"Tida apa-apa kok pak, saya bisa bawa sendiri," ucap Zahra, langsung membuka pintu mobil. Zahra pun langsung melesat pergi, meninggalkan Pak Karmin yang masih bengong. tiba di kantor, Zahra langsung masuk ke ruang kerja. perutnya yang keroncongan tidak dihiraukan, pagi tadi Zahra sampai tidak sempat sarapan pagi.tiba-tiba pikirannya teringat sama Nazar, sampai pagi tadi Nazar belum juga pulang ke rumah. Zahra lalu menghubungi telepon rumah, dan menanyakan sama Bu Minah, kalau suaminya sudah pulang atau belum. [ Tuan Nazar belum pulang nyonya] jawab Mbok Minah di seberang sana. Zahra langsung menutup teleponnya, entahlah apa yang ada dalam pikiran Zahra saat ini. benar-benar Zahra sedang diuji cinta dan kesetiaannya. pagi ini di rumahnya Ahmad. "Ayah, masih bolehkah saya berbicara sama Mas Dilan?" tanya Zia.Ahmad menatap Putri bungsunya, terlihat kedua alisnya bertautan. "Memangnya ada apa?" tanya Ahmad. "Saya, tidak akan bercerai dengan mas Dilan. saya masih mencintai dia Aya
Nazar tidak menghiraukan panggilan dari Zahra, terus saja berjalan menuju keluar rumah. Nazar masuk kembali ke dalam mobil, dan melesat pergi. "Mas," ucap Zahra dengan suara gemetar. tubuhnya langsung ambruk di atas lantai, Zahra menangis tersedu-sedu. Mbok Minah yang melihat kejadian itu, merasa tidak tega melihat keadaan Zahra."nyonya, ayo kita masuk ke dalam rumah. jangan seperti ini," ucap Mbok Minah dengan lemah lembut. Zahra langsung memeluk Mbok Minah, tangisannya begitu menyayat hati. Mbok Minah mengelus punggung Zahra. "ayo, kita masuk ke dalam," Mbok Minah membantu Zahra berdiri. Mbok Minah gandeng tangan Zahra, suara tangis Zahra masih terdengar. "jangan menangis terus, karena sikap suami kadang kita tidak mengerti, maaf nyonya bila saya banyak berbicara," ucap Mbok Minah sambil duduk di samping Zahra. Zahra meletakkan kepalanya di bahu Mbok Minah. Zahra sudah menganggap asisten rumah ini seperti ibunya. "Jangan pernah merasa sedih, karena sesuatu hal yang tidak kit
rupanya Zahra ketiduran, tiba-tiba Zahra membuka matanya. karena merasa ada tangan yang melingkar di pinggang. sontak Zahra langsung terbangun, saat menoleh ternyata suaminya sedang tertidur pulas. Zahra langsung menepiskan tangan suaminya, tapi aneh..... Nazar tidak bergeming sedikitpun. Zahra terus menatap wajah suaminya yang tampan itu. hidungnya yang mancung, matanya yang bulat, orangnya yang kokoh, serta alisnya yang cukup tebal. "kenapa di saat sakit hatiku mulai tumbuh rasa cinta, ternyata kamu tega menyakiti hati aku mas," Zahra terus menatap wajah suaminya. beberapa hari ini, air mata Zahra terkuras, karena tidak bisa mengungkapkan isi hati, yang terasa menyakitkan bagi Zahra. waktu menunjukkan pukul 04.00 sore, Zahra lalu bangkit dari tempat tidur, dan masuk ke dalam kamar mandi. wajah Zahra sedikit kelihatan segar, sedangkan suaminya masih tertidur pulas. marah-marahnya seorang istri sama suami, tetap saja mau membuatkan makanan. seperti halnya Zahra, set
"Kenapa?" tanya Nazar sambil berjalan ke arah Zahra. terlihat wajah Zahra meringis menahan sakit di area kakinya. tangan Zahra mengusap-ngusap telapak kakinya. "Kamu kenapa sih Yang?" tanya Nazar. Zahra tidak menggubris pertanyaan suaminya, hanya terus saja mengelus-ngelus kakinya yang terasa ngilu, akibat terantuk ujung meja. ketika Nazar hendak mengusap kaki Zahra, ternyata tangan Nazar langsung ditepis. " tidak usah!" bentak Zahra. sontak Nazar terkejut, mendengar suara Zahra yang berani membentaknya. tapi Nazar tidak berniat sedikitpun untuk melawan istrinya. Nazar malah berjalan menjauhi Zahra. wajah Zahra terlihat kesal, lalu berjalan ke arah tempat tidur, untuk membaringkan tubuhnya. suasana kamar sedikit memanas, walaupun alat pendingin sudah dinyalakan. Nazar asyik menata ponselnya, tidak ada niatan untuk kembali mendekati istrinya. sampai keesokan harinya, Zahra masih bersikap dingin. saat sedang berganti pakaian, tiba-tiba ada tangan yang melingkar di pingga
Dilan dan Zia langsung menang oleh ke arah pintu, Dilan mengenali suara yang memanggil dirinya diluar. "itu bukannya ibumu Mas?"tanya Zia sambil menunjuk ke arah luar. "iya, ada apa dengan ibu ya?"jawab Dilan. "coba kamu lihat ke sana, Siapa tahu ibumu ada perlu," Zia langsung menyuruh suaminya untuk ke depan. Dilan langsung berjalan ke depan diikuti oleh istrinya. untungnya kedua orang tua Zia sedang pergi ke rumah Rina adiknya Hanum. "Kamu! benar dugaanku, kamu berada di rumah si perempuan materialis ini! ayo pulang Dilan! kamu tidak boleh tinggal di sini!" ucap Ibu Dilan dengan suara keras. Zia langsung melebar matanya saat mendengar perkataan ibunya Dilan. "apa maksud ibu bicara seperti itu?" tanya Zia dengan dengan wajah kesal."ibu pulanglah, Dilan memutuskan untuk tidak jadi bercerai dengan Zia, tolonglah Bu. kami masih saling mencintai dan menyayangi. untuk masalah hutang, nanti kita bicarakan ke depannya bagaimana, pulanglah dulu Bu," ucap Dilan melunak. "tidak, ka
"Siapa dia?" tanya Zahra dalam hati, karena merasa asing mendengar suara tadi. "nyonya ada tamu di depan," ucap Mbok Minah, yang sudah berdiri di hadapannya."siapa?"katanya Zahra. "entahlah, dia menanyakan Tuan Nazar," jawab Mbok sambil berlalu dari hadapan Zahra. bergegas Zahra ke depan, untuk melihat tamu siapa yang datang. Zahra langsung melebar matanya saat melihat tamu yang ada di depan rumah. Jantungnya langsung berdetak cepat, pikirannya kacau, hatinya benar-benar merasa perih. ternyata wanita yang datang ke rumahnya, tak lain wanita itu yang pernah dilihat Zahra bersama suaminya di cafe.tapi Zahra harus terlihat tegar di depan wanita itu. Zahra tidak ingin terlihat rapuh, Zahra langsung menguasai keadaan. "Mas Nazar ada?" tiba-tiba wanita itu bertanya. "Mas!" pakai Zahra dalam hati, karena tidak menyangka wanita itu akan memanggil suaminya dengan sebutan "mas".Zahra menatap wanita yang ada di depannya, matanya tidak berkedip. "Mbak, Apakah Mas Nazar ada di rumah?" t
"Sayang," Desis Zahra. hati Zahra benar-benar sakit, mendengar kata sayang, keluar dari mulut Nazar."kenapa kamu tega Mas, padahal panggilan itu hanya untukku. tapi kamu pakai juga untuk memanggil wanita selingkuhan kamu itu," gumam Nazar.Zahra melihat suaminya masih berbincang-bincang melalui telepon. kata-kata Nazar sangat lembut, membuat Zahra semakin teriris hatinya. lidah Zahra terasa kelu, hati tersayat bagaikan sembilu, jantung berdetak bertalu-talu. "kamu tega Mas! kamu tega!" jerit Zahra dalam hati. "ternyata aku, sudah memberikan segalanya, sia-sia saja mas, Kamu benar-benar tidak mempunyai hati dan perasaan!" kembali Zahra menjerit-jerit. Setelah selesai menelpon, Nazar keluar dari kamar dan membiarkan Zahra seorang diri. semakin sakit hati Zahra, ternyata keberadaan dirinya tidak dihiraukan lagi. "aku akan menerima dengan ikhlas Mas, seandainya kita berpisah. Maafkan Aku, karena waktu itu aku juga terpaksa menikah denganmu hanya karena sebuah adat istiadat," Zahra
"Sebaiknya Mas segera ceraikan aku!" ucap Zahra dengan tegas. "Hah!!"pekik mereka berdua. Zahra sudah mengambil keputusan dengan bulat, cinta dan kasih sayangnya merasa dipermainkan oleh Nazar. Zahra minta pisah saja Nazar, daripada nantinya sakit dan sakit terus. apalagi ini masalahnya dengan hati, yang namanya hati sudah sakit, susah untuk disembuhkan. Zahra ingin menjaga hati dan perasaannya, karena tidak mungkin dengan kondisi seperti ini, Zahra mempertahankan rumah tangganya dengan Nazar. Zahra memejamkan matanya, menahan segala sakit yang dirasakannya saat ini. kasih sayang dan cinta Nazar, semuanya palsu belaka. sekarang yang ada di hati Zahra, hanyalah sebuah kebencian. cinta dan kasih sayangnya yang diberikan sama Nazar terkikis sudah. "sudahlah Mas, ceraikan saja Aku. Aku tidak ingin saat hati dan perasaanku menjadi sakit," ucap Zahra. Nazar dan wanita itu masih terdiam, mereka terus menyimak pembicaraan Zahra. "kenapa kamu diam Mas? berarti benar selama ini k