Tari dan Bayu merupakan kakak beradik yang terlahir di keluarga sederhana. Mereka sekeluarga hidup bahagia dalam kehangatan hingga akhirnya kecelakaan yang menimpa Bayu menjadi awal dari terpecahnya keluarga mereka. Ayah dan ibu mereka bercerai dan keduanya pun hidup jauh terpisah. Sepuluh tahun berlalu, Tari yang ikut dengan sang ibu kini hidup dalam kekayaan lantaran sang ibu menikah dengan pria kaya. Di lain pihak, Bayu hidup sendirian lantaran sang ayah telah meninggal. Kakak beradik ini tanpa sengaja bertemu kembali. Selain itu, keduanya memiliki kisah cinta yang di dalamnya mengandung rahasia tak terduga.
View MoreNatasya sibuk memasukkan barang-barang miliknya ke dalam koper. Entah kenapa kopernya itu seperti mau meledak saat satu per satu barangnya ia masukkan. Padahal, sebelumnya koper itu masih memiliki banyak ruang kosong.“Beresin yang bener. Jangan sampai ada barangmu yang tertinggal.”“Iya, Kak Bayu yang cerewet.”Natasya sudah lelah mendengar Bayu yang sejak siang tadi terus menceramahinya. Menyuruhnya memasukkan semua benda miliknya agar tidak ada yang tertinggal. Agar tidak membuat repot Bayu di kemudian hari. Agar Bayu tidak perlu bersusah payah mengirimkannya jika memang ada barang penting yang tertinggal.“Kakak pasti bakalan kangen aku, deh. Besok kan aku sudah balik ke Bandung.”“Nggak akan. Justru aku bahagia. Akhirnya besok aku akan mendapat kedamaian. Nggak ada lagi suara berisik yang mengganggu telingaku.”“Kalau Kakak kangen, jangan ragu untuk menghubungiku, ya.”&
“Aku ikut!” ujar Tari akhirnya.“Hmm… Kamu yakin?”“Ya. Aku mau ikut kamu latihan.”Tari sendiri tidak paham kenapa kata-kata tersebut bisa keluar dari mulutnya. Saat ini, ia sedang menerima telepon dari Ryan. Pacarnya itu baru saja mengatakan bahwa ia akan pergi ke sekolah untuk latihan basket.Sejak dua hari yang lalu, Ryan tiba-tiba rajin menghubungi Tari. Tari merasa hal itu dilakukan Ryan karena sadar telah melakukan kesalahan, tidak memberikan kabar sama sekali selama liburan. Tari sendiri tidak ingin memperpanjang kasus menghilangnya Ryan dari radarnya selama liburan tersebut. Sesuai dengan saran Natasya, ia memutuskan untuk turut aktif menjaga keharmonisan hubungan mereka. Bagaimana caranya? Ia akan berada di dekat Ryan. Tidak akan dibiarkannya gadis lain dengan leluasa bermesra-mesraan ria dengan pacarnya itu.“Jangan diam aja. Kamu harus tunjukin ke mereka kalau kamu pacar Ryan!”,
Keesokan paginya, Bayu duduk berhadapan dengan Natasya. Mereka berada di meja depan galeri Bayu.“Sampai kapan kamu akan menangis seperti itu?”Natasya tidak menjawab pertanyaan Bayu. Ia masih saja sesenggukan sambil berulang kali menghapus air matanya.Bayu hanya dapat menghela napas melihat pemandangan di depannya.“Berhenti menangis!”Bukannya berhenti, gadis di hadapannya malah menangis semakin keras.“Aku nggak akan tertipu olehmu. Meskipun kamu menangis seperti itu, kamu pikir aku nggak akan marah setelah semua perbuatanmu semalam?” tanya Bayu sambil menunjuk ke arah ruangannya. “Walaupun kamu menangis seperti itu, pintu ruang kerjaku nggak akan kembali seperti semula,” lanjut Bayu lagi.Mendengar perkataan Bayu tersebut, Natasya langsung teringat akan perbuatannya kemarin. Ia telah menghancurkan pintu ruang kerja Bayu. Pintu yang menjadi penghalang bagi orang-orang untuk masuk ke
Krriiuuukkk… krrriiiiukkkk…Natasya dapat mendengar dengan jelas jeritan cacing-cacing di perutnya. Sudah hampir satu jam perutnya memberontak minta diisi. Apa daya, saat ini tidak ada makanan di rumah Bayu.Sejak sepuluh menit lalu, Natasya terus memelototi nasi di hadapannya. Berharap ada keajaiban sehingga nasi tersebut bisa berubah. Setidaknya menjadi nasi goreng. Lebih baik lagi jika berubah jadi nasi goreng ayam. Nasi goreng yang enak.Sadar bahwa keinginannya itu tidak mungkin terwujud, Natasya tidak punya pilihan selain mengambil tindakan nyata. Disendoknya nasi tersebut lalu diletakkannya di penggorengan. Tidak lupa ia memasukkan garam dan bumbu-bumbuan.Selama lima menit ia terus mengaduk aduk penggorengan di hadapannya. Saking semangatnya ia mengaduk, hampir setengah dari isi penggorengan tersebut kini memenuhi kompor di depannya. Natasya seolah tidak peduli. Ia hanya perlu mengisi kekosongan perutnya agar cacing di perutnya terse
“Kakak mau ke mana? Kok tega ninggalin aku sendiri? Nggak takut aku hilang? Diculik? Lagian, kalau nanti ada yang datang ke sini aku harus bagaimana? Mau tanggung jawab kalau nanti semua lukisan di galeri ini dicuri?”Natasya langsung mencecari Bayu dengan pertanyaan-pertanyaan tersebut setelah tahu bahwa Bayu akan meninggalkannya seorang diri di galeri. Bayu berniat menjenguk ibu Shinta. Tentu saja ia tidak berniat untuk mengajak Natasya ke sana. Ibu Shinta sedang sakit. Bisa dibayangkan kalau Natasya yang bersuara cempreng itu ikut dengan Bayu, bisa-bisa ibu Shinta tidak dapat beristirahat dengan tenang. Bayu jelas tidak ingin hal itu terjadi.“Aku kan sudah bilang, mau menjenguk ibunya teman. Kamu tidak kenal dia, jadi nggak ada gunanya kamu ikut,” jelas Bayu. “Lagi pula, kamu kan sudah dewasa. Nggak akan mungkin menghilang semudah itu,” ujar Bayu lagi. “Satu lagi, dengan suaramu yang seperti itu, para penculik pasti akan be
Hari kelima liburan semester. Tari masih mengurung diri di kamar. Matanya tidak bisa lepas dari layar ponselnya. Ponsel itu tak kunjung berdering. Tari merasa kesepian. Natasya yang biasanya rajin menelepon untuk memamerkan kesenangan pengalaman liburannya pun hari ini tiada kabar. Tentu saja bukan telepon dari Natasya yang sebenarnya Tari nanti-nantikan. Hanya saja, bila temannya yang berisik itu menelepon, setidaknya ia tidak akan merasa kesepian seperti sekarang ini. Setidaknya, ia bisa melupakan sejenak kenyataan bahwa belakangan ini Ryan sama sekali tidak menghubunginya.Tari sudah tidak tahan lagi. Sedikit ragu, ia pun menyentuh layar ponselnya.Tutt… tutt… tutt…Orang di seberang sana tidak menjawab telepon darinya. Tari pasrah. Untuk kesekian kalinya, ia hanya bisa membenamkan wajahnya ke dalam bantal.***“Sudah cukup. Mari kita istirahat dulu.”Albert mengajak Ryan dan Randy beristirahat sejenak. Me
Shinta melihat pantulan wajahnya di cermin. Kantung matanya tampak semakin tebal. Ia tidak bisa tidur dengan nyenyak semalaman. Bukan hanya dikarenakan harus menjaga ibunya yang sedang sakit, ia juga terus terbayang oleh Bayu. Shinta merasa tidak tenang meninggalkan Bayu sendirian. Hari ini pun, tampaknya ia belum bisa membantu Bayu untuk bekerja di galeri.Shinta meraih ponselnya. Berniat untuk menghubungi Bayu.“Halo,” sahut suara di ujung telepon.“Bayu? Ini aku, Shinta.”Shinta tak dapat menutupi bahwa dirinya merasa senang saat mendengar suara Bayu. ‘Oh, betapa aku rindu suara ini,’ batin Shinta.“Ada apa, S
Sekali lagi, Bayu memandang lukisan yang baru saja selesai dibuatnya. Terlukis cahaya kemerahan yang diakibatkan oleh tenggelamnya sang mentari di ufuk barat. Setelah merasa puas memandangi hasil karyanya, Bayu bergegas merapikan alat lukisnya. Hari ini hanya Bayu yang ada di galeri. Shinta sudah pulang sejak tadi siang karena harus menemani ibunya yang sedang tidak enak badan.Setelah mengunci pintu galeri, dengan perlahan Bayu melangkah menuju sepeda motornya yang terparkir di pojokan galeri tersebut. Bayu tidak langsung mengendarai motornya menuju rumah. Ia bermaksud mampir ke rumah Shinta untuk membesuk ibu Shinta yang sudah dianggapnya seperti ibunya sendiri.Bayu menyusuri jalanan di depannya dengan ditemani oleh suara jangkrik. Jalan di depannya tampak gelap. Tidak ada lampu penerang jalan. Lampu penerang jalan hanya ada di sekitar jalan utama. Bagi Bayu, itu bukan masalah. Ia sudah cukup mampu melihat jalan di depannya dengan lampu kendaraannya sendiri. Lagi pu
“Kamu tahu, nggak? Aku bagaikan ada di surga!” kata Natasya menggebu-gebu. Ia menggeser letak ponsel di telinganya. Ia pun menceritakan berbagai hal menarik yang dialaminya. Ia sedang liburan! Deretan pertokoan dan restoran trendi, makanan khas yang telah membuatnya tak henti-henti meneteskan air mata karena tingkat kepedasannya, dan tentu saja pemandangan pantai yang sangat menakjubkan. Semua hal itu ia ceritakan pada Tari. Sengaja dilakukannya untuk menyadarkan sahabatnya itu bahwa liburan adalah waktu yang terlalu berharga untuk dilewatkan begitu saja.“Apa? Aku nggak berlebihan, kok! Serius!” ujarnya ketika mendengar tanggapan dari seberang sana. “Oh, ya. Jangan kaget kalau waktu aku pulang nanti kulitku kelihatan semakin gosong, ya. Satu hari kemarin aku berjemur di pantai. Banyak bule di sini, lho… Aku bahkan sempat lupa kalau masih ada di Indonesia. Maklum, saking banyaknya bule di sini.”“Hhmmm…nggak. Belu
Suara gamelan mengalun memenuhi setiap pelosok auditorium. Dari barisan kursi penonton, Tari tampak tidak dapat berhenti menggoyang-goyangkan tubuhnya. Gadis mungil berusia tujuh tahun tersebut terlihat berusaha mengikuti gerakan para penari yang bergerak dengan sangat lincah di atas pentas. Tidak ketinggalan, di sebelahnya kedua orang tuanya juga terlihat sibuk mengabadikan aksi para penari tersebut. Sang ayah sibuk merekam dan sang ibu membantu mengarahkan. Mereka seolah-olah tidak ingin sedikit pun melewatkan aksi dari sang penari.“Ayah, lebih ke kanan sedikit,” seru sang ibu.Sang ayah kemudian mengangguk-anggukkan kepala tanda mengerti. “Seandainya kita ada di barisan paling depan, kita pasti bisa mengambil gambar yang lebih bagus,” gerutu sang ayah ketika beberapa kali menangkap kepala orang di depan yang menghalanginya mengambil video sang penari....
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments