RINDU YANG TERLUKA - Gaduh"Mbak Trecy, saya pamit pulang dulu. Selamat bekerjasama dengan Pak Teddy. Semoga sukses." Daffa bangkit dari duduknya, menyalami Trecy kemudian melangkah pergi. Tidak mempedulikan Abila yang masih memperhatikannya. Abila memandang hingga Daffa keluar lewat pintu kaca. Lantas menatap tajam Trecy yang masih memperhatikan kepergian pria yang sama. Pernah dia berada di posisi perempuan berpakaian kantor warna purple itu. Dengan team duduk makan siang bersama Daffa, menghabiskan beberapa jam untuk membahas pekerjaan dan kencan tentunya. Sekarang apa gadis itu juga melakukan hal yang sama? Partner sekaligus teman kencan lelaki yang masih bertahta di hatinya? Jiwa yang mulai tenang kini kembali dihantam badai cemburu. Tapi siapa dirinya untuk memiliki perasaan itu?Hingga detik ini Daffa masih bertahan dengan istrinya. Tapi juga berkencan dengan wanita lain. Apa dokter itu tahu?"Bil, kamu kenapa?" tanya sepupu yang duduk makan siang bersamanya."Gadis itu tema
"Honey, halo ....""Rin," panggil Daffa berulang. Kemudian mencoba menelepon lagi tapi tidak dijawab. Kecemasan melanda. Pasti terjadi sesuatu. Entah ada pasien baru masuk atau ... oh tidak. Semoga tidak terjadi apa-apa dengan Rinjani.Menelepon dan menelepon lagi tapi tetap sepi. Daffa gusar dalam ruangan. Lantas berinisiatif menghubungi Lastri."Assalamu'alaikum, Pak Daffa.""Wa'alaikumsalam, Tri. Kalian di rumah baik-baik saja, kan?""I-iya, Pak. Kami baik-baik saja. Mas Noval lagi bobok siang, terus ibu masih di klinik. Memangnya ada apa, Pak?""Oh ya sudah. Nggak apa-apa." Daffa menyudahi panggilan. Agak lega. Kalau terjadi sesuatu dengan Rinjani, Lastri sudah diberitahu oleh pihak klinik. Bahkan dirinya pun pasti di telepon.Belakangan ini Daffa memang gampang sekali cemas semenjak Rinjani hamil lagi. Padahal Rinjani sendiri juga pandai-pandai mengendalikan emosi diri. Antara rindu ingin dimanja sang suami, tugas harian sebagai tenaga kesehatan, juga morning sickness yang terkad
Sinta bungkam. Sepertinya dia kebingungan hendak cerita. Tapi disisi lain, Sinta tidak ingin sahabatnya kembali dikhianati, terlebih sekarang tengah hamil. Semoga saja pemikirannya salah, Daffa tidak kembali mengulangi kesilapan yang sama."Bener ya, Sin. Ini karena Mas Daffa." Jantung Rinjani berdetak hebat. Suaranya juga bergetar. Perasaannya mulai nyeri."Katanya hanya salah paham, Rin. Padahal Trecy nggak ada hubungan apapun dengan Daffa. Coba kamu tanyakan ke Daffa. Kalau sampai dia macam-macam lagi sama kamu. Aku yang bakalan pertama kali ngamuk sama dia. Tapi menurutku kejadian itu beneran hanya salah paham saja. Abila kan memang sakit jiwa. Udah dulu ya, Rin. Entar ada waktu kita sambung lagi. Aku mau siap-siap berangkat ke kantor. Ada meeting pagi ini.""Oke, Sin. Makasih banyak udah ngabari aku.""Yup. Jaga kehamilanmu baik-baik. Kalau longgar nanti kutelepon lagi. Assalamu'alaikum.""Wa'alaikumsalam."Rinjani masih duduk di ruang makan. Berusaha menetralisir perasaannya. N
RINDU YANG TERLUKA- Baby GirlDaffa bangkit dari kursi teras saat motor Rinjani memasuki pekarangan. Lega melihat mereka pulang. Walaupun khawatir, ia yakin Rinjani tidak akan membuat drama kabur-kaburan. Rinjani tidak seperti itu. Lastri nyetir, sedangkan Rinjani yang dibonceng bersama Noval."Biar mas yang gendong Noval." Daffa membopong putranya yang duduk di tengah dan tertidur pulas. Rinjani membuka pintu rumah, sedangkan Lastri membawa barang belanjaan.Noval ditidurkan di kamar. Rinjani ke dapur membuatkan minum. "Mas, udah lama nunggu?""Setengah jam. Mas nyariin kamu ke klinik tadi. Suster di sana bilang kamu sudah pulang jam empat sore."Segelas teh diletakkan Rinjani di atas meja. "Mas sudah makan?""Belum. Dari kantor mas langsung ke mari.""Kami tadi nggak masak. Aku gorengin telur ceplok saja kalau gitu. Seharian ini Lastri juga sibuk di sekolahan Noval, bantuin bikin hiasan untuk acara karnaval." Sambil menyiapkan lauk, Rinjani bercerita.Begini saja membuat Daffa be
"Aku kepleset dan hampir jatuh di klinik kemarin pagi. Makanya langsung dilakukan USG oleh dokter Yuni."Wajah Daffa berubah tegang. "Gimana bisa kepleset?""Lantai licin dan aku tergesa-gesa.""Mas tahu banyak pasien darurat atau butuh tindakan segera. Tapi kamu sendiri harus mikir keselamatan sendiri. Kejadiannya apa saat mas menelepon kemarin?""Bukan. Waktu mas nelepon kemarin ada pasien kritis baru sampai. Tapi langsung dirujuk ke rumah sakit."Beberapa menit keduanya terdiam. "Mas minta maaf atas peristiwa di restoran beberapa waktu lalu. Sumpah mas tidak tahu sama sekali, Rin. Trecy itu perwakilan dari perusahaan yang menjadi partner bisnis kami. Nggak ada hubungan apa-apa antara mas sama dia, selain rekan kerja." Daffa tidak memberitahu istrinya kalau gadis itu berusaha menarik perhatiannya. Yang jelas dia tidak pernah menanggapi dan gadis itu sendiri tidak bertindak kelewat batas seperti Abila.Jadi peristiwa siang itu murni karena Abila yang terhanyut oleh arus perasaannya
"Aku nggak boleh terlambat ke klinik, Mas." Rinjani melepaskan tangan suami dan melawan keinginannya sendiri. Karena ingat kalau hari ini dokter Hernin sedang cuti. Jadi banyak pasien yang harus diurusinya."Oke. Sore nanti mas ngajak kalian ke Batu melihat kantor baru.""Iya," jawab Rinjani mengambil baju dinasnya di lemari. ***L***Kantor baru Jaya Gemilang ll lumayan besar dan sudah siap diresmikan. Semua fasilitas untuk kantor dan ruang pribadi bagian atas sudah lengkap semua. Terdiri dari tiga lantai. Lantai 1 dan 2 untuk kantor, sedangkan di lantai tiga ada dua kamar tidur. Satu kamar milik Daffa dan satunya lagi bisa digunakan siapa saja. Tentu bukan untuk karyawan, tapi untuk keluarga yang berkunjung ke sana. Dari jendela kamar, pemandangan kota batu di malam hari terlihat sangat cantik. Lampu-lampu seolah menghiasi perbukitan di bawah sana. Konstur tanah yang tidak rata, menyebabkan lampu-lampu pada bangunan di sana terlihat sangat artistik."Tak salah kamu memilih kota in
RINDU YANG TERLUKA - Satu Hari di SanteraPagi yang dingin. Kabut masih tampak pekat saat jendela di buka. Ika merapatkan jaketnya, berdiri di dekat jendela ruang tengah. Di mana dia tidur berjajar dengan Irene dan anak-anak di atas springbed lantai yang dibentang di ruang tengah. Sedangkan Radit tidur di kursi ruang tamu. Pak Farhan dan Bu Tiwi tidur di kamarnya Noval. Sementara keluarga Pak Haslam langsung pamit kembali ke Surabaya tadi malam setelah selesai acara. Suasana masih gelap, tapi suara kicau burung sudah terdengar di halaman samping. Sangat merdu mewarnai pagi yang tenang. Ika jatuh cinta dengan suasana seperti ini. Sungguh jauh berbeda dengan tempat tinggalnya di kota. Pilihan Rinjani menetap di sini tidak salah. Tinggal di pedesaan yang penuh ketenangan. Ika menghirup udara segar dalam-dalam. Di ujung sana, tampak seorang laki-laki tengah jogging dengan anak perempuannya. Duda yang semalam diceritakan oleh adiknya."Duren, Mbak. Waktu kutanya kemarin, Daffa ngasih t
"Sama papa saja main ke sana Minggu depan. Nggak enak nanti ngrepotin Bu Dokter." Reza bicara sambil memegang lengan putrinya. Ia merasa tak enak hati, liburan keluarga itu harus dicampuri Nasya.Wajah Nasya berubah sendu. Sedih karena dilarang oleh papanya. Sejak kecil Nasya diajarkan supaya tidak membantah ucapan orang tua. Makanya meski kecewa, gadis itu menunduk diam."Tidak apa-apa, Pak Reza. Biar Nasya ikut kami. Anak-anak biar senang bisa bermain bersama." Daffa tiba-tiba muncul di sana. Membuat Reza dan Nasya menoleh. Rinjani memang meminta suaminya untuk mengikuti Nasya pulang. Sebab sudah menduga kalau Reza tidak bakalan mengizinkan dengan alasan tak enak hati."Saya khawatir nanti Nasya merepotkan, Mas Daffa.""Tidak sama sekali. Itu anak-anak sudah menunggu di mobil."Reza akhirnya mengizinkan putrinya ikut. Sontak membuat wajah bocah perempuannya berubah ceria. Dia meminta ART-nya untuk menyiapkan baju ganti buat Nasya.Ransel kecil itu sudah di gendong di punggung Nasya
Rasa bahagia sekaligus haru menyelimuti ruang perawatan mamanya Bobby. Pria dengan seragam lapas itu memeluk erat dua putrinya. Air mata tumpah tak terkira. Karena isaknya, sampai menyulitkan untuk bicara.Sang mama yang tergolek di atas brankar tak bisa bergerak selain menangis. Adik Bobby sibuk menghapus air matanya sendiri. Begitu juga dengan Ika. Tidak menyangka jika jalan kehidupan putri-putrinya seperti ini. Reza merangkul sambil mengusap-usap lengan istrinya untuk menenangkan. Ika bukan menangisi Bobby, tapi menangis untuk kedua anaknya.Sedangkan Nasya yang tidak seberapa mengerti, duduk diam di sebelah papanya."Terima kasih banyak, Pak Reza. Sudah menjaga dan membimbing anak-anak saya. Terima kasih. Saya titip mereka." Bobby yang sudah mulai tenang, bicara pada Reza."Jangan khawatir, Pak Bobby. Saya akan menyayangi dan menjaga mereka dengan baik," jawab Reza dengan penuturan sopan dan ramah. Bobby ganti memandang mantan istrinya. "Maafkan kesalahanku. Maafkan keluargaku j
Ika menghela nafas panjang. Pantaslah suara mantan adik iparnya terdengar cemas. Perempuan yang beberapa bulan lalu sempat mencak-mencak dan marah karena sang kakak mendapatkan hukuman lumayan lama, kini melunak. Mungkin sekarang benar-benar merasakan bagaimana kehilangan support dan ATM berjalannya.Selama ini Bobby dan Ika yang mensupport pengobatan wanita itu. Makanya kesehatannya terjaga. Namun mulai drop setelah Bobby masuk penjara dan tidak ada dukungan finansial lagi.Sudah hidup enak karena Ika tidak sayang uang buat mereka, tapi mereka diam-diam malah memberikan dukungan pada Bobby bermain serong. Apa mereka pikir, hidupnya akan jauh lebih baik lagi? Orang tamak akan terperosok pada ketamakannya sendiri."Bagaimana, Ma?" Reza menyentuh pundak sang istri yang masih berdiri di teras rumah.Ika mengajak suaminya duduk. Kemudian menceritakan tentang percakapannya dengan mantan ipar."Sebenarnya ini solusi, Ma. Kalau pihak keluarga Bobby mau mengajukan permohonan supaya Bobby diiz
RINDU YANG TERLUKA- Sehari di Surabaya "Ma, papa nggak ngelarang kamu membawa anak-anak menjenguk papanya. Apapun yang terjadi, nggak ada yang bisa memisahkan darah yang mengalir sama di tubuh mereka. Tapi papa ngasih saran, bisakah diusahakan bertemu selain di penjara?"Malam itu Ika memberitahu sang suami perihal pesan yang dikirim mantan adik iparnya. Tentu Ika harus mendiskusikan bersama Reza untuk mengambil keputusan. "Pikirkan psikologis anak-anak. Selama ini mereka hanya mendengar papanya di penjara dari cerita. Tidak menyaksikan secara langsung. Kalau mereka melihat sendiri, pasti akan menjadi beban mental dan mengusik ketenangan jiwa anak-anak. Terutama Zahra yang sudah besar."Ika mengangguk. Benar yang dikatakan sang suami. Karena dia pun memikirkan hal yang sama."Bobby baru setahun menjalani hukumannya, Pa. Mana mungkin diizinkan keluar sebentar dengan alasan tertentu.""Ada beberapa alasan yang bisa membuat pihak berwenang memberi izin untuk Bobby keluar dalam beberap
"Sudah. Tadi malam Iren ngasih tahu kalau Mas Yansa diopname. Livernya kambuh lagi. Kamu mau nyambangi?""Kayaknya nggak, Mbak. Rin juga lagi sakit.""Sakit apa?""Masuk angin.""Jangan-jangan istrimu hamil lagi?""Nggak. Hanya masuk angin. Beberapa hari ini memang sibuk di klinik sampai malam karena rekannya ada yang cuti. Minggu kemarin, tiga hari Rin juga bolak-balik ke Batu untuk seminar.""Nanti mbak ke rumahmu.""Oke. Kalau gitu aku berangkat dulu, Mbak.""Kamu nyetir sendiri?""Iya. Ibnu sudah berangkat pagi tadi ngantar proposal ke Surabaya."Daffa bangkit dari duduknya. Menyapa sebentar pada Bu Murti yang sedang memetik sayuran di halaman samping, lantas masuk mobil dan pergi.Ika masuk ke dalam rumah dan langsung ke dapur. Sebelum mulai sibuk dengan pekerjaannya, dia selalu menyempatkan untuk membantu memasak. Sambil memotong sayuran, ia teringat dengan sepupunya. Mereka pernah membesar bersama di dalam keluarga besar Joyo Winoto. Itu nama kakek mereka. Disaat masih sekola
"Noval sudah berani tidur sendiri di kamarnya, Mas. Asal sebelum tidur ditemani dulu. Kalau Rachel biar tidur di kamar kita untuk sementara. Setelah dia bisa jalan biar ditemani oleh Mak Sum di kamarnya. Gimana?""Oke," jawab Daffa seraya merapatkan pelukannya. Mereka berdua sedang duduk menyaksikan hujan di luar dari balik jendela kaca."Terima kasih untuk hadiahnya, Mas. Tadi pagi kita buru-buru sampai aku nggak sempat bilang terima kasih." Rinjani berkata sambil menyentuh kalung di lehernya."Apa yang mas berikan tidak seberapa dibandingkan dengan apa yang kamu berikan dalam hidup mas, Rin. Kamu menyempurnakan hidup lelaki yang tidak sempurna ini. "Kamu memberikan gelar lelaki br*ngsek ini sebagai seorang ayah. Memberikan kesempatan disaat kesalahan mas teramat fatal. Maaf, untuk semua kesalahan kemarin. Mas bangga memilikimu.""Nggak usah diingat lagi. Kita sudah melangkah sejauh ini. Yang lalu biarlah berlalu. Kita berjuang untuk masa depan keluarga kecil kita. Tapi sekali lagi
RINDU YANG TERLUKA - Biarlah Berlalu Kejutan macam apa ini. Daffa malah sukses membuat Rinjani kelabakan dan tergesa-gesa ke klinik dengan rambut yang belum kering. Dan jadi pusat perhatian, karena belum pernah ia datang ke klinik dengan rambut seperti ini.Mau marah, tapi ini hari ulang tahunnya. Mau marah, tapi Daffa seromantis itu. Ah, sejak dulu sebenarnya Daffa memang sangat romantis meski kemauannya tidak bisa dibantah. Bahkan di tengah perselingkuhannya, Daffa tetap romantis plus egois.Rinjani menghela nafas lalu duduk di kursinya. Meraba kalung berlian di balik kerah bajunya. Daffa yang memakaikannya sesaat sebelum pria itu membawanya terbang ke nirwana."Ini harus dipakai. Nggak mengganggu aktivitasmu, kan?"Sekarang hadiah istimewa itu melingkar dan di sembunyikan di balik kerah baju. Rinjani selalu memakai baju dengan kerah yang menutupi leher jenjangnya."Nanti malam kita dinner dan nginap di Batu," kata Daffa sebelum Rinjani turun dari mobil saat di antar tadi. Jarak
Netra Bu Murti berkaca-kaca saat diberitahu kalau Ika sedang hamil. Bibirnya yang bergetar mengucap syukur berulang kali. Reza, Ika, dan anak-anak sampai di Pujon sudah jam sembilan malam. Reza langsung ke kamar sang mama untuk membagikan kabar gembira."Jaga Ika baik-baik. Jangan biarkan dia melakukan pekerjaan rumah. Biar anak-anak di urus ART. Kamu juga harus tirakat."Kata terakhir yang diucapkan Bu Murti, bagi Reza tidak menjadi masalah. Dia sudah terbiasa mengatasi kesendiriannya hampir lima tahun setelah mamanya Nasya meninggal. "Ika akan bekerja dari rumah, Ma. Jadi dia nggak akan ngantor lagi.""Syukurlah. Segera ajak Ika periksa ke dokter.""Besok kami pergi periksa. Jadwalku ke kampus kebetulan siang.""Ya sudah. Kamu istirahat sana."Reza mengusap punggung mamanya. Kemudian beranjak meninggalkan kamar itu.***L***Satu bulan kemudian ...."Tri, tinggalin aja. Kamu ke depan sana. Kamu ini pengantin baru, nggak usah ikutan beres-beres," tegur Mak Sum menghampiri Lastri yan
Usai makan siang, Daffa mengajak istri dan anaknya pulang ke Malang. Sedangkan Ika dan Reza memutuskan pulang sorenya. Sebab Reza masih ada acara ketemuan dengan temannya di Surabaya.Daffa singgah di Batu. Bertemu Bre di sebuah kafe. Kehadiran Noval agak mengobati kerinduannya pada Alvian. Sudah lama dia tidak bertemu dengan anak Alan dan Livia itu.Bre juga mengendong baby Rachel."Nggak pengen kamu punya boneka hidup seperti ini?" tanya Daffa menghampiri Bre yang membopong Rachel di balkon kafe.Bre tersenyum. "Aku sudah cukup bahagia melihat kamu bisa kembali bersama dengan Rin. Memiliki anak-anak yang tampan dan cantik. Aku juga bahagia melihat Livia bahagia. Biar aku menjalani hidup yang aku pilih.""Sebeku itu hatimu?"Bre diam. Daffa juga diam. Mereka memperhatikan pemandangan di kejauhan yang mulai berselimut kabut. Entah sudah berapa kali Daffa memberikan semangat pada sahabatnya, tapi tampaknya sia-sia. Bre keukeh dengan keputusannya."Mbak Ika juga lagi hamil." "Oh ya?""
RINDU YANG TERLUKA - Romantis "Tekanan darah Mbak Ika menurun, detak jantung meningkat. Ini salah satu tanda stres. Tapi aku yakin Mbak Ika nggak sedang dalam tekanan. Mbak dan Pak Reza sangat bahagia. Kata Mas Daffa pekerjaan juga baik-baik saja. Jadi aku yakin kalau Mbak Ika pasti sedang hamil ini," kata Rinjani setelah melakukan pemeriksaan pada kakak iparnya. Meski sebagai dokter umum, Rinjani memiliki kompetensi ANC (Antenatal Care). Pemeriksaan kehamilan secara umum.Ika bangun dari pembaringan. "Mbak emang udah telat datang bulan, Rin. Sudah sepuluh hari ini.""Kenapa Mbak nggak melakukan testpack?""Nggak, karena mbak takut kecewa lagi. Bulan-bulan kemarin kalau telat haid Mbak langsung test tapi hasilnya negatif. Makanya kali ini Mbak biarin.""Coba cek, Mbak. Aku yakin Mbak Ika lagi hamil ini.""Nanti Mbak beli testpack. Yuk, kita keluar."Ika dan Rinjani melangkah keluar kamar. Di depan pintu sudah ada Reza yang menunggu. Dia tadi khawatir kenapa istri dan iparnya masuk k