Share

Rahasia Cinta
Rahasia Cinta
Author: Sachie

Bab 1

Author: Sachie
last update Last Updated: 2021-08-23 22:14:33

Suara gamelan mengalun memenuhi setiap pelosok auditorium. Dari barisan kursi penonton, Tari tampak tidak dapat berhenti menggoyang-goyangkan tubuhnya. Gadis mungil berusia tujuh tahun tersebut terlihat berusaha mengikuti gerakan para penari yang bergerak dengan sangat lincah di atas pentas. Tidak ketinggalan, di sebelahnya kedua orang tuanya juga terlihat sibuk mengabadikan aksi para penari tersebut. Sang ayah sibuk merekam dan sang ibu membantu mengarahkan. Mereka seolah-olah tidak ingin sedikit pun melewatkan aksi dari sang penari.

“Ayah, lebih ke kanan sedikit,” seru sang ibu.

Sang ayah kemudian mengangguk-anggukkan kepala tanda mengerti. “Seandainya kita ada di barisan paling depan, kita pasti bisa mengambil gambar yang lebih bagus,” gerutu sang ayah ketika beberapa kali menangkap kepala orang di depan yang menghalanginya mengambil video sang penari.

“Maaf, permisi. Bisa tolong Anda menggeser badan sedikit?” pinta sang ibu dengan sopan saat penonton di depannya tiba-tiba berdiri untuk mengambil gambar.

Tari seolah tidak peduli dengan kedua orang tuanya yang sangat sibuk tersebut. Ketika satu per satu penari menghilang dari atas panggung diiringi dengan tepuk tangan para penonton, Tari seketika berdiri di atas bangkunya sambil berjingkat-jingkat senang.

Tidak lama berselang, orang tuanya pun mengajaknya untuk bergegas menuju belakang panggung. Mencari sosok penari yang sejak awal pertunjukan tadi sibuk direkamnya.

“Kerja bagus, sayang,” sang ibu langsung memeluk salah seorang penari tanpa ragu.

“Ini baru anak kesayangan ayah,” ucap sang ayah.

Tari mendekati sang penari tersebut lalu menyerahkan sebuket bunga yang sejak tadi dipegangnya.

“Ini untuk Kakak.”

“Terima kasih…” kata sang penari sambil menggendong adik kesayangannya tersebut.

“Kamu pasti lelah. Ayo cepat bersihkan riasanmu. Ibu bantu membawakan barang-barangmu ke mobil.”

“Baik, Bu.”

***

Suara ribut di dapur diikuti dengan aroma masakan yang menggiurkan membangunkan Tari dari tidur lelapnya. Ia pun bergegas meninggalkan kamarnya yang masih berantakan.

“Hai, cantik. Tumben sudah bangun,” sapa kakaknya seraya mengacak-acak rambut Tari yang masih berantakan karena baru bangun. Tari hanya diam saja diperlakukan seperti itu oleh kakaknya.

”Wah, bau harum nasi goreng ayam buatan ibu!” seru Tari mengabaikan kakaknya dan langsung berlari ke arah meja makan.

Mereka sekeluarga pun duduk melingkar di meja makan sembari menyantap makanan yang telah tersedia.

Keluarga Tari memang tidak bisa disebut sebagai keluarga berada, namun mereka tidak pernah melewatkan sarapan bersama di meja makan. Mereka termasuk keluarga sederhana yang setiap harinya diselimuti dengan kehangatan. Sang ayah mewarisi jiwa seni yang diturunkan oleh kakeknya, ia pandai mengukir dan memiliki sebuah galeri seni yang terletak tidak jauh dari rumah. Sang ibu merupakan guru musik yang saat ini mengajar di salah satu sekolah menengah pertama di lingkungannya. Sang kakak yang sejak lahir telah dikarunia oleh bakat seni, sangat piawai menari. Di usianya yang masih belia, ia telah menunjukkan kepiawaiannya dalam menari di hadapan walikota serta mendapat sanjungan dari gubernur. Ia selalu ikut serta dalam perlombaan tari. Tampak puluhan piala menghiasi ruang tamu mereka. Tak dapat dimungkiri bahwa ia adalah sosok membanggakan bagi keluarganya.

“Tari, pelan-pelan saja makannya. Ayam tetangga tidak akan merebut makananmu, kok,” komentar ibunya ketika melihat Tari tergesa-gesa menghabiskan makanannya.

“Aakkuu.. nggggakk maaaau…. ditingggall.. kaakaaakkk..” sahut Tari masih sambil berusaha menghabiskan makanan di mulutnya.

Kakaknya tersenyum melihat tingkah laku sang adik. “Sudah, pelan-pelan saja. Aku tunggu, kok.”

Masih dengan tergesa-gesa, Tari lantas menghabiskan suap demi suap makanannya. “Tunggu aku, ya….” teriaknya seraya bergegas menuju kamar mandi.

Lima belas menit kemudian Tari keluar dari kamarnya. Ia berlari mendekati sang kakak, lengkap dengan seragam merah putihnya.

“Ayo berangkat,” kata kakaknya setelah selesai membenarkan dasi Tari yang sedikit miring.

Tari langsung duduk di boncengan sepeda kakaknya. Sepeda itu pun melaju menyusuri hamparan sawah yang menghijau, melewati beberapa tanjakan, hingga akhirnya sampai di gerbang sebuah sekolah dasar tempat Tari mengenyam ilmu.

Begitu Tari turun dari sepeda dan melambaikan tangan pada kakaknya, terlihat beberapa murid perempuan saling berbisik. “Keren sekali…” “Beruntung sekali dia!” “Aku juga mau dong dibonceng ke sekolah tiap hari.” Begitulah kata puluhan pasang mata tersebut. Hal itu tentunya sudah biasa bagi Tari. Ia sudah terbiasa dengan tatapan iri kakak kelas dan teman-teman di sekolahnya. Bagaimana tidak, siapa pun pastinya akan merasa sangat beruntung memiliki sosok Bayu yang sangat tampan, sopan, baik hati, dan terkenal jago menari sebagai seorang kakak. Berkat karisma yang terpancar dari kakaknya tersebut, Tari pun menjadi dikenal di sekolahnya. Banyak yang ingin berteman dengannya walaupun Tari tahu bahwa kebanyakan dari temannya itu hanyalah ingin bertegur sapa dengan kakaknya saat sang kakak mengantar atau pun menjemputnya di sekolah. Setidaknya, aku punya hal yang patut dibanggakan. Kak Bayu.

***

Bayu duduk seorang diri di bangku taman sekolahnya sambil sibuk membaca buku yang ada dalam genggamannya. Sebenarnya, ia bukanlah seorang kutu buku yang setiap saat selalu terlihat sibuk berkutat dengan tumpukan buku-buku dengan kadar kesulitan setingkat bacaan Albert Einstein. Bayu hanya ingin menikmati waktu istirahatnya dengan tenang.

Bayu merupakan salah satu siswa yang termasuk dalam daftar siswa populer di sekolahnya. Sejak pertama kali menginjakkan kaki di sekolah menengah pertama ini hingga hampir setahun berlalu, banyak teman maupun kakak kelas yang menaruh perhatian terhadapnya. Meskipun begitu, kehidupannya di sekolah tidak dapat dikatakan berjalan dengan baik. Karena banyak siswi yang tertarik padanya, tak heran jika ia tidak mendapat sambutan positif dari para siswa di sekolahnya itu. Bisa dikatakan bahwa semakin banyak siswi yang memujanya, semakin banyak pula siswa yang ingin menikamnya dari belakang.

“Hai, Bayu. Sendirian aja, nih,” sapa Shinta, teman seangkatan yang berbeda kelas dengannya.

Bayu masih tak bergeming.

Seolah tidak ingin menyerah begitu saja, gadis itu pun terus mengutarakan ocehannya, mulai dari guru matematika yang tadi marah-marah di kelasnya karena banyak yang tidak mengerjakan tugas, pelajaran olahraga yang menurutnya terlalu berat, hingga kekagumannya pada pelajaran kesenian.

“Pulang sekolah nanti kamu ada acara, nggak?” tanya Shinta sambil mendekatkan wajahnya ke Bayu.

Merasa terkejut dengan tindakan Shinta yang sangat tiba-tiba, Bayu perlahan berusaha menjauh dari gadis itu.

“Bagaimana? Ada waktu? Aku ingin mengajakmu nonton…”

“Maaf, aku nggak bisa,” potong Bayu cepat.

“Hmmm… Bagaimana kalau Jumat depan, setelah pulang sekolah…”

“Maaf, sepertinya aku nggak bisa,” ucap Bayu lagi. “Aku harus menjemput adikku sepulang sekolah,” ujar Bayu tegas.

TEETTTT. TEETTTTT.

Bel masuk berbunyi.

Bayu pun meninggalkan Shinta yang terbengong-bengong sendirian.

***

Seperti biasa, siang itu Bayu bergegas mengayuh sepedanya menuju sekolah Tari. Bayu memerlukan waktu sekitar sepuluh menit bersepeda dari sekolahnya untuk sampai di sekolah Tari. Namun, karena jam pulang sekolah mereka berbeda, Tari harus menunggu selama setengah jam sebelum akhirnya Bayu datang menjemput. Hal itu bukan masalah bagi Tari karena tanpa diminta, banyak teman yang rela menemaninya untuk menunggu kemunculan Bayu.

Kriingg. Kriingg.

Bayu membunyikan bel sepedanya, memanggil Tari yang masih sibuk bercanda dengan teman-teman sebayanya.

“Sudah lama menunggu?” tanya Bayu ketika Tari mendekat.

Tari mengangguk. “Hari ini aku pulang cepat karena bu guru lagi sibuk. Lihat yang sudah aku buat sambil menunggumu,” ujar Tari seraya menunjukkan hasil prakaryanya pada Bayu dengan sangat antusias. Rupanya, sambil menunggu kedatangan Bayu, Tari dan teman-temannya sibuk mencorat-coret di buku gambar. “Ini Kak Bayu,” ucap Tari sambil menunjuk gambarnya. Terlihat gambar sosok orang yang mengenakan pakaian tari, mirip dengan penampilan Bayu saat terakhir kali menarikan tari tradisional.

“Lala dan Nisa juga menggambar Kak Bayu,” ujar Tari lagi. Ia pun meminta temannya untuk menunjukkan gambar mereka masing-masing. Bocah-bocah itu pun memperlihatkan gambar Bayu yang menaiki sepeda dan gambar Bayu yang sedang melambaikan tangan di depan gerbang sekolah.

“Wah, bagus sekali. Gambar kalian sangat mirip denganku,” puji Bayu pada Tari dan kedua temannya.

Bayu mengayuh sepedanya menjauh setelah mengucapkan salam perpisahan pada teman-teman Tari.

Tari duduk di belakang Bayu sambil berdendang gembira. Ia tak henti-hentinya menatap gambar yang tadi dibuatnya.

Sesampainya di rumah, Tari langsung berlari menuju ruang keluarga.

Lima menit kemudian…

“Lagi ngapain?” tanya Bayu ketika melihat adiknya sibuk sendiri.

“Majang gambarmu, Kak,” sahutnya sambil meletakkan gambar yang telah dibuatnya di samping foto Bayu yang diambil orang tuanya saat pementasan Bayu terakhir kali.

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Felicia Aileen
nice opening.. boleh kasih tau akun sosmed ga ya soalnya pengen aku share ke sosmed trs tag akun author :)
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Rahasia Cinta   Bab 2

    Cuaca akhir-akhir ini sangat tidak menentu. Mentari seolah tak ingin menampakkan dirinya, digantikan dengan awan mendung serta diiringi dengan tiupan angin yang cukup kencang. Siang ini, seperti biasa Tari menunggu kedatangan kakaknya. Kali ini, ia menunggu sendirian karena teman-temannya bergegas untuk pulang, takut hujan terlebih dahulu mengguyur mereka. Untungnya Bayu tidak membuatnya terlalu lama menunggu. Tari menyambut kedatangan kakaknya dengan sangat gembira. Ia sangat ingin segera sampai di rumah. Sudah tidak tahan diterpa dengan tiupan angin. “Kenapa, Kak?” tanya Tari ketika melihat Bayu sedikit mengguncang sepedanya. Bayu merasa ada yang tidak beres dan langsung mengecek keadaan sepedanya itu. “Sepertinya kita harus berjalan sampai menuju bengkel di seberang,” kata Bayu sambil menunjuk ban sepedanya yang sedikit

    Last Updated : 2021-08-23
  • Rahasia Cinta   Bab 3

    Seminggu berlalu. Bayu sudah berhasil menenangkan diri. Selama seminggu belakangan, walau dengan sangat terpaksa, ia berusaha untuk menerima kenyataan. Ia berusaha untuk menerima kenyataan bahwa dunianya sudah tidak akan sama lagi seperti dulu. Ia harus menerima kenyataan bahwa mimpinya sudah pupus. Kenyataan bahwa bumi yang dipijaknya kini akan berbeda. “Bayu, saatnya pemeriksaan, Nak.” Bayu hanya mengangguk mengikuti ayahnya. Selama ini, ayahnya berusaha dengan sangat keras untuk menenangkan hati Bayu yang terpukul atas kenyataan pahit bahwa ia sudah tidak dapat berdiri seperti dulu lagi. Kecelakaan itu telah ‘membunuh’ sosok Bayu yang piawai menari. Bayu sadar bahwa meskipun ia melakukan pemeriksaan dan menerima perawatan, ia tidak akan dapat berdiri di panggung lagi. Ia sudah cukup dewasa untuk mengerti hal tersebut. Namun, ia masih menuruti perkataan a

    Last Updated : 2021-08-23
  • Rahasia Cinta   Bab 4

    Sepuluh tahun kemudian… “Hei! Ngapain sendirian di sini?” suara Natasya yang cempreng hampir membuat jantung Tari copot. “Ngagetin orang aja, deh. Ada apa?” tanya Tari. “Yaelah… pake nanya ada apa. Yuk, buruan. Pertandingan basketnya udah mau mulai, tuh.” Natasya menyeret Tari menuju lapangan basket. Sahabatnya yang satu ini memang sangat berbakat dalam memaksa Tari untuk melakukan segala hal. Mau tidak mau, Tari terpaksa ikut melangkah menuju lapangan basket. Pertandingan basket antara kelas XII IPA 1 melawan XII IPA 3 telah dimulai. Tampak pemain-pemain jangkung dari kedua tim berusaha untuk merebut bola dan memasukkannya ke dalam ring lawan. “Kok diem aja, sih! Kasi semangat dong buat Ryan,” kata Natasya dengan keras di tengah gegap gempita teriakan 

    Last Updated : 2021-08-23
  • Rahasia Cinta   Bab 5

    Tari sibuk memandangi deretan buku yang berjajar di perpustakaan sekolahnya. Ia sedang mencari buku penunjang untuk mengerjakan tugas dari guru yang harus dikumpulkan dua hari lagi. Tari memang terkenal sebagai anak yang rajin. Ia mendapat peringkat tiga besar di kelasnya. Perpustakaan sekolah adalah salah satu tempat yang paling sering dikunjunginya selama jam istirahat. Ia biasa menghabiskan waktu sendirian di perpustakaan karena tahu benar bahwa pada jam istirahat seperti saat ini, perpustakaan merupakan tempat yang tidak akan pernah dikunjungi Natasya, teman sebangkunya di kelas XII IPA 2. Bayangkan saja, mana mungkin gadis yang tidak pernah kehabisan bahan obrolan dan bersuara nyaring seperti Natasya bisa ditahan lama-lama di perpustakaan yang sunyi senyap ini. Tari pernah mengajaknya mengerjakan tugas biologi di perpustakaan agar dapat dengan mudah mencari buku referensi. Bukannya mencari buku, Natasya malah mengacak-acak rambut sambil berkali-kali mendengus ke

    Last Updated : 2021-08-23
  • Rahasia Cinta   Bab 6

    Begitu jam pelajaran berakhir, Natasya langsung merapikan buku-bukunya. Ia bersiap mengikuti Bu Margareth ke ruang guru. “Doakan semoga aku selamat,” bisik Natasya ke arah Tari sebelum akhirnya pergi. Tari mengangguk sambil mengangkat tangan kanannya yang terkepal, tanda memberikan dukungan. Tari kemudian bergegas menuju kelas XII IPA 1. Mencari Ryan. Tari merasa tidak enak hati karena akhir-akhir ini ia secara tidak sengaja telah asyik dengan dirinya sendiri, tanpa memedulikan Ryan. Tari menunggu di depan kelas XII IPA 1, memerhatikan satu per satu siswa yang keluar dari ruangan tersebut. Ruang kelas tersebut pun akhirnya kosong. Namun, Tari tidak menemukan sosok Ryan. “Apa dia sudah pulang?” tanyanya pada diri sendiri. Tidak mungkin. Mana mungkin Ryan pulang tanpa memberikan kabar sedikit pun padanya. Tari lantas melangkah menuju lapangan basket. Mungkin ia dapat menemukan sosok Ryan di sana. Benar saja. Dari kejauhan Tari da

    Last Updated : 2021-09-02
  • Rahasia Cinta   Bab 7

    Seminggu telah berlalu semenjak Tari melihat kejadian tidak menyenangkan itu. Selama seminggu belakangan pula, ia tidak bertemu dengan Ryan. Sebentar lagi mereka akan dihadapkan dengan ulangan semester ganjil. Belum lagi para guru yang seakan berlomba untuk memberikan tugas. Mungkin itu sebabnya Tari bisa sejenak melupakan Ryan. Ia terlalu sibuk berkutat dengan tugasnya. Perpustakaan masih menjadi tempat favoritnya untuk menghabiskan waktu istirahat.Ketika kembali ke kelasnya setelah menghabiskan waktu di perpustakaan, Tari mendapati sebuah kotak makan kecil ada di atas mejanya. Terdapat kertas kecil yang diletakkan di bawah kotak tersebut.‘ASYIK BELAJAR SIH BOLEH SAJA. TAPI JANGAN LUPA MAKAN, YA.’Tari tersenyum memandang tulisan di secarik kertas tersebut. Ia pun membuka kotak di atas meja dan mulai mengunyah sandwich yang ada di dalamnya.***Pak Budi baru saja keluar dari kelas XII IPA 2. Disusul kemudian oleh para murid

    Last Updated : 2021-09-02
  • Rahasia Cinta   Bab 8

    Bayu tengah duduk di salah satu sudut galeri. Ia tengah menyapu kanvas di depannya dengan berbagai warna. Kuasnya menari-nari di udara. Tangannya dengan lincah menggerak-gerakkan kuas tersebut. Ia pun berhenti ketika kanvas di hadapannya sudah penuh dengan warna. Ia tersenyum puas begitu melihat hasil lukisannya tersebut.“Apa yang sedang kamu lukis kali ini?” terdengar suara yang tak asing mendekatinya.Bayu pun memperlihatkan lukisannya. Terlihat gambar sembilan ekor ikan koi yang berenang dengan riang di dalam kolam. “Nggak terlalu spesial, ya?”“Hmm… sepertinya begitu. Lukisan sembilan ekor ikan koi emang bisa dibilang udah banyak di pasaran.”Bayu menatap sumber suara. Tidak percaya orang di sampingnya tersebut tega berkata seperti itu.“Hei, kenapa kamu jujur sekali sih kali ini? Bukannya di saat seperti ini kamu harusnya mencari kata-kata yang lebih bagus untuk memuji lukisanku?” ujar Ba

    Last Updated : 2021-09-07
  • Rahasia Cinta   Bab 9

    Sepuluh tahun yang lalu…Sudah lebih dari seminggu Shinta tidak melihat kehadiran Bayu di sekolah. Ia sangat merindukan sosok Bayu yang mampu menyejukkan relung hatinya. Membuat hatinya berdesir. Karena tidak tahan lagi, ia pun akhirnya memberanikan diri untuk bertanya pada teman satu kelas Bayu.“Bayu kecelakaan…” kata Indra, ketua kelas Bayu. Shinta terkejut mendengarnya. Dada Shinta terasa sangat sesak mendengar kabar tentang kecelakaan yang menimpa Bayu tersebut.“Kakinya cedera…” kata-kata Indra tersebut terdengar bagai petir di siang bolong.Shinta menggeleng-gelengkan kepalanya. Dirinya ingin menolak apa yang baru saja didengarnya itu.“Aa.. aappaa maksudmu?” tanya Shinta, tidak percaya dengan hal yang baru saja didengarnya.“Aku dengar kabar dari wali kelas kalau sekarang Bayu perlu bantuan tongkat untuk menyangga tubuhnya.”‘Kakinya cedera. …ton

    Last Updated : 2021-09-07

Latest chapter

  • Rahasia Cinta   Bab 18

    Natasya sibuk memasukkan barang-barang miliknya ke dalam koper. Entah kenapa kopernya itu seperti mau meledak saat satu per satu barangnya ia masukkan. Padahal, sebelumnya koper itu masih memiliki banyak ruang kosong.“Beresin yang bener. Jangan sampai ada barangmu yang tertinggal.”“Iya, Kak Bayu yang cerewet.”Natasya sudah lelah mendengar Bayu yang sejak siang tadi terus menceramahinya. Menyuruhnya memasukkan semua benda miliknya agar tidak ada yang tertinggal. Agar tidak membuat repot Bayu di kemudian hari. Agar Bayu tidak perlu bersusah payah mengirimkannya jika memang ada barang penting yang tertinggal.“Kakak pasti bakalan kangen aku, deh. Besok kan aku sudah balik ke Bandung.”“Nggak akan. Justru aku bahagia. Akhirnya besok aku akan mendapat kedamaian. Nggak ada lagi suara berisik yang mengganggu telingaku.”“Kalau Kakak kangen, jangan ragu untuk menghubungiku, ya.”&

  • Rahasia Cinta   Bab 17

    “Aku ikut!” ujar Tari akhirnya.“Hmm… Kamu yakin?”“Ya. Aku mau ikut kamu latihan.”Tari sendiri tidak paham kenapa kata-kata tersebut bisa keluar dari mulutnya. Saat ini, ia sedang menerima telepon dari Ryan. Pacarnya itu baru saja mengatakan bahwa ia akan pergi ke sekolah untuk latihan basket.Sejak dua hari yang lalu, Ryan tiba-tiba rajin menghubungi Tari. Tari merasa hal itu dilakukan Ryan karena sadar telah melakukan kesalahan, tidak memberikan kabar sama sekali selama liburan. Tari sendiri tidak ingin memperpanjang kasus menghilangnya Ryan dari radarnya selama liburan tersebut. Sesuai dengan saran Natasya, ia memutuskan untuk turut aktif menjaga keharmonisan hubungan mereka. Bagaimana caranya? Ia akan berada di dekat Ryan. Tidak akan dibiarkannya gadis lain dengan leluasa bermesra-mesraan ria dengan pacarnya itu.“Jangan diam aja. Kamu harus tunjukin ke mereka kalau kamu pacar Ryan!”,

  • Rahasia Cinta   Bab 16

    Keesokan paginya, Bayu duduk berhadapan dengan Natasya. Mereka berada di meja depan galeri Bayu.“Sampai kapan kamu akan menangis seperti itu?”Natasya tidak menjawab pertanyaan Bayu. Ia masih saja sesenggukan sambil berulang kali menghapus air matanya.Bayu hanya dapat menghela napas melihat pemandangan di depannya.“Berhenti menangis!”Bukannya berhenti, gadis di hadapannya malah menangis semakin keras.“Aku nggak akan tertipu olehmu. Meskipun kamu menangis seperti itu, kamu pikir aku nggak akan marah setelah semua perbuatanmu semalam?” tanya Bayu sambil menunjuk ke arah ruangannya. “Walaupun kamu menangis seperti itu, pintu ruang kerjaku nggak akan kembali seperti semula,” lanjut Bayu lagi.Mendengar perkataan Bayu tersebut, Natasya langsung teringat akan perbuatannya kemarin. Ia telah menghancurkan pintu ruang kerja Bayu. Pintu yang menjadi penghalang bagi orang-orang untuk masuk ke

  • Rahasia Cinta   Bab 15

    Krriiuuukkk… krrriiiiukkkk…Natasya dapat mendengar dengan jelas jeritan cacing-cacing di perutnya. Sudah hampir satu jam perutnya memberontak minta diisi. Apa daya, saat ini tidak ada makanan di rumah Bayu.Sejak sepuluh menit lalu, Natasya terus memelototi nasi di hadapannya. Berharap ada keajaiban sehingga nasi tersebut bisa berubah. Setidaknya menjadi nasi goreng. Lebih baik lagi jika berubah jadi nasi goreng ayam. Nasi goreng yang enak.Sadar bahwa keinginannya itu tidak mungkin terwujud, Natasya tidak punya pilihan selain mengambil tindakan nyata. Disendoknya nasi tersebut lalu diletakkannya di penggorengan. Tidak lupa ia memasukkan garam dan bumbu-bumbuan.Selama lima menit ia terus mengaduk aduk penggorengan di hadapannya. Saking semangatnya ia mengaduk, hampir setengah dari isi penggorengan tersebut kini memenuhi kompor di depannya. Natasya seolah tidak peduli. Ia hanya perlu mengisi kekosongan perutnya agar cacing di perutnya terse

  • Rahasia Cinta   Bab 14

    “Kakak mau ke mana? Kok tega ninggalin aku sendiri? Nggak takut aku hilang? Diculik? Lagian, kalau nanti ada yang datang ke sini aku harus bagaimana? Mau tanggung jawab kalau nanti semua lukisan di galeri ini dicuri?”Natasya langsung mencecari Bayu dengan pertanyaan-pertanyaan tersebut setelah tahu bahwa Bayu akan meninggalkannya seorang diri di galeri. Bayu berniat menjenguk ibu Shinta. Tentu saja ia tidak berniat untuk mengajak Natasya ke sana. Ibu Shinta sedang sakit. Bisa dibayangkan kalau Natasya yang bersuara cempreng itu ikut dengan Bayu, bisa-bisa ibu Shinta tidak dapat beristirahat dengan tenang. Bayu jelas tidak ingin hal itu terjadi.“Aku kan sudah bilang, mau menjenguk ibunya teman. Kamu tidak kenal dia, jadi nggak ada gunanya kamu ikut,” jelas Bayu. “Lagi pula, kamu kan sudah dewasa. Nggak akan mungkin menghilang semudah itu,” ujar Bayu lagi. “Satu lagi, dengan suaramu yang seperti itu, para penculik pasti akan be

  • Rahasia Cinta   Bab 13

    Hari kelima liburan semester. Tari masih mengurung diri di kamar. Matanya tidak bisa lepas dari layar ponselnya. Ponsel itu tak kunjung berdering. Tari merasa kesepian. Natasya yang biasanya rajin menelepon untuk memamerkan kesenangan pengalaman liburannya pun hari ini tiada kabar. Tentu saja bukan telepon dari Natasya yang sebenarnya Tari nanti-nantikan. Hanya saja, bila temannya yang berisik itu menelepon, setidaknya ia tidak akan merasa kesepian seperti sekarang ini. Setidaknya, ia bisa melupakan sejenak kenyataan bahwa belakangan ini Ryan sama sekali tidak menghubunginya.Tari sudah tidak tahan lagi. Sedikit ragu, ia pun menyentuh layar ponselnya.Tutt… tutt… tutt…Orang di seberang sana tidak menjawab telepon darinya. Tari pasrah. Untuk kesekian kalinya, ia hanya bisa membenamkan wajahnya ke dalam bantal.***“Sudah cukup. Mari kita istirahat dulu.”Albert mengajak Ryan dan Randy beristirahat sejenak. Me

  • Rahasia Cinta   Bab 12

    Shinta melihat pantulan wajahnya di cermin. Kantung matanya tampak semakin tebal. Ia tidak bisa tidur dengan nyenyak semalaman. Bukan hanya dikarenakan harus menjaga ibunya yang sedang sakit, ia juga terus terbayang oleh Bayu. Shinta merasa tidak tenang meninggalkan Bayu sendirian. Hari ini pun, tampaknya ia belum bisa membantu Bayu untuk bekerja di galeri.Shinta meraih ponselnya. Berniat untuk menghubungi Bayu.“Halo,” sahut suara di ujung telepon.“Bayu? Ini aku, Shinta.”Shinta tak dapat menutupi bahwa dirinya merasa senang saat mendengar suara Bayu. ‘Oh, betapa aku rindu suara ini,’ batin Shinta.“Ada apa, S

  • Rahasia Cinta   Bab 11

    Sekali lagi, Bayu memandang lukisan yang baru saja selesai dibuatnya. Terlukis cahaya kemerahan yang diakibatkan oleh tenggelamnya sang mentari di ufuk barat. Setelah merasa puas memandangi hasil karyanya, Bayu bergegas merapikan alat lukisnya. Hari ini hanya Bayu yang ada di galeri. Shinta sudah pulang sejak tadi siang karena harus menemani ibunya yang sedang tidak enak badan.Setelah mengunci pintu galeri, dengan perlahan Bayu melangkah menuju sepeda motornya yang terparkir di pojokan galeri tersebut. Bayu tidak langsung mengendarai motornya menuju rumah. Ia bermaksud mampir ke rumah Shinta untuk membesuk ibu Shinta yang sudah dianggapnya seperti ibunya sendiri.Bayu menyusuri jalanan di depannya dengan ditemani oleh suara jangkrik. Jalan di depannya tampak gelap. Tidak ada lampu penerang jalan. Lampu penerang jalan hanya ada di sekitar jalan utama. Bagi Bayu, itu bukan masalah. Ia sudah cukup mampu melihat jalan di depannya dengan lampu kendaraannya sendiri. Lagi pu

  • Rahasia Cinta   Bab 10

    “Kamu tahu, nggak? Aku bagaikan ada di surga!” kata Natasya menggebu-gebu. Ia menggeser letak ponsel di telinganya. Ia pun menceritakan berbagai hal menarik yang dialaminya. Ia sedang liburan! Deretan pertokoan dan restoran trendi, makanan khas yang telah membuatnya tak henti-henti meneteskan air mata karena tingkat kepedasannya, dan tentu saja pemandangan pantai yang sangat menakjubkan. Semua hal itu ia ceritakan pada Tari. Sengaja dilakukannya untuk menyadarkan sahabatnya itu bahwa liburan adalah waktu yang terlalu berharga untuk dilewatkan begitu saja.“Apa? Aku nggak berlebihan, kok! Serius!” ujarnya ketika mendengar tanggapan dari seberang sana. “Oh, ya. Jangan kaget kalau waktu aku pulang nanti kulitku kelihatan semakin gosong, ya. Satu hari kemarin aku berjemur di pantai. Banyak bule di sini, lho… Aku bahkan sempat lupa kalau masih ada di Indonesia. Maklum, saking banyaknya bule di sini.”“Hhmmm…nggak. Belu

DMCA.com Protection Status