"Kenapa?" tanya Nazar sambil berjalan ke arah Zahra. terlihat wajah Zahra meringis menahan sakit di area kakinya. tangan Zahra mengusap-ngusap telapak kakinya. "Kamu kenapa sih Yang?" tanya Nazar. Zahra tidak menggubris pertanyaan suaminya, hanya terus saja mengelus-ngelus kakinya yang terasa ngilu, akibat terantuk ujung meja. ketika Nazar hendak mengusap kaki Zahra, ternyata tangan Nazar langsung ditepis. " tidak usah!" bentak Zahra. sontak Nazar terkejut, mendengar suara Zahra yang berani membentaknya. tapi Nazar tidak berniat sedikitpun untuk melawan istrinya. Nazar malah berjalan menjauhi Zahra. wajah Zahra terlihat kesal, lalu berjalan ke arah tempat tidur, untuk membaringkan tubuhnya. suasana kamar sedikit memanas, walaupun alat pendingin sudah dinyalakan. Nazar asyik menata ponselnya, tidak ada niatan untuk kembali mendekati istrinya. sampai keesokan harinya, Zahra masih bersikap dingin. saat sedang berganti pakaian, tiba-tiba ada tangan yang melingkar di pingga
Dilan dan Zia langsung menang oleh ke arah pintu, Dilan mengenali suara yang memanggil dirinya diluar. "itu bukannya ibumu Mas?"tanya Zia sambil menunjuk ke arah luar. "iya, ada apa dengan ibu ya?"jawab Dilan. "coba kamu lihat ke sana, Siapa tahu ibumu ada perlu," Zia langsung menyuruh suaminya untuk ke depan. Dilan langsung berjalan ke depan diikuti oleh istrinya. untungnya kedua orang tua Zia sedang pergi ke rumah Rina adiknya Hanum. "Kamu! benar dugaanku, kamu berada di rumah si perempuan materialis ini! ayo pulang Dilan! kamu tidak boleh tinggal di sini!" ucap Ibu Dilan dengan suara keras. Zia langsung melebar matanya saat mendengar perkataan ibunya Dilan. "apa maksud ibu bicara seperti itu?" tanya Zia dengan dengan wajah kesal."ibu pulanglah, Dilan memutuskan untuk tidak jadi bercerai dengan Zia, tolonglah Bu. kami masih saling mencintai dan menyayangi. untuk masalah hutang, nanti kita bicarakan ke depannya bagaimana, pulanglah dulu Bu," ucap Dilan melunak. "tidak, ka
"Siapa dia?" tanya Zahra dalam hati, karena merasa asing mendengar suara tadi. "nyonya ada tamu di depan," ucap Mbok Minah, yang sudah berdiri di hadapannya."siapa?"katanya Zahra. "entahlah, dia menanyakan Tuan Nazar," jawab Mbok sambil berlalu dari hadapan Zahra. bergegas Zahra ke depan, untuk melihat tamu siapa yang datang. Zahra langsung melebar matanya saat melihat tamu yang ada di depan rumah. Jantungnya langsung berdetak cepat, pikirannya kacau, hatinya benar-benar merasa perih. ternyata wanita yang datang ke rumahnya, tak lain wanita itu yang pernah dilihat Zahra bersama suaminya di cafe.tapi Zahra harus terlihat tegar di depan wanita itu. Zahra tidak ingin terlihat rapuh, Zahra langsung menguasai keadaan. "Mas Nazar ada?" tiba-tiba wanita itu bertanya. "Mas!" pakai Zahra dalam hati, karena tidak menyangka wanita itu akan memanggil suaminya dengan sebutan "mas".Zahra menatap wanita yang ada di depannya, matanya tidak berkedip. "Mbak, Apakah Mas Nazar ada di rumah?" t
"Sayang," Desis Zahra. hati Zahra benar-benar sakit, mendengar kata sayang, keluar dari mulut Nazar."kenapa kamu tega Mas, padahal panggilan itu hanya untukku. tapi kamu pakai juga untuk memanggil wanita selingkuhan kamu itu," gumam Nazar.Zahra melihat suaminya masih berbincang-bincang melalui telepon. kata-kata Nazar sangat lembut, membuat Zahra semakin teriris hatinya. lidah Zahra terasa kelu, hati tersayat bagaikan sembilu, jantung berdetak bertalu-talu. "kamu tega Mas! kamu tega!" jerit Zahra dalam hati. "ternyata aku, sudah memberikan segalanya, sia-sia saja mas, Kamu benar-benar tidak mempunyai hati dan perasaan!" kembali Zahra menjerit-jerit. Setelah selesai menelpon, Nazar keluar dari kamar dan membiarkan Zahra seorang diri. semakin sakit hati Zahra, ternyata keberadaan dirinya tidak dihiraukan lagi. "aku akan menerima dengan ikhlas Mas, seandainya kita berpisah. Maafkan Aku, karena waktu itu aku juga terpaksa menikah denganmu hanya karena sebuah adat istiadat," Zahra
"Sebaiknya Mas segera ceraikan aku!" ucap Zahra dengan tegas. "Hah!!"pekik mereka berdua. Zahra sudah mengambil keputusan dengan bulat, cinta dan kasih sayangnya merasa dipermainkan oleh Nazar. Zahra minta pisah saja Nazar, daripada nantinya sakit dan sakit terus. apalagi ini masalahnya dengan hati, yang namanya hati sudah sakit, susah untuk disembuhkan. Zahra ingin menjaga hati dan perasaannya, karena tidak mungkin dengan kondisi seperti ini, Zahra mempertahankan rumah tangganya dengan Nazar. Zahra memejamkan matanya, menahan segala sakit yang dirasakannya saat ini. kasih sayang dan cinta Nazar, semuanya palsu belaka. sekarang yang ada di hati Zahra, hanyalah sebuah kebencian. cinta dan kasih sayangnya yang diberikan sama Nazar terkikis sudah. "sudahlah Mas, ceraikan saja Aku. Aku tidak ingin saat hati dan perasaanku menjadi sakit," ucap Zahra. Nazar dan wanita itu masih terdiam, mereka terus menyimak pembicaraan Zahra. "kenapa kamu diam Mas? berarti benar selama ini k
"Tapi apa Mbak?" tanya Naima cepat. "kenapa kalian menyembunyikan semuanya ini?"jawab Zahra sambil bertanya. "Lah, Mas Nazar saja menyembunyikan pernikahan, tanpa membuka identitas dirinya kan," tukas Naima. "Non!" pekik Mbok Minah yang tiba-tiba muncul dari kamar belakang. "Mbok!" Naima langsung bangkit dari tempat duduk, lalu berpelukan dengan asisten yang sudah lama bekerja di rumah ini. "Non, kirain bok nggak datang ke sini lagi," ucap Mbok Minah. Naima lalu membimbing Mbok Minah, duduk di kursi. tangannya tak lepas dari tangan Mbok Minah. "Datang dong Mbok, kan Mas Nazar yang minta. jadi ya aku datang dong," jawab Naima yang terus bergelayut manja di lengan Mbok Minah. Zahra melongo melihat pemandangan yang ada di depannya. mulutnya bagaikan terkunci, tidak bisa mengeluarkan kata-kata lagi. "Aku sengaja tidak ditinggal di sini, Aku tinggal di rumah yang lainnya Mbak. karena memang ada pekerjaan yang harus kami selesaikan," ucap Naima. "Terus, kenapa tadi pag
sepasang suami istri itu kembali memadu kasih, apalagi beberapa hari ini Zahra dan Nazar sibuk dengan urusan masing-masing.Zahra dan Nazar berkali-kali mendaki puncak kenikmatan, Zahra merasa bergairah sekali saat ini. begitu pula dengan Nazar, malam ini mereka lewati dengan permainan yang panas sekali.keesokan harinya."Mbak, lagi masak apa nih?" tanya Naima, kebetulan Zahra sedang berada di dapur, menyiapkan sarapan pagi buat suami dan adik iparnya. "ini, kesukaan mas mu, dia suka sekali kan makan nasi goreng dengan telur ceplok seperti ini nih," jawab Zara sambil menunjuk ke arah telor ceplok bertabur bawang goreng dan disiram kecap. "Mbak tahu dulu dari siap? Mbok Minah ya?" tanya Naima. "iya, memang benar setiap hari makannya seperti ini ya? kecuali kalau tidak ada di rumah baru," jawab Zahra."nggak juga Mbak, tapi memang makanan kesukaan saat sarapan pagi itu," jawab Naima sambil meraih Sandakan. Naima ternyata orangnya tidak mau dilayani, Zahra melihat Naima membuat teh
"Sudahlah Mbak, sesekali kita barengan yuk. kasihan nih bos kita," selak Naima.Tapi Zahra terlihat ragu-ragu, hatinya bimbang. karena merasa berat dengan pekerjaannya. "aku yang minta izin sama Bos kamu, sudahlah jangan terlalu banyak pikiran," kata Nazar yang mengerti dengan isi hati istrinya. hati Zahra sebenarnya belum percaya seratus persen, dengan penjelasan Nazar tadi malam. masih ada keraguan didalam hatinya. Zahra ingin tahu lebih banyak tentang diri suaminya itu."ayolah Mbak, siap-siap dulu gih. kita temenin bos kita nih," kembali Naima berbicara sama Zahra."baiklah," Zahra langsung bangkit dari tempat duduknya, kemudian masuk ke kamar dan bersiap-siap untuk pergi dengan suami dan adik iparnya. "kita ke mana Mas?" tanya Naima yang duduk di belakang Zahra. "jalan-jalan saja, tapi sebelumnya kita berhenti dulu ya di depan sana. Mas ada keperluan sebentar," jawab Nazar.tak lama kemudian, Nazar menghentikan mobilnya di pinggir jalan. lalu keluar dari mobil. Zahra melihat
setelah kejadian itu, Nazar kondisinya semakin membaik. Zia tidak berani lagi menampakan wajahnya di rumah Zahra, barang-barang Zia diantar ke rumah Ahmad sama Pak Karni. "besok ikut sama mas," ucap Nazar setelah makan malam. Zahra mengganggukan kepalanya, karena mulutnya sedang penuh dengan makanan. keesokan harinya Zahra terlihat sangat cantik sekali, Dia memakai gaun dengan perhiasan yang sederhana tapi terlihat Elegan. Nazar berkali-kali mencium pipi istrinya. "ayah sama ibu langsung datang ya mas," ucap Zahra saat mereka sedang dalam perjalanan menuju perusahaan. Ahmad dan Hanum diundang ke acara ulang tahun perusahaan di mana tempat Zahra dulu bekerja. ternyata perusahaan itu milik Nazar. Nazar sengaja mengundang kedua orang tua Zahra ke acara ulang tahun perusahaan itu. "ayah, bukannya perusahaan ini tempat dulu Zahra bekerja ya?" tanya Hanum sedikit heran. "iya, kenapa Kita diundang ke perusahaan ini ya?" Ahmad malah balik bertanya. "aduh Ibu juga kurang paha
Zia benar-benar kesal sekali, karena selalu gagal menjebak Nazar kakak iparnya. Zia ingin memiliki Nazar dan menyingkirkan kakak sendiri. dirinya sudah bercerai dengan Dilan, karena Dilan saat ini benar-benar bangkrut, dan hidup bersama kedua orang tuanya. malah Nazar semakin terlihat lengket sama Zahra. Nazar sering memamerkan kemesraan dengan Zahra, di depan semua penghuni rumah termasuk Zia.bibir Zia selalu tersenyum sinis, melihat kemesraan antara Nazar dan Zahra. Zia semakin iri hati sama kakaknya sendiri. "mas, bolehkan aku bertemu dengan teman-teman?" tanya Zahra meminta izin sama suaminya untuk bertemu dengan Sinta dan Nita. Nazar mengganggukan kepalanya, jari-jari tangannya masih terlihat lincah dia mengetik huruf yang ada di laptop. cup.... Zahra mengecup pipi Nazar dengan mesra.jam 04.00 sore, Zahra sudah nangkring di depan kantor tempat Shinta dan Nita bekerja. rupanya Zahra sengaja menjemput temannya itu ke kantor. rencananya mereka akan pergi ke sebuah restoran sa
Zia langsung berlari naik ke lantai atas, dia masih terisak menangis, Zia benar-benar seorang artis drama Korea. Zahra menghembuskan nafasnya secara kasar, adiknya sudah keterlaluan. sampai-sampai masuk ke dalam kamar pribadinya. "Maafkan Aku," ucap Zahra lalu berjalan dan masuk ke dalam kamar, diikuti Nazar dari belakang. Zahra duduk di atas tempat tidur, air matanya mengalir di pipi, matanya terpejam. hati dia sebenarnya tidak tega memarahi adiknya. tapi harus bagaimana lagi Zia benar-benar keterlaluan. mata Zahra menangkap laci meja riasnya terbuka. Nazar yang baru masuk ke dalam kamar menautkan kedua alisnya melihat Zahra berjalan ke arah meja rias. "yang, ada apa?" tanya Nazar. Zahra tidak menjawab, lalu memeriksa lagi yang sudah terbuka. mata Zahra langsung memeriksa isi laci meja rias itu. tangannya sedang memeriksa barang yang ada di laci meja itu. terdengar suara ketukan pintu kamar. "siapa?" tanya Nazar. "saya tuan," rupanya Mbok Minah yang ada di luar kamar.
"saudara Fatih, Anda dinyatakan bersalah, Anda dihukum seumur hidup," hakim langsung mengetuk palu, setelah memberikan keputusan buat Fatih. Fatih terdiam saja sambil menundukkan kepalanya, dia tidak mau naik banding atau apapun. dia akan menjalani hukuman ini dengan ikhlas. percuma saja ada pengacara juga, kalau toh akhirnya dia masih tetap dihukum. Nazar dan Zahra bernapas dengan lega, karena Fatih dihukum sesuai keinginan Nazar. Fatih langsung digiring ke mobil tahanan, tidak berniat sedikitpun untuk mendekati Nazar atau Mirna yang datang bersama Pakde Seno. Lukman datang seorang seorang diri, duduk di samping Nazar, matanya terpejam saat mendengar keputusan dari hakim tadi. rasa perih dan lupa di bisa digambarkan dari ekspresi wajahnya. "ya Allah, tolong kuatkan Fatih jaga selalu anakku ya Allah, hanya itulah yang hamba bisa doakan," gumam Lukman dalam hati. Mirna langsung memeluk k Pakde Seno, hatinya merasa sakit, anak kesayangannya divonis seumur hidup di balik jeruji
"dasar pelayan tidak tahu diri! kenapa harus ikut makan bersama di meja makan ini" Zia terus saja ngomel-ngomel di dalam hatinya. Nazar serta yang lainnya terlihat santai menikmati makan malam. bahkan Zahra sesekali bercanda dengan adik iparnya. selesai makan, Naima langsung masuk ke kamarnya. begitu pula dengan Nazar dan Zahra.sedangkan Zia sejak tadi sudah terlebih dahulu naik ke lantai atas, mungkin karena hatinya kesal."besok Mas mau ke kantor polisi, Mas mau lihat keadaan Fatih. katanya persidangan Fatih baru minggu depan digelar," ucap Nazar."baiklah Mas," tapi jawaban Zahra terlihat dingin. Nazar merasa ada yang sedang dipikirkan sama Zahra."Kamu kenapa sih sayang?" tanya Nazar. "mas, aku kan keluar kerja, terus bagaimana dengan hidupku?" tanya Zahra seperti orang kebingungan. Nazar kaget mendengar jawaban istrinya, karena merasa aneh di telinga Nazar. "maksud kamu apa sih sayang? ya tidak apa-apa keluar kerja juga, toh, aku masih bisa menafkahi kamu.""tapi....." waj
"kenapa kak? kok malah membentak aku. Aku kan tanya dia itu siapa," tanya Zia sama Zahra. Zahra rasanya tidak punya muka lagi di depan keluarga suaminya, itu semua karena tingkah Zia yang sangat memalukan itu. "Siapa kamu sebenarnya?" tanya Zia sama Naima dengan tatapan mata menyelidiki.Sari datang sambil membawakan pesanan Naima, siomay yang sudah dikasih bumbu. "non Naima, ini siomaynya," ucap Sari sambil meletakkan piring siomay di depan Naima."terima kasih Bik Sari," ucap Naima."Kak Zahra mau?" tanya Naima, yang tidak menghiraukan pertanyaan Zia."terima kasih," jawab Zahra singkat, Karena hati Zahra masih kesal dengan tingkah Zia.Naima langsung memasukkan potongan siomay ikut dalam mulutnya. Zia menatap Naima dengan tatapan tak suka. "hei! kenapa kamu tidak menjawab pertanyaanku!" Zia membentak Naima, karena merasa jengkel, Naima tidak menjawab pertanyaannya. "Zia! jaga sikap kamu! kamu ingin tahu siapa dia!" malah Zahra yang terlihat emosi. "dia adik mas Nazar, pa
Mbok Minah langsung menoleh ke arah sumber suara, ternyata Naima sudah berdiri di Mbok Minah. Naima langsung memeluk Mbok Minah, sepertinya anak itu setiap ketemu selalu memeluk asisten rumah yang sudah lama mengabdi di keluarganya. "nduk, sepertinya sedang mendapat kebahagiaannya?" tebak Mbok Minah, karena melihat wajah Naima berbinar. "ah si mbok bisa saja bicara," jawab Naima lalu melepaskan pelukannya, lalu menyalami Sari dan Nani. "Mbok bikin apa sih? harum banget?" tanya Naima sambil menatap penggorengan. "ini, Sari dan Ani pingin makan camilan yang manis-manis," jawab Mbok Minah "semanis diriku ya?" seloroh Naima. "tentu," sahut mbok Minah. Naima dan Nazar selalu bersikap sopan terhadap orang yang lebih tua. meskipun mereka hanya seorang pelayan di rumahnya. tapi kedua orang tua Naima selalu mendidik adab dan sopan. begitu pula dengan Nazar, selalu menghormati orang-orang yang lebih tua usianya. walaupun kadang beda pendapat dan beda pemahaman. "Mas Nazar
Mata Nazar langsung melebar saat melihat penampilan adik iparnya. Nazar buru-buru membuang mukanya ke samping. bagi Nazar itu pemandangan sangat memuakan sekali. Zia terlihat berjalan lenggak-lenggok mendekati mereka berdua. Zahra menata penampilan adiknya sampai tidak berkedip. "hai kak Zahra," sapa Zia sambil melambaikan tangannya. Nazar dan Zahra malah saling melempar pandangan, mereka benar-benar heran melihat penampilan Zia seperti itu. "kok bengong sih kak Zahra? bagaimana penampilanku Kak?" tanya Zia sambil memutar badan. "ba__bagus," jawab Zahra terbata-bata."tentu dong, Aku sengaja datang ke sini tanpa memberitahu kak Zahra sama Mas Nazar," ucap Zia yang langsung berdiri di samping Nazar.tangan Zia langsung melingkar di lengan Nazar tanpa rasa malu sedikitpun. Zahra risih melihat pemandangan seperti itu." apa yang sebenarnya Zia inginkan?" tanya Zahra dalam hati."kak, bagaimana kalau aku tinggal di sini. aku bantu kakak merawat Mas Nazar, aku merasa kasihan sekali
"Maafkan aku Naima, bilang aku lancang mengeluarkan isi hatiku. jujur saja, Aku sudah lama menyimpan rasa ini. tapi aku takut mengungkapkan semuanya."wajah Budi terlihat serius, sedangkan Naima menundukkan kepalanya, hatinya berdebar kencang. entah perasaan apa yang sedang dirasakan Naima saat ini. "Apakah kamu menerima cintaku?" tanya Budi. Naima mengangkat kepalanya, manik bola matanya terlihat menatap ke arah Budi. Naima tersenyum manis."aku tidak mau berangan-angan tapi terlalu jauh. Mas Budi sudah memberikan perhatian yang lebih terhadapku, aku sudah merasakan apa yang buat Budi rasakan," ucap Naima.hati Budi langsung berbunga-bunga, yang tadinya masih kuncup, sekarang bunga-bunga Cinta sudah mulai bermekaran di dalam hatinya. saat Budi meraih jemari tangan lentik Naima. tiba-tiba Naima menjauhkan jari tangannya. "belum halal Mas, kalau sudah halal mau dipegang apapun bebas," ucap Naima sambil terkikik.Budi buru-buru menarik tangannya, merasa malu dengan ucapan Naima."ka