"Minta tolong ke Daffa untuk mencarikan tempat tinggal. Kamu juga bisa memboyong ART-mu pindah ke sana. Jadi ada yang ngawasi anak-anak kalau kamu tinggal kerja. Kalau capek nyetir sendiri, kamu bisa cari sopir. Rin pasti sudah kenal baik orang-orang di sana.""Ya, Pa. Besok aku telepon Daffa.""Jangan khawatir, kami akan sering-sering nyambangi kalian," ujar Bu Tiwi yang sejak tadi hanya mendengarkan."Kita majukan JG di Malang, Ka. Sudah waktunya kita bangun bisnis sendiri meski tetap dibawah nama Jaya Gemilang. Papa sudah ngobrolin ini bersama Daffa, Iren, dan Radit."Biar Iren dan Radit tetap di Surabaya bersama papa. Tidak mungkin kita semua meninggalkan kantor pusat. Papa percaya pada kemampuanmu dan Daffa untuk membawa Jaya Gemilang ll berjaya."Ika mengangguk. Ucapan sang papa menjadi pengobar semangatnya. Selama ini dia tidak pernah punya pemikiran meninggalkan Surabaya. Tapi keadaan membawanya harus membuat keputusan. Memulai langkah baru bersama anak-anak di kota dingin itu
Kegemaran Daffa semenjak Rinjani hamil lagi adalah memperhatikan baby bump-nya. Dengan daster selutut dan perut buncit, terlihat istrinya sangat s*ksi. Daffa bersaing sama Noval mengelus-elus bayi perempuan di dalam sana. Noval juga senang sekali memeluk perut mamanya. Terkadang Rinjani merasa risih."Honey, do you know?""Apa!" jawab Rinjani sambil mengaduk teh sore itu. Daffa yang berkeringat sehabis olahraga, duduk di hadapannya."You look so hot.""Jangan bilang mau ngajak ke kamar sore-sore begini," cercah Rinjani.Daffa tertawa. Istrinya sudah hafal di luar kepala tentang kebiasaannya yang tak kenal waktu."Btw, Mbak Ika jadi pindah ke Pujon?""Iya. Dengan beberapa pertimbangan, dia lebih memilih tinggal ke sini daripada di Batu. Biar Mbak Ika dan anak-anak menempati rumah ini saja daripada nyari rumah lain. Nanti mas yang akan nemui pemiliknya untuk sambung kontrak. Kamu nggak apa-apa kan tinggal deketan sama Mbak Ika?"Rinjani menggeleng sambil meletakkan teh di hadapan suami
RINDU YANG TERLUKA - Menikahlah Denganku Suara tangis bayi perempuan membuat Daffa bernapas lega, terharu, dan menangis. Dipeluknya erat Rinjani yang mandi keringat dan masih lemas. "Thank's, Honey."Rinjani tidak bisa menjawabnya. Dia masih mengatur napas dan meneteskan air mata. Daffa mengusap air bening di sudut netra istrinya.Bidan Anis pun lega. Persalinan dokter Rin sangat lancar. Tadi tegang gara-gara Daffa yang menunggui membuatnya serba salah. Diperhatikan semua tindakannya.Ketika Daffa melakukan skin to skin dengan baby girl-nya, dokter Yuni masuk. Wanita itu menghampiri pasien sekaligus rekan dokternya. "Kenapa dokter Rin nggak nelepon saya tadi?""Nggak apa-apa, Dok. Sudah ada bidan Anis yang bantu saya. Alhamdulillah, persalinan saya lancar.""Alhamdulillah." Dokter Yuni mengambil sarung tangan dan memakainya. Dia berkata pada bidan Anis untuk mengurusi si kecil sedangkan dirinya melakukan perawatan pada Rinjani. Dokter yang lebih tua beberapa tahun dari Rinjani, kemu
Ika kembali ke rumah Daffa. Bersama-sama dengan Irene dan Lastri membersihkan dan menata rumah, karena siang nanti Rinjani dan baby-nya sudah boleh pulang. Sementara anak-anak asyik bermain di halaman rumah Bu Murti. "Za, Mbak Ika sepertinya cocok sama kamu." Bu Tiwi menghampiri dan duduk di sebelah putranya yang tengah mengawasi anak-anak bermain."Status kalian jelas, usia juga seimbang. Apa kamu nggak ingin mempertimbangkan untuk mendekatinya. Sudah cukup kamu membuktikan menjadi ayah yang baik buat Nasya, juga anak yang berbakti pada mama. Sekarang pikirkan kehidupanmu sendiri. Menikahlah lagi. Kalau mama nggak ada, kamu dan Nasya punya keluarga."Reza diam."Anak-anak terlihat sangat dekat. Nasya juga bahagia berkumpul dengan mereka. Tunggu apalagi? Mbak Ika akan pindah ke Pujon, kan? Ini kesempatanmu. Jangan pikirkan tentang mama. Mama sudah tua, Za. Sedangkan masa depan kamu dan Nasya masih panjang.""Mama, juga masa depan bagiku. Untuk akhiratku. Siapapun wanita itu, tidak h
"Sebulan sejak kejadian hari itu, mereka pindah, Mas. Entah pindah ke mana kami nggak tahu." Pemilik warung sebelah SPBU menjawab saat ditanya Daffa. Dia mengajak kakaknya mampir di sana."Optik yang di sini juga tutup," lanjut wanita itu."Bagaimana dengan kehamilan Utari, Bu?" tanya Ika. "Seminggu setelah penggerebekan, Tari keguguran. Entah gugur sendiri atau digugurkan. Mereka pindah karena Bu Utami juga diancam oleh anak-anak dari pria yang melihara dia."Daffa dan Ika pamitan setelah beberapa lama singgah untuk makan dan minum kopi. Mereka kembali ke kantor."Sekarang tidak ada yang perlu Mbak resahkan. Orang-orang itu sudah tidak ada di sini," kata Daffa dalam perjalanan."Tapi anak-anak sudah nyaman tinggal di Pujon, Daf. Mereka sudah bisa beradaptasi dengan lingkungan di sana. Jadi Mbak nggak kepikiran lagi untuk membawa mereka pindah ke Batu."Di sana lebih tenang. Zahra dan Altha bisa ngaji dan les berangkat sendiri naik sepeda, tanpa Mbak was-was dan khawatir. Si mbak han
RINDU YANG TERLUKA- Wedding "Pak Reza, saya senang mendengar niat baik Anda yang ingin menikahi kakak saya. Tapi Mbak Ika bukan perempuan sesempurna yang Anda bayangkan." Daffa bicara berdua dengan Reza di sebuah rumah makan di Batu suatu siang. Bukan ingin menjelekkan sang kakak, tapi Daffa jujur seperti apa kakak sulungnya itu. Dia tidak ingin mengecewakan Reza yang pada akhirnya juga bisa membuat Ika kembali patah hati.Reza memang mengajak ketemuan Daffa di jam makan siang. Kebetulan kantor dan kampus jaraknya tidak begitu jauh. Dosen itu mengutarakan maksudnya ingin mempersunting Ika pada sang adik. Ika sendiri langsung menceritakan pembicaraannya dengan Reza pada Daffa dan Rinjani sehari setelah lelaki itu mengajaknya makan malam."Mbak Ika sudah menceritakan semuanya pada saya. Tentang kegagalannya, tentang kehidupannya di Surabaya. Bahkan tentang sikapnya pada dokter Rin dulu. Hingga Mbak Ika menyadari dan sekarang hubungan mereka sangat baik."Daffa mengangguk-angguk. Mem
Dua bulan kemudian ....Beberapa mobil berjajar di depan rumah Bu Murti dan Ika pagi itu.Acara ijab qobul berjalan lancar. Rumah Bu Murti meriah. Seluruh kerabat dekat dari kedua pengantin menjadi saksi saat Reza menghalalkan Ika sebagai istrinya.Para tetangga, tokoh setempat, dan para perangkat desa juga di undang dan duduk di tenda yang dipasang di depan rumah. Sebulan setelah lamaran di Surabaya, mereka menyepakati untuk menikah di Malang saja. Sebab Ika pun sudah berdomisili di Malang. Mereka ingin membagi momen penting ini bersama para tetangga. Warga kasak kusuk karena kaget. Tidak ada gosip, tidak ada hal yang menyita perhatian mereka, tiba-tiba saja Reza dan Ika menikah. Setahu mereka, dua orang itu tidak terlihat saling menyapa. Hanya anak-anak saja yang bermain bersama. Dan dua hari kemarin, tetangga dikejutkan dengan undangan dari Reza.Keluarga Pak Farhan memakai seragam batik berwarna biru, sedangkan dari kerabat Reza mengenakan batik berwarna cokelat muda. Anak-anak
Sore tadi Reza sudah membimbing sang istri untuk melakukan salat sunah pengantin. Jadi malam itu, mereka menikmati malam pertama tanpa banyak percakapan. Sama-sama sudah cukup dewasa, saling membutuhkan, jadi tidak perlu banyak intermezo. Sebab apapun sudah dibahas sebelum mereka menikah.***L***Senin pagi Reza dan Ika sudah bersiap kembali bekerja. Mereka memang tidak mengambil cuti lama. Hanya hari Jum'at kemarin saja cuti. Sabtu ijab qobul dan Minggunya perdana mengajak anak-anak jalan ke Batu.Mereka sepakat mengambil cuti untuk ke Bali nanti. Biar bisa lama liburan di sana. Sekaligus mengajak Bu Murti untuk refreshing. "Mama nggak usah ikut, Za. Kalau perlu anak-anak biar di rumah saja. Kamu butuh menyediakan waktu dan kesempatan untuk bersama istrimu," tolak Bu Murti saat Reza mengajaknya bicara di kamar, sehari sebelum pernikahan."Nggak, Ma. Aku dan Ika sudah sepakat ngajak anak-anak dan Mama liburan ke Bali. Kami sepemikiran, kalau pernikahan ini nggak hanya menyatukan kami