"Iya nyonya, ada apa?" jawab Pak Karim, dengan pandangan mata tetap fokus ke depan. "Maaf pak, Memangnya Mas Nazar ke mana sih? saya merasa akhir-akhir ini Mas Nazar berbeda sikapnya," tanya Zahra. "maaf Nyonya Saya benar-benar tidak tahu," jawab Pak Karim. "Apakah memang bapak benar-benar tidak tahu?" tanya Zahra dengan tatapan menyelidik. "benar nyonya, buat apa saya bohong," jawab Pak Karim. Zahra terdiam, karena benar apa yang dikatakan Pak Karim, mana mungkin seorang sopir pribadi atau tukang kebun, mencampuri urusan pekerjaan suaminya. Zahra langsung turun dari mobil, begitu mobil tiba di depan rumah. rumah sebesar ini, bagi Zahra terasa sepi. walaupun di dalamnya banyak penghuni, tapi ketidakhadiran Nazar saat ini. membuat hati Zahra seolah-olah sepi. Dengan langkah gontai, kaki Zahra menaiki tangga satu persatu. kaki Zahra langsung berhenti, saat melewati sebuah foto yang menempel di dinding. Entah kenapa Zahra ingin memandang foto itu. foto yang terdiri da
"Sudah dong ah. kok malah jadi ribut seperti ini ya? bukannya kami mendapatkan solusi. tapi malah menambah-nambah masalah," Hanum berani berbicara sama kakak iparnya. "Kamu yang......""Wati! diam kamu! kita datang ke sini. karena kita merasa kasihan sama Ahmad, bukan untuk membuat keributan," tegur Pakde Seno sama istrinya.semua terdiam, Zia langsung tersenyum sinis ke arah Bude Wati. sedangkan Bude Wati wajahnya langsung ditekuk. "pernikahan kamu sudah tidak sehat Zia. Pakde harap, kamu sudah bisa memikirkan sendiri apa yang kami mau. kekerasan fisik kamu dapatkan dari suamimu sendiri, dan tentunya hal itu lebih mudah. kalau kamu mau menggugat cerai suami kamu, kita sebagai keluarga mendukung saja," ucap Pakde Seno panjang lebar. "Iya pakde, Zia akan menggugat cerai Mas Dilan. Zia sudah tidak tahan dengan keluarganya yang toxis itu," Zia kembali merasa di atas angin. karena seluruh keluarga mendukung dirinya. keesokan harinya."jadi dia akan bercerai Mbak?" tanya Rina. "iya, s
"Kamu! sebagai seorang laki-laki! harus mempunyai harga diri! jangan sampai kamu dikalahkan oleh seorang perempuan!" ucap Ayah Dilan keras. "tapi Dilan tidak mau menuruti kata-kata ayah. rasanya konyol, dengan berkata demikian," Dilan dengan terang-terangan menolak keinginan ayahnya. "kamu masih bodoh Dilan! kita itu hanya berpura-pura, dan hanya untuk menakut-nakuti keluarga si Zia itu?" tegas Ibu Dilan."ah, sudahlah ayah, ibu. Dilan pusing memikirkannya, sekarang Dilan mau istirahat," Dilan langsung masuk ke dalam kamar tidur. "dasar anak bodoh, disuruh berbuat gitu saja tidak mau," omel ibu Dilan."akhhhhh!" jerit Dilan saat duduk di atas tempat tidur. kedua tangannya menyegarkan rambut ke belakang. pikirannya benar-benar kacau saat ini. " Zia Tidak adakah kata maaf darimu? aku masih benar-benar mencintai kamu Zia," ucap Dilan dalam hati pilu.Dilan teringat saat pertama kali bertemu dengan Zia."Dilan," ucap Dilan sambil mengulurkan tangannya."Zia," ternyata Zia menyambut ul
"Tenang sayang, aku akan bertanggung jawab," ucap Dilan sambil mengecup pucuk kepala Zia. tubuh mereka hanya terbalut selimut yang ada di penginapan itu. "Mas, benarkah apa yang kamu ucapkan?" tanya Zia, sambil memainkan jarinya di dada Dilan. "Apakah kamu masih ragu?" Dilan kembali bertanya. "tidak Mas, Aku percaya sama kamu," jawab Dilan."aku mau," bisik Dilan dengan lembut.kembali Zia tidak bisa menolak keinginan kekasih itu. "jangan khawatir sayang, Kamu tidak akan hamil kok," bisik Dilan, dan Zia langsung percaya. entah berapa kali, mereka melakukan hal di luar norma agama. Zia dan Dilan kembali mengerang, mendesah dan melenguh. mereka benar-benar sedang mabuk asmara. tapi bagi Dilan itulah saat terindah dengan Zia.drtt......" terdengar ponsel Dilan bergetar.Dilan langsung tersadar dari lamunannya. "Alma," Desi Dilan sambil menggeser tombol hijau itu. terlihat Dilan sedang berbicara dengan Alma, dan akhirnya Dilan keluar dari kamar setelah menyambar kunci mobil dan
Zahra seketika menghentikan langkahnya, matanya tertuju sama sesosok pria yang dikenalnya. "Ra, ayo," ajak Sinta sambil menarik tangan Zahra.tapi Zahra tetap berdiri mematung, matanya terfokus sama sesosok pria yang sedang duduk bersama seorang wanita. usia wanita itu kira-kira 20 tahun, zahra merasa wanita itu lebih muda dari dirinya. "Ra," panggil Sinta kembali, mata Sinta mengikuti tatapan matanya Zahra. "lho, itu kan suami kamu?" bisik Sinta.mereka berdua terdiam, tapi kemudian Sinta berbicara. "sudahlah, Mungkin dia temannya, ayo cepat, cara akan segera dimulai," ucap Sinta.mau tidak mau akhirnya Zahra mengikuti Sinta. ujung mata, Zahra terus memperhatikan suaminya. Nazar terlihat akrab dengan wanita itu. perasaan Zahra tidak bisa dilukiskan lagi, marah cemburu dan sedih bercampur aduk di dalam hatinya. acara ulang tahun temannya, Zahra tidak bisa menikmati. pikirannya tertuju sama Nazar dan wanita itu. Tapi demi Sinta, Zahra harus bisa menahan semuanya. ingin rasanya
"Mas Dilan, kenapa kita harus berpisah seperti ini? sesakit inikah hatiku Mas?" tanya Zia, matanya menatap ke arah foto dengan pandangan nanar. dimana foto dirinya sedang bersanding di pelaminan bersama Dilan. mereka berdua terlihat bahagia, senyuman dari bibir Dilan Dan Zia terlihat begitu bahagia."kenapa ini harus terjadi? apakah aku yang egois Mas? Tapi jujur saja, untuk diajak hidup sederhana, aku tidak bisa Mas. Aku tidak mau dianggap rendah oleh semua orang, gara-gara aku berpenampilan sederhana," gumam Zia lagi.rasa angkuh dan sombong, kembali menyelimuti hati Zia. dirinya memang tidak mau diajak sengsara, Zia berpikir, harta bisa merubah segala-galanya. kita ke Zahra.jam 07.00 malam, Zahra baru terbangun. matanya terlihat sembab, mungkin karena habis menangis. Zahra langsung bergegas membersihkan diri, cacing di dalam perut terus berbunyi, untuk segera minta diisi. "Mbok," panggil Zahra saat di ruang makan, karena melihat Mbok Minah dan dua orang asisten sedang menyiapk
"Tida apa-apa kok pak, saya bisa bawa sendiri," ucap Zahra, langsung membuka pintu mobil. Zahra pun langsung melesat pergi, meninggalkan Pak Karmin yang masih bengong. tiba di kantor, Zahra langsung masuk ke ruang kerja. perutnya yang keroncongan tidak dihiraukan, pagi tadi Zahra sampai tidak sempat sarapan pagi.tiba-tiba pikirannya teringat sama Nazar, sampai pagi tadi Nazar belum juga pulang ke rumah. Zahra lalu menghubungi telepon rumah, dan menanyakan sama Bu Minah, kalau suaminya sudah pulang atau belum. [ Tuan Nazar belum pulang nyonya] jawab Mbok Minah di seberang sana. Zahra langsung menutup teleponnya, entahlah apa yang ada dalam pikiran Zahra saat ini. benar-benar Zahra sedang diuji cinta dan kesetiaannya. pagi ini di rumahnya Ahmad. "Ayah, masih bolehkah saya berbicara sama Mas Dilan?" tanya Zia.Ahmad menatap Putri bungsunya, terlihat kedua alisnya bertautan. "Memangnya ada apa?" tanya Ahmad. "Saya, tidak akan bercerai dengan mas Dilan. saya masih mencintai dia Aya
Nazar tidak menghiraukan panggilan dari Zahra, terus saja berjalan menuju keluar rumah. Nazar masuk kembali ke dalam mobil, dan melesat pergi. "Mas," ucap Zahra dengan suara gemetar. tubuhnya langsung ambruk di atas lantai, Zahra menangis tersedu-sedu. Mbok Minah yang melihat kejadian itu, merasa tidak tega melihat keadaan Zahra."nyonya, ayo kita masuk ke dalam rumah. jangan seperti ini," ucap Mbok Minah dengan lemah lembut. Zahra langsung memeluk Mbok Minah, tangisannya begitu menyayat hati. Mbok Minah mengelus punggung Zahra. "ayo, kita masuk ke dalam," Mbok Minah membantu Zahra berdiri. Mbok Minah gandeng tangan Zahra, suara tangis Zahra masih terdengar. "jangan menangis terus, karena sikap suami kadang kita tidak mengerti, maaf nyonya bila saya banyak berbicara," ucap Mbok Minah sambil duduk di samping Zahra. Zahra meletakkan kepalanya di bahu Mbok Minah. Zahra sudah menganggap asisten rumah ini seperti ibunya. "Jangan pernah merasa sedih, karena sesuatu hal yang tidak kit
setelah kejadian itu, Nazar kondisinya semakin membaik. Zia tidak berani lagi menampakan wajahnya di rumah Zahra, barang-barang Zia diantar ke rumah Ahmad sama Pak Karni. "besok ikut sama mas," ucap Nazar setelah makan malam. Zahra mengganggukan kepalanya, karena mulutnya sedang penuh dengan makanan. keesokan harinya Zahra terlihat sangat cantik sekali, Dia memakai gaun dengan perhiasan yang sederhana tapi terlihat Elegan. Nazar berkali-kali mencium pipi istrinya. "ayah sama ibu langsung datang ya mas," ucap Zahra saat mereka sedang dalam perjalanan menuju perusahaan. Ahmad dan Hanum diundang ke acara ulang tahun perusahaan di mana tempat Zahra dulu bekerja. ternyata perusahaan itu milik Nazar. Nazar sengaja mengundang kedua orang tua Zahra ke acara ulang tahun perusahaan itu. "ayah, bukannya perusahaan ini tempat dulu Zahra bekerja ya?" tanya Hanum sedikit heran. "iya, kenapa Kita diundang ke perusahaan ini ya?" Ahmad malah balik bertanya. "aduh Ibu juga kurang paha
Zia benar-benar kesal sekali, karena selalu gagal menjebak Nazar kakak iparnya. Zia ingin memiliki Nazar dan menyingkirkan kakak sendiri. dirinya sudah bercerai dengan Dilan, karena Dilan saat ini benar-benar bangkrut, dan hidup bersama kedua orang tuanya. malah Nazar semakin terlihat lengket sama Zahra. Nazar sering memamerkan kemesraan dengan Zahra, di depan semua penghuni rumah termasuk Zia.bibir Zia selalu tersenyum sinis, melihat kemesraan antara Nazar dan Zahra. Zia semakin iri hati sama kakaknya sendiri. "mas, bolehkan aku bertemu dengan teman-teman?" tanya Zahra meminta izin sama suaminya untuk bertemu dengan Sinta dan Nita. Nazar mengganggukan kepalanya, jari-jari tangannya masih terlihat lincah dia mengetik huruf yang ada di laptop. cup.... Zahra mengecup pipi Nazar dengan mesra.jam 04.00 sore, Zahra sudah nangkring di depan kantor tempat Shinta dan Nita bekerja. rupanya Zahra sengaja menjemput temannya itu ke kantor. rencananya mereka akan pergi ke sebuah restoran sa
Zia langsung berlari naik ke lantai atas, dia masih terisak menangis, Zia benar-benar seorang artis drama Korea. Zahra menghembuskan nafasnya secara kasar, adiknya sudah keterlaluan. sampai-sampai masuk ke dalam kamar pribadinya. "Maafkan Aku," ucap Zahra lalu berjalan dan masuk ke dalam kamar, diikuti Nazar dari belakang. Zahra duduk di atas tempat tidur, air matanya mengalir di pipi, matanya terpejam. hati dia sebenarnya tidak tega memarahi adiknya. tapi harus bagaimana lagi Zia benar-benar keterlaluan. mata Zahra menangkap laci meja riasnya terbuka. Nazar yang baru masuk ke dalam kamar menautkan kedua alisnya melihat Zahra berjalan ke arah meja rias. "yang, ada apa?" tanya Nazar. Zahra tidak menjawab, lalu memeriksa lagi yang sudah terbuka. mata Zahra langsung memeriksa isi laci meja rias itu. tangannya sedang memeriksa barang yang ada di laci meja itu. terdengar suara ketukan pintu kamar. "siapa?" tanya Nazar. "saya tuan," rupanya Mbok Minah yang ada di luar kamar.
"saudara Fatih, Anda dinyatakan bersalah, Anda dihukum seumur hidup," hakim langsung mengetuk palu, setelah memberikan keputusan buat Fatih. Fatih terdiam saja sambil menundukkan kepalanya, dia tidak mau naik banding atau apapun. dia akan menjalani hukuman ini dengan ikhlas. percuma saja ada pengacara juga, kalau toh akhirnya dia masih tetap dihukum. Nazar dan Zahra bernapas dengan lega, karena Fatih dihukum sesuai keinginan Nazar. Fatih langsung digiring ke mobil tahanan, tidak berniat sedikitpun untuk mendekati Nazar atau Mirna yang datang bersama Pakde Seno. Lukman datang seorang seorang diri, duduk di samping Nazar, matanya terpejam saat mendengar keputusan dari hakim tadi. rasa perih dan lupa di bisa digambarkan dari ekspresi wajahnya. "ya Allah, tolong kuatkan Fatih jaga selalu anakku ya Allah, hanya itulah yang hamba bisa doakan," gumam Lukman dalam hati. Mirna langsung memeluk k Pakde Seno, hatinya merasa sakit, anak kesayangannya divonis seumur hidup di balik jeruji
"dasar pelayan tidak tahu diri! kenapa harus ikut makan bersama di meja makan ini" Zia terus saja ngomel-ngomel di dalam hatinya. Nazar serta yang lainnya terlihat santai menikmati makan malam. bahkan Zahra sesekali bercanda dengan adik iparnya. selesai makan, Naima langsung masuk ke kamarnya. begitu pula dengan Nazar dan Zahra.sedangkan Zia sejak tadi sudah terlebih dahulu naik ke lantai atas, mungkin karena hatinya kesal."besok Mas mau ke kantor polisi, Mas mau lihat keadaan Fatih. katanya persidangan Fatih baru minggu depan digelar," ucap Nazar."baiklah Mas," tapi jawaban Zahra terlihat dingin. Nazar merasa ada yang sedang dipikirkan sama Zahra."Kamu kenapa sih sayang?" tanya Nazar. "mas, aku kan keluar kerja, terus bagaimana dengan hidupku?" tanya Zahra seperti orang kebingungan. Nazar kaget mendengar jawaban istrinya, karena merasa aneh di telinga Nazar. "maksud kamu apa sih sayang? ya tidak apa-apa keluar kerja juga, toh, aku masih bisa menafkahi kamu.""tapi....." waj
"kenapa kak? kok malah membentak aku. Aku kan tanya dia itu siapa," tanya Zia sama Zahra. Zahra rasanya tidak punya muka lagi di depan keluarga suaminya, itu semua karena tingkah Zia yang sangat memalukan itu. "Siapa kamu sebenarnya?" tanya Zia sama Naima dengan tatapan mata menyelidiki.Sari datang sambil membawakan pesanan Naima, siomay yang sudah dikasih bumbu. "non Naima, ini siomaynya," ucap Sari sambil meletakkan piring siomay di depan Naima."terima kasih Bik Sari," ucap Naima."Kak Zahra mau?" tanya Naima, yang tidak menghiraukan pertanyaan Zia."terima kasih," jawab Zahra singkat, Karena hati Zahra masih kesal dengan tingkah Zia.Naima langsung memasukkan potongan siomay ikut dalam mulutnya. Zia menatap Naima dengan tatapan tak suka. "hei! kenapa kamu tidak menjawab pertanyaanku!" Zia membentak Naima, karena merasa jengkel, Naima tidak menjawab pertanyaannya. "Zia! jaga sikap kamu! kamu ingin tahu siapa dia!" malah Zahra yang terlihat emosi. "dia adik mas Nazar, pa
Mbok Minah langsung menoleh ke arah sumber suara, ternyata Naima sudah berdiri di Mbok Minah. Naima langsung memeluk Mbok Minah, sepertinya anak itu setiap ketemu selalu memeluk asisten rumah yang sudah lama mengabdi di keluarganya. "nduk, sepertinya sedang mendapat kebahagiaannya?" tebak Mbok Minah, karena melihat wajah Naima berbinar. "ah si mbok bisa saja bicara," jawab Naima lalu melepaskan pelukannya, lalu menyalami Sari dan Nani. "Mbok bikin apa sih? harum banget?" tanya Naima sambil menatap penggorengan. "ini, Sari dan Ani pingin makan camilan yang manis-manis," jawab Mbok Minah "semanis diriku ya?" seloroh Naima. "tentu," sahut mbok Minah. Naima dan Nazar selalu bersikap sopan terhadap orang yang lebih tua. meskipun mereka hanya seorang pelayan di rumahnya. tapi kedua orang tua Naima selalu mendidik adab dan sopan. begitu pula dengan Nazar, selalu menghormati orang-orang yang lebih tua usianya. walaupun kadang beda pendapat dan beda pemahaman. "Mas Nazar
Mata Nazar langsung melebar saat melihat penampilan adik iparnya. Nazar buru-buru membuang mukanya ke samping. bagi Nazar itu pemandangan sangat memuakan sekali. Zia terlihat berjalan lenggak-lenggok mendekati mereka berdua. Zahra menata penampilan adiknya sampai tidak berkedip. "hai kak Zahra," sapa Zia sambil melambaikan tangannya. Nazar dan Zahra malah saling melempar pandangan, mereka benar-benar heran melihat penampilan Zia seperti itu. "kok bengong sih kak Zahra? bagaimana penampilanku Kak?" tanya Zia sambil memutar badan. "ba__bagus," jawab Zahra terbata-bata."tentu dong, Aku sengaja datang ke sini tanpa memberitahu kak Zahra sama Mas Nazar," ucap Zia yang langsung berdiri di samping Nazar.tangan Zia langsung melingkar di lengan Nazar tanpa rasa malu sedikitpun. Zahra risih melihat pemandangan seperti itu." apa yang sebenarnya Zia inginkan?" tanya Zahra dalam hati."kak, bagaimana kalau aku tinggal di sini. aku bantu kakak merawat Mas Nazar, aku merasa kasihan sekali
"Maafkan aku Naima, bilang aku lancang mengeluarkan isi hatiku. jujur saja, Aku sudah lama menyimpan rasa ini. tapi aku takut mengungkapkan semuanya."wajah Budi terlihat serius, sedangkan Naima menundukkan kepalanya, hatinya berdebar kencang. entah perasaan apa yang sedang dirasakan Naima saat ini. "Apakah kamu menerima cintaku?" tanya Budi. Naima mengangkat kepalanya, manik bola matanya terlihat menatap ke arah Budi. Naima tersenyum manis."aku tidak mau berangan-angan tapi terlalu jauh. Mas Budi sudah memberikan perhatian yang lebih terhadapku, aku sudah merasakan apa yang buat Budi rasakan," ucap Naima.hati Budi langsung berbunga-bunga, yang tadinya masih kuncup, sekarang bunga-bunga Cinta sudah mulai bermekaran di dalam hatinya. saat Budi meraih jemari tangan lentik Naima. tiba-tiba Naima menjauhkan jari tangannya. "belum halal Mas, kalau sudah halal mau dipegang apapun bebas," ucap Naima sambil terkikik.Budi buru-buru menarik tangannya, merasa malu dengan ucapan Naima."ka