Share

151. Baby Girl 1

Penulis: Lis Susanawati
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

RINDU YANG TERLUKA

- Baby Girl

Daffa bangkit dari kursi teras saat motor Rinjani memasuki pekarangan. Lega melihat mereka pulang. Walaupun khawatir, ia yakin Rinjani tidak akan membuat drama kabur-kaburan. Rinjani tidak seperti itu.

Lastri nyetir, sedangkan Rinjani yang dibonceng bersama Noval.

"Biar mas yang gendong Noval." Daffa membopong putranya yang duduk di tengah dan tertidur pulas.

Rinjani membuka pintu rumah, sedangkan Lastri membawa barang belanjaan.

Noval ditidurkan di kamar. Rinjani ke dapur membuatkan minum. "Mas, udah lama nunggu?"

"Setengah jam. Mas nyariin kamu ke klinik tadi. Suster di sana bilang kamu sudah pulang jam empat sore."

Segelas teh diletakkan Rinjani di atas meja. "Mas sudah makan?"

"Belum. Dari kantor mas langsung ke mari."

"Kami tadi nggak masak. Aku gorengin telur ceplok saja kalau gitu. Seharian ini Lastri juga sibuk di sekolahan Noval, bantuin bikin hiasan untuk acara karnaval." Sambil menyiapkan lauk, Rinjani bercerita.

Begini saja membuat Daffa be
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP
Komen (3)
goodnovel comment avatar
Nurmila Karyadi
semoga mrk bahagia selalu...️
goodnovel comment avatar
Yanyan
lanjut mas Daffa ..bikin Rinjani jatuh cinta lagi
goodnovel comment avatar
Bunda Ernii
Alhamdulillah baby girl.. lengkap sudah sepasang..
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Rindu yang Terluka    152. Baby Girl 2

    "Aku kepleset dan hampir jatuh di klinik kemarin pagi. Makanya langsung dilakukan USG oleh dokter Yuni."Wajah Daffa berubah tegang. "Gimana bisa kepleset?""Lantai licin dan aku tergesa-gesa.""Mas tahu banyak pasien darurat atau butuh tindakan segera. Tapi kamu sendiri harus mikir keselamatan sendiri. Kejadiannya apa saat mas menelepon kemarin?""Bukan. Waktu mas nelepon kemarin ada pasien kritis baru sampai. Tapi langsung dirujuk ke rumah sakit."Beberapa menit keduanya terdiam. "Mas minta maaf atas peristiwa di restoran beberapa waktu lalu. Sumpah mas tidak tahu sama sekali, Rin. Trecy itu perwakilan dari perusahaan yang menjadi partner bisnis kami. Nggak ada hubungan apa-apa antara mas sama dia, selain rekan kerja." Daffa tidak memberitahu istrinya kalau gadis itu berusaha menarik perhatiannya. Yang jelas dia tidak pernah menanggapi dan gadis itu sendiri tidak bertindak kelewat batas seperti Abila.Jadi peristiwa siang itu murni karena Abila yang terhanyut oleh arus perasaannya

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • Rindu yang Terluka    153. Baby Girl 3

    "Aku nggak boleh terlambat ke klinik, Mas." Rinjani melepaskan tangan suami dan melawan keinginannya sendiri. Karena ingat kalau hari ini dokter Hernin sedang cuti. Jadi banyak pasien yang harus diurusinya."Oke. Sore nanti mas ngajak kalian ke Batu melihat kantor baru.""Iya," jawab Rinjani mengambil baju dinasnya di lemari. ***L***Kantor baru Jaya Gemilang ll lumayan besar dan sudah siap diresmikan. Semua fasilitas untuk kantor dan ruang pribadi bagian atas sudah lengkap semua. Terdiri dari tiga lantai. Lantai 1 dan 2 untuk kantor, sedangkan di lantai tiga ada dua kamar tidur. Satu kamar milik Daffa dan satunya lagi bisa digunakan siapa saja. Tentu bukan untuk karyawan, tapi untuk keluarga yang berkunjung ke sana. Dari jendela kamar, pemandangan kota batu di malam hari terlihat sangat cantik. Lampu-lampu seolah menghiasi perbukitan di bawah sana. Konstur tanah yang tidak rata, menyebabkan lampu-lampu pada bangunan di sana terlihat sangat artistik."Tak salah kamu memilih kota in

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • Rindu yang Terluka    154. Satu Hari di Santera 1

    RINDU YANG TERLUKA - Satu Hari di SanteraPagi yang dingin. Kabut masih tampak pekat saat jendela di buka. Ika merapatkan jaketnya, berdiri di dekat jendela ruang tengah. Di mana dia tidur berjajar dengan Irene dan anak-anak di atas springbed lantai yang dibentang di ruang tengah. Sedangkan Radit tidur di kursi ruang tamu. Pak Farhan dan Bu Tiwi tidur di kamarnya Noval. Sementara keluarga Pak Haslam langsung pamit kembali ke Surabaya tadi malam setelah selesai acara. Suasana masih gelap, tapi suara kicau burung sudah terdengar di halaman samping. Sangat merdu mewarnai pagi yang tenang. Ika jatuh cinta dengan suasana seperti ini. Sungguh jauh berbeda dengan tempat tinggalnya di kota. Pilihan Rinjani menetap di sini tidak salah. Tinggal di pedesaan yang penuh ketenangan. Ika menghirup udara segar dalam-dalam. Di ujung sana, tampak seorang laki-laki tengah jogging dengan anak perempuannya. Duda yang semalam diceritakan oleh adiknya."Duren, Mbak. Waktu kutanya kemarin, Daffa ngasih t

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • Rindu yang Terluka    155. Satu Hari di Santera 2

    "Sama papa saja main ke sana Minggu depan. Nggak enak nanti ngrepotin Bu Dokter." Reza bicara sambil memegang lengan putrinya. Ia merasa tak enak hati, liburan keluarga itu harus dicampuri Nasya.Wajah Nasya berubah sendu. Sedih karena dilarang oleh papanya. Sejak kecil Nasya diajarkan supaya tidak membantah ucapan orang tua. Makanya meski kecewa, gadis itu menunduk diam."Tidak apa-apa, Pak Reza. Biar Nasya ikut kami. Anak-anak biar senang bisa bermain bersama." Daffa tiba-tiba muncul di sana. Membuat Reza dan Nasya menoleh. Rinjani memang meminta suaminya untuk mengikuti Nasya pulang. Sebab sudah menduga kalau Reza tidak bakalan mengizinkan dengan alasan tak enak hati."Saya khawatir nanti Nasya merepotkan, Mas Daffa.""Tidak sama sekali. Itu anak-anak sudah menunggu di mobil."Reza akhirnya mengizinkan putrinya ikut. Sontak membuat wajah bocah perempuannya berubah ceria. Dia meminta ART-nya untuk menyiapkan baju ganti buat Nasya.Ransel kecil itu sudah di gendong di punggung Nasya

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • Rindu yang Terluka    156. Satu Hari di Santera 3

    Kandungan Rinjani sudah memasuki usia delapan bulan. Namun dia tetap energik dan masih bersemangat bertugas di klinik meski tengah sarat mengandung. Daffa juga sudah menetap di Malang dua bulan ini. Pagi berangkat ke kantor dan sampai rumah sekitar jam lima sore. Tapi kalau banyak pekerjaan, baru pulang ke rumah jam delapan malam. Tiap akhir pekan membawa istri dan anaknya menginap di Batu.Mereka juga sudah membeli rumah baru. Tidak jauh dari klinik. Sekarang sedang di renovasi dan akan di tempati setelah anak kedua mereka lahir."Girl, papa berangkat kerja, ya." Daffa yang sudah berpakaian rapi mengecup perut istrinya. Dia selalu pamitan pada baby girl yang masih berada di perut Rinjani.Pria itu tersenyum saat tangannya merasakan sundulan dari dalam. Kalau sudah begini, Rinjani hanya bisa geleng-geleng kepala. Sedekat apa mereka nanti. Masih di perut saja, sang anak sudah kegenitan sama papanya. Siap-siap saja Rinjani untuk bersaing dengan anak perempuannya sendiri."Hari ini jadw

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • Rindu yang Terluka    157. Kontraksi 1

    RINDU YANG TERLUKA - Kontraksi"Kayaknya baju ini pas buat Nasya, Pak Reza." Ika menunjukkan dress warna merah jambu bergambar kuda poni pada Reza.Selesai makan di kafe, mereka jalan-jalan ke pusat perbelanjaan. Membelikan baju buat anak-anak."Nasya dan Altha tidak beda jauh postur tubuhnya. Tapi dia suka gambar apa?""Kuda poni juga suka," jawab Reza yang akhirnya menyetujui pilihan Ika. Wanita itu memilih beberapa pakaian untuk anak-anak. Kemudian pindah ke toko aksesoris membeli jepit rambut, ikat rambut, dan aneka jenis printilan anak-anak. Tak lupa dia juga membeli baju untuk Noval dan kado buat baby girl yang sebentar lagi lahir.Ika juga membantu Reza memilih kado buat calon adiknya Noval."Tinggal menghitung hari dokter Rin akan lahiran, Mbak," kata Reza saat mereka duduk di bangku logam di koridor mall."Iya. Usia kandungannya sudah delapan bulan sekarang." Ika cerita sekilas tentang sosok Rinjani. Bagaimana ia berjuang sendiri untuk menjadi dokter tanpa dampingan orang t

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • Rindu yang Terluka    158. Kontraksi 2

    "Minta tolong ke Daffa untuk mencarikan tempat tinggal. Kamu juga bisa memboyong ART-mu pindah ke sana. Jadi ada yang ngawasi anak-anak kalau kamu tinggal kerja. Kalau capek nyetir sendiri, kamu bisa cari sopir. Rin pasti sudah kenal baik orang-orang di sana.""Ya, Pa. Besok aku telepon Daffa.""Jangan khawatir, kami akan sering-sering nyambangi kalian," ujar Bu Tiwi yang sejak tadi hanya mendengarkan."Kita majukan JG di Malang, Ka. Sudah waktunya kita bangun bisnis sendiri meski tetap dibawah nama Jaya Gemilang. Papa sudah ngobrolin ini bersama Daffa, Iren, dan Radit."Biar Iren dan Radit tetap di Surabaya bersama papa. Tidak mungkin kita semua meninggalkan kantor pusat. Papa percaya pada kemampuanmu dan Daffa untuk membawa Jaya Gemilang ll berjaya."Ika mengangguk. Ucapan sang papa menjadi pengobar semangatnya. Selama ini dia tidak pernah punya pemikiran meninggalkan Surabaya. Tapi keadaan membawanya harus membuat keputusan. Memulai langkah baru bersama anak-anak di kota dingin itu

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • Rindu yang Terluka    159. Kontraksi 3

    Kegemaran Daffa semenjak Rinjani hamil lagi adalah memperhatikan baby bump-nya. Dengan daster selutut dan perut buncit, terlihat istrinya sangat s*ksi. Daffa bersaing sama Noval mengelus-elus bayi perempuan di dalam sana. Noval juga senang sekali memeluk perut mamanya. Terkadang Rinjani merasa risih."Honey, do you know?""Apa!" jawab Rinjani sambil mengaduk teh sore itu. Daffa yang berkeringat sehabis olahraga, duduk di hadapannya."You look so hot.""Jangan bilang mau ngajak ke kamar sore-sore begini," cercah Rinjani.Daffa tertawa. Istrinya sudah hafal di luar kepala tentang kebiasaannya yang tak kenal waktu."Btw, Mbak Ika jadi pindah ke Pujon?""Iya. Dengan beberapa pertimbangan, dia lebih memilih tinggal ke sini daripada di Batu. Biar Mbak Ika dan anak-anak menempati rumah ini saja daripada nyari rumah lain. Nanti mas yang akan nemui pemiliknya untuk sambung kontrak. Kamu nggak apa-apa kan tinggal deketan sama Mbak Ika?"Rinjani menggeleng sambil meletakkan teh di hadapan suami

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29

Bab terbaru

  • Rindu yang Terluka    174. Sehari di Surabaya 3

    Rasa bahagia sekaligus haru menyelimuti ruang perawatan mamanya Bobby. Pria dengan seragam lapas itu memeluk erat dua putrinya. Air mata tumpah tak terkira. Karena isaknya, sampai menyulitkan untuk bicara.Sang mama yang tergolek di atas brankar tak bisa bergerak selain menangis. Adik Bobby sibuk menghapus air matanya sendiri. Begitu juga dengan Ika. Tidak menyangka jika jalan kehidupan putri-putrinya seperti ini. Reza merangkul sambil mengusap-usap lengan istrinya untuk menenangkan. Ika bukan menangisi Bobby, tapi menangis untuk kedua anaknya.Sedangkan Nasya yang tidak seberapa mengerti, duduk diam di sebelah papanya."Terima kasih banyak, Pak Reza. Sudah menjaga dan membimbing anak-anak saya. Terima kasih. Saya titip mereka." Bobby yang sudah mulai tenang, bicara pada Reza."Jangan khawatir, Pak Bobby. Saya akan menyayangi dan menjaga mereka dengan baik," jawab Reza dengan penuturan sopan dan ramah. Bobby ganti memandang mantan istrinya. "Maafkan kesalahanku. Maafkan keluargaku j

  • Rindu yang Terluka    173. Sehari di Surabaya 2

    Ika menghela nafas panjang. Pantaslah suara mantan adik iparnya terdengar cemas. Perempuan yang beberapa bulan lalu sempat mencak-mencak dan marah karena sang kakak mendapatkan hukuman lumayan lama, kini melunak. Mungkin sekarang benar-benar merasakan bagaimana kehilangan support dan ATM berjalannya.Selama ini Bobby dan Ika yang mensupport pengobatan wanita itu. Makanya kesehatannya terjaga. Namun mulai drop setelah Bobby masuk penjara dan tidak ada dukungan finansial lagi.Sudah hidup enak karena Ika tidak sayang uang buat mereka, tapi mereka diam-diam malah memberikan dukungan pada Bobby bermain serong. Apa mereka pikir, hidupnya akan jauh lebih baik lagi? Orang tamak akan terperosok pada ketamakannya sendiri."Bagaimana, Ma?" Reza menyentuh pundak sang istri yang masih berdiri di teras rumah.Ika mengajak suaminya duduk. Kemudian menceritakan tentang percakapannya dengan mantan ipar."Sebenarnya ini solusi, Ma. Kalau pihak keluarga Bobby mau mengajukan permohonan supaya Bobby diiz

  • Rindu yang Terluka    172. Sehari di Surabaya 1

    RINDU YANG TERLUKA- Sehari di Surabaya "Ma, papa nggak ngelarang kamu membawa anak-anak menjenguk papanya. Apapun yang terjadi, nggak ada yang bisa memisahkan darah yang mengalir sama di tubuh mereka. Tapi papa ngasih saran, bisakah diusahakan bertemu selain di penjara?"Malam itu Ika memberitahu sang suami perihal pesan yang dikirim mantan adik iparnya. Tentu Ika harus mendiskusikan bersama Reza untuk mengambil keputusan. "Pikirkan psikologis anak-anak. Selama ini mereka hanya mendengar papanya di penjara dari cerita. Tidak menyaksikan secara langsung. Kalau mereka melihat sendiri, pasti akan menjadi beban mental dan mengusik ketenangan jiwa anak-anak. Terutama Zahra yang sudah besar."Ika mengangguk. Benar yang dikatakan sang suami. Karena dia pun memikirkan hal yang sama."Bobby baru setahun menjalani hukumannya, Pa. Mana mungkin diizinkan keluar sebentar dengan alasan tertentu.""Ada beberapa alasan yang bisa membuat pihak berwenang memberi izin untuk Bobby keluar dalam beberap

  • Rindu yang Terluka    171. Biarlah Berlalu 3

    "Sudah. Tadi malam Iren ngasih tahu kalau Mas Yansa diopname. Livernya kambuh lagi. Kamu mau nyambangi?""Kayaknya nggak, Mbak. Rin juga lagi sakit.""Sakit apa?""Masuk angin.""Jangan-jangan istrimu hamil lagi?""Nggak. Hanya masuk angin. Beberapa hari ini memang sibuk di klinik sampai malam karena rekannya ada yang cuti. Minggu kemarin, tiga hari Rin juga bolak-balik ke Batu untuk seminar.""Nanti mbak ke rumahmu.""Oke. Kalau gitu aku berangkat dulu, Mbak.""Kamu nyetir sendiri?""Iya. Ibnu sudah berangkat pagi tadi ngantar proposal ke Surabaya."Daffa bangkit dari duduknya. Menyapa sebentar pada Bu Murti yang sedang memetik sayuran di halaman samping, lantas masuk mobil dan pergi.Ika masuk ke dalam rumah dan langsung ke dapur. Sebelum mulai sibuk dengan pekerjaannya, dia selalu menyempatkan untuk membantu memasak. Sambil memotong sayuran, ia teringat dengan sepupunya. Mereka pernah membesar bersama di dalam keluarga besar Joyo Winoto. Itu nama kakek mereka. Disaat masih sekola

  • Rindu yang Terluka    170. Biarlah Berlalu 2

    "Noval sudah berani tidur sendiri di kamarnya, Mas. Asal sebelum tidur ditemani dulu. Kalau Rachel biar tidur di kamar kita untuk sementara. Setelah dia bisa jalan biar ditemani oleh Mak Sum di kamarnya. Gimana?""Oke," jawab Daffa seraya merapatkan pelukannya. Mereka berdua sedang duduk menyaksikan hujan di luar dari balik jendela kaca."Terima kasih untuk hadiahnya, Mas. Tadi pagi kita buru-buru sampai aku nggak sempat bilang terima kasih." Rinjani berkata sambil menyentuh kalung di lehernya."Apa yang mas berikan tidak seberapa dibandingkan dengan apa yang kamu berikan dalam hidup mas, Rin. Kamu menyempurnakan hidup lelaki yang tidak sempurna ini. "Kamu memberikan gelar lelaki br*ngsek ini sebagai seorang ayah. Memberikan kesempatan disaat kesalahan mas teramat fatal. Maaf, untuk semua kesalahan kemarin. Mas bangga memilikimu.""Nggak usah diingat lagi. Kita sudah melangkah sejauh ini. Yang lalu biarlah berlalu. Kita berjuang untuk masa depan keluarga kecil kita. Tapi sekali lagi

  • Rindu yang Terluka    169. Biarlah Berlalu 1

    RINDU YANG TERLUKA - Biarlah Berlalu Kejutan macam apa ini. Daffa malah sukses membuat Rinjani kelabakan dan tergesa-gesa ke klinik dengan rambut yang belum kering. Dan jadi pusat perhatian, karena belum pernah ia datang ke klinik dengan rambut seperti ini.Mau marah, tapi ini hari ulang tahunnya. Mau marah, tapi Daffa seromantis itu. Ah, sejak dulu sebenarnya Daffa memang sangat romantis meski kemauannya tidak bisa dibantah. Bahkan di tengah perselingkuhannya, Daffa tetap romantis plus egois.Rinjani menghela nafas lalu duduk di kursinya. Meraba kalung berlian di balik kerah bajunya. Daffa yang memakaikannya sesaat sebelum pria itu membawanya terbang ke nirwana."Ini harus dipakai. Nggak mengganggu aktivitasmu, kan?"Sekarang hadiah istimewa itu melingkar dan di sembunyikan di balik kerah baju. Rinjani selalu memakai baju dengan kerah yang menutupi leher jenjangnya."Nanti malam kita dinner dan nginap di Batu," kata Daffa sebelum Rinjani turun dari mobil saat di antar tadi. Jarak

  • Rindu yang Terluka    168. Romantis 3

    Netra Bu Murti berkaca-kaca saat diberitahu kalau Ika sedang hamil. Bibirnya yang bergetar mengucap syukur berulang kali. Reza, Ika, dan anak-anak sampai di Pujon sudah jam sembilan malam. Reza langsung ke kamar sang mama untuk membagikan kabar gembira."Jaga Ika baik-baik. Jangan biarkan dia melakukan pekerjaan rumah. Biar anak-anak di urus ART. Kamu juga harus tirakat."Kata terakhir yang diucapkan Bu Murti, bagi Reza tidak menjadi masalah. Dia sudah terbiasa mengatasi kesendiriannya hampir lima tahun setelah mamanya Nasya meninggal. "Ika akan bekerja dari rumah, Ma. Jadi dia nggak akan ngantor lagi.""Syukurlah. Segera ajak Ika periksa ke dokter.""Besok kami pergi periksa. Jadwalku ke kampus kebetulan siang.""Ya sudah. Kamu istirahat sana."Reza mengusap punggung mamanya. Kemudian beranjak meninggalkan kamar itu.***L***Satu bulan kemudian ...."Tri, tinggalin aja. Kamu ke depan sana. Kamu ini pengantin baru, nggak usah ikutan beres-beres," tegur Mak Sum menghampiri Lastri yan

  • Rindu yang Terluka    167. Romantis 2

    Usai makan siang, Daffa mengajak istri dan anaknya pulang ke Malang. Sedangkan Ika dan Reza memutuskan pulang sorenya. Sebab Reza masih ada acara ketemuan dengan temannya di Surabaya.Daffa singgah di Batu. Bertemu Bre di sebuah kafe. Kehadiran Noval agak mengobati kerinduannya pada Alvian. Sudah lama dia tidak bertemu dengan anak Alan dan Livia itu.Bre juga mengendong baby Rachel."Nggak pengen kamu punya boneka hidup seperti ini?" tanya Daffa menghampiri Bre yang membopong Rachel di balkon kafe.Bre tersenyum. "Aku sudah cukup bahagia melihat kamu bisa kembali bersama dengan Rin. Memiliki anak-anak yang tampan dan cantik. Aku juga bahagia melihat Livia bahagia. Biar aku menjalani hidup yang aku pilih.""Sebeku itu hatimu?"Bre diam. Daffa juga diam. Mereka memperhatikan pemandangan di kejauhan yang mulai berselimut kabut. Entah sudah berapa kali Daffa memberikan semangat pada sahabatnya, tapi tampaknya sia-sia. Bre keukeh dengan keputusannya."Mbak Ika juga lagi hamil." "Oh ya?""

  • Rindu yang Terluka    166. Romantis 1

    RINDU YANG TERLUKA - Romantis "Tekanan darah Mbak Ika menurun, detak jantung meningkat. Ini salah satu tanda stres. Tapi aku yakin Mbak Ika nggak sedang dalam tekanan. Mbak dan Pak Reza sangat bahagia. Kata Mas Daffa pekerjaan juga baik-baik saja. Jadi aku yakin kalau Mbak Ika pasti sedang hamil ini," kata Rinjani setelah melakukan pemeriksaan pada kakak iparnya. Meski sebagai dokter umum, Rinjani memiliki kompetensi ANC (Antenatal Care). Pemeriksaan kehamilan secara umum.Ika bangun dari pembaringan. "Mbak emang udah telat datang bulan, Rin. Sudah sepuluh hari ini.""Kenapa Mbak nggak melakukan testpack?""Nggak, karena mbak takut kecewa lagi. Bulan-bulan kemarin kalau telat haid Mbak langsung test tapi hasilnya negatif. Makanya kali ini Mbak biarin.""Coba cek, Mbak. Aku yakin Mbak Ika lagi hamil ini.""Nanti Mbak beli testpack. Yuk, kita keluar."Ika dan Rinjani melangkah keluar kamar. Di depan pintu sudah ada Reza yang menunggu. Dia tadi khawatir kenapa istri dan iparnya masuk k

DMCA.com Protection Status