"Sudahlah Mbak, sesekali kita barengan yuk. kasihan nih bos kita," selak Naima.Tapi Zahra terlihat ragu-ragu, hatinya bimbang. karena merasa berat dengan pekerjaannya. "aku yang minta izin sama Bos kamu, sudahlah jangan terlalu banyak pikiran," kata Nazar yang mengerti dengan isi hati istrinya. hati Zahra sebenarnya belum percaya seratus persen, dengan penjelasan Nazar tadi malam. masih ada keraguan didalam hatinya. Zahra ingin tahu lebih banyak tentang diri suaminya itu."ayolah Mbak, siap-siap dulu gih. kita temenin bos kita nih," kembali Naima berbicara sama Zahra."baiklah," Zahra langsung bangkit dari tempat duduknya, kemudian masuk ke kamar dan bersiap-siap untuk pergi dengan suami dan adik iparnya. "kita ke mana Mas?" tanya Naima yang duduk di belakang Zahra. "jalan-jalan saja, tapi sebelumnya kita berhenti dulu ya di depan sana. Mas ada keperluan sebentar," jawab Nazar.tak lama kemudian, Nazar menghentikan mobilnya di pinggir jalan. lalu keluar dari mobil. Zahra melihat
"Apakah ini dengan saudara Zia? kami dari koperasi xxxxxx. kami mohon agar ibu anda segera melunasi pinjaman."sontak Zia matanya langsung melotot saat membaca isi pesan itu. kening Zia langsung berkerut karena tidak mungkin kalau ibunya berhutang sama sebuah koperasi.lalu Zia memijat pelipisnya. "aku tahu, ini pasti ulahnya Ibu Mas Dilan. kurang ajar banget itu mertua!" geram Zia dalam hati."aku harus datang ke rumah ibunya Mas Dilan."bergegas Zia bangkit dari tempat duduk, lalu bersiap-siap melabrak mertuanya.pikiran Zia bercabang, terlintas dalam pikirannya, saat melihat foto-foto kakaknya tadi. dimana Zahra sedang berlibur bersama suaminya. "aku juga bisa seperti kamu mbak," desis Zia.sepanjang perjalanan menuju rumah ibu mertua, hati Zia terus aja ngomel-ngomel. sudah beres masalah yang satu, datang lagi masalah yang lain. dan tentu hal ini membuat hati Zia kembali jengkel. "ibu!!" Teriak Zia ketika tiba di depan pintu rumah mertuanya. "heh! tidak usah berteriak-teriak! a
"Hei!" pekik Zia saat melihat temannya sewaktu kuliah. "aku kira Kamu itu siapa," ucap temannya, lalu duduk di samping Zahra. Ratna teman kuliahnya Zia, tapi memang tidak terlalu akrab, cuma sebatas kenal. Zia sedikit menautkan kedua alisnya, karena melihat perubahan diri Ratna. dulu penampilan Ratna, jauh berbeda dengan yang sekarang. Ratna bajunya tidak pernah mengikuti mode, malah terkesan seperti ibu-ibu. tapi sekarang, Zia melihat penampilan Ratna sungguh jauh berbeda. wajahnya yang dulu kucel, sekarang terlihat glowing. bahkan pakaiannya walaupun berjilbab, terlihat sangat modis. "bagaimana kabarmu Ratna?" tanya Zia. "Alhamdulillah baik, bagaimana kabarmu?" Ratna balik nanya. "Ya seperti yang kau lihat, aku masih tetap seperti yang dulu kan, penampilanku masih modis dong," jawaban Zia seakan-akan menyindir Ratna. "iya juga, penampilan kamu masih tetap," tukas Ratna. "dan tetap angkuh dan sombong," lanjut Ratna di dalam hatinya. "eh, Aku pangling banget mel
"kalau nggak kenapa-kenapa, kok cemberut sih?" tanya Dilan lembut. "aku pingin jalan-jalan Mas," jawab Zia merengek."nanti kalau hutang mah sudah beres ya," ucap Dilan dengan wajah sedih. "kamu sih, terlalu banyak hutang. jadi ya begini jadinya," gerutu Zia."Maafkan aku sayang, Aku tidak menyangka kalau berakhir seperti ini," wajah Dilan muram."sudahlah kita sekarang cari solusi saja, besok aku akan bicara sama ayah dan ibu, Siapa tahu mereka dapat menolong,"ucap Zia.saat ini dia tidak ingin banyak bicara, apalagi seharian tadi hatinya begitu kesal. "Terima kasih sayang," ucap Dilan lalu pergi ke kamar mandi untuk membersihkan diri. "pokoknya besok kita harus datangi rumah istrinya si Dilan. Ibu benar-benar tidak terima dimarahi sama menantu kita tadi," ucap ibu Dilan yang kelihatan marah. "dia datangi saja Bu, pokoknya Dilan harus bisa membantu kita. usaha ayah saat ini lagi sedang bangkrut, kalau tidak sama Dilan sama siapa lagi,"tukas ayah Dilan."besok pagi-pagi kita ke s
"Apa! jangan kamu bela istrimu terus. sudah! Ibu tidak mau banyak bicara lagi, ibu datang ke sini minta uang. dan ingat satu hal, hutang-hutang kamu itu harus beres secepatnya, Ibu tidak mau terbebani lagi, mana uang itu!" bentak Ibu Dilan sambil mengangkat ke telapak tangannya. Dilan terlihat mendengus kesal. lalu mengeluarkan dompet dan mengambil 2 lembar uang berwarna merah. "kurang!" sentak Ibu Dilan sambil merebut dompet anaknya. "dasar anak kurang ajar! kamu pembohong! katanya kamu tidak punya uang! ini ada 7 lembar uang berwarna merah! kamu tega sekali Dilan sama ibu sendiri!" suara Ibu Dilan yang keras itu, membuat beberapa tetangga melihat ke arah rumah Ahmad. "Ibu jangan semua! itu buat bekal Dilan bekerja!" Dilan tidak terima kalau uangnya diambil semua. "sudah! diam!" bentak Ibu Dilan, langsung buru-buru pergi meninggalkan anaknya. Zia diam membeku, orang tua Dilan benar-benar menjengkelkan hati Zia."ayah, ada apa ribut-ribut di depan?" tanya Hanum. mereka berdua m
suara itu sangat menggelegar memenuhi ruangan kerja Zahra. rupanya si Bos berdiri di ambang pintu dengan tatapan nyalang. "kerja!" suara itu kembali menggelegar, rupanya si Bos perusahaan sedang berdiri di depan pintu dengan tatapannya langsung. semua karyawan terlihat panik, kembali ke meja masing-masing. semua yang ada di ruangan itu terdiam, mereka menundukkan kepalanya. tidak ada yang berani bicara bahkan mengangkat kepala. "kalau kalian memang masih betah bekerja di sini, tolong jangan berbicara yang tidak perlu. kalau kalian masih bersikap seperti tadi. silakan hubungi HRD, Saya tidak mau mempekerjakan orang yang banyak bicara," tegas si bos perusahaan. Zahra terlihat tenang-tenang saja, karena memang Zahra dari tadi juga diam. apalagi hatinya sekarang sedang merasa bahagia, ternyata Nazar tidak pernah mengkhianati cintanya. wanita yang selama ini disangka kekasih Nazar, ternyata adiknya sendiri, yang tinggal di rumah lain. semua karyawan di ruangan itu kembali bekerja
"Zahra sih terserah Ayah saja, kalau memang itu yang terbaik buat menolong Zia, Zahra sih setuju saja," ucap Zahra.bagi Zahra yang tidak mau ribet orangnya, Zahra selalu mendukung keputusan yang diambil ayahnya. karena menurut Zahra, ayah dan ibunya selalu mengambil keputusan yang baik. "baiklah kalau begitu, tapi Zia dia belum datang ya?" tanya Ahmad sambil melihat ke arah luar. "ke mana lagi tuh anak, padahal kami sudah menunggu dari tadi," imbuh Hanum.Tak lama kemudian, terdengar suara mobil memasuki halaman rumah, rupanya Dilan dan istrinya datang.saat masuk ke dalam rumah, mata Zia langsung menatap kakaknya. Zia langsung meraih lengan Dilan dengan mesra, karena melihat Zahra yang duduk di samping Nazar." kebetulan kamu sudah datang Zia, kami sudah menunggu kamu dari tadi," ucap Ahmad. "maaf, tadi di perjalanan sedikit macet," Dilan malah yang menjawab, sedangkan mata Zia terus saja menatap ke arah Zahra."Dilan, Zia kami sudah sepakat menolong kamu. dan mulai sekarang, AT
Zahra menghentikan langkahnya, lalu menoleh ke arah Zia. " ada apa?" tanya Zahra dingin. "Aku boleh ikut ke salon?" tanya Zia tidak tahu malu. Zahra menatap ke arah Nazar, suaminya langsung menganggukkan kepala. "baiklah," jawab nya Zahra sambil berjalan di samping suaminya, "ayo Mas kita ikut mobil Kak Zahra," ajak Zia sama suaminya. kedua orang tua Zahra, Pakde Seno dan Rina hanya bisa menggelengkan kepalanya melihat tingkah Zia. padahal tadi sikapnya judes bukan main sama kakaknya sendiri. tapi ketika suami Zahra mengajak ke salon, Zia langsung ingin ikut dengan mereka. Zia benar-benar merasakan, duduk nyaman di mobil mewah yang dikemudikan sama Nazar. "kak, ini mobil milik Mas Nazar ya?" tanya Zia mulai membuka obrolan. "bukan milik majikannya," jawab Zahra. "kok milik majikannya sebebas ini pakai mobil, memang majikan Mas Nazar orang kaya raya ya?" tanya Zia. "iya, mereka sekarang tinggal di luar negeri. Mas Nazar yang dipercaya untuk mengelola perusahaan
setelah kejadian itu, Nazar kondisinya semakin membaik. Zia tidak berani lagi menampakan wajahnya di rumah Zahra, barang-barang Zia diantar ke rumah Ahmad sama Pak Karni. "besok ikut sama mas," ucap Nazar setelah makan malam. Zahra mengganggukan kepalanya, karena mulutnya sedang penuh dengan makanan. keesokan harinya Zahra terlihat sangat cantik sekali, Dia memakai gaun dengan perhiasan yang sederhana tapi terlihat Elegan. Nazar berkali-kali mencium pipi istrinya. "ayah sama ibu langsung datang ya mas," ucap Zahra saat mereka sedang dalam perjalanan menuju perusahaan. Ahmad dan Hanum diundang ke acara ulang tahun perusahaan di mana tempat Zahra dulu bekerja. ternyata perusahaan itu milik Nazar. Nazar sengaja mengundang kedua orang tua Zahra ke acara ulang tahun perusahaan itu. "ayah, bukannya perusahaan ini tempat dulu Zahra bekerja ya?" tanya Hanum sedikit heran. "iya, kenapa Kita diundang ke perusahaan ini ya?" Ahmad malah balik bertanya. "aduh Ibu juga kurang paha
Zia benar-benar kesal sekali, karena selalu gagal menjebak Nazar kakak iparnya. Zia ingin memiliki Nazar dan menyingkirkan kakak sendiri. dirinya sudah bercerai dengan Dilan, karena Dilan saat ini benar-benar bangkrut, dan hidup bersama kedua orang tuanya. malah Nazar semakin terlihat lengket sama Zahra. Nazar sering memamerkan kemesraan dengan Zahra, di depan semua penghuni rumah termasuk Zia.bibir Zia selalu tersenyum sinis, melihat kemesraan antara Nazar dan Zahra. Zia semakin iri hati sama kakaknya sendiri. "mas, bolehkan aku bertemu dengan teman-teman?" tanya Zahra meminta izin sama suaminya untuk bertemu dengan Sinta dan Nita. Nazar mengganggukan kepalanya, jari-jari tangannya masih terlihat lincah dia mengetik huruf yang ada di laptop. cup.... Zahra mengecup pipi Nazar dengan mesra.jam 04.00 sore, Zahra sudah nangkring di depan kantor tempat Shinta dan Nita bekerja. rupanya Zahra sengaja menjemput temannya itu ke kantor. rencananya mereka akan pergi ke sebuah restoran sa
Zia langsung berlari naik ke lantai atas, dia masih terisak menangis, Zia benar-benar seorang artis drama Korea. Zahra menghembuskan nafasnya secara kasar, adiknya sudah keterlaluan. sampai-sampai masuk ke dalam kamar pribadinya. "Maafkan Aku," ucap Zahra lalu berjalan dan masuk ke dalam kamar, diikuti Nazar dari belakang. Zahra duduk di atas tempat tidur, air matanya mengalir di pipi, matanya terpejam. hati dia sebenarnya tidak tega memarahi adiknya. tapi harus bagaimana lagi Zia benar-benar keterlaluan. mata Zahra menangkap laci meja riasnya terbuka. Nazar yang baru masuk ke dalam kamar menautkan kedua alisnya melihat Zahra berjalan ke arah meja rias. "yang, ada apa?" tanya Nazar. Zahra tidak menjawab, lalu memeriksa lagi yang sudah terbuka. mata Zahra langsung memeriksa isi laci meja rias itu. tangannya sedang memeriksa barang yang ada di laci meja itu. terdengar suara ketukan pintu kamar. "siapa?" tanya Nazar. "saya tuan," rupanya Mbok Minah yang ada di luar kamar.
"saudara Fatih, Anda dinyatakan bersalah, Anda dihukum seumur hidup," hakim langsung mengetuk palu, setelah memberikan keputusan buat Fatih. Fatih terdiam saja sambil menundukkan kepalanya, dia tidak mau naik banding atau apapun. dia akan menjalani hukuman ini dengan ikhlas. percuma saja ada pengacara juga, kalau toh akhirnya dia masih tetap dihukum. Nazar dan Zahra bernapas dengan lega, karena Fatih dihukum sesuai keinginan Nazar. Fatih langsung digiring ke mobil tahanan, tidak berniat sedikitpun untuk mendekati Nazar atau Mirna yang datang bersama Pakde Seno. Lukman datang seorang seorang diri, duduk di samping Nazar, matanya terpejam saat mendengar keputusan dari hakim tadi. rasa perih dan lupa di bisa digambarkan dari ekspresi wajahnya. "ya Allah, tolong kuatkan Fatih jaga selalu anakku ya Allah, hanya itulah yang hamba bisa doakan," gumam Lukman dalam hati. Mirna langsung memeluk k Pakde Seno, hatinya merasa sakit, anak kesayangannya divonis seumur hidup di balik jeruji
"dasar pelayan tidak tahu diri! kenapa harus ikut makan bersama di meja makan ini" Zia terus saja ngomel-ngomel di dalam hatinya. Nazar serta yang lainnya terlihat santai menikmati makan malam. bahkan Zahra sesekali bercanda dengan adik iparnya. selesai makan, Naima langsung masuk ke kamarnya. begitu pula dengan Nazar dan Zahra.sedangkan Zia sejak tadi sudah terlebih dahulu naik ke lantai atas, mungkin karena hatinya kesal."besok Mas mau ke kantor polisi, Mas mau lihat keadaan Fatih. katanya persidangan Fatih baru minggu depan digelar," ucap Nazar."baiklah Mas," tapi jawaban Zahra terlihat dingin. Nazar merasa ada yang sedang dipikirkan sama Zahra."Kamu kenapa sih sayang?" tanya Nazar. "mas, aku kan keluar kerja, terus bagaimana dengan hidupku?" tanya Zahra seperti orang kebingungan. Nazar kaget mendengar jawaban istrinya, karena merasa aneh di telinga Nazar. "maksud kamu apa sih sayang? ya tidak apa-apa keluar kerja juga, toh, aku masih bisa menafkahi kamu.""tapi....." waj
"kenapa kak? kok malah membentak aku. Aku kan tanya dia itu siapa," tanya Zia sama Zahra. Zahra rasanya tidak punya muka lagi di depan keluarga suaminya, itu semua karena tingkah Zia yang sangat memalukan itu. "Siapa kamu sebenarnya?" tanya Zia sama Naima dengan tatapan mata menyelidiki.Sari datang sambil membawakan pesanan Naima, siomay yang sudah dikasih bumbu. "non Naima, ini siomaynya," ucap Sari sambil meletakkan piring siomay di depan Naima."terima kasih Bik Sari," ucap Naima."Kak Zahra mau?" tanya Naima, yang tidak menghiraukan pertanyaan Zia."terima kasih," jawab Zahra singkat, Karena hati Zahra masih kesal dengan tingkah Zia.Naima langsung memasukkan potongan siomay ikut dalam mulutnya. Zia menatap Naima dengan tatapan tak suka. "hei! kenapa kamu tidak menjawab pertanyaanku!" Zia membentak Naima, karena merasa jengkel, Naima tidak menjawab pertanyaannya. "Zia! jaga sikap kamu! kamu ingin tahu siapa dia!" malah Zahra yang terlihat emosi. "dia adik mas Nazar, pa
Mbok Minah langsung menoleh ke arah sumber suara, ternyata Naima sudah berdiri di Mbok Minah. Naima langsung memeluk Mbok Minah, sepertinya anak itu setiap ketemu selalu memeluk asisten rumah yang sudah lama mengabdi di keluarganya. "nduk, sepertinya sedang mendapat kebahagiaannya?" tebak Mbok Minah, karena melihat wajah Naima berbinar. "ah si mbok bisa saja bicara," jawab Naima lalu melepaskan pelukannya, lalu menyalami Sari dan Nani. "Mbok bikin apa sih? harum banget?" tanya Naima sambil menatap penggorengan. "ini, Sari dan Ani pingin makan camilan yang manis-manis," jawab Mbok Minah "semanis diriku ya?" seloroh Naima. "tentu," sahut mbok Minah. Naima dan Nazar selalu bersikap sopan terhadap orang yang lebih tua. meskipun mereka hanya seorang pelayan di rumahnya. tapi kedua orang tua Naima selalu mendidik adab dan sopan. begitu pula dengan Nazar, selalu menghormati orang-orang yang lebih tua usianya. walaupun kadang beda pendapat dan beda pemahaman. "Mas Nazar
Mata Nazar langsung melebar saat melihat penampilan adik iparnya. Nazar buru-buru membuang mukanya ke samping. bagi Nazar itu pemandangan sangat memuakan sekali. Zia terlihat berjalan lenggak-lenggok mendekati mereka berdua. Zahra menata penampilan adiknya sampai tidak berkedip. "hai kak Zahra," sapa Zia sambil melambaikan tangannya. Nazar dan Zahra malah saling melempar pandangan, mereka benar-benar heran melihat penampilan Zia seperti itu. "kok bengong sih kak Zahra? bagaimana penampilanku Kak?" tanya Zia sambil memutar badan. "ba__bagus," jawab Zahra terbata-bata."tentu dong, Aku sengaja datang ke sini tanpa memberitahu kak Zahra sama Mas Nazar," ucap Zia yang langsung berdiri di samping Nazar.tangan Zia langsung melingkar di lengan Nazar tanpa rasa malu sedikitpun. Zahra risih melihat pemandangan seperti itu." apa yang sebenarnya Zia inginkan?" tanya Zahra dalam hati."kak, bagaimana kalau aku tinggal di sini. aku bantu kakak merawat Mas Nazar, aku merasa kasihan sekali
"Maafkan aku Naima, bilang aku lancang mengeluarkan isi hatiku. jujur saja, Aku sudah lama menyimpan rasa ini. tapi aku takut mengungkapkan semuanya."wajah Budi terlihat serius, sedangkan Naima menundukkan kepalanya, hatinya berdebar kencang. entah perasaan apa yang sedang dirasakan Naima saat ini. "Apakah kamu menerima cintaku?" tanya Budi. Naima mengangkat kepalanya, manik bola matanya terlihat menatap ke arah Budi. Naima tersenyum manis."aku tidak mau berangan-angan tapi terlalu jauh. Mas Budi sudah memberikan perhatian yang lebih terhadapku, aku sudah merasakan apa yang buat Budi rasakan," ucap Naima.hati Budi langsung berbunga-bunga, yang tadinya masih kuncup, sekarang bunga-bunga Cinta sudah mulai bermekaran di dalam hatinya. saat Budi meraih jemari tangan lentik Naima. tiba-tiba Naima menjauhkan jari tangannya. "belum halal Mas, kalau sudah halal mau dipegang apapun bebas," ucap Naima sambil terkikik.Budi buru-buru menarik tangannya, merasa malu dengan ucapan Naima."ka