Nasya sampai keluar dari kamar ini." Mas Adi menganggukan kepalanya lalu mulai melangkah pergi dari kamar ini. Saat Mas Adi berjalan keluar dari kamar, aku
last updateLast Updated : 2023-07-13
Read more
Bab 4 Datang
"Apakah kamu tidak salah mengatakan hal itu padaku?" Tanyaku dengan suara datar. Rumi memang hanya menunjukkan sifat aslinya di hadapanku. Namun, jika sudah di depan Mas Adi dia akan berubah menjadi adik madu yang baik. Hebat sekali aktingnya sehingga bisa membuat Mas Adi tidak sadar dengan sifat asli Rumi selama tiga tahun ini. "Tentu saja tidak. Gara-gara kamu, Mas Adi jadi pergi dari rumah sejak tadi malam. Padahal apa salahnya kamu mengijinkan Mas Adi untuk bermalam di rumahku? Aku ini juga istrinya mbak. Mas Adi juga sudah menemani Nasya sejak tadi malam. Maka pagi ini aku minta waktunya untuk Rahman. Tapi, Mas Adi menolak permintaanku. Itu pasti karena ulah kamu." Aku sengaja tertawa untuk mengejek Rumi. Aneh sekali adik maduku ini. Padahal dia sering merebut waktu Mas Adi dariku dan Nasya. Tapi, sekarang Rumi justru merasa paling di sakiti. Padahal waktu Mas Adi datang ke rumahnya kemarin adalah jatahku bersama Mas Adi. "Aku sama sekali tidak meminta Mas Adi untuk melakukan
last updateLast Updated : 2023-07-14
Read more
Bab 5 Pertemuan Keluarga
Tepat setelah telpon di tutup, aku memilih keluar dari kamar mandi. Kakiku melangkah menuju sofa ruang tunggu lalu mengambil bubur yang tadi di belikan oleh Mas Adi. Aku memakan bubur itu dengan lahap. Sesekali aku akan melihat Nasya yang masih tidur. Hingga aku bisa menangkap lirikan Mas Adi padaku. Untunglah dia tidak mendekat karena masih sibuk dengan hpnya. Entah Mas Adi sedang berbalas pesan dengan siapa. Yang jelas bukan Rumi. "Ibu." Beberapa menit kemudian Nasya sudah bangun. Mas Adi dengan sigap mengambilkan segelas air putih untuk Nasya. "Nasya sama Ayah dulu ya. Biar Ibu bisa makan. Ayo minum dulu nak." Nasya sama sekali tidak menanggapi ucapan Mas Adi. Yang ada hanya tatapan sedih bercampur dengan marah di kedua bola matanya. "Nggak mau." Jawab Nasya ketus. Membuatku merasa sedih. Semarah apapun aku pada Mas Adi, tetap saja aku tidak mau membuat Nasya jadi membenci Ayahnya sendiri. Setidaknya Nasya bisa memberikan maaf lalu berdamai dengan Mas Adi. Tidak seperti aku yang
last updateLast Updated : 2023-10-23
Read more
Bab 6 Keinginan
“Ucapkan salam dulu besan. Jangan langsung masuk seperti itu.” Tegur Umi dengan raut wajah tidak suka. Raut wajah Bu Saroh, Mama Rumi, langsung berubah saat melihat jika Umi yang sudah menegurnya. Senyum kaku tersungging di bibirnya. “Ehm. Assalamualaikum.” Sapa Bu Saroh lalu duduk di samping Ibu setelah menyalami kami semua. Kecuali Abah, Papa dan Mas Adi. “Waalaikumsalam.” Jawab kami semua serempak. “Saya cuma merasa kesal dengan perkataan Nada, Bu Anisa. Kalau mau cerai dari Adi tidak perlu bawa-bawa anak saya.” Kata Bu Saroh dengan nada lembut pada Umi. Namun, lirikan matanya tertuju tajam padaku. “Siapa juga yang bawa-bawa Rumi. Papa dan Mamanya Nada sedang menanyakan alasan kenapa Nada memilih untuk cerai. Kenapa tidak bisa menjalin hubungan harmonis dengan Rumi. Seperti saya dan Mbak Asih. Terus di jawab sama Nada sikap Rumi dan sikap saya itu bagai langit dan bumi. Memang betul seperti itu kan?” Raut wajah Bu Saroh langsung berubah menjadi kesal mendengar jawaban Umi. Sej
last updateLast Updated : 2023-10-23
Read more
Bab 7 Permintaan
Raut wajah Mas Adi yang awalnya datar langsung berubah panik. Pandangannya terus tertuju kesana dan kemari karena tidak fokus. Duduknya menjadi gelisah. Tapi, dia tidak kunjung pergi dari ruang rawat Dinda. Karena baik Abah, Ibu dan Umi juga masih duduk di tempat mereka. Pasti Mas Adi merasa tidak nyaman. Apalagi dengan keberadaan Papa dan Mama yang masih ada disini. “Kenapa kamu tidak segera pergi mas? Nanti Rumi akan menuduhku menahanmu disini agar tidak bisa menemani Rahman yang sedang sakit. Sama seperti sebelumnya. Padahal aku tidak pernah melakukan hal itu.” Ujarku menyindirnya sesuai dengan perkataan Rumi yang selalu adik maduku itu ucapkan padaku. “Nada benar Di. Kamu pergi sekarang saja. Asal jangan lupa datang ke kamar ini lagi sebelum Nasya operasi.” Kata Ibu mendukungku. “Tapi, pembicaraan kita belum selesai Bu.” Pandangan Mas Adi kini sudah beralih padaku. Aku membuang wajah agar tidak menatapnya. “Aku akan melakukan apapun untuk mempertahankan rumah tangga kita dek.
last updateLast Updated : 2023-10-23
Read more
Bab 8 Tidak Takut Lagi
Karena teriakan Rumi barusan, semua orang yang ada di taman rumah sakit ini sudah sibuk merekam kami. Bahkan ada yang terang-terangan mengatakan tentang pelakor yang bisa jadi tertuju padaku. Bukan pada Rumi. Belum sempat Mas Adi menjawab pertanyaan Rumi, dia sudah menarik tangan Mas Adi untuk pergi dari sini sambil terus bicara yang tentu saja berhasil menyudutkanku. Tatapan semua orang menatap tajam ke arahku. Seolah aku yang sudah bersalah disini. “Rahman masih sakit di rumah. Tapi, kamu malah pergi ke rumah sakit untuk menemui Mbak Nada.” Karena perkataan Rumi itu sudah banyak orang yang dengan sengaja mengatakan jika aku adalah pelakor syariah. “Hentikan kalian semua.” Teriakku dengan volume terkendali. Mas Rahman juga sudah berhasil melepaskan pegangan tangan Rumi di tangannya. “Aku bukan pelakor. Justru aku adalah istri pertama pria itu dan dia adalah istri kedua.” Sontak saja kamera segera beralih pada wajah sosok Rumi dan Mas Rahman yang sudah berjarak cukup jauh dariku. K
last updateLast Updated : 2023-10-23
Read more
Bab 9 Rahasia
Degup jantungku seketika berdebar dua kali lipat. Apa ini? Mas Adi punya rahasia yang di sembunyikan dariku? Apa ini alasan Mas Adi selalu menuruti semua perkataan Rumi. Karena dia tidak ingin aku mengetahui hal ini. Diam-diam aku meletakan kembali hp itu ke atas meja. Untungnya Mama tidak melihat saat aku memegang hp Mas Adi. Nanti akan aku tanyakan hal ini padanya. Setelah selesai sarapan, aku menyuruh Mas Adi untuk memakan sarapan bagiannya. “Biar aku yang jaga Nasya.” Kataku setelah berdiri di samping kursinya. “Iya.” Mas Adi beranjak dari kursi lalu duduk di sofa. Aku duduk di kursi yang di tinggalkan Mas Adi. Tanganku mengusap dahi Nasya yang sudah tidak panas. “Kamu sudah siap untuk operasi nanti sayang?” Nasya menggelengkan kepalanya. “Aku takut Bu.” Ku genggam tangan kecil Nasya untuk menyalurkan kekuatan. Wajar saja jika Nasya merasa takut. Walaupun operasi yang akan di jalani nanti tergolong ringan. Tapi, hal itu tetap menakutkan untuk anak seusia Nasya. “Jangan takut
last updateLast Updated : 2023-10-23
Read more
Bab 10 Kesempatan
“Saat itu aku menceritakan tentang hasil usg pada teman-teman guruku saat berkunjung ke toko untuk membeli pakaian baru. Karena saat itu kami akan pergi menemani para siswa berwisata. Aku tidak menyangka jika Rumi mendengarnya lalu meminta aku menceritakan tentang keinginanku untuk mempunyai anak laki-laki lebih dulu. Aku seperti tidak sadar sudah menjawab semua pertanyaan Rumi saat itu Nad.” Tubuhku seketika terasa limbung. Aku memegang ujung meja agar tetap bisa duduk dengan tegak. Semua dugaan itu akhirnya di benarkan secara langsung oleh Mas Adi. Begitu juga dengan semua ucapan Rumi yang mengatakan jika dia bangga bisa memberikan anak laki-laki seperti yang di harapkan oleh Mas Adi. Karena itulah suka cita Mas Adi saat menyambut kelahiran Nasya dan Rahman sangat berbeda. Bukan berarti Mas Adi tidak sayang pada Nasya. Hanya saja saat Nasya lahir, Mas Adi langsung membawa kami pulang ke rumah. Tidak ada acara apapun untuk menyambut kelahiran putri kami. Berbeda dengan saat Rahman
last updateLast Updated : 2023-10-23
Read more
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status