sepasang suami istri itu kembali memadu kasih, apalagi beberapa hari ini Zahra dan Nazar sibuk dengan urusan masing-masing.Zahra dan Nazar berkali-kali mendaki puncak kenikmatan, Zahra merasa bergairah sekali saat ini. begitu pula dengan Nazar, malam ini mereka lewati dengan permainan yang panas sekali.keesokan harinya."Mbak, lagi masak apa nih?" tanya Naima, kebetulan Zahra sedang berada di dapur, menyiapkan sarapan pagi buat suami dan adik iparnya. "ini, kesukaan mas mu, dia suka sekali kan makan nasi goreng dengan telur ceplok seperti ini nih," jawab Zara sambil menunjuk ke arah telor ceplok bertabur bawang goreng dan disiram kecap. "Mbak tahu dulu dari siap? Mbok Minah ya?" tanya Naima. "iya, memang benar setiap hari makannya seperti ini ya? kecuali kalau tidak ada di rumah baru," jawab Zahra."nggak juga Mbak, tapi memang makanan kesukaan saat sarapan pagi itu," jawab Naima sambil meraih Sandakan. Naima ternyata orangnya tidak mau dilayani, Zahra melihat Naima membuat teh
"Sudahlah Mbak, sesekali kita barengan yuk. kasihan nih bos kita," selak Naima.Tapi Zahra terlihat ragu-ragu, hatinya bimbang. karena merasa berat dengan pekerjaannya. "aku yang minta izin sama Bos kamu, sudahlah jangan terlalu banyak pikiran," kata Nazar yang mengerti dengan isi hati istrinya. hati Zahra sebenarnya belum percaya seratus persen, dengan penjelasan Nazar tadi malam. masih ada keraguan didalam hatinya. Zahra ingin tahu lebih banyak tentang diri suaminya itu."ayolah Mbak, siap-siap dulu gih. kita temenin bos kita nih," kembali Naima berbicara sama Zahra."baiklah," Zahra langsung bangkit dari tempat duduknya, kemudian masuk ke kamar dan bersiap-siap untuk pergi dengan suami dan adik iparnya. "kita ke mana Mas?" tanya Naima yang duduk di belakang Zahra. "jalan-jalan saja, tapi sebelumnya kita berhenti dulu ya di depan sana. Mas ada keperluan sebentar," jawab Nazar.tak lama kemudian, Nazar menghentikan mobilnya di pinggir jalan. lalu keluar dari mobil. Zahra melihat
"Apakah ini dengan saudara Zia? kami dari koperasi xxxxxx. kami mohon agar ibu anda segera melunasi pinjaman."sontak Zia matanya langsung melotot saat membaca isi pesan itu. kening Zia langsung berkerut karena tidak mungkin kalau ibunya berhutang sama sebuah koperasi.lalu Zia memijat pelipisnya. "aku tahu, ini pasti ulahnya Ibu Mas Dilan. kurang ajar banget itu mertua!" geram Zia dalam hati."aku harus datang ke rumah ibunya Mas Dilan."bergegas Zia bangkit dari tempat duduk, lalu bersiap-siap melabrak mertuanya.pikiran Zia bercabang, terlintas dalam pikirannya, saat melihat foto-foto kakaknya tadi. dimana Zahra sedang berlibur bersama suaminya. "aku juga bisa seperti kamu mbak," desis Zia.sepanjang perjalanan menuju rumah ibu mertua, hati Zia terus aja ngomel-ngomel. sudah beres masalah yang satu, datang lagi masalah yang lain. dan tentu hal ini membuat hati Zia kembali jengkel. "ibu!!" Teriak Zia ketika tiba di depan pintu rumah mertuanya. "heh! tidak usah berteriak-teriak! a
"Hei!" pekik Zia saat melihat temannya sewaktu kuliah. "aku kira Kamu itu siapa," ucap temannya, lalu duduk di samping Zahra. Ratna teman kuliahnya Zia, tapi memang tidak terlalu akrab, cuma sebatas kenal. Zia sedikit menautkan kedua alisnya, karena melihat perubahan diri Ratna. dulu penampilan Ratna, jauh berbeda dengan yang sekarang. Ratna bajunya tidak pernah mengikuti mode, malah terkesan seperti ibu-ibu. tapi sekarang, Zia melihat penampilan Ratna sungguh jauh berbeda. wajahnya yang dulu kucel, sekarang terlihat glowing. bahkan pakaiannya walaupun berjilbab, terlihat sangat modis. "bagaimana kabarmu Ratna?" tanya Zia. "Alhamdulillah baik, bagaimana kabarmu?" Ratna balik nanya. "Ya seperti yang kau lihat, aku masih tetap seperti yang dulu kan, penampilanku masih modis dong," jawaban Zia seakan-akan menyindir Ratna. "iya juga, penampilan kamu masih tetap," tukas Ratna. "dan tetap angkuh dan sombong," lanjut Ratna di dalam hatinya. "eh, Aku pangling banget mel
"kalau nggak kenapa-kenapa, kok cemberut sih?" tanya Dilan lembut. "aku pingin jalan-jalan Mas," jawab Zia merengek."nanti kalau hutang mah sudah beres ya," ucap Dilan dengan wajah sedih. "kamu sih, terlalu banyak hutang. jadi ya begini jadinya," gerutu Zia."Maafkan aku sayang, Aku tidak menyangka kalau berakhir seperti ini," wajah Dilan muram."sudahlah kita sekarang cari solusi saja, besok aku akan bicara sama ayah dan ibu, Siapa tahu mereka dapat menolong,"ucap Zia.saat ini dia tidak ingin banyak bicara, apalagi seharian tadi hatinya begitu kesal. "Terima kasih sayang," ucap Dilan lalu pergi ke kamar mandi untuk membersihkan diri. "pokoknya besok kita harus datangi rumah istrinya si Dilan. Ibu benar-benar tidak terima dimarahi sama menantu kita tadi," ucap ibu Dilan yang kelihatan marah. "dia datangi saja Bu, pokoknya Dilan harus bisa membantu kita. usaha ayah saat ini lagi sedang bangkrut, kalau tidak sama Dilan sama siapa lagi,"tukas ayah Dilan."besok pagi-pagi kita ke s
"Apa! jangan kamu bela istrimu terus. sudah! Ibu tidak mau banyak bicara lagi, ibu datang ke sini minta uang. dan ingat satu hal, hutang-hutang kamu itu harus beres secepatnya, Ibu tidak mau terbebani lagi, mana uang itu!" bentak Ibu Dilan sambil mengangkat ke telapak tangannya. Dilan terlihat mendengus kesal. lalu mengeluarkan dompet dan mengambil 2 lembar uang berwarna merah. "kurang!" sentak Ibu Dilan sambil merebut dompet anaknya. "dasar anak kurang ajar! kamu pembohong! katanya kamu tidak punya uang! ini ada 7 lembar uang berwarna merah! kamu tega sekali Dilan sama ibu sendiri!" suara Ibu Dilan yang keras itu, membuat beberapa tetangga melihat ke arah rumah Ahmad. "Ibu jangan semua! itu buat bekal Dilan bekerja!" Dilan tidak terima kalau uangnya diambil semua. "sudah! diam!" bentak Ibu Dilan, langsung buru-buru pergi meninggalkan anaknya. Zia diam membeku, orang tua Dilan benar-benar menjengkelkan hati Zia."ayah, ada apa ribut-ribut di depan?" tanya Hanum. mereka berdua m
suara itu sangat menggelegar memenuhi ruangan kerja Zahra. rupanya si Bos berdiri di ambang pintu dengan tatapan nyalang. "kerja!" suara itu kembali menggelegar, rupanya si Bos perusahaan sedang berdiri di depan pintu dengan tatapannya langsung. semua karyawan terlihat panik, kembali ke meja masing-masing. semua yang ada di ruangan itu terdiam, mereka menundukkan kepalanya. tidak ada yang berani bicara bahkan mengangkat kepala. "kalau kalian memang masih betah bekerja di sini, tolong jangan berbicara yang tidak perlu. kalau kalian masih bersikap seperti tadi. silakan hubungi HRD, Saya tidak mau mempekerjakan orang yang banyak bicara," tegas si bos perusahaan. Zahra terlihat tenang-tenang saja, karena memang Zahra dari tadi juga diam. apalagi hatinya sekarang sedang merasa bahagia, ternyata Nazar tidak pernah mengkhianati cintanya. wanita yang selama ini disangka kekasih Nazar, ternyata adiknya sendiri, yang tinggal di rumah lain. semua karyawan di ruangan itu kembali bekerja
"Zahra sih terserah Ayah saja, kalau memang itu yang terbaik buat menolong Zia, Zahra sih setuju saja," ucap Zahra.bagi Zahra yang tidak mau ribet orangnya, Zahra selalu mendukung keputusan yang diambil ayahnya. karena menurut Zahra, ayah dan ibunya selalu mengambil keputusan yang baik. "baiklah kalau begitu, tapi Zia dia belum datang ya?" tanya Ahmad sambil melihat ke arah luar. "ke mana lagi tuh anak, padahal kami sudah menunggu dari tadi," imbuh Hanum.Tak lama kemudian, terdengar suara mobil memasuki halaman rumah, rupanya Dilan dan istrinya datang.saat masuk ke dalam rumah, mata Zia langsung menatap kakaknya. Zia langsung meraih lengan Dilan dengan mesra, karena melihat Zahra yang duduk di samping Nazar." kebetulan kamu sudah datang Zia, kami sudah menunggu kamu dari tadi," ucap Ahmad. "maaf, tadi di perjalanan sedikit macet," Dilan malah yang menjawab, sedangkan mata Zia terus saja menatap ke arah Zahra."Dilan, Zia kami sudah sepakat menolong kamu. dan mulai sekarang, AT