Yansa akhirnya masuk penjara juga. Sekalipun sang papa telah menempuh berbagai cara untuk membebaskannya, tapi gagal. Semua bukti atas kasus korupsinya terkuak. Rumah tangganya kacau karena ketahuan selingkuh."Setelah perceraiannya beres, Mbak Ika mau ngajak anak-anak mengunjungi kalian di Pujon.""Monggo," jawab Rinjani sambil menyesap jus mangga."Pasti mama mau ikut ke sini lagi kalau mas kasih tahu kamu sedang hamil. Apa mama nggak curiga saat menginap sama papa di Pujon sebulan yang lalu?""Mama merhatiin, sih. Terus bilang aku agak berisi. Mungkin dalam hati beliau sempat menduga aku hamil, cuman beliau nggak ngomong apa-apa."Daffa mengajak pulang jam sembilan malam. Noval langsung masuk kamar dan tidur. Begitu juga dengan Daffa dan Rinjani. Suhu malam itu mencapai 15°C. Namun Rinjani memakai daster mini di atas lutut tanpa lengan. Semenjak hamil ini bawaannya selalu gerah."Kamu ngidam apa tiga bulan ini?" tanya Daffa setelah mereka di atas tempat tidur."Nggak ada, Mas. Sama
RINDU YANG TERLUKA - SesalSeorang wanita usia sekitar dua puluh lima tahun membuka pintu setelah Pak Farhan mengetuknya dua kali. "Siapa, Anda?" tanyanya heran karena belum pernah melihat Pak Farhan."Saya Pak Farhan dan ini istri saya."Wanita itu terdiam sejenak memperhatikan Pak Farhan dan Bu Tiwi bergantian."Oh, mari silakan masuk!"Pak Farhan dan Bu Tiwi masuk ruang perawatan. Duduk di sofa mepet dinding yang berseberangan dengan brankar.Dalam kamar itu hanya ada wanita muda tadi dan seorang wanita dengan rambut memutih, terbaring lemah di atas tempat tidur. Kondisi yang sangat memprihatinkan. Tubuhnya sangat kurus dan terlihat renta.Bu Tiwi prihatin dengan kondisi perempuan yang pernah memporak-porandakan rumah tangganya tiga puluh tahun yang lalu. Sekarang terkapar tak berdaya di hadapannya. Tubuh cantik molek dulu, kini hanya terbalut kulit dan tulang."Nama saya Bu Tiwi. Mbak, siapanya Bu Dira?" tanya Bu Tiwi setelah beberapa saat hening. Jujur saja gadis yang sangat mir
Di tengah perbincangan, pintu ruangan terkuak. Masuk seorang wanita seumuran Bu Tiwi. Segera disalaminya Pak Farhan dan istrinya. "Pak Farhan, baru ketemu lagi setelah puluhan tahun," ujarnya sambil tersenyum ramah."Apa kabar, Bu Dipta?""Kabar baik. Senang bertemu Anda, Bu Tiwi." Bu Dipta memandang Bu Tiwi. Dijawab anggukan kepala oleh wanita itu."Terima kasih sudah sudi datang menjenguk. Keadaan Dek Dira sudah seperti ini, jangan sampai dia pergi tanpa minta maaf pada Bu Tiwi terutama. Sejak kemarin Dek Dira ingin bertemu Bu Tiwi. Makanya saya suruh suami menghubungi Pak Farhan." Bu Dipta menjelaskan.Pak Farhan permisi keluar untuk menerima telepon dari Daffa. Zaskia juga permisi hendak ke kantin. Tinggal bertiga di dalam kamar."Beginilah keadaannya dalam waktu berbulan-bulan ini." Bu Dipta beranjak menghampiri brankar dan disentuhnya lengan sang adik ipar. Bu Tiwi juga menghampiri. "Maafkan ipar saya, Bu. Pernah menjadi duri dalam pernikahan Bu Tiwi dan Pak Farhan. Dulu saya s
"Sepertinya dia ingin minta maaf, Bu. Hanya saja sudah nggak bisa bicara. Ngomongnya susah banget sekarang ini. Kadang cuman bibirnya saja yang bergerak-gerak tanpa suara," bisik Bu Dipta pada Bu Tiwi."Saya sudah maafin kamu. Saya harap kamu juga memaafkan saya." Bu Tiwi yang berkata. Dijawab anggukan pelan oleh Dira. Netranya yang cekung tak berhenti mengalir air mata.Bu Tiwi melepas pelan tangan Dira. Kemudian keluar untuk memanggil suaminya. Tak lama kemudian Pak Farhan masuk ruangan. Melihat Pak Farhan, bibir Dira kian bergetar menahan isak. Lelaki itu mendekat lalu menangkupkan tangan di depan dada. "Maafkan saya, Dira."Bibir Dira komat-kamit."Dia bilang, juga minta maaf pada, Pak Farhan." Bu Dipta yang menerjemahkan. Pak Farhan mengangguk.Sejenak suasana menjadi sangat melankolis. Sedih dan suram. Satu momen yang butuh kelapangan hati bagi Bu Tiwi. Masa lalu yang menyakitkan dan hari ini yang menimbulkan rasa iba pada wanita yang telah membuatnya berdarah-darah tiga puluh
RINDU YANG TERLUKA - Gaduh"Mbak Trecy, saya pamit pulang dulu. Selamat bekerjasama dengan Pak Teddy. Semoga sukses." Daffa bangkit dari duduknya, menyalami Trecy kemudian melangkah pergi. Tidak mempedulikan Abila yang masih memperhatikannya. Abila memandang hingga Daffa keluar lewat pintu kaca. Lantas menatap tajam Trecy yang masih memperhatikan kepergian pria yang sama. Pernah dia berada di posisi perempuan berpakaian kantor warna purple itu. Dengan team duduk makan siang bersama Daffa, menghabiskan beberapa jam untuk membahas pekerjaan dan kencan tentunya. Sekarang apa gadis itu juga melakukan hal yang sama? Partner sekaligus teman kencan lelaki yang masih bertahta di hatinya? Jiwa yang mulai tenang kini kembali dihantam badai cemburu. Tapi siapa dirinya untuk memiliki perasaan itu?Hingga detik ini Daffa masih bertahan dengan istrinya. Tapi juga berkencan dengan wanita lain. Apa dokter itu tahu?"Bil, kamu kenapa?" tanya sepupu yang duduk makan siang bersamanya."Gadis itu tema
"Honey, halo ....""Rin," panggil Daffa berulang. Kemudian mencoba menelepon lagi tapi tidak dijawab. Kecemasan melanda. Pasti terjadi sesuatu. Entah ada pasien baru masuk atau ... oh tidak. Semoga tidak terjadi apa-apa dengan Rinjani.Menelepon dan menelepon lagi tapi tetap sepi. Daffa gusar dalam ruangan. Lantas berinisiatif menghubungi Lastri."Assalamu'alaikum, Pak Daffa.""Wa'alaikumsalam, Tri. Kalian di rumah baik-baik saja, kan?""I-iya, Pak. Kami baik-baik saja. Mas Noval lagi bobok siang, terus ibu masih di klinik. Memangnya ada apa, Pak?""Oh ya sudah. Nggak apa-apa." Daffa menyudahi panggilan. Agak lega. Kalau terjadi sesuatu dengan Rinjani, Lastri sudah diberitahu oleh pihak klinik. Bahkan dirinya pun pasti di telepon.Belakangan ini Daffa memang gampang sekali cemas semenjak Rinjani hamil lagi. Padahal Rinjani sendiri juga pandai-pandai mengendalikan emosi diri. Antara rindu ingin dimanja sang suami, tugas harian sebagai tenaga kesehatan, juga morning sickness yang terkad
Sinta bungkam. Sepertinya dia kebingungan hendak cerita. Tapi disisi lain, Sinta tidak ingin sahabatnya kembali dikhianati, terlebih sekarang tengah hamil. Semoga saja pemikirannya salah, Daffa tidak kembali mengulangi kesilapan yang sama."Bener ya, Sin. Ini karena Mas Daffa." Jantung Rinjani berdetak hebat. Suaranya juga bergetar. Perasaannya mulai nyeri."Katanya hanya salah paham, Rin. Padahal Trecy nggak ada hubungan apapun dengan Daffa. Coba kamu tanyakan ke Daffa. Kalau sampai dia macam-macam lagi sama kamu. Aku yang bakalan pertama kali ngamuk sama dia. Tapi menurutku kejadian itu beneran hanya salah paham saja. Abila kan memang sakit jiwa. Udah dulu ya, Rin. Entar ada waktu kita sambung lagi. Aku mau siap-siap berangkat ke kantor. Ada meeting pagi ini.""Oke, Sin. Makasih banyak udah ngabari aku.""Yup. Jaga kehamilanmu baik-baik. Kalau longgar nanti kutelepon lagi. Assalamu'alaikum.""Wa'alaikumsalam."Rinjani masih duduk di ruang makan. Berusaha menetralisir perasaannya. N
RINDU YANG TERLUKA- Baby GirlDaffa bangkit dari kursi teras saat motor Rinjani memasuki pekarangan. Lega melihat mereka pulang. Walaupun khawatir, ia yakin Rinjani tidak akan membuat drama kabur-kaburan. Rinjani tidak seperti itu. Lastri nyetir, sedangkan Rinjani yang dibonceng bersama Noval."Biar mas yang gendong Noval." Daffa membopong putranya yang duduk di tengah dan tertidur pulas. Rinjani membuka pintu rumah, sedangkan Lastri membawa barang belanjaan.Noval ditidurkan di kamar. Rinjani ke dapur membuatkan minum. "Mas, udah lama nunggu?""Setengah jam. Mas nyariin kamu ke klinik tadi. Suster di sana bilang kamu sudah pulang jam empat sore."Segelas teh diletakkan Rinjani di atas meja. "Mas sudah makan?""Belum. Dari kantor mas langsung ke mari.""Kami tadi nggak masak. Aku gorengin telur ceplok saja kalau gitu. Seharian ini Lastri juga sibuk di sekolahan Noval, bantuin bikin hiasan untuk acara karnaval." Sambil menyiapkan lauk, Rinjani bercerita.Begini saja membuat Daffa be