Share

Bab 3

Author: Sachie
last update Last Updated: 2021-08-23 22:28:22

Seminggu berlalu. Bayu sudah berhasil menenangkan diri. Selama seminggu belakangan, walau dengan sangat terpaksa, ia berusaha untuk menerima kenyataan. Ia berusaha untuk menerima kenyataan bahwa dunianya sudah tidak akan sama lagi seperti dulu. Ia harus menerima kenyataan bahwa mimpinya sudah pupus. Kenyataan bahwa bumi yang dipijaknya kini akan berbeda.

“Bayu, saatnya pemeriksaan, Nak.”

Bayu hanya mengangguk mengikuti ayahnya. Selama ini, ayahnya berusaha dengan sangat keras untuk menenangkan hati Bayu yang terpukul atas kenyataan pahit bahwa ia sudah tidak dapat berdiri seperti dulu lagi. Kecelakaan itu telah ‘membunuh’ sosok Bayu yang piawai menari.

Bayu sadar bahwa meskipun ia melakukan pemeriksaan dan menerima perawatan, ia tidak akan dapat berdiri di panggung lagi. Ia sudah cukup dewasa untuk mengerti hal tersebut. Namun, ia masih menuruti perkataan ayahnya untuk mengikuti perawatan seperti yang disarankan dokter. Ia hanya tidak ingin melihat ayahnya khawatir. Sama seperti dirinya, ayahnya pasti sangat terpukul oleh kenyataan ini. Di balik senyum ayahnya, Bayu dapat melihat kegetiran yang berusaha ditutup-tutupi.

“Ayah, aku ingin pulang,” kata Bayu ketika ia telah selesai melakukan perawatan. “Ayah juga rindu dengan ibu dan Tari, kan?”

***

Sudah lebih dari seminggu Tari berbaring di ranjang rumah sakit. Ia sudah merasa lebih baik, namun ibunya tak kunjung mengajak Tari untuk keluar dari rumah sakit.

“Ibu, kapan kita pulang?” tanya Tari suatu ketika. Ia sudah merasa benar-benar bosan. Bagaimana tidak? Setiap hari ia hanya berbaring sambil menggambar untuk mengisi waktu.

“Nanti, kalau kamu sudah sembuh kita pasti akan pulang,” sahut ibunya diplomatis.

“Tapi aku sudah sembuh, Bu.”

Ibunya tidak menjawab. Pura-pura tidak mendengar.

“Aku kangen rumah. Aku kangen Kak Bayu dan ayah,” kata Tari mantap.

***

Siang itu, ayah akhirnya membawa Bayu pulang ke rumah. Bayu sudah lama merindukan kehangatan suasana rumahnya. Sudah lama ia ingin makan bersama ayah, ibu, dan Tari sambil tertawa bersama. Ia juga sangat ingin mengantar Tari ke sekolah, dengan sepedanya. Akan tetapi, apa daya hal itu tampaknya tidak akan terjadi dalam waktu dekat. Bayu sangat sadar akan hal itu. Bagaimana tidak? Tongkat yang dipegangnya seakan selalu mengingatkannya untuk membuang semua harapan-harapan palsunya. Sebaiknya aku tidak mengharapkan hal-hal yang tidak mungkin terjadi, putusnya kemudian.

Suasana rumah sangat sepi. Entah kenapa, Bayu merasa asing dengan suasana rumahnya tersebut.

“Bu, aku pulang,” ujarnya ketika melihat ibu sedang sibuk di dapur.

Ibunya tidak menoleh. Ia terlihat sangat sibuk.

“Aku bantu cuci piring, ya…”

“Tidak usah,” sahut ibunya cepat tanpa menoleh. “Beristirahat sajalah di kamarmu.”

Bayu hanya mengangguk dan perlahan mulai bergerak meninggalkan dapur. Bayu dapat merasakan sikap ibunya yang sedikit aneh. Mungkinkah karena tongkat ini? Apa ibu mulai tidak menyukaiku karena aku bukan lagi anaknya yang lincah dan jago menari? Mungkinkah karena keadaanku sekarang yang sangat menyedihkan ini membuat ibuku pun tidak sudi untuk menatapku lagi?

***

Tari sedang bermain di kamarnya ketika sayup-sayup ia mendengar suara Bayu. Kak Bayu sudah datang, gumamnya.

Tari menatap pantulan dirinya di kaca dan merapikan rambutnya yang sedikit acak-acakan. Tidak lupa ia menyematkan pita di rambutnya, berusaha menutupi perban yang ada di kepalanya. Sambil berlari-lari kecil, Tari melangkah menuju kamar Bayu.

“Kak Bayu, lihatlah gambar apa yang aku buat…”

Tari berdiri di ambang pintu kamar Bayu sambil memegang sebuah buku gambar dengan sebelah tangannya. Langkahnya terhenti ketika melihat Bayu yang berusaha keras untuk berdiri tegak di sudut kamar dengan bantuan tongkat penyangga. Otak kecilnya mulai bekerja, mencoba memahami apa yang telah terjadi. Kepingan kenangan mengerikan mulai berkelebat di benaknya. Memori itu membawanya kembali pada peristiwa naas yang terjadi lebih dari seminggu lalu. Akhirnya, ia ingat dengan jelas. Hal terakhir yang dilihatnya sebelum tidak sadarkan diri adalah sosok Bayu yang tersungkur dengan kaki penuh darah, tepat di depan matanya. Tanpa sadar, bulir demi bulir air mata mulai menetes di pipinya, diikuti dengan isak tangis yang tidak tertahankan. Tari berlari ke kamarnya, menutup pintu, dan menangis sekeras-kerasnya.

***

Bayu terdiam di sudut kamarnya dengan wajah murung. Ia sama sekali tidak pernah menyangka bahwa reaksi ibunya terhadap keadaannya saat ini akan seburuk itu. Ibu bahkan tidak sudi untuk menoleh ke arahnya. Selama lebih dari seminggu di rumah sakit, ibu tidak pernah sekalipun melihat keadaannya. Walaupun demikian, Bayu sama sekali tidak pernah berpikiran negatif. Ia pikir ibu terlalu sibuk untuk mengurus Tari dan kegiatan mengajarnya di sekolah. Ia sama sekali tidak pernah menyangka bahwa ibu akan bersikap acuh tak acuh padanya.

Bayu baru saja hendak mencoba berdiri tegak dengan menggunakan tongkat ketika tiba-tiba ia mendengar suara derap langkah Tari mendekat ke arah kamarnya. Sudah lama sekali sejak terakhir kali ia bertemu dengan Tari. Bayu sangat merindukan adik kecilnya itu.

“Kak Bayu, lihatlah gambar apa yang aku buat…” kata Tari dengan girang.

Bayu sangat tidak sabar ingin mengetahui gambar yang telah dibuat oleh adiknya. Perlahan, masih dengan bantuan tongkat, ia mencoba melangkah mendekati Tari. Namun, reaksi Tari membuatnya mengurungkan niat tersebut. Wajah Tari yang mulanya sangat girang seketika berubah. Ekspresi terkejut dan bingung tampak jelas di wajahnya. Cukup lama Tari berdiri di ambang pintu kamar. Ketika Bayu mencoba mendekat, dengan pelan Tari mundur selangkah demi selangkah hingga akhirnya berlari menuju kamarnya dan menutup pintu dengan keras. Bahkan Tari pun tidak sudi berada di dekatku.

PRAANNGGG.

Suara gaduh terdengar dari dapur.

Masih dengan bantuan tongkat, Bayu perlahan berusaha mendekat ke arah sumber kegaduhan tersebut.

“Apa maksudmu?”

“Aku sudah tidak sanggup.”

Bayu mendengar ayah dan ibunya sedang berdebat.

“Aku benar-benar tidak mengerti,” kata ayahnya.

“Aku sudah tidak sanggup lagi. Aku sudah tidak tahan. Aku tidak tahan lagi untuk berpura-pura tegar di depan banyak orang,” sahut ibunya. “Sungguh, aku sudah tidak kuat lagi. Bayu… aku... aku tidak sanggup melihatnya…”

PLAKK!

Tamparan keras mendarat di wajah ibu.

Mata Bayu memanas. Baru kali ini ia melihat ayah dan ibu bertengkar dengan sangat hebat.

“Pergi!” teriak ayah. “Bisa-bisanya kamu mengatakan hal itu. Kalau kamu menerima kenyataan ini, sebaiknya kamu pergi dari sini!”

Related chapters

  • Rahasia Cinta   Bab 4

    Sepuluh tahun kemudian… “Hei! Ngapain sendirian di sini?” suara Natasya yang cempreng hampir membuat jantung Tari copot. “Ngagetin orang aja, deh. Ada apa?” tanya Tari. “Yaelah… pake nanya ada apa. Yuk, buruan. Pertandingan basketnya udah mau mulai, tuh.” Natasya menyeret Tari menuju lapangan basket. Sahabatnya yang satu ini memang sangat berbakat dalam memaksa Tari untuk melakukan segala hal. Mau tidak mau, Tari terpaksa ikut melangkah menuju lapangan basket. Pertandingan basket antara kelas XII IPA 1 melawan XII IPA 3 telah dimulai. Tampak pemain-pemain jangkung dari kedua tim berusaha untuk merebut bola dan memasukkannya ke dalam ring lawan. “Kok diem aja, sih! Kasi semangat dong buat Ryan,” kata Natasya dengan keras di tengah gegap gempita teriakan 

    Last Updated : 2021-08-23
  • Rahasia Cinta   Bab 5

    Tari sibuk memandangi deretan buku yang berjajar di perpustakaan sekolahnya. Ia sedang mencari buku penunjang untuk mengerjakan tugas dari guru yang harus dikumpulkan dua hari lagi. Tari memang terkenal sebagai anak yang rajin. Ia mendapat peringkat tiga besar di kelasnya. Perpustakaan sekolah adalah salah satu tempat yang paling sering dikunjunginya selama jam istirahat. Ia biasa menghabiskan waktu sendirian di perpustakaan karena tahu benar bahwa pada jam istirahat seperti saat ini, perpustakaan merupakan tempat yang tidak akan pernah dikunjungi Natasya, teman sebangkunya di kelas XII IPA 2. Bayangkan saja, mana mungkin gadis yang tidak pernah kehabisan bahan obrolan dan bersuara nyaring seperti Natasya bisa ditahan lama-lama di perpustakaan yang sunyi senyap ini. Tari pernah mengajaknya mengerjakan tugas biologi di perpustakaan agar dapat dengan mudah mencari buku referensi. Bukannya mencari buku, Natasya malah mengacak-acak rambut sambil berkali-kali mendengus ke

    Last Updated : 2021-08-23
  • Rahasia Cinta   Bab 6

    Begitu jam pelajaran berakhir, Natasya langsung merapikan buku-bukunya. Ia bersiap mengikuti Bu Margareth ke ruang guru. “Doakan semoga aku selamat,” bisik Natasya ke arah Tari sebelum akhirnya pergi. Tari mengangguk sambil mengangkat tangan kanannya yang terkepal, tanda memberikan dukungan. Tari kemudian bergegas menuju kelas XII IPA 1. Mencari Ryan. Tari merasa tidak enak hati karena akhir-akhir ini ia secara tidak sengaja telah asyik dengan dirinya sendiri, tanpa memedulikan Ryan. Tari menunggu di depan kelas XII IPA 1, memerhatikan satu per satu siswa yang keluar dari ruangan tersebut. Ruang kelas tersebut pun akhirnya kosong. Namun, Tari tidak menemukan sosok Ryan. “Apa dia sudah pulang?” tanyanya pada diri sendiri. Tidak mungkin. Mana mungkin Ryan pulang tanpa memberikan kabar sedikit pun padanya. Tari lantas melangkah menuju lapangan basket. Mungkin ia dapat menemukan sosok Ryan di sana. Benar saja. Dari kejauhan Tari da

    Last Updated : 2021-09-02
  • Rahasia Cinta   Bab 7

    Seminggu telah berlalu semenjak Tari melihat kejadian tidak menyenangkan itu. Selama seminggu belakangan pula, ia tidak bertemu dengan Ryan. Sebentar lagi mereka akan dihadapkan dengan ulangan semester ganjil. Belum lagi para guru yang seakan berlomba untuk memberikan tugas. Mungkin itu sebabnya Tari bisa sejenak melupakan Ryan. Ia terlalu sibuk berkutat dengan tugasnya. Perpustakaan masih menjadi tempat favoritnya untuk menghabiskan waktu istirahat.Ketika kembali ke kelasnya setelah menghabiskan waktu di perpustakaan, Tari mendapati sebuah kotak makan kecil ada di atas mejanya. Terdapat kertas kecil yang diletakkan di bawah kotak tersebut.‘ASYIK BELAJAR SIH BOLEH SAJA. TAPI JANGAN LUPA MAKAN, YA.’Tari tersenyum memandang tulisan di secarik kertas tersebut. Ia pun membuka kotak di atas meja dan mulai mengunyah sandwich yang ada di dalamnya.***Pak Budi baru saja keluar dari kelas XII IPA 2. Disusul kemudian oleh para murid

    Last Updated : 2021-09-02
  • Rahasia Cinta   Bab 8

    Bayu tengah duduk di salah satu sudut galeri. Ia tengah menyapu kanvas di depannya dengan berbagai warna. Kuasnya menari-nari di udara. Tangannya dengan lincah menggerak-gerakkan kuas tersebut. Ia pun berhenti ketika kanvas di hadapannya sudah penuh dengan warna. Ia tersenyum puas begitu melihat hasil lukisannya tersebut.“Apa yang sedang kamu lukis kali ini?” terdengar suara yang tak asing mendekatinya.Bayu pun memperlihatkan lukisannya. Terlihat gambar sembilan ekor ikan koi yang berenang dengan riang di dalam kolam. “Nggak terlalu spesial, ya?”“Hmm… sepertinya begitu. Lukisan sembilan ekor ikan koi emang bisa dibilang udah banyak di pasaran.”Bayu menatap sumber suara. Tidak percaya orang di sampingnya tersebut tega berkata seperti itu.“Hei, kenapa kamu jujur sekali sih kali ini? Bukannya di saat seperti ini kamu harusnya mencari kata-kata yang lebih bagus untuk memuji lukisanku?” ujar Ba

    Last Updated : 2021-09-07
  • Rahasia Cinta   Bab 9

    Sepuluh tahun yang lalu…Sudah lebih dari seminggu Shinta tidak melihat kehadiran Bayu di sekolah. Ia sangat merindukan sosok Bayu yang mampu menyejukkan relung hatinya. Membuat hatinya berdesir. Karena tidak tahan lagi, ia pun akhirnya memberanikan diri untuk bertanya pada teman satu kelas Bayu.“Bayu kecelakaan…” kata Indra, ketua kelas Bayu. Shinta terkejut mendengarnya. Dada Shinta terasa sangat sesak mendengar kabar tentang kecelakaan yang menimpa Bayu tersebut.“Kakinya cedera…” kata-kata Indra tersebut terdengar bagai petir di siang bolong.Shinta menggeleng-gelengkan kepalanya. Dirinya ingin menolak apa yang baru saja didengarnya itu.“Aa.. aappaa maksudmu?” tanya Shinta, tidak percaya dengan hal yang baru saja didengarnya.“Aku dengar kabar dari wali kelas kalau sekarang Bayu perlu bantuan tongkat untuk menyangga tubuhnya.”‘Kakinya cedera. …ton

    Last Updated : 2021-09-07
  • Rahasia Cinta   Bab 10

    “Kamu tahu, nggak? Aku bagaikan ada di surga!” kata Natasya menggebu-gebu. Ia menggeser letak ponsel di telinganya. Ia pun menceritakan berbagai hal menarik yang dialaminya. Ia sedang liburan! Deretan pertokoan dan restoran trendi, makanan khas yang telah membuatnya tak henti-henti meneteskan air mata karena tingkat kepedasannya, dan tentu saja pemandangan pantai yang sangat menakjubkan. Semua hal itu ia ceritakan pada Tari. Sengaja dilakukannya untuk menyadarkan sahabatnya itu bahwa liburan adalah waktu yang terlalu berharga untuk dilewatkan begitu saja.“Apa? Aku nggak berlebihan, kok! Serius!” ujarnya ketika mendengar tanggapan dari seberang sana. “Oh, ya. Jangan kaget kalau waktu aku pulang nanti kulitku kelihatan semakin gosong, ya. Satu hari kemarin aku berjemur di pantai. Banyak bule di sini, lho… Aku bahkan sempat lupa kalau masih ada di Indonesia. Maklum, saking banyaknya bule di sini.”“Hhmmm…nggak. Belu

    Last Updated : 2021-09-07
  • Rahasia Cinta   Bab 11

    Sekali lagi, Bayu memandang lukisan yang baru saja selesai dibuatnya. Terlukis cahaya kemerahan yang diakibatkan oleh tenggelamnya sang mentari di ufuk barat. Setelah merasa puas memandangi hasil karyanya, Bayu bergegas merapikan alat lukisnya. Hari ini hanya Bayu yang ada di galeri. Shinta sudah pulang sejak tadi siang karena harus menemani ibunya yang sedang tidak enak badan.Setelah mengunci pintu galeri, dengan perlahan Bayu melangkah menuju sepeda motornya yang terparkir di pojokan galeri tersebut. Bayu tidak langsung mengendarai motornya menuju rumah. Ia bermaksud mampir ke rumah Shinta untuk membesuk ibu Shinta yang sudah dianggapnya seperti ibunya sendiri.Bayu menyusuri jalanan di depannya dengan ditemani oleh suara jangkrik. Jalan di depannya tampak gelap. Tidak ada lampu penerang jalan. Lampu penerang jalan hanya ada di sekitar jalan utama. Bagi Bayu, itu bukan masalah. Ia sudah cukup mampu melihat jalan di depannya dengan lampu kendaraannya sendiri. Lagi pu

    Last Updated : 2021-09-07

Latest chapter

  • Rahasia Cinta   Bab 18

    Natasya sibuk memasukkan barang-barang miliknya ke dalam koper. Entah kenapa kopernya itu seperti mau meledak saat satu per satu barangnya ia masukkan. Padahal, sebelumnya koper itu masih memiliki banyak ruang kosong.“Beresin yang bener. Jangan sampai ada barangmu yang tertinggal.”“Iya, Kak Bayu yang cerewet.”Natasya sudah lelah mendengar Bayu yang sejak siang tadi terus menceramahinya. Menyuruhnya memasukkan semua benda miliknya agar tidak ada yang tertinggal. Agar tidak membuat repot Bayu di kemudian hari. Agar Bayu tidak perlu bersusah payah mengirimkannya jika memang ada barang penting yang tertinggal.“Kakak pasti bakalan kangen aku, deh. Besok kan aku sudah balik ke Bandung.”“Nggak akan. Justru aku bahagia. Akhirnya besok aku akan mendapat kedamaian. Nggak ada lagi suara berisik yang mengganggu telingaku.”“Kalau Kakak kangen, jangan ragu untuk menghubungiku, ya.”&

  • Rahasia Cinta   Bab 17

    “Aku ikut!” ujar Tari akhirnya.“Hmm… Kamu yakin?”“Ya. Aku mau ikut kamu latihan.”Tari sendiri tidak paham kenapa kata-kata tersebut bisa keluar dari mulutnya. Saat ini, ia sedang menerima telepon dari Ryan. Pacarnya itu baru saja mengatakan bahwa ia akan pergi ke sekolah untuk latihan basket.Sejak dua hari yang lalu, Ryan tiba-tiba rajin menghubungi Tari. Tari merasa hal itu dilakukan Ryan karena sadar telah melakukan kesalahan, tidak memberikan kabar sama sekali selama liburan. Tari sendiri tidak ingin memperpanjang kasus menghilangnya Ryan dari radarnya selama liburan tersebut. Sesuai dengan saran Natasya, ia memutuskan untuk turut aktif menjaga keharmonisan hubungan mereka. Bagaimana caranya? Ia akan berada di dekat Ryan. Tidak akan dibiarkannya gadis lain dengan leluasa bermesra-mesraan ria dengan pacarnya itu.“Jangan diam aja. Kamu harus tunjukin ke mereka kalau kamu pacar Ryan!”,

  • Rahasia Cinta   Bab 16

    Keesokan paginya, Bayu duduk berhadapan dengan Natasya. Mereka berada di meja depan galeri Bayu.“Sampai kapan kamu akan menangis seperti itu?”Natasya tidak menjawab pertanyaan Bayu. Ia masih saja sesenggukan sambil berulang kali menghapus air matanya.Bayu hanya dapat menghela napas melihat pemandangan di depannya.“Berhenti menangis!”Bukannya berhenti, gadis di hadapannya malah menangis semakin keras.“Aku nggak akan tertipu olehmu. Meskipun kamu menangis seperti itu, kamu pikir aku nggak akan marah setelah semua perbuatanmu semalam?” tanya Bayu sambil menunjuk ke arah ruangannya. “Walaupun kamu menangis seperti itu, pintu ruang kerjaku nggak akan kembali seperti semula,” lanjut Bayu lagi.Mendengar perkataan Bayu tersebut, Natasya langsung teringat akan perbuatannya kemarin. Ia telah menghancurkan pintu ruang kerja Bayu. Pintu yang menjadi penghalang bagi orang-orang untuk masuk ke

  • Rahasia Cinta   Bab 15

    Krriiuuukkk… krrriiiiukkkk…Natasya dapat mendengar dengan jelas jeritan cacing-cacing di perutnya. Sudah hampir satu jam perutnya memberontak minta diisi. Apa daya, saat ini tidak ada makanan di rumah Bayu.Sejak sepuluh menit lalu, Natasya terus memelototi nasi di hadapannya. Berharap ada keajaiban sehingga nasi tersebut bisa berubah. Setidaknya menjadi nasi goreng. Lebih baik lagi jika berubah jadi nasi goreng ayam. Nasi goreng yang enak.Sadar bahwa keinginannya itu tidak mungkin terwujud, Natasya tidak punya pilihan selain mengambil tindakan nyata. Disendoknya nasi tersebut lalu diletakkannya di penggorengan. Tidak lupa ia memasukkan garam dan bumbu-bumbuan.Selama lima menit ia terus mengaduk aduk penggorengan di hadapannya. Saking semangatnya ia mengaduk, hampir setengah dari isi penggorengan tersebut kini memenuhi kompor di depannya. Natasya seolah tidak peduli. Ia hanya perlu mengisi kekosongan perutnya agar cacing di perutnya terse

  • Rahasia Cinta   Bab 14

    “Kakak mau ke mana? Kok tega ninggalin aku sendiri? Nggak takut aku hilang? Diculik? Lagian, kalau nanti ada yang datang ke sini aku harus bagaimana? Mau tanggung jawab kalau nanti semua lukisan di galeri ini dicuri?”Natasya langsung mencecari Bayu dengan pertanyaan-pertanyaan tersebut setelah tahu bahwa Bayu akan meninggalkannya seorang diri di galeri. Bayu berniat menjenguk ibu Shinta. Tentu saja ia tidak berniat untuk mengajak Natasya ke sana. Ibu Shinta sedang sakit. Bisa dibayangkan kalau Natasya yang bersuara cempreng itu ikut dengan Bayu, bisa-bisa ibu Shinta tidak dapat beristirahat dengan tenang. Bayu jelas tidak ingin hal itu terjadi.“Aku kan sudah bilang, mau menjenguk ibunya teman. Kamu tidak kenal dia, jadi nggak ada gunanya kamu ikut,” jelas Bayu. “Lagi pula, kamu kan sudah dewasa. Nggak akan mungkin menghilang semudah itu,” ujar Bayu lagi. “Satu lagi, dengan suaramu yang seperti itu, para penculik pasti akan be

  • Rahasia Cinta   Bab 13

    Hari kelima liburan semester. Tari masih mengurung diri di kamar. Matanya tidak bisa lepas dari layar ponselnya. Ponsel itu tak kunjung berdering. Tari merasa kesepian. Natasya yang biasanya rajin menelepon untuk memamerkan kesenangan pengalaman liburannya pun hari ini tiada kabar. Tentu saja bukan telepon dari Natasya yang sebenarnya Tari nanti-nantikan. Hanya saja, bila temannya yang berisik itu menelepon, setidaknya ia tidak akan merasa kesepian seperti sekarang ini. Setidaknya, ia bisa melupakan sejenak kenyataan bahwa belakangan ini Ryan sama sekali tidak menghubunginya.Tari sudah tidak tahan lagi. Sedikit ragu, ia pun menyentuh layar ponselnya.Tutt… tutt… tutt…Orang di seberang sana tidak menjawab telepon darinya. Tari pasrah. Untuk kesekian kalinya, ia hanya bisa membenamkan wajahnya ke dalam bantal.***“Sudah cukup. Mari kita istirahat dulu.”Albert mengajak Ryan dan Randy beristirahat sejenak. Me

  • Rahasia Cinta   Bab 12

    Shinta melihat pantulan wajahnya di cermin. Kantung matanya tampak semakin tebal. Ia tidak bisa tidur dengan nyenyak semalaman. Bukan hanya dikarenakan harus menjaga ibunya yang sedang sakit, ia juga terus terbayang oleh Bayu. Shinta merasa tidak tenang meninggalkan Bayu sendirian. Hari ini pun, tampaknya ia belum bisa membantu Bayu untuk bekerja di galeri.Shinta meraih ponselnya. Berniat untuk menghubungi Bayu.“Halo,” sahut suara di ujung telepon.“Bayu? Ini aku, Shinta.”Shinta tak dapat menutupi bahwa dirinya merasa senang saat mendengar suara Bayu. ‘Oh, betapa aku rindu suara ini,’ batin Shinta.“Ada apa, S

  • Rahasia Cinta   Bab 11

    Sekali lagi, Bayu memandang lukisan yang baru saja selesai dibuatnya. Terlukis cahaya kemerahan yang diakibatkan oleh tenggelamnya sang mentari di ufuk barat. Setelah merasa puas memandangi hasil karyanya, Bayu bergegas merapikan alat lukisnya. Hari ini hanya Bayu yang ada di galeri. Shinta sudah pulang sejak tadi siang karena harus menemani ibunya yang sedang tidak enak badan.Setelah mengunci pintu galeri, dengan perlahan Bayu melangkah menuju sepeda motornya yang terparkir di pojokan galeri tersebut. Bayu tidak langsung mengendarai motornya menuju rumah. Ia bermaksud mampir ke rumah Shinta untuk membesuk ibu Shinta yang sudah dianggapnya seperti ibunya sendiri.Bayu menyusuri jalanan di depannya dengan ditemani oleh suara jangkrik. Jalan di depannya tampak gelap. Tidak ada lampu penerang jalan. Lampu penerang jalan hanya ada di sekitar jalan utama. Bagi Bayu, itu bukan masalah. Ia sudah cukup mampu melihat jalan di depannya dengan lampu kendaraannya sendiri. Lagi pu

  • Rahasia Cinta   Bab 10

    “Kamu tahu, nggak? Aku bagaikan ada di surga!” kata Natasya menggebu-gebu. Ia menggeser letak ponsel di telinganya. Ia pun menceritakan berbagai hal menarik yang dialaminya. Ia sedang liburan! Deretan pertokoan dan restoran trendi, makanan khas yang telah membuatnya tak henti-henti meneteskan air mata karena tingkat kepedasannya, dan tentu saja pemandangan pantai yang sangat menakjubkan. Semua hal itu ia ceritakan pada Tari. Sengaja dilakukannya untuk menyadarkan sahabatnya itu bahwa liburan adalah waktu yang terlalu berharga untuk dilewatkan begitu saja.“Apa? Aku nggak berlebihan, kok! Serius!” ujarnya ketika mendengar tanggapan dari seberang sana. “Oh, ya. Jangan kaget kalau waktu aku pulang nanti kulitku kelihatan semakin gosong, ya. Satu hari kemarin aku berjemur di pantai. Banyak bule di sini, lho… Aku bahkan sempat lupa kalau masih ada di Indonesia. Maklum, saking banyaknya bule di sini.”“Hhmmm…nggak. Belu

DMCA.com Protection Status