Share

Bab 6

Penulis: Sachie
last update Terakhir Diperbarui: 2021-09-02 19:37:10

Begitu jam pelajaran berakhir, Natasya langsung merapikan buku-bukunya. Ia bersiap mengikuti Bu Margareth ke ruang guru.

“Doakan semoga aku selamat,” bisik Natasya ke arah Tari sebelum akhirnya pergi.

Tari mengangguk sambil mengangkat tangan kanannya yang terkepal, tanda memberikan dukungan.

Tari kemudian bergegas menuju kelas XII IPA 1. Mencari Ryan. Tari merasa tidak enak hati karena akhir-akhir ini ia secara tidak sengaja telah asyik dengan dirinya sendiri, tanpa memedulikan Ryan.

Tari menunggu di depan kelas XII IPA 1, memerhatikan satu per satu siswa yang keluar dari ruangan tersebut. Ruang kelas tersebut pun akhirnya kosong. Namun, Tari tidak menemukan sosok Ryan.

“Apa dia sudah pulang?” tanyanya pada diri sendiri. Tidak mungkin. Mana mungkin Ryan pulang tanpa memberikan kabar sedikit pun padanya.

Tari lantas melangkah menuju lapangan basket. Mungkin ia dapat menemukan sosok Ryan di sana.

Benar saja. Dari kejauhan Tari dapat melihat Ryan berdiri di luar lapangan basket. Ia memutar-mutar bola dengan jari telunjuknya sambil mengobrol dengan seseorang dari tim pemandu sorak. Mereka terlihat tertawa bersama. Entah kenapa, Tari tidak suka melihat pemandangan di hadapannya. Api cemburu mulai menyala di dadanya. Ia lantas berbalik. Meninggalkan Ryan yang masih tampak asyik mengobrol bersama gadis centil berbadan proporsional yang tengah dibalut dengan pakaian seksi khas pemandu sorak tersebut.

***

Ryan sedang menunggu Tari keluar dari kelas ketika temannya, Albert, menariknya menuju lapangan basket. Albert adalah mantan ketua tim basket. Semasa masih menjabat sebagai ketua, Ryan diberi tanggung jawab sebagai wakil ketua. Mereka lengser dari jabatannya sekitar empat bulan lalu, di awal tahun ajaran baru karena kelas XII tidak diperkenankan menjabat kepengurusan inti. Hal ini bertujuan agar mereka mulai bisa memfokuskan diri dalam pelajaran untuk menghadapi ujian. Walaupun demikian, mereka sesekali masih dimintai nasihat oleh Randy, murid kelas XI yang kini menjabat sebagai ketua tim basket.

Randy meminta nasihat tentang strategi yang sebaiknya digunakan untuk menghadapi lawan di ajang pertandingan basket antar-SMA di Bandung. Albert dan Ryan pun menyampaikan beberapa saran berdasarkan pengalaman mereka menghadapi lawan tangguh di ajang pertandingan bergengsi tersebut.

Setelah menyampaikan beberapa hal yang dianggapnya penting, Ryan pun pamit pulang. Ia memain-mainkan bola basket dengan sebelah tangannya sambil melangkah meninggalkan lapangan basket. Tiba-tiba, seorang adik kelas yang tergabung dalam tim pemandu sorak mendekatinya.

“Kak Ryan…” sapanya. “Perkenalkan, aku Linda, ketua tim cheerleader saat ini,” katanya sambil mengulurkan tangan.

“Oh, hai. Salam kenal,” sahut Ryan sembari membalas uluran tangannya.

“Aku penggemar berat Kakak, lho.”

Ryan tertawa mendengar hal tersebut. “Penggemar apaan? Aku kan bukan artis.”

“Aku serius. Aku sangat suka melihat pertandingan kakak. Seandainya bisa, aku sangat ingin menjadi pemandu sorak yang menyemangati permainan Kakak,” ujarnya dengan wajah serius.

Ryan mengerutkan keningnya.

“Kenapa, Kak? Apa perkataanku tadi terdengar aneh?” tanya Linda dengan wajah takut.

Ryan pun kembali tertawa melihat ekspresi gadis di depannya tersebut. Bagaimana tidak? Ia terlihat sangat lugu.

“Nggak, nggak ada yang aneh, kok,” jawab Ryan masih berusaha menahan tawa.

“Untunglah. Aku kira aku baru saja berkata berlebihan,” ucap Linda sambil berusaha tertawa.

Ryan berusaha menghentikan tawanya karena merasa tidak enak dengan Linda. Ia merasa jahat karena telah menertawakan salah seorang penggemarnya tersebut. “Terima kasih. Aku sangat tersanjung mendengarnya,” ucap Ryan akhirnya.

 Ryan buru-buru mengakhiri percakapan dengan gadis itu dan bergegas menuju kelas XII IPA 2. Ia mencari Tari. Sayangnya, orang yang ia cari tidak ada.

“Apa dia sudah pulang?” tanyanya pada diri sendiri. Diraihnya ponselnya dari saku tas. Ia memencet beberapa tombol, kemudian mendekatkan ponsel tersebut ke telinganya.

Tuttt… Tuuttt…

Orang di seberang sana tak kunjung menjawab teleponnya.

***

Tari berdiri sendirian di depan gerbang sekolah. Ia sedang larut dalam lamunan ketika getar ponsel tiba-tiba menyadarkannya. Dilihatnya nama Ryan terpampang di layar ponselnya. Tari tidak bergeming. Hanya menatap layar di depannya dengan pikiran yang bercampur aduk.

Tari hanya menarik napas panjang ketika ponselnya berhenti bergetar. Ia masih terbayang kejadian yang dilihatnya di dekat lapangan basket. Entah kenapa, dadanya terasa sesak melihat pemandangan tersebut. Ia merasa minder. Tidak percaya diri. Tentu saja hal ini bukan pertama kali dirasakannya. Sebagai gadis yang tidak memiliki keistimewaan, tidak pandai bergaul, dan berpenampilan biasa saja, memiliki sosok Ryan yang tampan, bertubuh jangkung, dan pandai bermain basket sebagai seorang pacar tentunya merupakan hal yang tidak pernah dibayangkannya.

Ryan selalu dikerumuni oleh gadis-gadis berpenampilan menarik dari tim pemandu sorak yang senantiasa memberikannya dukungan setiap kali bermain basket. Sedangkan Tari, hanya bisa melihatnya bermain dari barisan kursi penonton. Tari sampai sekarang tidak tahu kenapa Ryan bisa menyukainya. Itulah yang membuat Tari tidak yakin dengan nasib hubungan mereka ke depannya.

Tak lama kemudian, sebuah mobil sedan berhenti di depannya. Pak Ujang turun dari kursi kemudi dan membukakan pintu mobil untuk Tari. Setelah Tari duduk di kursi belakang, sopirnya itu pun melajukan mobil meninggalkan sekolahnya.

Bab terkait

  • Rahasia Cinta   Bab 7

    Seminggu telah berlalu semenjak Tari melihat kejadian tidak menyenangkan itu. Selama seminggu belakangan pula, ia tidak bertemu dengan Ryan. Sebentar lagi mereka akan dihadapkan dengan ulangan semester ganjil. Belum lagi para guru yang seakan berlomba untuk memberikan tugas. Mungkin itu sebabnya Tari bisa sejenak melupakan Ryan. Ia terlalu sibuk berkutat dengan tugasnya. Perpustakaan masih menjadi tempat favoritnya untuk menghabiskan waktu istirahat.Ketika kembali ke kelasnya setelah menghabiskan waktu di perpustakaan, Tari mendapati sebuah kotak makan kecil ada di atas mejanya. Terdapat kertas kecil yang diletakkan di bawah kotak tersebut.‘ASYIK BELAJAR SIH BOLEH SAJA. TAPI JANGAN LUPA MAKAN, YA.’Tari tersenyum memandang tulisan di secarik kertas tersebut. Ia pun membuka kotak di atas meja dan mulai mengunyah sandwich yang ada di dalamnya.***Pak Budi baru saja keluar dari kelas XII IPA 2. Disusul kemudian oleh para murid

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-02
  • Rahasia Cinta   Bab 8

    Bayu tengah duduk di salah satu sudut galeri. Ia tengah menyapu kanvas di depannya dengan berbagai warna. Kuasnya menari-nari di udara. Tangannya dengan lincah menggerak-gerakkan kuas tersebut. Ia pun berhenti ketika kanvas di hadapannya sudah penuh dengan warna. Ia tersenyum puas begitu melihat hasil lukisannya tersebut.“Apa yang sedang kamu lukis kali ini?” terdengar suara yang tak asing mendekatinya.Bayu pun memperlihatkan lukisannya. Terlihat gambar sembilan ekor ikan koi yang berenang dengan riang di dalam kolam. “Nggak terlalu spesial, ya?”“Hmm… sepertinya begitu. Lukisan sembilan ekor ikan koi emang bisa dibilang udah banyak di pasaran.”Bayu menatap sumber suara. Tidak percaya orang di sampingnya tersebut tega berkata seperti itu.“Hei, kenapa kamu jujur sekali sih kali ini? Bukannya di saat seperti ini kamu harusnya mencari kata-kata yang lebih bagus untuk memuji lukisanku?” ujar Ba

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-07
  • Rahasia Cinta   Bab 9

    Sepuluh tahun yang lalu…Sudah lebih dari seminggu Shinta tidak melihat kehadiran Bayu di sekolah. Ia sangat merindukan sosok Bayu yang mampu menyejukkan relung hatinya. Membuat hatinya berdesir. Karena tidak tahan lagi, ia pun akhirnya memberanikan diri untuk bertanya pada teman satu kelas Bayu.“Bayu kecelakaan…” kata Indra, ketua kelas Bayu. Shinta terkejut mendengarnya. Dada Shinta terasa sangat sesak mendengar kabar tentang kecelakaan yang menimpa Bayu tersebut.“Kakinya cedera…” kata-kata Indra tersebut terdengar bagai petir di siang bolong.Shinta menggeleng-gelengkan kepalanya. Dirinya ingin menolak apa yang baru saja didengarnya itu.“Aa.. aappaa maksudmu?” tanya Shinta, tidak percaya dengan hal yang baru saja didengarnya.“Aku dengar kabar dari wali kelas kalau sekarang Bayu perlu bantuan tongkat untuk menyangga tubuhnya.”‘Kakinya cedera. …ton

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-07
  • Rahasia Cinta   Bab 10

    “Kamu tahu, nggak? Aku bagaikan ada di surga!” kata Natasya menggebu-gebu. Ia menggeser letak ponsel di telinganya. Ia pun menceritakan berbagai hal menarik yang dialaminya. Ia sedang liburan! Deretan pertokoan dan restoran trendi, makanan khas yang telah membuatnya tak henti-henti meneteskan air mata karena tingkat kepedasannya, dan tentu saja pemandangan pantai yang sangat menakjubkan. Semua hal itu ia ceritakan pada Tari. Sengaja dilakukannya untuk menyadarkan sahabatnya itu bahwa liburan adalah waktu yang terlalu berharga untuk dilewatkan begitu saja.“Apa? Aku nggak berlebihan, kok! Serius!” ujarnya ketika mendengar tanggapan dari seberang sana. “Oh, ya. Jangan kaget kalau waktu aku pulang nanti kulitku kelihatan semakin gosong, ya. Satu hari kemarin aku berjemur di pantai. Banyak bule di sini, lho… Aku bahkan sempat lupa kalau masih ada di Indonesia. Maklum, saking banyaknya bule di sini.”“Hhmmm…nggak. Belu

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-07
  • Rahasia Cinta   Bab 11

    Sekali lagi, Bayu memandang lukisan yang baru saja selesai dibuatnya. Terlukis cahaya kemerahan yang diakibatkan oleh tenggelamnya sang mentari di ufuk barat. Setelah merasa puas memandangi hasil karyanya, Bayu bergegas merapikan alat lukisnya. Hari ini hanya Bayu yang ada di galeri. Shinta sudah pulang sejak tadi siang karena harus menemani ibunya yang sedang tidak enak badan.Setelah mengunci pintu galeri, dengan perlahan Bayu melangkah menuju sepeda motornya yang terparkir di pojokan galeri tersebut. Bayu tidak langsung mengendarai motornya menuju rumah. Ia bermaksud mampir ke rumah Shinta untuk membesuk ibu Shinta yang sudah dianggapnya seperti ibunya sendiri.Bayu menyusuri jalanan di depannya dengan ditemani oleh suara jangkrik. Jalan di depannya tampak gelap. Tidak ada lampu penerang jalan. Lampu penerang jalan hanya ada di sekitar jalan utama. Bagi Bayu, itu bukan masalah. Ia sudah cukup mampu melihat jalan di depannya dengan lampu kendaraannya sendiri. Lagi pu

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-07
  • Rahasia Cinta   Bab 12

    Shinta melihat pantulan wajahnya di cermin. Kantung matanya tampak semakin tebal. Ia tidak bisa tidur dengan nyenyak semalaman. Bukan hanya dikarenakan harus menjaga ibunya yang sedang sakit, ia juga terus terbayang oleh Bayu. Shinta merasa tidak tenang meninggalkan Bayu sendirian. Hari ini pun, tampaknya ia belum bisa membantu Bayu untuk bekerja di galeri.Shinta meraih ponselnya. Berniat untuk menghubungi Bayu.“Halo,” sahut suara di ujung telepon.“Bayu? Ini aku, Shinta.”Shinta tak dapat menutupi bahwa dirinya merasa senang saat mendengar suara Bayu. ‘Oh, betapa aku rindu suara ini,’ batin Shinta.“Ada apa, S

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-08
  • Rahasia Cinta   Bab 13

    Hari kelima liburan semester. Tari masih mengurung diri di kamar. Matanya tidak bisa lepas dari layar ponselnya. Ponsel itu tak kunjung berdering. Tari merasa kesepian. Natasya yang biasanya rajin menelepon untuk memamerkan kesenangan pengalaman liburannya pun hari ini tiada kabar. Tentu saja bukan telepon dari Natasya yang sebenarnya Tari nanti-nantikan. Hanya saja, bila temannya yang berisik itu menelepon, setidaknya ia tidak akan merasa kesepian seperti sekarang ini. Setidaknya, ia bisa melupakan sejenak kenyataan bahwa belakangan ini Ryan sama sekali tidak menghubunginya.Tari sudah tidak tahan lagi. Sedikit ragu, ia pun menyentuh layar ponselnya.Tutt… tutt… tutt…Orang di seberang sana tidak menjawab telepon darinya. Tari pasrah. Untuk kesekian kalinya, ia hanya bisa membenamkan wajahnya ke dalam bantal.***“Sudah cukup. Mari kita istirahat dulu.”Albert mengajak Ryan dan Randy beristirahat sejenak. Me

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-08
  • Rahasia Cinta   Bab 14

    “Kakak mau ke mana? Kok tega ninggalin aku sendiri? Nggak takut aku hilang? Diculik? Lagian, kalau nanti ada yang datang ke sini aku harus bagaimana? Mau tanggung jawab kalau nanti semua lukisan di galeri ini dicuri?”Natasya langsung mencecari Bayu dengan pertanyaan-pertanyaan tersebut setelah tahu bahwa Bayu akan meninggalkannya seorang diri di galeri. Bayu berniat menjenguk ibu Shinta. Tentu saja ia tidak berniat untuk mengajak Natasya ke sana. Ibu Shinta sedang sakit. Bisa dibayangkan kalau Natasya yang bersuara cempreng itu ikut dengan Bayu, bisa-bisa ibu Shinta tidak dapat beristirahat dengan tenang. Bayu jelas tidak ingin hal itu terjadi.“Aku kan sudah bilang, mau menjenguk ibunya teman. Kamu tidak kenal dia, jadi nggak ada gunanya kamu ikut,” jelas Bayu. “Lagi pula, kamu kan sudah dewasa. Nggak akan mungkin menghilang semudah itu,” ujar Bayu lagi. “Satu lagi, dengan suaramu yang seperti itu, para penculik pasti akan be

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-08

Bab terbaru

  • Rahasia Cinta   Bab 18

    Natasya sibuk memasukkan barang-barang miliknya ke dalam koper. Entah kenapa kopernya itu seperti mau meledak saat satu per satu barangnya ia masukkan. Padahal, sebelumnya koper itu masih memiliki banyak ruang kosong.“Beresin yang bener. Jangan sampai ada barangmu yang tertinggal.”“Iya, Kak Bayu yang cerewet.”Natasya sudah lelah mendengar Bayu yang sejak siang tadi terus menceramahinya. Menyuruhnya memasukkan semua benda miliknya agar tidak ada yang tertinggal. Agar tidak membuat repot Bayu di kemudian hari. Agar Bayu tidak perlu bersusah payah mengirimkannya jika memang ada barang penting yang tertinggal.“Kakak pasti bakalan kangen aku, deh. Besok kan aku sudah balik ke Bandung.”“Nggak akan. Justru aku bahagia. Akhirnya besok aku akan mendapat kedamaian. Nggak ada lagi suara berisik yang mengganggu telingaku.”“Kalau Kakak kangen, jangan ragu untuk menghubungiku, ya.”&

  • Rahasia Cinta   Bab 17

    “Aku ikut!” ujar Tari akhirnya.“Hmm… Kamu yakin?”“Ya. Aku mau ikut kamu latihan.”Tari sendiri tidak paham kenapa kata-kata tersebut bisa keluar dari mulutnya. Saat ini, ia sedang menerima telepon dari Ryan. Pacarnya itu baru saja mengatakan bahwa ia akan pergi ke sekolah untuk latihan basket.Sejak dua hari yang lalu, Ryan tiba-tiba rajin menghubungi Tari. Tari merasa hal itu dilakukan Ryan karena sadar telah melakukan kesalahan, tidak memberikan kabar sama sekali selama liburan. Tari sendiri tidak ingin memperpanjang kasus menghilangnya Ryan dari radarnya selama liburan tersebut. Sesuai dengan saran Natasya, ia memutuskan untuk turut aktif menjaga keharmonisan hubungan mereka. Bagaimana caranya? Ia akan berada di dekat Ryan. Tidak akan dibiarkannya gadis lain dengan leluasa bermesra-mesraan ria dengan pacarnya itu.“Jangan diam aja. Kamu harus tunjukin ke mereka kalau kamu pacar Ryan!”,

  • Rahasia Cinta   Bab 16

    Keesokan paginya, Bayu duduk berhadapan dengan Natasya. Mereka berada di meja depan galeri Bayu.“Sampai kapan kamu akan menangis seperti itu?”Natasya tidak menjawab pertanyaan Bayu. Ia masih saja sesenggukan sambil berulang kali menghapus air matanya.Bayu hanya dapat menghela napas melihat pemandangan di depannya.“Berhenti menangis!”Bukannya berhenti, gadis di hadapannya malah menangis semakin keras.“Aku nggak akan tertipu olehmu. Meskipun kamu menangis seperti itu, kamu pikir aku nggak akan marah setelah semua perbuatanmu semalam?” tanya Bayu sambil menunjuk ke arah ruangannya. “Walaupun kamu menangis seperti itu, pintu ruang kerjaku nggak akan kembali seperti semula,” lanjut Bayu lagi.Mendengar perkataan Bayu tersebut, Natasya langsung teringat akan perbuatannya kemarin. Ia telah menghancurkan pintu ruang kerja Bayu. Pintu yang menjadi penghalang bagi orang-orang untuk masuk ke

  • Rahasia Cinta   Bab 15

    Krriiuuukkk… krrriiiiukkkk…Natasya dapat mendengar dengan jelas jeritan cacing-cacing di perutnya. Sudah hampir satu jam perutnya memberontak minta diisi. Apa daya, saat ini tidak ada makanan di rumah Bayu.Sejak sepuluh menit lalu, Natasya terus memelototi nasi di hadapannya. Berharap ada keajaiban sehingga nasi tersebut bisa berubah. Setidaknya menjadi nasi goreng. Lebih baik lagi jika berubah jadi nasi goreng ayam. Nasi goreng yang enak.Sadar bahwa keinginannya itu tidak mungkin terwujud, Natasya tidak punya pilihan selain mengambil tindakan nyata. Disendoknya nasi tersebut lalu diletakkannya di penggorengan. Tidak lupa ia memasukkan garam dan bumbu-bumbuan.Selama lima menit ia terus mengaduk aduk penggorengan di hadapannya. Saking semangatnya ia mengaduk, hampir setengah dari isi penggorengan tersebut kini memenuhi kompor di depannya. Natasya seolah tidak peduli. Ia hanya perlu mengisi kekosongan perutnya agar cacing di perutnya terse

  • Rahasia Cinta   Bab 14

    “Kakak mau ke mana? Kok tega ninggalin aku sendiri? Nggak takut aku hilang? Diculik? Lagian, kalau nanti ada yang datang ke sini aku harus bagaimana? Mau tanggung jawab kalau nanti semua lukisan di galeri ini dicuri?”Natasya langsung mencecari Bayu dengan pertanyaan-pertanyaan tersebut setelah tahu bahwa Bayu akan meninggalkannya seorang diri di galeri. Bayu berniat menjenguk ibu Shinta. Tentu saja ia tidak berniat untuk mengajak Natasya ke sana. Ibu Shinta sedang sakit. Bisa dibayangkan kalau Natasya yang bersuara cempreng itu ikut dengan Bayu, bisa-bisa ibu Shinta tidak dapat beristirahat dengan tenang. Bayu jelas tidak ingin hal itu terjadi.“Aku kan sudah bilang, mau menjenguk ibunya teman. Kamu tidak kenal dia, jadi nggak ada gunanya kamu ikut,” jelas Bayu. “Lagi pula, kamu kan sudah dewasa. Nggak akan mungkin menghilang semudah itu,” ujar Bayu lagi. “Satu lagi, dengan suaramu yang seperti itu, para penculik pasti akan be

  • Rahasia Cinta   Bab 13

    Hari kelima liburan semester. Tari masih mengurung diri di kamar. Matanya tidak bisa lepas dari layar ponselnya. Ponsel itu tak kunjung berdering. Tari merasa kesepian. Natasya yang biasanya rajin menelepon untuk memamerkan kesenangan pengalaman liburannya pun hari ini tiada kabar. Tentu saja bukan telepon dari Natasya yang sebenarnya Tari nanti-nantikan. Hanya saja, bila temannya yang berisik itu menelepon, setidaknya ia tidak akan merasa kesepian seperti sekarang ini. Setidaknya, ia bisa melupakan sejenak kenyataan bahwa belakangan ini Ryan sama sekali tidak menghubunginya.Tari sudah tidak tahan lagi. Sedikit ragu, ia pun menyentuh layar ponselnya.Tutt… tutt… tutt…Orang di seberang sana tidak menjawab telepon darinya. Tari pasrah. Untuk kesekian kalinya, ia hanya bisa membenamkan wajahnya ke dalam bantal.***“Sudah cukup. Mari kita istirahat dulu.”Albert mengajak Ryan dan Randy beristirahat sejenak. Me

  • Rahasia Cinta   Bab 12

    Shinta melihat pantulan wajahnya di cermin. Kantung matanya tampak semakin tebal. Ia tidak bisa tidur dengan nyenyak semalaman. Bukan hanya dikarenakan harus menjaga ibunya yang sedang sakit, ia juga terus terbayang oleh Bayu. Shinta merasa tidak tenang meninggalkan Bayu sendirian. Hari ini pun, tampaknya ia belum bisa membantu Bayu untuk bekerja di galeri.Shinta meraih ponselnya. Berniat untuk menghubungi Bayu.“Halo,” sahut suara di ujung telepon.“Bayu? Ini aku, Shinta.”Shinta tak dapat menutupi bahwa dirinya merasa senang saat mendengar suara Bayu. ‘Oh, betapa aku rindu suara ini,’ batin Shinta.“Ada apa, S

  • Rahasia Cinta   Bab 11

    Sekali lagi, Bayu memandang lukisan yang baru saja selesai dibuatnya. Terlukis cahaya kemerahan yang diakibatkan oleh tenggelamnya sang mentari di ufuk barat. Setelah merasa puas memandangi hasil karyanya, Bayu bergegas merapikan alat lukisnya. Hari ini hanya Bayu yang ada di galeri. Shinta sudah pulang sejak tadi siang karena harus menemani ibunya yang sedang tidak enak badan.Setelah mengunci pintu galeri, dengan perlahan Bayu melangkah menuju sepeda motornya yang terparkir di pojokan galeri tersebut. Bayu tidak langsung mengendarai motornya menuju rumah. Ia bermaksud mampir ke rumah Shinta untuk membesuk ibu Shinta yang sudah dianggapnya seperti ibunya sendiri.Bayu menyusuri jalanan di depannya dengan ditemani oleh suara jangkrik. Jalan di depannya tampak gelap. Tidak ada lampu penerang jalan. Lampu penerang jalan hanya ada di sekitar jalan utama. Bagi Bayu, itu bukan masalah. Ia sudah cukup mampu melihat jalan di depannya dengan lampu kendaraannya sendiri. Lagi pu

  • Rahasia Cinta   Bab 10

    “Kamu tahu, nggak? Aku bagaikan ada di surga!” kata Natasya menggebu-gebu. Ia menggeser letak ponsel di telinganya. Ia pun menceritakan berbagai hal menarik yang dialaminya. Ia sedang liburan! Deretan pertokoan dan restoran trendi, makanan khas yang telah membuatnya tak henti-henti meneteskan air mata karena tingkat kepedasannya, dan tentu saja pemandangan pantai yang sangat menakjubkan. Semua hal itu ia ceritakan pada Tari. Sengaja dilakukannya untuk menyadarkan sahabatnya itu bahwa liburan adalah waktu yang terlalu berharga untuk dilewatkan begitu saja.“Apa? Aku nggak berlebihan, kok! Serius!” ujarnya ketika mendengar tanggapan dari seberang sana. “Oh, ya. Jangan kaget kalau waktu aku pulang nanti kulitku kelihatan semakin gosong, ya. Satu hari kemarin aku berjemur di pantai. Banyak bule di sini, lho… Aku bahkan sempat lupa kalau masih ada di Indonesia. Maklum, saking banyaknya bule di sini.”“Hhmmm…nggak. Belu

DMCA.com Protection Status