Share

Bab 11

Penulis: Sachie
last update Terakhir Diperbarui: 2021-09-07 20:44:56

Sekali lagi, Bayu memandang lukisan yang baru saja selesai dibuatnya. Terlukis cahaya kemerahan yang diakibatkan oleh tenggelamnya sang mentari di ufuk barat. Setelah merasa puas memandangi hasil karyanya, Bayu bergegas merapikan alat lukisnya. Hari ini hanya Bayu yang ada di galeri. Shinta sudah pulang sejak tadi siang karena harus menemani ibunya yang sedang tidak enak badan.

Setelah mengunci pintu galeri, dengan perlahan Bayu melangkah menuju sepeda motornya yang terparkir di pojokan galeri tersebut. Bayu tidak langsung mengendarai motornya menuju rumah. Ia bermaksud mampir ke rumah Shinta untuk membesuk ibu Shinta yang sudah dianggapnya seperti ibunya sendiri.

Bayu menyusuri jalanan di depannya dengan ditemani oleh suara jangkrik. Jalan di depannya tampak gelap. Tidak ada lampu penerang jalan. Lampu penerang jalan hanya ada di sekitar jalan utama. Bagi Bayu, itu bukan masalah. Ia sudah cukup mampu melihat jalan di depannya dengan lampu kendaraannya sendiri. Lagi pula, jalan ini sudah sering dilewatinya. Setelah matahari terbenam, sudah dapat dipastikan bahwa tidak akan ada orang yang melintasi jalan ini. Apalagi dengan berjalan kaki. Tidak mungkin!

Bayu berulang kali mengedipkan kedua matanya ketika dilihatnya ada sosok berambut acak-acakan yang berjalan dari arah berlawanan. Mendekat ke arahnya. Samar-samar, Bayu bahkan mendengar suara tangis dari sosok tersebut. Bulu kuduknya langsung berdiri.

Bayu mempercepat laju motornya. Sosok itu semakin dekat dengannya. Bayu berusaha mempertajam penglihatan. Sadar bahwa jarak mereka kini semakin dekat, Bayu segera mengerem motornya. Kini, sosok itu hanya berjarak satu langkah di depan motornya.

Bayu memerhatikan sosok itu dari atas hingga ke bawah. Rambutnya yang panjang tampak acak-acakan. Kemejanya yang berwarna putih dipenuhi dengan noda lumpur. Sosok itu memakai celana panjang yang robek di bagian lututnya. Sepatunya berwarna merah di bagian kiri dan cokelat di bagian kanan. Daripada menakutkan, sosok di hadapannya lebih terlihat menyedihkan. Sangat menyedihkan.

Bayu merasakan ada sesuatu yang menggelitik hidungnya. Ia mengernyitkan kening.

Dari mana sumber dari bau ini?” batinnya.

“Ekhem,” Bayu berdeham. Bingung dengan situasi yang sedang dihadapinya.

Bayu hendak membuka mulutnya ketika tiba-tiba sosok di depannya itu mengeluarkan suara nyaring.

“HHUUUUUUAAAAAAAAA…..”

Bayu terkesiap. Ia semakin bingung. Sosok gadis remaja di depannya itu tiba-tiba menangis dengan keras.

“Te..tenang…lah…” kata Bayu. “Aku bukan orang jahat,” lanjutnya.

Sosok itu pun berusaha untuk meredam tangisnya.

“Apa kamu tersesat?” tanya Bayu lagi.

Sosok itu diam sesaat, namun tiba-tiba mulai terisak kembali.

***

Matahari telah terbenam. Kegelapan menyelimuti Natasya. Tidak ada penerangan di sekitarnya. Ponselnya sudah lama mati karena kehabisan daya. Ia pun tidak dapat melihat jalan di depannya dengan jelas. Hal itulah yang menyebabkannya tadi terjatuh di tanah berlumpur. Rasa pegal menjalari seluruh badannya. Bagaimana tidak? Sejak tadi ia harus berjalan jauh sambil menggendong ransel serta menyeret kopernya. Lama-kelamaan, rasa pegal itu pun berganti dengan rasa sakit di sekujur tubuhnya.

Natasya sudah tidak kuat lagi untuk berjalan. Lututnya terluka. Sakit. Ia tidak dapat menghentikan air mata yang mengalir di pipinya. Ia pun mulai terisak.

Matanya tiba-tiba disilaukan oleh sesuatu yang bergerak dengan cepat dari arah depan. Akhirnya, ia bertemu dengan seseorang!

Natasya tidak dapat menyembunyikan rasa harunya. “HHUUUUUUAAAAAAAAA…..” tangis Natasya.

“Te..tenang…lah…” kata orang di hadapannya. “Aku bukan orang jahat.”

Natasya berusaha untuk menghentikan tangisnya. Ia tidak ingin calon penyelamatnya itu salah paham dan meninggalkannya sendirian. Natasya hanya merasa terharu karena pada akhirnya ia bertemu dengan seseorang yang dapat menyelamatkannya dari tempat yang sangat asing ini.

 “Apa kamu tersesat?” tanya orang itu lagi.

Natasya terdiam. Ia teringat bahwa ia telah berjalan tanpa arah selama berjam-jam. Ia pun mulai terisak lagi.

Orang di hadapannya semakin salah tingkah. Natasya mendekatinya. “Tolong…”

Semenit kemudian, Natasya sudah ada di atas motor orang tersebut. Dengan sedikit kerepotan, ia memegang kopernya. Ranselnya ia percayakan pada orang tersebut. Mereka pun menyusuri jalan gelap itu menuju sebuah rumah yang letaknya tidak jauh.

“Masuklah…” kata orang itu.

Natasya bergegas masuk sambil membawa barang-barangnya.

Natasya mengedarkan pandangan ke seluruh penjuru rumah tersebut. Rumah sederhana itu terlihat cukup rapi.

“Ini rumahmu?” tanya Natasya.

“Iya.”

“Kamu tinggal… sendiri?” tanya Natasya lagi.

“Iya.”

“Apa?” kening Natasya mulai berkerut.

“Berhentilah bertanya,” kata orang itu tampak mulai jengkel. “Kamar mandinya ada di sebelah sana. Kamu bisa mandi duluan.”

“Apa maksudmu?” tanya Natasya penuh selidik. Meskipun merasa sangat tertolong, ia tidak ingin langsung sepenuhnya percaya dengan orang yang baru ditemuinya tersebut. “Aku bisa membaca isi pikiranmu. Jangan katakan bahwa otakmu dipenuhi dengan pikiran kotor.”

Orang di hadapannya diam sejenak. “Kamu ingin jawaban jujur?”

Natasya melipat kedua tangannya ke depan. Baru ia menyadari kehadiran sejumlah lalat yang beterbangan di sekitarnya. Hidungnya pun mulai terasa gatal.

“Bau apa ini?” Natasya memerhatikan tubuhnya. Ia terkejut. “Aku gadis kotor,” katanya kemudian.

***

“Lagi ngapain?”

Tidak ada jawaban.

“Ada yang bisa aku bantu?”

“Tidak.”

“Yakin?”

“Siapa namamu?” tanya Bayu.

“Natasya.”

“Kamu sudah selesai membersihkan diri?” tanya Bayu.

“Tentu saja sudah. Kenapa? Apa masih bau?” tanya Natasya seraya mengendus-enduskan hidung ke sekujur tubuhnya. Takut jika masih ada bau aneh yang menempel.

“Bisa tolong rapikan meja di sebelah sana?”

“Baiklah,” ucap Natasya. Ia pun merapikan meja yang dimaksud.

Bayu kemudian menghidangkan makanan yang telah selesai dibuatnya di atas meja makan.

“Wah… Nasi goreng ayam! Kelihatannya enak,” ujar Natasya.

“Makanlah.”

“Selamat makan…” kata Natasya penuh semangat.

Bayu memerhatikan gadis di hadapannya. Natasya. Gadis itu makan dengan sangat lahap. Nasi di piring Natasya hanya tinggal dua sendok, padahal belum ada semenit yang lalu ia memasukkan suapan pertama ke mulutnya.

Kapan terakhir kali dia makan?” batin Bayu.

“Kamu nggak makan?” tanya Natasya. Sadar dirinya diperhatikan.

Bayu pun kemudian mulai melahap makanan di depannya.

“Enaknya…” ucap Natasya setelah melahap habis makanannya.

Bayu hanya bisa tersenyum ketika melihat sebutir nasi yang menempel di dekat mulut Natasya.

“Oh, ya. Kita belum kenalan secara resmi. Namaku Natasya.” Natasya mengulurkan tangan kanannya ke arah Bayu.

“Aku Bayu,” kata Bayu seraya membalas uluran tangan Natasya. Mereka pun berjabat tangan.

“Terima kasih karena sudah menolong dan ngizinin aku untuk tinggal di sini,” kata Natasya dengan wajah serius.

Bayu mengernyitkan keningnya. “Kapan aku ngasi izin ke kamu untuk tinggal di sini?”

“Apa?” Natasya tidak dapat percaya dengan hal yang baru saja didengarnya. “Apa kamu tega ngebiarin seorang gadis cantik sepertiku berkeliaran seorang diri di tengah malam yang gelap ini?” tanya Natasya lagi.

“Justru aku yang seharusnya nanya. Apa kamu nggak takut tinggal berdua di tempat ini bersama dengan pria asing?”

“Kamu bukan pria asing. Kita kan tadi udah kenalan.”

Bayu hanya bisa geleng-geleng kepala mendengar jawaban Natasya. Bayu meraih sebuah gelas yang ada di dekatnya. Tenggorokannya mulai kering karena berdebat dengan gadis itu.

“Sebagai ucapan terima kasih, aku yang akan nyuci piring. Kak Bayu bisa beristirahat…”

Bayu hampir tersedak mendengar ucapan Natasya.

“Apa kamu bilang?”

“Aku akan mencuci piring.”

“Bukan, bukan itu…”

Natasya memiringkan kepalanya. Ia tampak tidak mengerti dengan maksud ucapan Bayu. “Kak Bayu bisa istirahat karena aku yang akan membereskan piring-piring ini.”

“Kenapa kamu memanggilku dengan sebutan itu?”

“Sebutan apa? Kak Bayu? Kamu kelihatannya lebih tua dariku. Apa aku salah?”

Natasya menatap Bayu dari atas ke bawah. Ia tampak berpikir sejenak.

“Dilihat dari sisi mana pun, kamu emang kelihatan lebih tua dariku. Apa nggak boleh aku memanggilmu dengan sebutan kakak?”

Bab terkait

  • Rahasia Cinta   Bab 12

    Shinta melihat pantulan wajahnya di cermin. Kantung matanya tampak semakin tebal. Ia tidak bisa tidur dengan nyenyak semalaman. Bukan hanya dikarenakan harus menjaga ibunya yang sedang sakit, ia juga terus terbayang oleh Bayu. Shinta merasa tidak tenang meninggalkan Bayu sendirian. Hari ini pun, tampaknya ia belum bisa membantu Bayu untuk bekerja di galeri.Shinta meraih ponselnya. Berniat untuk menghubungi Bayu.“Halo,” sahut suara di ujung telepon.“Bayu? Ini aku, Shinta.”Shinta tak dapat menutupi bahwa dirinya merasa senang saat mendengar suara Bayu. ‘Oh, betapa aku rindu suara ini,’ batin Shinta.“Ada apa, S

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-08
  • Rahasia Cinta   Bab 13

    Hari kelima liburan semester. Tari masih mengurung diri di kamar. Matanya tidak bisa lepas dari layar ponselnya. Ponsel itu tak kunjung berdering. Tari merasa kesepian. Natasya yang biasanya rajin menelepon untuk memamerkan kesenangan pengalaman liburannya pun hari ini tiada kabar. Tentu saja bukan telepon dari Natasya yang sebenarnya Tari nanti-nantikan. Hanya saja, bila temannya yang berisik itu menelepon, setidaknya ia tidak akan merasa kesepian seperti sekarang ini. Setidaknya, ia bisa melupakan sejenak kenyataan bahwa belakangan ini Ryan sama sekali tidak menghubunginya.Tari sudah tidak tahan lagi. Sedikit ragu, ia pun menyentuh layar ponselnya.Tutt… tutt… tutt…Orang di seberang sana tidak menjawab telepon darinya. Tari pasrah. Untuk kesekian kalinya, ia hanya bisa membenamkan wajahnya ke dalam bantal.***“Sudah cukup. Mari kita istirahat dulu.”Albert mengajak Ryan dan Randy beristirahat sejenak. Me

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-08
  • Rahasia Cinta   Bab 14

    “Kakak mau ke mana? Kok tega ninggalin aku sendiri? Nggak takut aku hilang? Diculik? Lagian, kalau nanti ada yang datang ke sini aku harus bagaimana? Mau tanggung jawab kalau nanti semua lukisan di galeri ini dicuri?”Natasya langsung mencecari Bayu dengan pertanyaan-pertanyaan tersebut setelah tahu bahwa Bayu akan meninggalkannya seorang diri di galeri. Bayu berniat menjenguk ibu Shinta. Tentu saja ia tidak berniat untuk mengajak Natasya ke sana. Ibu Shinta sedang sakit. Bisa dibayangkan kalau Natasya yang bersuara cempreng itu ikut dengan Bayu, bisa-bisa ibu Shinta tidak dapat beristirahat dengan tenang. Bayu jelas tidak ingin hal itu terjadi.“Aku kan sudah bilang, mau menjenguk ibunya teman. Kamu tidak kenal dia, jadi nggak ada gunanya kamu ikut,” jelas Bayu. “Lagi pula, kamu kan sudah dewasa. Nggak akan mungkin menghilang semudah itu,” ujar Bayu lagi. “Satu lagi, dengan suaramu yang seperti itu, para penculik pasti akan be

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-08
  • Rahasia Cinta   Bab 15

    Krriiuuukkk… krrriiiiukkkk…Natasya dapat mendengar dengan jelas jeritan cacing-cacing di perutnya. Sudah hampir satu jam perutnya memberontak minta diisi. Apa daya, saat ini tidak ada makanan di rumah Bayu.Sejak sepuluh menit lalu, Natasya terus memelototi nasi di hadapannya. Berharap ada keajaiban sehingga nasi tersebut bisa berubah. Setidaknya menjadi nasi goreng. Lebih baik lagi jika berubah jadi nasi goreng ayam. Nasi goreng yang enak.Sadar bahwa keinginannya itu tidak mungkin terwujud, Natasya tidak punya pilihan selain mengambil tindakan nyata. Disendoknya nasi tersebut lalu diletakkannya di penggorengan. Tidak lupa ia memasukkan garam dan bumbu-bumbuan.Selama lima menit ia terus mengaduk aduk penggorengan di hadapannya. Saking semangatnya ia mengaduk, hampir setengah dari isi penggorengan tersebut kini memenuhi kompor di depannya. Natasya seolah tidak peduli. Ia hanya perlu mengisi kekosongan perutnya agar cacing di perutnya terse

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-08
  • Rahasia Cinta   Bab 16

    Keesokan paginya, Bayu duduk berhadapan dengan Natasya. Mereka berada di meja depan galeri Bayu.“Sampai kapan kamu akan menangis seperti itu?”Natasya tidak menjawab pertanyaan Bayu. Ia masih saja sesenggukan sambil berulang kali menghapus air matanya.Bayu hanya dapat menghela napas melihat pemandangan di depannya.“Berhenti menangis!”Bukannya berhenti, gadis di hadapannya malah menangis semakin keras.“Aku nggak akan tertipu olehmu. Meskipun kamu menangis seperti itu, kamu pikir aku nggak akan marah setelah semua perbuatanmu semalam?” tanya Bayu sambil menunjuk ke arah ruangannya. “Walaupun kamu menangis seperti itu, pintu ruang kerjaku nggak akan kembali seperti semula,” lanjut Bayu lagi.Mendengar perkataan Bayu tersebut, Natasya langsung teringat akan perbuatannya kemarin. Ia telah menghancurkan pintu ruang kerja Bayu. Pintu yang menjadi penghalang bagi orang-orang untuk masuk ke

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-08
  • Rahasia Cinta   Bab 17

    “Aku ikut!” ujar Tari akhirnya.“Hmm… Kamu yakin?”“Ya. Aku mau ikut kamu latihan.”Tari sendiri tidak paham kenapa kata-kata tersebut bisa keluar dari mulutnya. Saat ini, ia sedang menerima telepon dari Ryan. Pacarnya itu baru saja mengatakan bahwa ia akan pergi ke sekolah untuk latihan basket.Sejak dua hari yang lalu, Ryan tiba-tiba rajin menghubungi Tari. Tari merasa hal itu dilakukan Ryan karena sadar telah melakukan kesalahan, tidak memberikan kabar sama sekali selama liburan. Tari sendiri tidak ingin memperpanjang kasus menghilangnya Ryan dari radarnya selama liburan tersebut. Sesuai dengan saran Natasya, ia memutuskan untuk turut aktif menjaga keharmonisan hubungan mereka. Bagaimana caranya? Ia akan berada di dekat Ryan. Tidak akan dibiarkannya gadis lain dengan leluasa bermesra-mesraan ria dengan pacarnya itu.“Jangan diam aja. Kamu harus tunjukin ke mereka kalau kamu pacar Ryan!”,

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-08
  • Rahasia Cinta   Bab 18

    Natasya sibuk memasukkan barang-barang miliknya ke dalam koper. Entah kenapa kopernya itu seperti mau meledak saat satu per satu barangnya ia masukkan. Padahal, sebelumnya koper itu masih memiliki banyak ruang kosong.“Beresin yang bener. Jangan sampai ada barangmu yang tertinggal.”“Iya, Kak Bayu yang cerewet.”Natasya sudah lelah mendengar Bayu yang sejak siang tadi terus menceramahinya. Menyuruhnya memasukkan semua benda miliknya agar tidak ada yang tertinggal. Agar tidak membuat repot Bayu di kemudian hari. Agar Bayu tidak perlu bersusah payah mengirimkannya jika memang ada barang penting yang tertinggal.“Kakak pasti bakalan kangen aku, deh. Besok kan aku sudah balik ke Bandung.”“Nggak akan. Justru aku bahagia. Akhirnya besok aku akan mendapat kedamaian. Nggak ada lagi suara berisik yang mengganggu telingaku.”“Kalau Kakak kangen, jangan ragu untuk menghubungiku, ya.”&

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-08
  • Rahasia Cinta   Bab 1

    Suara gamelan mengalun memenuhi setiap pelosok auditorium. Dari barisan kursi penonton, Tari tampak tidak dapat berhenti menggoyang-goyangkan tubuhnya. Gadis mungil berusia tujuh tahun tersebut terlihat berusaha mengikuti gerakan para penari yang bergerak dengan sangat lincah di atas pentas. Tidak ketinggalan, di sebelahnya kedua orang tuanya juga terlihat sibuk mengabadikan aksi para penari tersebut. Sang ayah sibuk merekam dan sang ibu membantu mengarahkan. Mereka seolah-olah tidak ingin sedikit pun melewatkan aksi dari sang penari.“Ayah, lebih ke kanan sedikit,” seru sang ibu.Sang ayah kemudian mengangguk-anggukkan kepala tanda mengerti. “Seandainya kita ada di barisan paling depan, kita pasti bisa mengambil gambar yang lebih bagus,” gerutu sang ayah ketika beberapa kali menangkap kepala orang di depan yang menghalanginya mengambil video sang penari.

    Terakhir Diperbarui : 2021-08-23

Bab terbaru

  • Rahasia Cinta   Bab 18

    Natasya sibuk memasukkan barang-barang miliknya ke dalam koper. Entah kenapa kopernya itu seperti mau meledak saat satu per satu barangnya ia masukkan. Padahal, sebelumnya koper itu masih memiliki banyak ruang kosong.“Beresin yang bener. Jangan sampai ada barangmu yang tertinggal.”“Iya, Kak Bayu yang cerewet.”Natasya sudah lelah mendengar Bayu yang sejak siang tadi terus menceramahinya. Menyuruhnya memasukkan semua benda miliknya agar tidak ada yang tertinggal. Agar tidak membuat repot Bayu di kemudian hari. Agar Bayu tidak perlu bersusah payah mengirimkannya jika memang ada barang penting yang tertinggal.“Kakak pasti bakalan kangen aku, deh. Besok kan aku sudah balik ke Bandung.”“Nggak akan. Justru aku bahagia. Akhirnya besok aku akan mendapat kedamaian. Nggak ada lagi suara berisik yang mengganggu telingaku.”“Kalau Kakak kangen, jangan ragu untuk menghubungiku, ya.”&

  • Rahasia Cinta   Bab 17

    “Aku ikut!” ujar Tari akhirnya.“Hmm… Kamu yakin?”“Ya. Aku mau ikut kamu latihan.”Tari sendiri tidak paham kenapa kata-kata tersebut bisa keluar dari mulutnya. Saat ini, ia sedang menerima telepon dari Ryan. Pacarnya itu baru saja mengatakan bahwa ia akan pergi ke sekolah untuk latihan basket.Sejak dua hari yang lalu, Ryan tiba-tiba rajin menghubungi Tari. Tari merasa hal itu dilakukan Ryan karena sadar telah melakukan kesalahan, tidak memberikan kabar sama sekali selama liburan. Tari sendiri tidak ingin memperpanjang kasus menghilangnya Ryan dari radarnya selama liburan tersebut. Sesuai dengan saran Natasya, ia memutuskan untuk turut aktif menjaga keharmonisan hubungan mereka. Bagaimana caranya? Ia akan berada di dekat Ryan. Tidak akan dibiarkannya gadis lain dengan leluasa bermesra-mesraan ria dengan pacarnya itu.“Jangan diam aja. Kamu harus tunjukin ke mereka kalau kamu pacar Ryan!”,

  • Rahasia Cinta   Bab 16

    Keesokan paginya, Bayu duduk berhadapan dengan Natasya. Mereka berada di meja depan galeri Bayu.“Sampai kapan kamu akan menangis seperti itu?”Natasya tidak menjawab pertanyaan Bayu. Ia masih saja sesenggukan sambil berulang kali menghapus air matanya.Bayu hanya dapat menghela napas melihat pemandangan di depannya.“Berhenti menangis!”Bukannya berhenti, gadis di hadapannya malah menangis semakin keras.“Aku nggak akan tertipu olehmu. Meskipun kamu menangis seperti itu, kamu pikir aku nggak akan marah setelah semua perbuatanmu semalam?” tanya Bayu sambil menunjuk ke arah ruangannya. “Walaupun kamu menangis seperti itu, pintu ruang kerjaku nggak akan kembali seperti semula,” lanjut Bayu lagi.Mendengar perkataan Bayu tersebut, Natasya langsung teringat akan perbuatannya kemarin. Ia telah menghancurkan pintu ruang kerja Bayu. Pintu yang menjadi penghalang bagi orang-orang untuk masuk ke

  • Rahasia Cinta   Bab 15

    Krriiuuukkk… krrriiiiukkkk…Natasya dapat mendengar dengan jelas jeritan cacing-cacing di perutnya. Sudah hampir satu jam perutnya memberontak minta diisi. Apa daya, saat ini tidak ada makanan di rumah Bayu.Sejak sepuluh menit lalu, Natasya terus memelototi nasi di hadapannya. Berharap ada keajaiban sehingga nasi tersebut bisa berubah. Setidaknya menjadi nasi goreng. Lebih baik lagi jika berubah jadi nasi goreng ayam. Nasi goreng yang enak.Sadar bahwa keinginannya itu tidak mungkin terwujud, Natasya tidak punya pilihan selain mengambil tindakan nyata. Disendoknya nasi tersebut lalu diletakkannya di penggorengan. Tidak lupa ia memasukkan garam dan bumbu-bumbuan.Selama lima menit ia terus mengaduk aduk penggorengan di hadapannya. Saking semangatnya ia mengaduk, hampir setengah dari isi penggorengan tersebut kini memenuhi kompor di depannya. Natasya seolah tidak peduli. Ia hanya perlu mengisi kekosongan perutnya agar cacing di perutnya terse

  • Rahasia Cinta   Bab 14

    “Kakak mau ke mana? Kok tega ninggalin aku sendiri? Nggak takut aku hilang? Diculik? Lagian, kalau nanti ada yang datang ke sini aku harus bagaimana? Mau tanggung jawab kalau nanti semua lukisan di galeri ini dicuri?”Natasya langsung mencecari Bayu dengan pertanyaan-pertanyaan tersebut setelah tahu bahwa Bayu akan meninggalkannya seorang diri di galeri. Bayu berniat menjenguk ibu Shinta. Tentu saja ia tidak berniat untuk mengajak Natasya ke sana. Ibu Shinta sedang sakit. Bisa dibayangkan kalau Natasya yang bersuara cempreng itu ikut dengan Bayu, bisa-bisa ibu Shinta tidak dapat beristirahat dengan tenang. Bayu jelas tidak ingin hal itu terjadi.“Aku kan sudah bilang, mau menjenguk ibunya teman. Kamu tidak kenal dia, jadi nggak ada gunanya kamu ikut,” jelas Bayu. “Lagi pula, kamu kan sudah dewasa. Nggak akan mungkin menghilang semudah itu,” ujar Bayu lagi. “Satu lagi, dengan suaramu yang seperti itu, para penculik pasti akan be

  • Rahasia Cinta   Bab 13

    Hari kelima liburan semester. Tari masih mengurung diri di kamar. Matanya tidak bisa lepas dari layar ponselnya. Ponsel itu tak kunjung berdering. Tari merasa kesepian. Natasya yang biasanya rajin menelepon untuk memamerkan kesenangan pengalaman liburannya pun hari ini tiada kabar. Tentu saja bukan telepon dari Natasya yang sebenarnya Tari nanti-nantikan. Hanya saja, bila temannya yang berisik itu menelepon, setidaknya ia tidak akan merasa kesepian seperti sekarang ini. Setidaknya, ia bisa melupakan sejenak kenyataan bahwa belakangan ini Ryan sama sekali tidak menghubunginya.Tari sudah tidak tahan lagi. Sedikit ragu, ia pun menyentuh layar ponselnya.Tutt… tutt… tutt…Orang di seberang sana tidak menjawab telepon darinya. Tari pasrah. Untuk kesekian kalinya, ia hanya bisa membenamkan wajahnya ke dalam bantal.***“Sudah cukup. Mari kita istirahat dulu.”Albert mengajak Ryan dan Randy beristirahat sejenak. Me

  • Rahasia Cinta   Bab 12

    Shinta melihat pantulan wajahnya di cermin. Kantung matanya tampak semakin tebal. Ia tidak bisa tidur dengan nyenyak semalaman. Bukan hanya dikarenakan harus menjaga ibunya yang sedang sakit, ia juga terus terbayang oleh Bayu. Shinta merasa tidak tenang meninggalkan Bayu sendirian. Hari ini pun, tampaknya ia belum bisa membantu Bayu untuk bekerja di galeri.Shinta meraih ponselnya. Berniat untuk menghubungi Bayu.“Halo,” sahut suara di ujung telepon.“Bayu? Ini aku, Shinta.”Shinta tak dapat menutupi bahwa dirinya merasa senang saat mendengar suara Bayu. ‘Oh, betapa aku rindu suara ini,’ batin Shinta.“Ada apa, S

  • Rahasia Cinta   Bab 11

    Sekali lagi, Bayu memandang lukisan yang baru saja selesai dibuatnya. Terlukis cahaya kemerahan yang diakibatkan oleh tenggelamnya sang mentari di ufuk barat. Setelah merasa puas memandangi hasil karyanya, Bayu bergegas merapikan alat lukisnya. Hari ini hanya Bayu yang ada di galeri. Shinta sudah pulang sejak tadi siang karena harus menemani ibunya yang sedang tidak enak badan.Setelah mengunci pintu galeri, dengan perlahan Bayu melangkah menuju sepeda motornya yang terparkir di pojokan galeri tersebut. Bayu tidak langsung mengendarai motornya menuju rumah. Ia bermaksud mampir ke rumah Shinta untuk membesuk ibu Shinta yang sudah dianggapnya seperti ibunya sendiri.Bayu menyusuri jalanan di depannya dengan ditemani oleh suara jangkrik. Jalan di depannya tampak gelap. Tidak ada lampu penerang jalan. Lampu penerang jalan hanya ada di sekitar jalan utama. Bagi Bayu, itu bukan masalah. Ia sudah cukup mampu melihat jalan di depannya dengan lampu kendaraannya sendiri. Lagi pu

  • Rahasia Cinta   Bab 10

    “Kamu tahu, nggak? Aku bagaikan ada di surga!” kata Natasya menggebu-gebu. Ia menggeser letak ponsel di telinganya. Ia pun menceritakan berbagai hal menarik yang dialaminya. Ia sedang liburan! Deretan pertokoan dan restoran trendi, makanan khas yang telah membuatnya tak henti-henti meneteskan air mata karena tingkat kepedasannya, dan tentu saja pemandangan pantai yang sangat menakjubkan. Semua hal itu ia ceritakan pada Tari. Sengaja dilakukannya untuk menyadarkan sahabatnya itu bahwa liburan adalah waktu yang terlalu berharga untuk dilewatkan begitu saja.“Apa? Aku nggak berlebihan, kok! Serius!” ujarnya ketika mendengar tanggapan dari seberang sana. “Oh, ya. Jangan kaget kalau waktu aku pulang nanti kulitku kelihatan semakin gosong, ya. Satu hari kemarin aku berjemur di pantai. Banyak bule di sini, lho… Aku bahkan sempat lupa kalau masih ada di Indonesia. Maklum, saking banyaknya bule di sini.”“Hhmmm…nggak. Belu

DMCA.com Protection Status