Rara yang tak pernah menaruh curiga sama sekali dengan orang-orang terdekatnya, terutama pada suaminya, justru menikam dari belakang. pernikahan yang sudah dibina selama 15 tahun, hancur seketika hanya karena Ridwan silau dengan wanita yang lebih muda. Ridwan lupa daratan atas kesuksesan yang dia punya. bahwa Rara lah yang punya kendali dibalik apa yang dia miliki. melalui story WA iparnya , Tuhan tunjukan jawaban atas pengkhianatan suaminya kepada Rara. akankah Ridwan bisa untuk tetap melanjutkan pernikahan dengan selingkuhannya? bagaimana Rara menyikapi perselingkuhan suaminya? ikuti kisahnya di sini, ya!
View MoreVideo acara tujuh bulanan di rumah mertua di W* story ipar. (1)
"Selamat tujuh bulanan Iparku. Semoga, sehat-sehat sampai lahiran, ya!" begitu lah bunyian status yang tertulis di video story W* Vina. video yang hanya 15 detik itu menunjukkan sebuah rangkaian acara tujuh bulanan yang diselenggarakan di rumah mertuanya Rara.Di story slide kedua, masih tentang hal yang sama dan membuat Rara semakin penasaran. "Alhamdulillah semua acara berjalan lancar dan khidmat, udah nggak sabar nunggu ponakan cowok launching dua bulan lagi." Caption di foto story W* Vina, dan foto itu terlihat seorang perempuan sedang memegang perut buncitnya dengan gaya tangan dibentuk love, memakai kebaya berwarna dusty pink.Namun ada yang membuat Rara bertanya-tanya tentang foto itu. Di Foto itu bukan hanya tangan si perempuannya yang memegang perut itu, ada tangan laki-laki juga yang saling berdampingan, dan ditangan itu terlihat cincin di jari manisnya yang sama persis dengan cincin yang Rara pakai, mungkin itu adalah suami dari si perempuan itu. Deg! Rara sedikit merasa tidak enak hati melihat tangan dan cincin itu. "Kenapa cincinnya mirip dengan cincin kawinku dan Mas Ridwan? Ah, apa mungkin hanya kebetulan mirip?" pikir Rara. "Siapa yang hamil? Kenapa acara nya di rumah mertua? Dan kenapa aku nggak diberitahu acara penting ini?" pikir Rara lagi. Sedetik kemudian Rara langsung menanyakan itu pada Vina dan langsung mengomentari story foto itu. [Vin, siapa yang hamil? Kok bikin acara tujuh bulanan di rumah Mama?]Pesan terkirim, Namun masih centang abu, dan belum dibuka. Padahal keterangan di kontak saat ini Vina sedang online. Semakin membuat rasa penasaran Rara, siapa gerangan yang sedang hamil di keluarga suaminya? karena selama ini Rara tau tidak ada istri dari adik suaminya yang hamil. Apalagi tujuh bulan. Semua istri dari adik suaminya sudah melahirkan dua tahun lalu, dan sekarang sedang menikmati masa-masa tumbuh kembang balitanya. Yang tersisa hanya Vina yang belum menikah. Lalu siapa yang hamil? Notifikasi W* masuk, ternyata hampir lima belas menit pesan itu terkirim baru dibalas oleh Vina. Namun, saat pesan itu dibaca oleh Rara, foto yang tadi di story sudah tidak tersedia. Dan Rara mencoba kembali ke story melihat video tadi, ternyata sama, semua sudah dihapus oleh Vina."Aneh sekali," Gumam Rara. [Itu Mba Dwi, istrinya mas Dito, Mbak. Anaknya Bude Retno.][Dia numpang bikin acaranya di rumah Mama, Mbak. Mbak kenapa nggak datang?]Rara menyipitkan mata membaca pesan dari Vina adik iparnya. Dito memang sudah menikah tahun lalu, sepupu dari suaminya itu. Tapi, dua bulan lalu masih sempat bertemu waktu Rara ke supermarket belanja, dan itu perutnya masih rata belum hamil. Apa karena bajunya besar dan Rara tidak mengetahuinya. "Aneh sekali rasanya, kenapa kok Dwi bikin acara di rumah Mama mertua, padahal Dwi punya rumah juga." Rara sedikit curiga dengan jawaban Vina, namun, Rara berusaha menepis semua itu. [Oh itu Dwi? Emang Dwi sudah hamil ya, Vin? Kok mbak gak tau,ya. Kenapa dia bikin acaranya di rumah Mama, Vin? Kenapa nggak di rumahnya aja?] tanya Rara penasaran. Pesan itu langsung centang biru dan Vina terlihat sedang mengetik pesan membalas pesan Rara. Berapa detik kemudian pesan Vina masuk.[rumah mbak Dwi lagi direnovasi, Mbak. Jadinya numpang bikin rumah Mama, Mbak.] [Oya, Mbak kenapa gak datang? Kemarin Mbak Dwi sudah ngundang lewat mas Ridwan, lho.]Kembali Vina menanyakan kenapa dia tidak datang ke acara itu."Benarkah aku dan Mas Ridwan diundang juga? tapi kenapa Mas Ridwan tidak memberi tahu aku, ya? Apa mungkin Mas Ridwan lupa? Ah, mungkin saja iya. Kan kerjaan banyak, dan Mas Ridwan juga pasti lupa hanya pesan seperti itu. Tapi, kenapa Dwi tidak W* juga, kan punya nomor kontak aku." Semua berputar-putar banyak pertanyaan di kepala Rara.[Oh, iya Vin, Mbak lupa. Maaf ya Vin Mbak nggak datang. Salam saja sama Dwi dan Dito ya. Semoga lancar-lancar sampai hari H.]Pesan itu langsung centang biru dua. [Iya Mbak, nggak papa kok, maklum kok Mbak sibuk. Nanti aku sampaikan sama Mas Dito dan Mbak Dwi.]Balasan pesan dari Vina. Rara hanya membacanya, dan menaruh HP nya kembali di atas meja kerja. Rara kembali fokus dengan pekerjaannya, mengecek kembali stok-stok barang melalui laptop kerja yang ada di depannya. Sejenak Rara terdiam, Rara masih memikirkan tentang acara tujuh bulanan di rumah mertuanya. Kenapa perasaan Rara tiba-tiba tidak enak memikirkan itu, Rara merasa ada yang ganjal dengan acara itu. Tapi apa? Rara kembali meraih HP-nya, mencoba, menghubungi suaminya yang saat ini sedang di butik. Kebetulan butik itu memang dekat dari rumah Mertuanya. Jarak tempuh dari rumah ke butik memakan waktu sekitar satu jam. Video call Rara tak terjawab untuk panggilan ketiga kalinya. "Kenapa Mas Ridwan tidak mengangkat teleponnya? padahal dia sedang online." Rara kembali menghubungi suaminya dengan panggilan telpon. Telpon itu langsung diangkat Ridwan. "Halo, Mas, kamu lagi di mana?" tanya Rara saat telepon itu diangkat. "Lagi di butik Sayang, kenapa? Apa ada sesuatu?" tanya Ridwan diseberang sana. "Nggak sih, kok baru diangkat, Mas?" "Maaf , Sayang, di butik lagi rame. Mas sibuk jadi gak sempat angkat telponnya. Oya, malam ini Mas nggak pulang ya, Mas nginap di rumah Mama aja, kayanya butik buka sampe malam Sayang, jadi Mas nanti pulang ke rumah Mama aja, nggak papa, Kan?""Oh, nggak papa, Mas. Syukurlah kalau butik rame. Maaf ya, aku jadi ganggu kamu, Mas. Jadi kapan Mas pulangnya?" "Nggak kok, Sayang, kamu nggak Ganggu. Hanya saja Mas nggak sempat tadi angkat telpon kamu. Lusa Mas pulang ya, biar tutup butiknya sorean besok. Mas matikan dulu ya telponnya, nanti sambung lagi.""Ok, Mas. Kamu hati-hati di sana ya, Mas." "Iya, Sayang. Assalamualaikum," sambungan telepon itu terputus. "Waalaikumsalam," jawab Rara. Rara menatap HPnya sesaat, lalu menaruhnya kembali di atas meja. "Kan tadi aku mau menanyakan acara di rumah Mama. Kok aku lupa, ya. Apa aku telpon Mas Ridwan lagi?" gumam Rara. Rara kembali meraih HPnya, saat hendak membuka kunci, notifikasi pesan W* masuk dari suaminya[Kamu ngapain bikin-bikin story acara kemarin, Vin?] Rara sempat membaca Pesan itu, meskipun saat aplikasi hijau itu dibuka pesan yang tadi terkirim sudah terhapus oleh suaminya. Ridwan panik, sehingga pesan itu terkirim ke Rara. Membuat Rara semakin curiga ada yang disembunyikan suaminya setelah membaca pesan itu. "Apapun yang kamu sembunyikan di belakangku, lamat laun pasti akan terungkap, Mas. Semoga ini hanya firasatku saja, bukan sebuah kenyataan." Gumam Rara.Ke esokan harinya, Rara dan Hanum pergi ketempat Ridwan berada. "Kak, Kakak mau nyekar ke makam, Oma Dulu apa ke rumah Papa, Dulu?""Kita nyekar dulu, Bun. habis itu baru ke rumah, Papa.""Baik, Kak." Rara melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang agar segera sampai di sana. "Eh, tapi, Bun. nggak usah nyekar dulu, Bun. kita kerumah, Papa dulu. Baru nanti habis itu kita nyekar ke makam, Oma." Rara menuruti semua apa maunya Hamum saja. yang terpenting bagi Rara saat ini Hamum jauh lebih bahagia dan sudah bisa legowo dengan keadaan apapun. Mobil yang membawa mereka sudah masuk ke gang rumah kontrakan Ridwan. Dari jauh tanpak orang-orang ramai di depan kontrakan itu. tak berselang lama dengan arah berlawan Muncul lah mobil Dimana tunangam Vina. di susul juga dengan kedatangan mobil Anton. "Itu kenapa rame-rame begitu, Kak ya? itu ada mobil Om anton sama Mobil Om Dimas juga." "Ada acara kali, Bun.""Kak. tapi itu ada bendera kuning juga di depan kontrakan, Kak,""Ayok kita turun,
Kalau memang masih ada rasa, kenapa tidak kembali lagi, Bun? biar kita menjadi keluarga yang utuh kembali." cicit Hamum lagi. deg! dada Rara berdebar hebat, hatiny mulai tidak karuan."Kak, tidak semudah itu untuk sebuah kata kembali, Kak.""Tapi seandainya, Papa meminta apa, Bunda akan menolak?""Kak, Kakak kenapa? kenapa dari tadi menanyakan masalah pernikahan melulu.""Jujur saja dari, Kakak, Bun. Kakak ingin Bunda bersatu kembali sama, Papa. kita jadi satu keluarga utuh lagi. Kakak sayang bangat sama kalian berdua, Bun.""Kakak ngaco kalo ngomong. Sudah lah, Kak. Bunda mau mandi dulu.""Tapi bunda masih ada rasakan sama, Papa." Rara hanya menoleh sesaat lalu kembali masuk ke dalam. sambil mandi Rara terus kepikiran dengan ucapa Hanum anaknya. Rara sendiri menanyakan itu pada pantulan bayangannya di kaca kamar mandi. "Apa benar aku masih mencintai, Mas Ridwan? apa benar selama ini aku seperti mati rassa pada lawan jenisku? tapi kenapa? kenapa disaat dekat dengannya seperti
Hamum memeluk Rara penuh dengan kegirangan dan kebahagiaan. pasalnya, hari ini dia sudah pakai toga tanda kelulusan. "Bunda, Kakak senang banget, Bun. Alhamdulillah, Kakak sudah lulus.""Iya, Kak. Bunda turut senang, selamat ya untuk anak, Bunda. Alhamdulillah, Bunda bangga sekali sama, Kakak karena Kakak sudah lulus melewati ujian ini." Tutur Rara seraya kembali memeluk hamum.Wajah Hanum yang tadinya bahagia, Sesaat kemudia berubah sendu. Hamum melihat ke kiri dan ke kanan, dan mengedar pandangan kesemua arah. Hanum beraharap akan ada kejutan di hari yang spesial ini. tapi nyatanya tidak. Rara juga tengah menunggu orang yang sama yang dicari Hanum. "Mas, kamu bilang mau datang, mana? Andai kamu melihat, Hanum tenngah menunggumu di sini." Rara membatin.melihat orang-orang berfoto bersama dengan ayah, membuat hati Hanum berkedut nyeri. "Pa, andai Papa datang? andai Papa ada di sini. "meskipun, Hamum belum secara langsung menghubungi Ridwan, tetap hati Hamum sudah memaafkan, Ridwan
Ridwan dan Rara sama-sama menoleh dan netra mereka bertemu. "Mas,""Ra," mereka kompak saling menyapa. Rara tersenyum begitu juga dengan Ridwan."Ini kejutan bagi, Mas, Ra. Mas nggak nyangka kamu akan datang.""Vina anak baik, Mas. dia datang ke rumah bersama calonnya mengundang secara langsung. Rasanya tidak pantas jika aku tidak datang. itu artinya aku masih dianggap keluarga oleh,Vina." Tutur Rara pelan. karena jarak mereka berdekatan. "Iya, Ra, kita masih keluarga, dan kamu hari ini cantik sekali… kamu sangat cantik." tentu itu hanya Ridwan ucapkan dalam hatinya. "Dua minggu lagi, Kakak wisuda, Mas.""Iya, Mas tau. Insya Allah, Mas akan usahakan datang." "ugh!" Ridwan meringis kesakitan. Perutnya tiba-tiba perih. Ridwan mencoba untuk tetap menahannya agar tidak ada yang tau kalau Dia tengah merasakan sakit yang luar biasa. "Mas, kamu kenapa?" Rara yang mendapati ridwan meringis menahan sakit. "Hm… nggak apa-apa, Ra.""Kamu pucat, Mas. Apa kamu sakit?""Nggak, Ra. Mas baik-ba
"Siapa yang datang kemari? apa ada uang mau bikin baju, lagi?"Dimas dan Vina keluar dari dalam mobil, Rara terkejut. "Vina?" ucap Rara tidak percaya. Rara segera keluar dari ruang meetingnya untuk menyambut kedatangan Vina. terlebih dahulu Rara menunda meeting itu setelah nanti Vina pulang. Rara rasanya bahagia sekali melihat perubahan Vina. Vina benar-benar membuktikan apa yang dia janjikan. "Assalamualaikum," Sapa Vina. "Waalaikumsalam." Rara menjawab salam Vina seraya keluar dari ruang meeting nya. "Mbak, apa kabar?" Vina bersalaman dengan Rara dan cipika cipiki. Entahlah semua seperti kebetulan atau memang sudah diatur oleh yang diatas. hari ini Rara memakai jilbab hadiah dari Vina. Wajah Vina sumringah bahagia mendapati pemberiannya dipakai oleh Rara. "Ada angin apa ini sampai datang kemari? ini siapa?" tanya Rara sambil menaruh minuman kemasan di atas meja. Vina menatap Dimas seraya tersenyum. "Aku kesini ingin silaturahmi aja, Mbak. sekalian aku mau ngasih, Mbak ini."
"Dim, Maaf kita belum saling mengenal, Dim. kamu belum tahu aku, pun sebaliknya aku juga belum tau kamu. Aku belum bisa jika kamu minta aku menjawab sekarang. Tapi jika kami ingin kita dekat, aku siap untuk kita saling mengenal terlebih dahulu.""Baik, Vin. Aku tau ini terlalu mendadak. Aku paham kok. Aku siap nunggu kamu kapanpun kamu bersedia." Tutur Dimas lembut. "Terima kasih, Dim.""Aku yang berterima kasih, Vin. karena kamu sudah mau memberi kesempatan untuk kita saling mengenal terlebih dahulu."Vina benar-benar takut dengan keseriusan Dimas. Hal yang ditakuti vina selama ini akhirnya terjadi juga. bagaimana nanti jika Dia tau bahwa Vina sudah tidak lagi suci. Apa Dimas masih bisa menerima, Vina dalam keadaan kotor. namun untuk jujur pun Vina tak berani. malu? iya jelas Vina sangat malu. "Apa sebaiknya aku beranikan diri untuk jujur? jika Dimas benar mencintaiku, pasti dia akan tetap menerima aku." Vina berbicara dengan diri sendiri. ******"Kamu mau pesan apa?" tanya Dim
Ridwan membuka matanya, kepalanya terasa sangat berat dan sakit. matanya menelusuri sekitar ruangan, bau obat-obatan memenuhi indra penciuman Ridwan. Ridwan menyadari tangannya terpasang infus. "Ya Allah apa yang terjadi padamu?" Ridwan tiba-tiba panik sekaligus penasaran apa yang terjadi padanya. "Selamat siang, Pak Ridwan. Bapak sudah sadar? gimana keadaannya. Apa yang, Bapak rasakan sekarang?""Dok, saya kenapa? apa yang terjadi pada saya?" bukan menjawab, Ridwan justru bertanya balik. "Menurut hasil pemeriksaan, Pak Ridwan, terkena asam lambung dan maag kronis, Pak." "Apa, Dok? kronis? apa saya bisa sembuh, Dok?""Insya Allah ya, Pak. Kita usahakan pengobatan terbaik untuk, Bapak. Untuk hasilnya, kita serahkan sama Allah ya, Pak. Kalau boleh saya tau, apa bapak tidak menjaga pola makan dengan, baik di rumah?""Iya, Dok. Saya makan yang teratur kok dirumah." ucap Ridwan berbohong. Dokter itu tersenyum ramah pada Ridwan. dokter perempuan muda. Yang sedang koas di rumah sak
Selama ini Epri mengamati, Rara dari jauh, Epri benar-benar tidak menyangka kehidupan Rara jauh lebih baik darinya. Epri yang notabene-nya dari keluarga yang berkecukupan dan kaya justru jauh di bawah Rara saat ini. Bahkan wanita yang dia pilih untuk dijadikan istri oleh Epri pun jauh di bawah Rara. Rara bahkan tidak terlihat ada kerutan di wajahnya. dia seperti menolak tua, membuat Epri yang semakin ingin mendekati Rara kembali. tapi sepertinya akan selalu gagal. "Apa aku harus berusaha lebih untuk ini? aku tidak boleh menyerah, aku harus mendapatkan kembali hati, Rara." Gumam Epri. Seminggu setelah kejadian itu, Rara kembali menerima paket. kali ini paket itu datang langsung ke kantor Rara. Iwan yang baru pulang dari antar paket menera itu dari kurir di depan kantor. "Bun, ini ada paket untuk Bunda. " Ridwan memberikan itu seraya paket buket bunga dari luar. "Bunga? dari siapa, Wan?" tanya Rara"Nggak tau, Bun. Aku nggak lihat nama pengirimnya." "Oh ya, sini, Bunda lihat. Ter
"Bun, di luar ada tamu." Windi datang memberitahukan, Rara. "Siapa? suruh masuk saja, Win." Titah Rara masih fokus dengan laptopnya. "Baik, Bun.""Assalamualaikum," Suara yang yang tidak asing itu terdengar mengusik konsentrasi Rara. Rara menatap sepatu pria itu hingga beralih sampai ke atas. Mata Rara melotot sempurna melihat siapa yang datang. "ya Allah, dia ternyata tidak main-main ingin menemuiku." Gumam Rara. "Waalaikumsalam," Sahut Rara dengan wajah syoknya. "Apa aku boleh masuk?""Tentu… silahkan duduk."Rara mencoba kembali ke mode tenang dan santai. Rara mencoba untuk rileks seolah dia tengah baik-baik saja. Rara ingin menunjukkan pada pria yang ada di hadapannya saat ini bahwa Rara jauh lebih baik dan lebih bahagia. setelah mempersilahkan duduk, Rara hanya diam dan tidak berbicara. itu berhasil membuat Epri menjadi salah tingkah. Epri duduk di sofa tepat di depan meja kerja Rara. Epri sempat terkagum melihat Rara yang sekarang. Rara tidak terlihat tua sama sekali,
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments