Share

Derita Istri Pertama
Derita Istri Pertama
Author: Alita novel

Bab 1 Cerai

Author: Alita novel
last update Huling Na-update: 2023-07-11 20:16:17

BRAK

Pintu kamar VIP di salah satu kamar rumah sakit ternama ini berdebam dengan keras. Di ranjang rumah sakit, putri kecilku masih terbaring lelap. Pasti Mas Adi yang sudah membuka pintu dengan keras. Aku sendiri masih menggenggam tangan putri kecil kami yang terpasang infus.

"Bagaimana kondisi Nasya, dek?"

Hening. aku sama sekali tidak menjawab pertanyaan Mas Adi.

Mas Adi meraup wajah gusar lalu duduk di tepi tempat tidur Nasya. "Maafkan mas sayang. Rahman pakai HP Mas untuk bermain game. Jadi, Mas tidak tahu jika ada telpon dari kamu."

Aku hanya bisa mendengus tidak percaya. Mas Adi tega meninggalkan Nasya yang badannya sudah panas sejak kemarin hanya karena Rahman merengek ingin di ajak pergi ke kebun binatang. Untuk ke sekian kalinya aku dan Nasya harus mengalah. Sayangnya kesabaranku kali ini mungkin sudah habis.

"Mas mohon dek. Tolong beri tahu mas bagaimana kondisi Nasya," pintanya dengan nada memohon.

"Memangnya Nasya itu anak kamu juga mas? Bukannya anak kamu hanya Rahman saja ya?" jawabku sinis.

Sejak Rahman lahir, seluruh perhatian Mas Adi hanya tertuju pada anak laki-lakinya saja. Dalam waktu satu minggu, Mas Adi membagi waktu tiga hari berada di rumahku dan tiga hari lagi berada di rumah maduku. Sedangkan hari minggu di gunakan untuk liburan keluarga. Tergantung dengan jadwal tidur Mas Adi. Di rumahku atau di rumah maduku.

Sayangnya janji manis Mas Adi yang akan adil saat memutuskan berpoligami tidak pernah di lakukan selama tiga tahun ini. Dia sangat sering mengabaikan Nasya yang ingin belanja di mall bersama Ayahnya. Pergi ke toko buku atau hanya sekedar jalan-jalan di taman. Namun jika sudah berhubungan dengan Rahman, Mas Adi akan melakukan segalanya.

"Kamu bilang apa sih dek? Nasya itu juga anakku. Darah dagingku sendiri. Bagaimana mungkin kamu mengatakan jika Nasya bukan anakku seperti Rahman." Emosi Mas Adi mulai naik. Padahal dia yang salah, tetapi justru dia yang marah.

Namun, emosi itu kembali turun saat mataku akhirnya menatapnya. Tidak bisa aku sangkal jika rasa cinta itu masih ada. Sayangnya rasa cinta itu sudah lama bercampur dengan rasa kecewa, benci dan iri. Semuanya campur aduk menjadi satu. Mas Adi mencoba meraih tangan kiriku yang bebas. Sayangnya tanganku segera menepisnya dengan kasar.

"Memang seperti itu kan kenyataannya. Seharusnya tiga hari ini adalah waktumu bersamaku dan Nasya. Bukan bersama dengan Rumi dan Rahman. Hanya karena Rahman merengek ingin pergi ke kebun binatang, kau tega meninggalkan Nasya yang sedang sakit. Bahkan kau melepaskan tangan kecil Nasya yang panas untuk memenuhi keinginan putramu itu."

"Dek." Suara Mas Adi terdengar bergetar penuh penyesalan. Entah dia benar-benar menyesal atau hanya berpura-pura saja.

"Jika Abah tidak menelponmu, kau mungkin tidak akan tahu Nasya di rawat di rumah sakit. Karena selama berada disana, aku dan Nasya tidak boleh mengganggumu, tetapi jika kau bersama dengan kami, Rumi dan Rahman boleh menggangu waktumu dengan kami," ujarku berusaha menahan emosi. Mas Adi menggelengkan kepalanya lalu menyentuh bahuku.

Sekali lagi, aku segera menepis tangannya dari bahuku. Air mata ini akhirnya luruh juga. Tidak bisa lagi menahan sesak di dada. Mengingat semua perlakuan Mas Adi selama ini pada kami. Puncaknya saat Mas Adi memutuskan pergi kemarin malam.

Saat Nasya pertama kali demam, Mas Adi melarangku untuk pergi ke rumah sakit. Aku mengompres dahi Nasya dan memberikan sirup penurun panas. Sayangnya panas Nasya tidak kunjung turun. Mas Adi justru pergi ke rumah maduku karena anak laki-lakinya ingin pergi ke kebun binatang.

"Ayah jangan pergi. Nasya lagi sakit." Tangan kecil Nasya yang panas berusaha menahan kepergian Ayahnya.

"Nasya pasti bisa sembuh malam ini kok. Makanya Nasya harus tetap makan dan minum obat. Tetap patuh pada Ibu. Ayah pergi dulu ya. Kalau besok Nasya sudah sembuh bisa main sama Dek Rahman." Perlahan Mas Adi melepaskan genggaman tangan Nasya lalu pergi dari rumah.

Aku sendiri tidak bisa menahan kepergian Mas Adi. Nasya menceracau terus memanggil nama Ayahnya saat sudah tertidur. Membuatku menangis pilu meratapi nasib pernikahanku. Aku istri pertama. Namun tidak di anggap sama sekali oleh Mas Adi.

Di hari kedua Mas Adi pergi, demam Nasya sempat turun, tetapi kembali tinggi pada malam harinya. Aku terus berusaha menelpon Mas Adi untuk meminta ijin membawa Nasya pergi ke rumah sakit. Namun tidak pernah di angkat. Selalu seperti itu jika dia sedang berada di rumah istri keduanya.

Lalu pesan masuk dari nomor Mas Adi membuat tubuhku membeku. Badan sudah bergetar karena menahan isak tangis agar tidak terdengar sampai ke kamar. Dengan tangan yang masih gemetar aku lalu menghubungi Ayah mertua yang biasa aku panggil dengan sebutan Abah.

Untungnya Abah memberi ijin untuk membawa Nasya pergi ke rumah sakit. Bahkan Ibu mertuaku juga datang ke rumah untuk membantu membawa barang-barang Nasya. Siapa sangka jika Abah juga akan menelpon Mas Adi hingga rela meninggalkan istri kedua dan anak laki-lakinya untuk datang ke rumah sakit ini.

Tok.., tok... tok..

Suara ketukan di pintu menghentikan percecokan kami. Aku segera menghapus air mata di pipiku agar tidak ada orang yang melihat. Tidak lama kemudian seorang dokter dan suster masuk ke dalam kamar rawat Nasya.

"Selamat malam Bapak, Ibu. Gimana kondisi Dek Nasya? Apa tadi sudah lebih baik?" Aku mengangguk.

"Sudah Dok. Nasya juga bisa bicara dengan lancar," jawabku lugas. Tidak seperti saat aku diam saja di hadapan Mas Adi yang bertanya cemas tentang kondisi Nasya.

"Dari hasil uji lab tidak di temukan virus berbahaya. Nasya mengalami radang amandel yang membuat suhu tubuhnya menjadi sangat tinggi. Hal itu tentu saja sangat menyiksa untuk anak sekecil Nasya. Kenapa tidak di bawa ke rumah sakit sejak kemarin Bu?" Tanya Bu Dokter menegur. Walaupun dari nada suaranya masih sangat sopan dan lembut.

"Ini semua salah saya Dok," jawabku pendek. Tidak membeberkan masalah yang sebenarnya pada Dokter. Karena ini salahku yang tidak bisa tegas mengambil keputusan demi kesehatan Nasya.

Padahal bisa saja aku mengatakan jika Mas Adi yang melarang keluar rumah tanpa izin darinya. Mas Adi juga tidak bisa di hubungi untuk meminta ijin agar bisa membawa Nasya ke rumah sakit lebih cepat. Akhirnya aku terpaksa meminta ijin pada Abah untuk membawa Nasya ke rumah sakit. Biarlah masalah ini hanya di ketahui oleh keluarga kami.

"Baiklah. Operasinya akan di lakukan setelah kondisi Nasya membaik. Kami permisi dulu." Aku mengikuti Dokter dan suster yang berjalan keluar dari ruang rawat ini.

***

Jarum jam sudah menunjukkan pukul setengah sebelas malam. Namun baik aku dan Mas Adi masih belum bisa tidur. Aku masih setia duduk di kursi yang terletak di samping tempat tidur. Sedangkan Mas Adi duduk di sofa. Entah apa yang dia lakukan aku sama sekali tidak peduli.

Tiga tahun setelah pernikahanku dan Mas Adi, dia minta ijin menikah lagi. Alasannya hanya satu yaitu karena Mas Adi sudah jatuh cinta pada Rumi. Awalnya aku tidak setuju. Setelah semalaman mengurung diri di kamar dan menelpon Mama, aku setuju jika Mas Adi menikah lagi dengan Rumi.

Awalnya aku mengira jika Mas Adi bisa bersikap adil seperti Abah. Namun kenyatannya jauh panggang dari api. Mengingat kembali perjalanan rumah tanggaku selama tiga tahun ke belakang ini hingga Nasya masuk rumah sakit, aku sudah membuat keputusan. Mungkin lebih baik jika aku memang menyerah.

"Mas." Untuk pertama kalinya aku mau bicara dengan Mas Adi.

"Iya." Mas Adi hendak berdiri dari sofa untuk mendekatiku. Tapi,aku sudah lebih dulu berjalan ke arahnya. Kami duduk saling berdampingan di sofa.

"Apakah kau tahu saat kau mengatakan padaku untuk menikah lagi dengan Rumi, hatiku benar-benar hancur?"

Mas Adi hanya bisa terdiam. Dia seharusnya sudah tahu itu. Hatiku hancur berkeping-keping. Selalu ada air mata dalam sujud. Aku memohon pada Allah untuk memberi kekuatan menerima takdir ini. Walaupun kadang aku juga mempertanyakan kenapa Mas Adi harus menikah lagi.

"Hatiku seperti pecah berserakan di lantai. Tidak akan bisa kembali utuh seperti semula. Malam itu juga aku menelpon Mama. Mengungkapkan segala keluh kesah. Apa kurangnya aku sebagai istri? Aku sudah resign dari tempatku mengajar agar bisa berbakti pada suami. Aku melayani semua kebutuhanmu baik urusan ranjang, perut maupun pakaian. Aku juga sudah memberikan keturunan seorang putri cantik untukmu. Lalu, apa lagi kurangnya aku untukmu hingga kau bisa jatuh cinta dengan perempuan bernama Rumi itu?"

Air mataku terus mengalir di pipi saat mengatakan hal itu. Tanganku dengan cepat menghapusnya. Berusaha menahan sedu sedan yang akan keluar.

"Mama hanya mengatakan jika itu adalah ujian rumah tangga kita. Mama bahkan balik bertanya, pernahkah sebagai suami kamu main tangan, membentakku, tidak membantu urusan rumah dan tidak membantu menjaga Nasya? Tentu saja jawabannya tidak. Kamu adalah suami dan ayah yang sangat baik untukku dan Nasya. Tidak ada alasan bagiku untuk minta cerai darimu. Begitu kata Mama. Dan pagi harinya aku mengatakan padamu setuju jika kamu menikah lagi dengan Rumi."

Tanganku kembali mengusap air mata dengan kasar. Kepala mendongak menatap langit-langit. Aku tidak boleh lemah saat ini.

"Aku berusaha untuk akur dengan Rumi. Asal kau bisa membagi waktu di antara kami berdua. Sayangnya, kau mulai bersikap tidak adil sejak Rahman lahir. Rumi berhasil memberikan anak laki-laki yang sudah kau impikan sejak kita menikah. Tiga tahun aku bertahan dengan segala sikap tidak adil yang kau berikan padaku dan Nasya. Asal Nasya masih bisa berkumpul dan mendapat kasih sayang darimu. Namun dari kejadian kemarin aku sadar jika aku justru sudah menciptakan luka untuk Nasya," kataku terbata karena sudah mulai menangis.

"Dek Nada," ujar Mas Adi menyebut namaku pelan.

"Karena itulah aku minta agar kita bercerai saja."

Mga Comments (2)
goodnovel comment avatar
Rania Humaira
resiko dipoligami atas dasar apapun pasti akan ada yg diistimewakan. dan salahmu sendiri krn tidak tegas dari awal suamimu berubah. kau sebagai istri terlalu lemah dg drama sebagai istri sholehah. bukan kau saja yg tidak mendapat keadilan tapi anakmu juga. dan semua itu krn kebodohanmu.
goodnovel comment avatar
Yati Syahira
itulah laki klu sdh jatuh cinta sama lainya ,istri sdh berbaakti iklas nggak ada arti cerai pergi biar hati dan pikiran waras jgn maksain utuk di cintai ,cari kebahagian dgn yang lain
Tignan lahat ng Komento

Kaugnay na kabanata

  • Derita Istri Pertama   Bab 2 Penolakan

    Wajah Mas Adi berubah menjadi pucat. Dapat aku lihat tubuhnya yang gemetar. Bahkan tangan Mas Adi yang menggenggam tanganku terasa sangat dingin. Sepertinya dia sangat terkejut dengan kata cerai yang baru saja aku lontarkan. Tapi, sikap Mas Adi sama sekali tidak ada apa-apanya di banding perasaanku saat dia mengatakan padaku ingin menikah lagi dengan Rumi. "Aku mohon jangan dek. Aku janji akan memperbaiki semua kesalahanku padamu dan Nasya." Mas Adi menggenggam erat kedua tanganku yang sangat dingin. Suamiku bahkan sudah menangis di hadapanku. Perasaanku sudah terlalu hambar untuk ikut menangis bersama Mas Adi. Air mata sudah lebih dulu habis menghadapi sikapnya yang tidak pernah adil padaku dan Nasya. "Keputusanku sudah bulat mas. Ini bukan pertama kalinya kamu mengabaikan Nasya demi Rahman. Bahkan saat acara kelulusan di TK kecil kau meninggalkan Nasya di tengah acara wisuda hanya karena Rumi mengatakan Rahman terus menangis karena ingin bertemu denganmu." Kejadian itu sudah tert

    Huling Na-update : 2023-07-12
  • Derita Istri Pertama   Bab 3 Masa Lalu

    "Nasya sayang. Ayah nggak bermaksud menyakiti kamu." Ini pertama kalinya aku mendengar secara langsung kata jahat yang keluar dari mulut putriku. Nasya memang sudah sering memperlihatkan wajah kecewa jika Mas Adi pergi begitu saja demi memenuhi keinginan Rahman. Walaupun tidak pernah di ucapkan pada Mas Adi, Nasya berulang kali mengatakan padaku jika ia jadi benci pada Rahman. Karena sudah merebut semua perhatian Mas Adi dari Nasya. Kemarin malam saat demam Nasya semakin tinggi, Nasya terus mengigau jika dia benci pada Ayahnya. Ucapan yang aku kira hanya bunga tidur karena demam yang di derita Nasya tadi malam. Rupanya itu adalah ungkapan kecewa yang sebenarnya pada Mas Adi. "Nggak mau. Suruh Ayah pergi sekarang Bu." Jerit Nasya tidak terkendali. "Lebih baik Mas Adi pergi sekarang. Nggak enak sama pasien lain kalau suara tangis Nasya sampai keluar dari kamar ini." Mas Adi menganggukan kepalanya lalu mulai melangkah pergi dari kamar ini. Saat Mas Adi berjalan keluar dari kamar, aku

    Huling Na-update : 2023-07-13
  • Derita Istri Pertama   Bab 4 Datang

    "Apakah kamu tidak salah mengatakan hal itu padaku?" Tanyaku dengan suara datar. Rumi memang hanya menunjukkan sifat aslinya di hadapanku. Namun, jika sudah di depan Mas Adi dia akan berubah menjadi adik madu yang baik. Hebat sekali aktingnya sehingga bisa membuat Mas Adi tidak sadar dengan sifat asli Rumi selama tiga tahun ini. "Tentu saja tidak. Gara-gara kamu, Mas Adi jadi pergi dari rumah sejak tadi malam. Padahal apa salahnya kamu mengijinkan Mas Adi untuk bermalam di rumahku? Aku ini juga istrinya mbak. Mas Adi juga sudah menemani Nasya sejak tadi malam. Maka pagi ini aku minta waktunya untuk Rahman. Tapi, Mas Adi menolak permintaanku. Itu pasti karena ulah kamu." Aku sengaja tertawa untuk mengejek Rumi. Aneh sekali adik maduku ini. Padahal dia sering merebut waktu Mas Adi dariku dan Nasya. Tapi, sekarang Rumi justru merasa paling di sakiti. Padahal waktu Mas Adi datang ke rumahnya kemarin adalah jatahku bersama Mas Adi. "Aku sama sekali tidak meminta Mas Adi untuk melakukan

    Huling Na-update : 2023-07-14
  • Derita Istri Pertama   Bab 5 Pertemuan Keluarga

    Tepat setelah telpon di tutup, aku memilih keluar dari kamar mandi. Kakiku melangkah menuju sofa ruang tunggu lalu mengambil bubur yang tadi di belikan oleh Mas Adi. Aku memakan bubur itu dengan lahap. Sesekali aku akan melihat Nasya yang masih tidur. Hingga aku bisa menangkap lirikan Mas Adi padaku. Untunglah dia tidak mendekat karena masih sibuk dengan hpnya. Entah Mas Adi sedang berbalas pesan dengan siapa. Yang jelas bukan Rumi. "Ibu." Beberapa menit kemudian Nasya sudah bangun. Mas Adi dengan sigap mengambilkan segelas air putih untuk Nasya. "Nasya sama Ayah dulu ya. Biar Ibu bisa makan. Ayo minum dulu nak." Nasya sama sekali tidak menanggapi ucapan Mas Adi. Yang ada hanya tatapan sedih bercampur dengan marah di kedua bola matanya. "Nggak mau." Jawab Nasya ketus. Membuatku merasa sedih. Semarah apapun aku pada Mas Adi, tetap saja aku tidak mau membuat Nasya jadi membenci Ayahnya sendiri. Setidaknya Nasya bisa memberikan maaf lalu berdamai dengan Mas Adi. Tidak seperti aku yang

    Huling Na-update : 2023-10-23
  • Derita Istri Pertama   Bab 6 Keinginan

    “Ucapkan salam dulu besan. Jangan langsung masuk seperti itu.” Tegur Umi dengan raut wajah tidak suka. Raut wajah Bu Saroh, Mama Rumi, langsung berubah saat melihat jika Umi yang sudah menegurnya. Senyum kaku tersungging di bibirnya. “Ehm. Assalamualaikum.” Sapa Bu Saroh lalu duduk di samping Ibu setelah menyalami kami semua. Kecuali Abah, Papa dan Mas Adi. “Waalaikumsalam.” Jawab kami semua serempak. “Saya cuma merasa kesal dengan perkataan Nada, Bu Anisa. Kalau mau cerai dari Adi tidak perlu bawa-bawa anak saya.” Kata Bu Saroh dengan nada lembut pada Umi. Namun, lirikan matanya tertuju tajam padaku. “Siapa juga yang bawa-bawa Rumi. Papa dan Mamanya Nada sedang menanyakan alasan kenapa Nada memilih untuk cerai. Kenapa tidak bisa menjalin hubungan harmonis dengan Rumi. Seperti saya dan Mbak Asih. Terus di jawab sama Nada sikap Rumi dan sikap saya itu bagai langit dan bumi. Memang betul seperti itu kan?” Raut wajah Bu Saroh langsung berubah menjadi kesal mendengar jawaban Umi. Sej

    Huling Na-update : 2023-10-23
  • Derita Istri Pertama   Bab 7 Permintaan

    Raut wajah Mas Adi yang awalnya datar langsung berubah panik. Pandangannya terus tertuju kesana dan kemari karena tidak fokus. Duduknya menjadi gelisah. Tapi, dia tidak kunjung pergi dari ruang rawat Dinda. Karena baik Abah, Ibu dan Umi juga masih duduk di tempat mereka. Pasti Mas Adi merasa tidak nyaman. Apalagi dengan keberadaan Papa dan Mama yang masih ada disini. “Kenapa kamu tidak segera pergi mas? Nanti Rumi akan menuduhku menahanmu disini agar tidak bisa menemani Rahman yang sedang sakit. Sama seperti sebelumnya. Padahal aku tidak pernah melakukan hal itu.” Ujarku menyindirnya sesuai dengan perkataan Rumi yang selalu adik maduku itu ucapkan padaku. “Nada benar Di. Kamu pergi sekarang saja. Asal jangan lupa datang ke kamar ini lagi sebelum Nasya operasi.” Kata Ibu mendukungku. “Tapi, pembicaraan kita belum selesai Bu.” Pandangan Mas Adi kini sudah beralih padaku. Aku membuang wajah agar tidak menatapnya. “Aku akan melakukan apapun untuk mempertahankan rumah tangga kita dek.

    Huling Na-update : 2023-10-23
  • Derita Istri Pertama   Bab 8 Tidak Takut Lagi

    Karena teriakan Rumi barusan, semua orang yang ada di taman rumah sakit ini sudah sibuk merekam kami. Bahkan ada yang terang-terangan mengatakan tentang pelakor yang bisa jadi tertuju padaku. Bukan pada Rumi. Belum sempat Mas Adi menjawab pertanyaan Rumi, dia sudah menarik tangan Mas Adi untuk pergi dari sini sambil terus bicara yang tentu saja berhasil menyudutkanku. Tatapan semua orang menatap tajam ke arahku. Seolah aku yang sudah bersalah disini. “Rahman masih sakit di rumah. Tapi, kamu malah pergi ke rumah sakit untuk menemui Mbak Nada.” Karena perkataan Rumi itu sudah banyak orang yang dengan sengaja mengatakan jika aku adalah pelakor syariah. “Hentikan kalian semua.” Teriakku dengan volume terkendali. Mas Rahman juga sudah berhasil melepaskan pegangan tangan Rumi di tangannya. “Aku bukan pelakor. Justru aku adalah istri pertama pria itu dan dia adalah istri kedua.” Sontak saja kamera segera beralih pada wajah sosok Rumi dan Mas Rahman yang sudah berjarak cukup jauh dariku. K

    Huling Na-update : 2023-10-23
  • Derita Istri Pertama   Bab 9 Rahasia

    Degup jantungku seketika berdebar dua kali lipat. Apa ini? Mas Adi punya rahasia yang di sembunyikan dariku? Apa ini alasan Mas Adi selalu menuruti semua perkataan Rumi. Karena dia tidak ingin aku mengetahui hal ini. Diam-diam aku meletakan kembali hp itu ke atas meja. Untungnya Mama tidak melihat saat aku memegang hp Mas Adi. Nanti akan aku tanyakan hal ini padanya. Setelah selesai sarapan, aku menyuruh Mas Adi untuk memakan sarapan bagiannya. “Biar aku yang jaga Nasya.” Kataku setelah berdiri di samping kursinya. “Iya.” Mas Adi beranjak dari kursi lalu duduk di sofa. Aku duduk di kursi yang di tinggalkan Mas Adi. Tanganku mengusap dahi Nasya yang sudah tidak panas. “Kamu sudah siap untuk operasi nanti sayang?” Nasya menggelengkan kepalanya. “Aku takut Bu.” Ku genggam tangan kecil Nasya untuk menyalurkan kekuatan. Wajar saja jika Nasya merasa takut. Walaupun operasi yang akan di jalani nanti tergolong ringan. Tapi, hal itu tetap menakutkan untuk anak seusia Nasya. “Jangan takut

    Huling Na-update : 2023-10-23

Pinakabagong kabanata

  • Derita Istri Pertama   Bab 89 Ending

    Saat Adi pulang ke rumah, sudah ada Rahman yang datang bersama Bude Sri dan Bu Anisa. Nada menjelaskan jika Rahman sudah tahu semuanya. Rahman menangis dalam pelukan Nada. Mereka tidak menanyakan apapun hingga Rahman akhirnya berhenti menangis."Jangan takut lagi sayang. Mulai sekarang Rahman akan tinggal di rumah ini dengan Ayah, Ibu, Kak Nasya dan Karina. Sejak dulu sampai sekarang, Rahman adalah anak Ibu dan Ayah. " Ucap Nada lembut yang membuat semua orang terharu.Adi sendiri merasa sangat bersyukur bisa kembali bersama Nada yang menerima Rahman dan Karina dengan lapang hati. Juga menganggap mereka sebagai anaknya sendiri. Hari itu, Adi kembali di sibukan untuk menata kamar tamu yang akan di ubah menjadi kamar Rahman. Sedangkan Nada sibuk memasak makan siang di dapur bersama Bude Sri.Mereka memutuskan untuk merawat Rahman bersama serta memberi tahu identitas Rahman dan Karina yang sebenarnya adalah saudara sepersusuan. Berita ini di sampaikan juga pada seluruh keluarga mereka yan

  • Derita Istri Pertama   Bab 88 Penahanan

    “Tidak mungkin. Anak saya tidak pernah menjebak Adi. Itu semua adalah fitnah.” Bu Anita berdiri di hadapan Galang untuk menghalangi kedua polisi itu yang hendak menangkap sang putra. Alana hanya berdiri dengan tubuh kaku menatap kakaknya dan sekumpulan polisi itu bergantian. “Maaf Bu. Jangan halangi penyelidikan kami. Selain Pak Galang, kami juga harus membawa Bu Rumi sebagai orang yang telah membeli obat-obatan itu. Kami sudah punya bukti yang valid untuk menahan anak dan menantu Ibu.” Kata salah satu polisi yang kepalanya botak dengan wajah datar menatap ke arah mereka. Galang masih terdiam di tempatnya tidak percaya. Jika jebakan yang sudah ia buat dengan matang dapat di ketahui oleh Adi. Dadanya terus berdebar kencang memikirkan semua keanehan yang terjadi selama ini. Adi yang selalu bisa berkelit dari semua jebakannnya. 'Apakah Adi sudah juga mengintaiku dengan menyuruh orang lain? Atau dia memasang kamera CCTV di rumah ini?' Tanya Galang dalam hatinya. Wajah pria itu masih tam

  • Derita Istri Pertama   Bab 87 Keanehan Rumi

    Tanpa sadar Galang membanting hpnya ke atas meja. Sehingga membuat perhatian para guru yang masih ada di ruangan yang sama dengannya jadi teralih pada Galang. Menyadari jika ia sudah membuat dirinya sebagai pusat perhatian, pria itu hanya bisa minta maaf karena sudah membuar keributan"Ada apa Pak Galang?” Tanya salah satu rekan guru senior yang jauh lebih tua darinya. Galang menggelengkan kepalanya sambil tersenyum kikuk. Menyesal karena sudah kelepasan marah di depan rekan guru yang lain.“Maaf Pak. Tadi ada nomor pinjol yang neror saya karena teman saya berhutang padanya.” Guru itu menganggukan kepalanya mengerti lalu kembali sibuk dengan kertas di tangan. Begitu juga dengan guru-guru lain yang tidak lagi memperhatikan GalangUjian akhir semester seperti ini membuat Galang dan beberapa guru memutuskan untuk bertahan di sekolah sampai sore guna membuat soal ulangan. Sebagian guru lain yang mata pelajarannya sudah di ujikan juga memilih untuk bertahan di sekolah untuk memeriksa lemba

  • Derita Istri Pertama   Bab 86 Ancaman Galang

    “Selamat ya Bu. Anda di nyatakan positif hamil.” Kata Dokter wanita setelah memeriksa hasil usg di rahim Rumi. Tampak bulatan kecil yang ada di layar. Wanita itu membalas senyum Dokter agar tidak curiga. Padahal hatinya biasa saja saat melihat sudah ada benih dari Galang yang bersemayam dalam rahimnya. “Alhamdulillah. Terima kasih banyak Dok.” “Alhamdulillah dek. Akhirnya kamu hamil juga.” Ujar Galang yang juga bisa berakting dengan sempurna. Walaupun sebagian isi hatinya memang sangat tulus saat menyambut benih yang ada di rahim Rumi. Membuat keraguan di hati Galang tiba-tiba saja semakin kuat. Berbanding terbalik dengan perasaan Rumi. ‘Apakah aku masih harus mengejar Nada jika Rumi memang hamil anakku?’ Batin Galang galau saat ia dan Rumi sudah duduk kembali di hadapan Dokter. Pasangan suami istri itu lalu pulang ke rumah. Galang melangkah lebih dulu hingga masuk ke dalam ruang tengah. Disana sudah menunggu Alana yang tengah menonton TV bersama dengan Bu Anita. Raut wajah Galang

  • Derita Istri Pertama   Bab 85 Media Yang Di Hancurkan

    “Apa? Jadi Galang memang benar di pelet sama si Rumi itu? Keterlaluan sekali. Sudah Mama duga kenapa sikap Galang jadi berubah aneh seperti itu setelah menikah dengan Rumi.” Teriak Bu Anita dari sebrang sambungan telpon yang membuat telinga Alana terasa pekak sekali. Sampai perempuan itu mengorek telinganya yang berdenging karena tadi ia menempelkan hp di telinga. Seharusnya ia sudah menggunakan mode loudspeaker sejak tadi. “Iya Ma. Sesuai dengan informasi dari nomor asing itu, aku bisa menemukan dimana Rumi menyimpan kertas dan bubuk aneh ini. Untung saja Bude Sri bisa menulis huruf arab jawa sehingga aku menyuruhnya untuk menyalin tulisan itu. semirip mungkin. Kata Bude Sri dia sedikit mengubah huruf arab dari nama Mas Galang. Padahal aku sama sekali tidak sadar saat membacanya tadi.” Terang Alana mengingat penjelasan wanita paruh baya itu setelah menyapu halaman depan. “Kalau di ubah dan Rumi tahu bagaimana?” Tanya Bu Anita cemas. Dalam hatinya ia berpikir jika rencana Alana bisa

  • Derita Istri Pertama   Bab 84 Rencana Alana

    Pesawat yang di tumpangi Alana sudah mendarat di bandara. Ia turun dari pesawat lalu langsung naik ke dalam taksi yang menunggu di dalam bandara dengan membawa dua koper besar. Karena Alana memang berniat untuk tinggal di rumah Galang selama satu minggu. Selain untuk memastikan kebenaran jika Galang memang sudah di pelet oleh Rumi, ada pekerjaan di yayasan yang ingin Alana bicarakan secara langsung dengan kakaknya itu. Ia menyebutkan tujuan alamatnya pada sopir taksi yang sudah melajukan mobilnya keluar dari bandara lalu menuju rumah Galang. Tangannya mengambil hp dari dalam tas untuk membuka pesan dari Bu Anita. Jari Alana dengan cepat mengetikan pesan balasan untuk sang Mama yang terkirim satu setengah jam yang lalu. Itu berarti saat Alana masih berada di dalam pesawat. [Aku sudah turun dari pesawat dan sekarang sedang di dalam taksi menuju rumah Mas Galang, Ma. Tenang saja. Aku akan langsung mengambil kertas itu dari kabinet dapur. Aku akan tetap menjalankan rencanaku agar Rumi t

  • Derita Istri Pertama   Bab 83 Rumi Hamil

    Dua minggu sejak acara reuni sudah berlalu. Tidak ada hal yang mencurigakan dari pantauan kamera CCTV dan alat perekam di rumah Galang. Arman juga mengatakan bahwa ia masih memantau semua rekaman itu bersama anak buahnya. Membuat hati Nada menjadi sedikit lebih tenang. Pikirannya selalu teralihkan karena niat jahat Galang dan Rumi. Sehingga Nada sering kali melamun. Fokusnya kini sedang menyusun laporan keuangan akhir bulan untuk kemudian di gabungkan dengan toko Dinada. Ia tidak boleh memikirkan hal itu lagi. Hari senin baru saja di mulai. Namun, waktu terasa sangat cepat berlalu karena semburat jingga yang terlihat dari balik jendela sudah akan turun ke peraduannya. Sudah ada lima pegawai yang sibuk mengepak semua pesanan hijab dan mukena di toko online milik Nada. Bude Sri hanya bisa membantu jika pekerjaan di rumah orang tua Nada sudah selesai. Hanum dan Shanum juga sudah mulai fokus untuk belajar karena sebentar lagi akan menjalani ujian akhir sekolah. Jadi, Nada sudah merekrut

  • Derita Istri Pertama   Bab 82 Rencana Baru Galang

    "Gimana caranya kita menjebak Mas Adi sebagai pemakai jika ia tidak memakai obat itu?" Tanya Rumi bingung dengan rencana baru sang suami. Ia sama sekali tidak paham dengan obat-obatan terlarang. Rumi membeli obat itu juga karena perintah Galang. "Mudah saja. Kita bisa mengancam Adi akan melaporkannya dengan dua tuduhan yaitu kemungkinan sebagai pemakai dan sebagai pengedar narkoba. Tapi, bukan itu poin utamanya Rum. Hal itu bertujuan untuk membuat Nada tidak percaya lagi pada Adi. Aku juga tidak ingin melaporkannya ke polisi. Itu hanya sebagai ancaman saja." Rumi menganggukan kepalanya mengerti. "Setelah itu, aku masih harus meminta bantuanmu untuk mendapatkan Nada. Untuk urusan Adi aku serahkan padamu. Lakukan apa saja sesukamu untuk mendapatkan Adi lagi." 'Tidak perlu. Yang penting aku bisa mengabulkan keinginan terbesarmu. Aku sudah tidak mau berurusan dengan dukun itu. Untuk membantumu aku akan cari dukun lain yang metodenya lebih simple Mas.' Batin Rumi dalam hatinya. “Terus

  • Derita Istri Pertama   Bab 81 Rencana Galang Yang Gagal

    Kelopak mata Galang perlahan terbuka. Kepalanya terasa sangat pusing hingga ia tidak bisa bangun untuk sebentar. Saat melihat langit-langit atap kamarnya yang familiar, pria itu kembali memejamkan kedua matanya. Untuk sesaat Galang seperti sudah melupakan kejadian tadi malam. Pria itu justru kembali melanjutkan tidur dengan badan yang terasa cukup dingin. Padahal ia sudah pakai selimut yang menutupi seluruh badannya. Tubuhnya miring ke kanan. Kelopak matanya mengerjap menatap wajah Rumi yang masih terlelap. Dengan bahu yang polos tanpa tertutup pakaian.Seketika kesadaran itu menghantam Galang. Seharusnya Rumi tidak sedang tidur di kamar ini bersama dengannya. Tapi, istrinya itu harus tidur dengan Adi di kamar hotel yang sudah ia sewa.Seperti yang sudah mereka rencanakan jauh-jauh hari. Hati Galang menjerit marah karena rencana mereka sudah gagal sejak tadi malam. “Ya ampun sial banget.” Pekik pria itu meluapkan emosinya hingga tiba-tiba terbangun. Selimut yang tadi menutup tubuh po

DMCA.com Protection Status