RINDU YANG TERLUKA - Menikahlah Denganku Suara tangis bayi perempuan membuat Daffa bernapas lega, terharu, dan menangis. Dipeluknya erat Rinjani yang mandi keringat dan masih lemas. "Thank's, Honey."Rinjani tidak bisa menjawabnya. Dia masih mengatur napas dan meneteskan air mata. Daffa mengusap air bening di sudut netra istrinya.Bidan Anis pun lega. Persalinan dokter Rin sangat lancar. Tadi tegang gara-gara Daffa yang menunggui membuatnya serba salah. Diperhatikan semua tindakannya.Ketika Daffa melakukan skin to skin dengan baby girl-nya, dokter Yuni masuk. Wanita itu menghampiri pasien sekaligus rekan dokternya. "Kenapa dokter Rin nggak nelepon saya tadi?""Nggak apa-apa, Dok. Sudah ada bidan Anis yang bantu saya. Alhamdulillah, persalinan saya lancar.""Alhamdulillah." Dokter Yuni mengambil sarung tangan dan memakainya. Dia berkata pada bidan Anis untuk mengurusi si kecil sedangkan dirinya melakukan perawatan pada Rinjani. Dokter yang lebih tua beberapa tahun dari Rinjani, kemu
Ika kembali ke rumah Daffa. Bersama-sama dengan Irene dan Lastri membersihkan dan menata rumah, karena siang nanti Rinjani dan baby-nya sudah boleh pulang. Sementara anak-anak asyik bermain di halaman rumah Bu Murti. "Za, Mbak Ika sepertinya cocok sama kamu." Bu Tiwi menghampiri dan duduk di sebelah putranya yang tengah mengawasi anak-anak bermain."Status kalian jelas, usia juga seimbang. Apa kamu nggak ingin mempertimbangkan untuk mendekatinya. Sudah cukup kamu membuktikan menjadi ayah yang baik buat Nasya, juga anak yang berbakti pada mama. Sekarang pikirkan kehidupanmu sendiri. Menikahlah lagi. Kalau mama nggak ada, kamu dan Nasya punya keluarga."Reza diam."Anak-anak terlihat sangat dekat. Nasya juga bahagia berkumpul dengan mereka. Tunggu apalagi? Mbak Ika akan pindah ke Pujon, kan? Ini kesempatanmu. Jangan pikirkan tentang mama. Mama sudah tua, Za. Sedangkan masa depan kamu dan Nasya masih panjang.""Mama, juga masa depan bagiku. Untuk akhiratku. Siapapun wanita itu, tidak h
"Sebulan sejak kejadian hari itu, mereka pindah, Mas. Entah pindah ke mana kami nggak tahu." Pemilik warung sebelah SPBU menjawab saat ditanya Daffa. Dia mengajak kakaknya mampir di sana."Optik yang di sini juga tutup," lanjut wanita itu."Bagaimana dengan kehamilan Utari, Bu?" tanya Ika. "Seminggu setelah penggerebekan, Tari keguguran. Entah gugur sendiri atau digugurkan. Mereka pindah karena Bu Utami juga diancam oleh anak-anak dari pria yang melihara dia."Daffa dan Ika pamitan setelah beberapa lama singgah untuk makan dan minum kopi. Mereka kembali ke kantor."Sekarang tidak ada yang perlu Mbak resahkan. Orang-orang itu sudah tidak ada di sini," kata Daffa dalam perjalanan."Tapi anak-anak sudah nyaman tinggal di Pujon, Daf. Mereka sudah bisa beradaptasi dengan lingkungan di sana. Jadi Mbak nggak kepikiran lagi untuk membawa mereka pindah ke Batu."Di sana lebih tenang. Zahra dan Altha bisa ngaji dan les berangkat sendiri naik sepeda, tanpa Mbak was-was dan khawatir. Si mbak han
RINDU YANG TERLUKA- Wedding "Pak Reza, saya senang mendengar niat baik Anda yang ingin menikahi kakak saya. Tapi Mbak Ika bukan perempuan sesempurna yang Anda bayangkan." Daffa bicara berdua dengan Reza di sebuah rumah makan di Batu suatu siang. Bukan ingin menjelekkan sang kakak, tapi Daffa jujur seperti apa kakak sulungnya itu. Dia tidak ingin mengecewakan Reza yang pada akhirnya juga bisa membuat Ika kembali patah hati.Reza memang mengajak ketemuan Daffa di jam makan siang. Kebetulan kantor dan kampus jaraknya tidak begitu jauh. Dosen itu mengutarakan maksudnya ingin mempersunting Ika pada sang adik. Ika sendiri langsung menceritakan pembicaraannya dengan Reza pada Daffa dan Rinjani sehari setelah lelaki itu mengajaknya makan malam."Mbak Ika sudah menceritakan semuanya pada saya. Tentang kegagalannya, tentang kehidupannya di Surabaya. Bahkan tentang sikapnya pada dokter Rin dulu. Hingga Mbak Ika menyadari dan sekarang hubungan mereka sangat baik."Daffa mengangguk-angguk. Mem
Dua bulan kemudian ....Beberapa mobil berjajar di depan rumah Bu Murti dan Ika pagi itu.Acara ijab qobul berjalan lancar. Rumah Bu Murti meriah. Seluruh kerabat dekat dari kedua pengantin menjadi saksi saat Reza menghalalkan Ika sebagai istrinya.Para tetangga, tokoh setempat, dan para perangkat desa juga di undang dan duduk di tenda yang dipasang di depan rumah. Sebulan setelah lamaran di Surabaya, mereka menyepakati untuk menikah di Malang saja. Sebab Ika pun sudah berdomisili di Malang. Mereka ingin membagi momen penting ini bersama para tetangga. Warga kasak kusuk karena kaget. Tidak ada gosip, tidak ada hal yang menyita perhatian mereka, tiba-tiba saja Reza dan Ika menikah. Setahu mereka, dua orang itu tidak terlihat saling menyapa. Hanya anak-anak saja yang bermain bersama. Dan dua hari kemarin, tetangga dikejutkan dengan undangan dari Reza.Keluarga Pak Farhan memakai seragam batik berwarna biru, sedangkan dari kerabat Reza mengenakan batik berwarna cokelat muda. Anak-anak
Sore tadi Reza sudah membimbing sang istri untuk melakukan salat sunah pengantin. Jadi malam itu, mereka menikmati malam pertama tanpa banyak percakapan. Sama-sama sudah cukup dewasa, saling membutuhkan, jadi tidak perlu banyak intermezo. Sebab apapun sudah dibahas sebelum mereka menikah.***L***Senin pagi Reza dan Ika sudah bersiap kembali bekerja. Mereka memang tidak mengambil cuti lama. Hanya hari Jum'at kemarin saja cuti. Sabtu ijab qobul dan Minggunya perdana mengajak anak-anak jalan ke Batu.Mereka sepakat mengambil cuti untuk ke Bali nanti. Biar bisa lama liburan di sana. Sekaligus mengajak Bu Murti untuk refreshing. "Mama nggak usah ikut, Za. Kalau perlu anak-anak biar di rumah saja. Kamu butuh menyediakan waktu dan kesempatan untuk bersama istrimu," tolak Bu Murti saat Reza mengajaknya bicara di kamar, sehari sebelum pernikahan."Nggak, Ma. Aku dan Ika sudah sepakat ngajak anak-anak dan Mama liburan ke Bali. Kami sepemikiran, kalau pernikahan ini nggak hanya menyatukan kami
RINDU YANG TERLUKA - Romantis "Tekanan darah Mbak Ika menurun, detak jantung meningkat. Ini salah satu tanda stres. Tapi aku yakin Mbak Ika nggak sedang dalam tekanan. Mbak dan Pak Reza sangat bahagia. Kata Mas Daffa pekerjaan juga baik-baik saja. Jadi aku yakin kalau Mbak Ika pasti sedang hamil ini," kata Rinjani setelah melakukan pemeriksaan pada kakak iparnya. Meski sebagai dokter umum, Rinjani memiliki kompetensi ANC (Antenatal Care). Pemeriksaan kehamilan secara umum.Ika bangun dari pembaringan. "Mbak emang udah telat datang bulan, Rin. Sudah sepuluh hari ini.""Kenapa Mbak nggak melakukan testpack?""Nggak, karena mbak takut kecewa lagi. Bulan-bulan kemarin kalau telat haid Mbak langsung test tapi hasilnya negatif. Makanya kali ini Mbak biarin.""Coba cek, Mbak. Aku yakin Mbak Ika lagi hamil ini.""Nanti Mbak beli testpack. Yuk, kita keluar."Ika dan Rinjani melangkah keluar kamar. Di depan pintu sudah ada Reza yang menunggu. Dia tadi khawatir kenapa istri dan iparnya masuk k
Usai makan siang, Daffa mengajak istri dan anaknya pulang ke Malang. Sedangkan Ika dan Reza memutuskan pulang sorenya. Sebab Reza masih ada acara ketemuan dengan temannya di Surabaya.Daffa singgah di Batu. Bertemu Bre di sebuah kafe. Kehadiran Noval agak mengobati kerinduannya pada Alvian. Sudah lama dia tidak bertemu dengan anak Alan dan Livia itu.Bre juga mengendong baby Rachel."Nggak pengen kamu punya boneka hidup seperti ini?" tanya Daffa menghampiri Bre yang membopong Rachel di balkon kafe.Bre tersenyum. "Aku sudah cukup bahagia melihat kamu bisa kembali bersama dengan Rin. Memiliki anak-anak yang tampan dan cantik. Aku juga bahagia melihat Livia bahagia. Biar aku menjalani hidup yang aku pilih.""Sebeku itu hatimu?"Bre diam. Daffa juga diam. Mereka memperhatikan pemandangan di kejauhan yang mulai berselimut kabut. Entah sudah berapa kali Daffa memberikan semangat pada sahabatnya, tapi tampaknya sia-sia. Bre keukeh dengan keputusannya."Mbak Ika juga lagi hamil." "Oh ya?""
Rasa bahagia sekaligus haru menyelimuti ruang perawatan mamanya Bobby. Pria dengan seragam lapas itu memeluk erat dua putrinya. Air mata tumpah tak terkira. Karena isaknya, sampai menyulitkan untuk bicara.Sang mama yang tergolek di atas brankar tak bisa bergerak selain menangis. Adik Bobby sibuk menghapus air matanya sendiri. Begitu juga dengan Ika. Tidak menyangka jika jalan kehidupan putri-putrinya seperti ini. Reza merangkul sambil mengusap-usap lengan istrinya untuk menenangkan. Ika bukan menangisi Bobby, tapi menangis untuk kedua anaknya.Sedangkan Nasya yang tidak seberapa mengerti, duduk diam di sebelah papanya."Terima kasih banyak, Pak Reza. Sudah menjaga dan membimbing anak-anak saya. Terima kasih. Saya titip mereka." Bobby yang sudah mulai tenang, bicara pada Reza."Jangan khawatir, Pak Bobby. Saya akan menyayangi dan menjaga mereka dengan baik," jawab Reza dengan penuturan sopan dan ramah. Bobby ganti memandang mantan istrinya. "Maafkan kesalahanku. Maafkan keluargaku j
Ika menghela nafas panjang. Pantaslah suara mantan adik iparnya terdengar cemas. Perempuan yang beberapa bulan lalu sempat mencak-mencak dan marah karena sang kakak mendapatkan hukuman lumayan lama, kini melunak. Mungkin sekarang benar-benar merasakan bagaimana kehilangan support dan ATM berjalannya.Selama ini Bobby dan Ika yang mensupport pengobatan wanita itu. Makanya kesehatannya terjaga. Namun mulai drop setelah Bobby masuk penjara dan tidak ada dukungan finansial lagi.Sudah hidup enak karena Ika tidak sayang uang buat mereka, tapi mereka diam-diam malah memberikan dukungan pada Bobby bermain serong. Apa mereka pikir, hidupnya akan jauh lebih baik lagi? Orang tamak akan terperosok pada ketamakannya sendiri."Bagaimana, Ma?" Reza menyentuh pundak sang istri yang masih berdiri di teras rumah.Ika mengajak suaminya duduk. Kemudian menceritakan tentang percakapannya dengan mantan ipar."Sebenarnya ini solusi, Ma. Kalau pihak keluarga Bobby mau mengajukan permohonan supaya Bobby diiz
RINDU YANG TERLUKA- Sehari di Surabaya "Ma, papa nggak ngelarang kamu membawa anak-anak menjenguk papanya. Apapun yang terjadi, nggak ada yang bisa memisahkan darah yang mengalir sama di tubuh mereka. Tapi papa ngasih saran, bisakah diusahakan bertemu selain di penjara?"Malam itu Ika memberitahu sang suami perihal pesan yang dikirim mantan adik iparnya. Tentu Ika harus mendiskusikan bersama Reza untuk mengambil keputusan. "Pikirkan psikologis anak-anak. Selama ini mereka hanya mendengar papanya di penjara dari cerita. Tidak menyaksikan secara langsung. Kalau mereka melihat sendiri, pasti akan menjadi beban mental dan mengusik ketenangan jiwa anak-anak. Terutama Zahra yang sudah besar."Ika mengangguk. Benar yang dikatakan sang suami. Karena dia pun memikirkan hal yang sama."Bobby baru setahun menjalani hukumannya, Pa. Mana mungkin diizinkan keluar sebentar dengan alasan tertentu.""Ada beberapa alasan yang bisa membuat pihak berwenang memberi izin untuk Bobby keluar dalam beberap
"Sudah. Tadi malam Iren ngasih tahu kalau Mas Yansa diopname. Livernya kambuh lagi. Kamu mau nyambangi?""Kayaknya nggak, Mbak. Rin juga lagi sakit.""Sakit apa?""Masuk angin.""Jangan-jangan istrimu hamil lagi?""Nggak. Hanya masuk angin. Beberapa hari ini memang sibuk di klinik sampai malam karena rekannya ada yang cuti. Minggu kemarin, tiga hari Rin juga bolak-balik ke Batu untuk seminar.""Nanti mbak ke rumahmu.""Oke. Kalau gitu aku berangkat dulu, Mbak.""Kamu nyetir sendiri?""Iya. Ibnu sudah berangkat pagi tadi ngantar proposal ke Surabaya."Daffa bangkit dari duduknya. Menyapa sebentar pada Bu Murti yang sedang memetik sayuran di halaman samping, lantas masuk mobil dan pergi.Ika masuk ke dalam rumah dan langsung ke dapur. Sebelum mulai sibuk dengan pekerjaannya, dia selalu menyempatkan untuk membantu memasak. Sambil memotong sayuran, ia teringat dengan sepupunya. Mereka pernah membesar bersama di dalam keluarga besar Joyo Winoto. Itu nama kakek mereka. Disaat masih sekola
"Noval sudah berani tidur sendiri di kamarnya, Mas. Asal sebelum tidur ditemani dulu. Kalau Rachel biar tidur di kamar kita untuk sementara. Setelah dia bisa jalan biar ditemani oleh Mak Sum di kamarnya. Gimana?""Oke," jawab Daffa seraya merapatkan pelukannya. Mereka berdua sedang duduk menyaksikan hujan di luar dari balik jendela kaca."Terima kasih untuk hadiahnya, Mas. Tadi pagi kita buru-buru sampai aku nggak sempat bilang terima kasih." Rinjani berkata sambil menyentuh kalung di lehernya."Apa yang mas berikan tidak seberapa dibandingkan dengan apa yang kamu berikan dalam hidup mas, Rin. Kamu menyempurnakan hidup lelaki yang tidak sempurna ini. "Kamu memberikan gelar lelaki br*ngsek ini sebagai seorang ayah. Memberikan kesempatan disaat kesalahan mas teramat fatal. Maaf, untuk semua kesalahan kemarin. Mas bangga memilikimu.""Nggak usah diingat lagi. Kita sudah melangkah sejauh ini. Yang lalu biarlah berlalu. Kita berjuang untuk masa depan keluarga kecil kita. Tapi sekali lagi
RINDU YANG TERLUKA - Biarlah Berlalu Kejutan macam apa ini. Daffa malah sukses membuat Rinjani kelabakan dan tergesa-gesa ke klinik dengan rambut yang belum kering. Dan jadi pusat perhatian, karena belum pernah ia datang ke klinik dengan rambut seperti ini.Mau marah, tapi ini hari ulang tahunnya. Mau marah, tapi Daffa seromantis itu. Ah, sejak dulu sebenarnya Daffa memang sangat romantis meski kemauannya tidak bisa dibantah. Bahkan di tengah perselingkuhannya, Daffa tetap romantis plus egois.Rinjani menghela nafas lalu duduk di kursinya. Meraba kalung berlian di balik kerah bajunya. Daffa yang memakaikannya sesaat sebelum pria itu membawanya terbang ke nirwana."Ini harus dipakai. Nggak mengganggu aktivitasmu, kan?"Sekarang hadiah istimewa itu melingkar dan di sembunyikan di balik kerah baju. Rinjani selalu memakai baju dengan kerah yang menutupi leher jenjangnya."Nanti malam kita dinner dan nginap di Batu," kata Daffa sebelum Rinjani turun dari mobil saat di antar tadi. Jarak
Netra Bu Murti berkaca-kaca saat diberitahu kalau Ika sedang hamil. Bibirnya yang bergetar mengucap syukur berulang kali. Reza, Ika, dan anak-anak sampai di Pujon sudah jam sembilan malam. Reza langsung ke kamar sang mama untuk membagikan kabar gembira."Jaga Ika baik-baik. Jangan biarkan dia melakukan pekerjaan rumah. Biar anak-anak di urus ART. Kamu juga harus tirakat."Kata terakhir yang diucapkan Bu Murti, bagi Reza tidak menjadi masalah. Dia sudah terbiasa mengatasi kesendiriannya hampir lima tahun setelah mamanya Nasya meninggal. "Ika akan bekerja dari rumah, Ma. Jadi dia nggak akan ngantor lagi.""Syukurlah. Segera ajak Ika periksa ke dokter.""Besok kami pergi periksa. Jadwalku ke kampus kebetulan siang.""Ya sudah. Kamu istirahat sana."Reza mengusap punggung mamanya. Kemudian beranjak meninggalkan kamar itu.***L***Satu bulan kemudian ...."Tri, tinggalin aja. Kamu ke depan sana. Kamu ini pengantin baru, nggak usah ikutan beres-beres," tegur Mak Sum menghampiri Lastri yan
Usai makan siang, Daffa mengajak istri dan anaknya pulang ke Malang. Sedangkan Ika dan Reza memutuskan pulang sorenya. Sebab Reza masih ada acara ketemuan dengan temannya di Surabaya.Daffa singgah di Batu. Bertemu Bre di sebuah kafe. Kehadiran Noval agak mengobati kerinduannya pada Alvian. Sudah lama dia tidak bertemu dengan anak Alan dan Livia itu.Bre juga mengendong baby Rachel."Nggak pengen kamu punya boneka hidup seperti ini?" tanya Daffa menghampiri Bre yang membopong Rachel di balkon kafe.Bre tersenyum. "Aku sudah cukup bahagia melihat kamu bisa kembali bersama dengan Rin. Memiliki anak-anak yang tampan dan cantik. Aku juga bahagia melihat Livia bahagia. Biar aku menjalani hidup yang aku pilih.""Sebeku itu hatimu?"Bre diam. Daffa juga diam. Mereka memperhatikan pemandangan di kejauhan yang mulai berselimut kabut. Entah sudah berapa kali Daffa memberikan semangat pada sahabatnya, tapi tampaknya sia-sia. Bre keukeh dengan keputusannya."Mbak Ika juga lagi hamil." "Oh ya?""
RINDU YANG TERLUKA - Romantis "Tekanan darah Mbak Ika menurun, detak jantung meningkat. Ini salah satu tanda stres. Tapi aku yakin Mbak Ika nggak sedang dalam tekanan. Mbak dan Pak Reza sangat bahagia. Kata Mas Daffa pekerjaan juga baik-baik saja. Jadi aku yakin kalau Mbak Ika pasti sedang hamil ini," kata Rinjani setelah melakukan pemeriksaan pada kakak iparnya. Meski sebagai dokter umum, Rinjani memiliki kompetensi ANC (Antenatal Care). Pemeriksaan kehamilan secara umum.Ika bangun dari pembaringan. "Mbak emang udah telat datang bulan, Rin. Sudah sepuluh hari ini.""Kenapa Mbak nggak melakukan testpack?""Nggak, karena mbak takut kecewa lagi. Bulan-bulan kemarin kalau telat haid Mbak langsung test tapi hasilnya negatif. Makanya kali ini Mbak biarin.""Coba cek, Mbak. Aku yakin Mbak Ika lagi hamil ini.""Nanti Mbak beli testpack. Yuk, kita keluar."Ika dan Rinjani melangkah keluar kamar. Di depan pintu sudah ada Reza yang menunggu. Dia tadi khawatir kenapa istri dan iparnya masuk k