"Sebaiknya Mas segera ceraikan aku!" ucap Zahra dengan tegas. "Hah!!"pekik mereka berdua. Zahra sudah mengambil keputusan dengan bulat, cinta dan kasih sayangnya merasa dipermainkan oleh Nazar. Zahra minta pisah saja Nazar, daripada nantinya sakit dan sakit terus. apalagi ini masalahnya dengan hati, yang namanya hati sudah sakit, susah untuk disembuhkan. Zahra ingin menjaga hati dan perasaannya, karena tidak mungkin dengan kondisi seperti ini, Zahra mempertahankan rumah tangganya dengan Nazar. Zahra memejamkan matanya, menahan segala sakit yang dirasakannya saat ini. kasih sayang dan cinta Nazar, semuanya palsu belaka. sekarang yang ada di hati Zahra, hanyalah sebuah kebencian. cinta dan kasih sayangnya yang diberikan sama Nazar terkikis sudah. "sudahlah Mas, ceraikan saja Aku. Aku tidak ingin saat hati dan perasaanku menjadi sakit," ucap Zahra. Nazar dan wanita itu masih terdiam, mereka terus menyimak pembicaraan Zahra. "kenapa kamu diam Mas? berarti benar selama ini k
"Tapi apa Mbak?" tanya Naima cepat. "kenapa kalian menyembunyikan semuanya ini?"jawab Zahra sambil bertanya. "Lah, Mas Nazar saja menyembunyikan pernikahan, tanpa membuka identitas dirinya kan," tukas Naima. "Non!" pekik Mbok Minah yang tiba-tiba muncul dari kamar belakang. "Mbok!" Naima langsung bangkit dari tempat duduk, lalu berpelukan dengan asisten yang sudah lama bekerja di rumah ini. "Non, kirain bok nggak datang ke sini lagi," ucap Mbok Minah. Naima lalu membimbing Mbok Minah, duduk di kursi. tangannya tak lepas dari tangan Mbok Minah. "Datang dong Mbok, kan Mas Nazar yang minta. jadi ya aku datang dong," jawab Naima yang terus bergelayut manja di lengan Mbok Minah. Zahra melongo melihat pemandangan yang ada di depannya. mulutnya bagaikan terkunci, tidak bisa mengeluarkan kata-kata lagi. "Aku sengaja tidak ditinggal di sini, Aku tinggal di rumah yang lainnya Mbak. karena memang ada pekerjaan yang harus kami selesaikan," ucap Naima. "Terus, kenapa tadi pag
sepasang suami istri itu kembali memadu kasih, apalagi beberapa hari ini Zahra dan Nazar sibuk dengan urusan masing-masing.Zahra dan Nazar berkali-kali mendaki puncak kenikmatan, Zahra merasa bergairah sekali saat ini. begitu pula dengan Nazar, malam ini mereka lewati dengan permainan yang panas sekali.keesokan harinya."Mbak, lagi masak apa nih?" tanya Naima, kebetulan Zahra sedang berada di dapur, menyiapkan sarapan pagi buat suami dan adik iparnya. "ini, kesukaan mas mu, dia suka sekali kan makan nasi goreng dengan telur ceplok seperti ini nih," jawab Zara sambil menunjuk ke arah telor ceplok bertabur bawang goreng dan disiram kecap. "Mbak tahu dulu dari siap? Mbok Minah ya?" tanya Naima. "iya, memang benar setiap hari makannya seperti ini ya? kecuali kalau tidak ada di rumah baru," jawab Zahra."nggak juga Mbak, tapi memang makanan kesukaan saat sarapan pagi itu," jawab Naima sambil meraih Sandakan. Naima ternyata orangnya tidak mau dilayani, Zahra melihat Naima membuat teh
"Sudahlah Mbak, sesekali kita barengan yuk. kasihan nih bos kita," selak Naima.Tapi Zahra terlihat ragu-ragu, hatinya bimbang. karena merasa berat dengan pekerjaannya. "aku yang minta izin sama Bos kamu, sudahlah jangan terlalu banyak pikiran," kata Nazar yang mengerti dengan isi hati istrinya. hati Zahra sebenarnya belum percaya seratus persen, dengan penjelasan Nazar tadi malam. masih ada keraguan didalam hatinya. Zahra ingin tahu lebih banyak tentang diri suaminya itu."ayolah Mbak, siap-siap dulu gih. kita temenin bos kita nih," kembali Naima berbicara sama Zahra."baiklah," Zahra langsung bangkit dari tempat duduknya, kemudian masuk ke kamar dan bersiap-siap untuk pergi dengan suami dan adik iparnya. "kita ke mana Mas?" tanya Naima yang duduk di belakang Zahra. "jalan-jalan saja, tapi sebelumnya kita berhenti dulu ya di depan sana. Mas ada keperluan sebentar," jawab Nazar.tak lama kemudian, Nazar menghentikan mobilnya di pinggir jalan. lalu keluar dari mobil. Zahra melihat
"Apakah ini dengan saudara Zia? kami dari koperasi xxxxxx. kami mohon agar ibu anda segera melunasi pinjaman."sontak Zia matanya langsung melotot saat membaca isi pesan itu. kening Zia langsung berkerut karena tidak mungkin kalau ibunya berhutang sama sebuah koperasi.lalu Zia memijat pelipisnya. "aku tahu, ini pasti ulahnya Ibu Mas Dilan. kurang ajar banget itu mertua!" geram Zia dalam hati."aku harus datang ke rumah ibunya Mas Dilan."bergegas Zia bangkit dari tempat duduk, lalu bersiap-siap melabrak mertuanya.pikiran Zia bercabang, terlintas dalam pikirannya, saat melihat foto-foto kakaknya tadi. dimana Zahra sedang berlibur bersama suaminya. "aku juga bisa seperti kamu mbak," desis Zia.sepanjang perjalanan menuju rumah ibu mertua, hati Zia terus aja ngomel-ngomel. sudah beres masalah yang satu, datang lagi masalah yang lain. dan tentu hal ini membuat hati Zia kembali jengkel. "ibu!!" Teriak Zia ketika tiba di depan pintu rumah mertuanya. "heh! tidak usah berteriak-teriak! a
"Hei!" pekik Zia saat melihat temannya sewaktu kuliah. "aku kira Kamu itu siapa," ucap temannya, lalu duduk di samping Zahra. Ratna teman kuliahnya Zia, tapi memang tidak terlalu akrab, cuma sebatas kenal. Zia sedikit menautkan kedua alisnya, karena melihat perubahan diri Ratna. dulu penampilan Ratna, jauh berbeda dengan yang sekarang. Ratna bajunya tidak pernah mengikuti mode, malah terkesan seperti ibu-ibu. tapi sekarang, Zia melihat penampilan Ratna sungguh jauh berbeda. wajahnya yang dulu kucel, sekarang terlihat glowing. bahkan pakaiannya walaupun berjilbab, terlihat sangat modis. "bagaimana kabarmu Ratna?" tanya Zia. "Alhamdulillah baik, bagaimana kabarmu?" Ratna balik nanya. "Ya seperti yang kau lihat, aku masih tetap seperti yang dulu kan, penampilanku masih modis dong," jawaban Zia seakan-akan menyindir Ratna. "iya juga, penampilan kamu masih tetap," tukas Ratna. "dan tetap angkuh dan sombong," lanjut Ratna di dalam hatinya. "eh, Aku pangling banget mel
"kalau nggak kenapa-kenapa, kok cemberut sih?" tanya Dilan lembut. "aku pingin jalan-jalan Mas," jawab Zia merengek."nanti kalau hutang mah sudah beres ya," ucap Dilan dengan wajah sedih. "kamu sih, terlalu banyak hutang. jadi ya begini jadinya," gerutu Zia."Maafkan aku sayang, Aku tidak menyangka kalau berakhir seperti ini," wajah Dilan muram."sudahlah kita sekarang cari solusi saja, besok aku akan bicara sama ayah dan ibu, Siapa tahu mereka dapat menolong,"ucap Zia.saat ini dia tidak ingin banyak bicara, apalagi seharian tadi hatinya begitu kesal. "Terima kasih sayang," ucap Dilan lalu pergi ke kamar mandi untuk membersihkan diri. "pokoknya besok kita harus datangi rumah istrinya si Dilan. Ibu benar-benar tidak terima dimarahi sama menantu kita tadi," ucap ibu Dilan yang kelihatan marah. "dia datangi saja Bu, pokoknya Dilan harus bisa membantu kita. usaha ayah saat ini lagi sedang bangkrut, kalau tidak sama Dilan sama siapa lagi,"tukas ayah Dilan."besok pagi-pagi kita ke s
"Apa! jangan kamu bela istrimu terus. sudah! Ibu tidak mau banyak bicara lagi, ibu datang ke sini minta uang. dan ingat satu hal, hutang-hutang kamu itu harus beres secepatnya, Ibu tidak mau terbebani lagi, mana uang itu!" bentak Ibu Dilan sambil mengangkat ke telapak tangannya. Dilan terlihat mendengus kesal. lalu mengeluarkan dompet dan mengambil 2 lembar uang berwarna merah. "kurang!" sentak Ibu Dilan sambil merebut dompet anaknya. "dasar anak kurang ajar! kamu pembohong! katanya kamu tidak punya uang! ini ada 7 lembar uang berwarna merah! kamu tega sekali Dilan sama ibu sendiri!" suara Ibu Dilan yang keras itu, membuat beberapa tetangga melihat ke arah rumah Ahmad. "Ibu jangan semua! itu buat bekal Dilan bekerja!" Dilan tidak terima kalau uangnya diambil semua. "sudah! diam!" bentak Ibu Dilan, langsung buru-buru pergi meninggalkan anaknya. Zia diam membeku, orang tua Dilan benar-benar menjengkelkan hati Zia."ayah, ada apa ribut-ribut di depan?" tanya Hanum. mereka berdua m