Vee, wanita cantik yang berprofesi sebagai pedagang tanaman di saat siang dan menjadi pemburu Chofa saat malam menjelang. Ia menjalin kontrak dengan iblis secara turun temurun dari keluarganya, mendapatkan kekuatan yang cukup untuk memusnahkan Chofa dari muka bumi ini. Chofa adalah makhluk yang begitu meresahkan, makhluk itu memakan jiwa manusia untuk alasan yang belum jelas. Sayangnya, beberapa masyarakat masih tidak percaya jika makhluk tersebut benar-benar ada, karena masih amat jarang manusia yang melihat penampakannya secara langsung. Sekalinya melihat, hampir dapat dipastikan jika itu adalah akhir hayatnya.
view moreMalam itu gelap, sinar rembulan tertutup rapat awan hitam, semilir angin malam mampu menghadirkan rasa dingin di setiap tubuh manusia, menjadikan setiap orang memakai minimal satu penghangat dari tubuhnya, baik sweeter, jaket, maupun sekedar dua baju berbahan tebal.
“Dingin, ya?” ujar Narto, salah seorang warga di sebuah warung kopi di pinggir jalan yang cukup sunyi sembari mengobrolkan masalah yang selalu meresahkan masyarakat Yamaisia belakangan ini. Yamaisia, sebuah negara di balik cermin suatu wilayah bernama Nusantara, apa yang ada di dalamnya merupakan cerminan hampir persis wilayah tersebut.
“Kabarnya, jika malam dingin begini, terus cahaya bulan tak tampak, ‘dia’ akan muncul dan mencari korban…” ucap secara bisik salah seorang lagi di warung kopi tersebut, Rehan.
“Sssttt… jangan sebut-sebut nama itu,” kata wanita penjaga warung yang sedang membuatkan secangkir kopi untuk pelanggannya.
“Halah! Itu mah cuma mitos!” kata seorang pria berambut panjang dan memakai pakaian serba hitam yang duduk agak berjarak dari obrolan. Ia meminum kopi sekali teguk, “Gluk!”.
“Buset!” kaget Narto.
“Tapi kemarin, ada yang bercerita jika ‘dia’ muncul, sosoknya menyeramkan,” tambah Rehan.
“Ah, sudah, Mas. Jangan omongin masalah itu lagi, saya takut,” gelisah sang Penjaga Warung.
Tiba-tiba, pria berbaju hitam tadi meninggalkan warung dengan dua cangkir kopi kosong dan empat buah keping Hella-mata uang yang digunakan Negara Yamaisia.
“Haus kali tuh orang ya? Hahaha, minum dua cangkir kopi gak sampai selesai kedip,” celoteh Narto dengan kesan medok yang khas.
Malam semakin sunyi, Narto dan Rehan baru saja usai menghabiskan secangkir kopinya dan membayar, namun sebelum mereka pergi, kabut hitam tiba-tiba datang, semilir angin dingin yang tadinya terus berhembus kini diam seakan memerintah kabut hitam itu agar tetap berada di sekitar warung kopi tersebut.
“I-ini…” Kaki Narto gemetaran, wajah yang tadinya selalu mengeluarkan kesan canda sekarang menjadi pucat pasi. Begitu pula dengan Rehan yang sudah tak bisa berkata-kata.
“Lari!” sang Penjaga Warung sudah lari terlebih dahulu setelah menyadari ada yang tidak beres dengan warungnya.
Narto dan Rehan saling berpandangan, memastikan apakah mereka sepikiran atau tidak. “L-lari, Han!” seru Narto.
“T-tidak bisa!” Mereka berdua mencoba menggerakkan kaki namun hal itu sekan mustahil, ada sesuatu yang mencengkeram kedua kaki mereka.
“Di bawah ada…” Rehan mencoba menebak namun ia keburu penasaran ingin melihat ke belakang dan terbelalak sebelum menyelesaikan kalimatnya. “Nar… Narto…” Rehan mencoba menepuk bahu kawannya dengan pandangan masih mengarah ke belakang, namun tepukan tangan itu tak kunjung mengenai teman yang seharusnya berada di sampingnya. “Narto!” panggil Rehan sekali lagi. Setelah Rehan menengok ke arah Narti, kawannya itu sudah tiada di sisinya. “Narto!?”
WUZH!
“Tolong!” teriak Narto yang sudah bergelayutan di atas Rehan, kakainya ditarik oleh sosok makhluk yang membuat Rehan terbelalak barusan. Melihat itu, jiwa pengecut Rehan sedikit bangkit, ia berniat laru namun lupa jika kakinya juga dipegang oleh makhluk mengerikan tersebut. “Sial!”
Chofa, adalah sebutan makhluk mengerikan tersebut, ia adalah sekumpulan emosi-emosi jahat yang menjelma menjadi sesosok makhluk pemakan jiwa manusia. Semakin banyak jiwa yang dia makan maka semakin kuat kemampuannya. Chofa yang sedang mencoba memakan Narto dan Rehan kali ini berwujud makhluk abstrak berwarna hitam, namun ia memiliki mulut yang sedia kapan pun menelan jiwa manusia. Tubuh abstraknya tersebut bisa berwujud apa saja tergantung dari kekuatan yang Chofa miliki, saat ini, ia hanya mampu membentuk empat tangan.
“Tolong!” teriak Rehan yang lebih dahulu akan dimakan oleh Chofa,
“Rehan!” teriak Narto nyaring, kemudian menutup matanya saat Rehan akan dimakan oleh Chofa. “Tidak!”
GLEGK! Chofa dengan mudahnya menelan Rehan. Sekarang giliran Narto, ia dibawa menuju mulut yang sudah menganga lebar, bersiap menelan jiwa siapa pun.
“Tidak! Aku belum mau mati! Aku belum menikah!” teriak Narto histeris.
Tepat sebelum Narto akan dimakan, sesosok makhluk menyeramkan lainnya datang, membawa sebuah pedang lalu melompat tinggi dan menebas lengan Chofa yang membuat Narto kini lepas dan terjatuh.
SLASH!
Makhluk tersebut bertubuh seperti seorang wanita namun memiliki kepala tengkorak yang berambut panjang tergerai. Wanita berkepala tengkorak tersebut adalah Vee, seseorang yang menjalin kontrak dengan Iblis secara turun-temurun dari keluarganya. Kontrak tersebut menjadikan dirinya mempunyai kekuatan iblis, dan kekuatan tersebut akan terus meningkat menjelang tengah malam. Namun bayaran dari itu adalah: Setiap matahari mulai tenggelam, Vee harus menjadi setengah iblis dengan wajah yang menyeramkan.
Sebelum Narto terjatuh, Vee lebih dahulu menangkapnya dan membawa lelaki lajang tersebut ke tempat yang aman.
Vee menyiapkan kuda-kuda dengan pedang bersarung-tak pernah ia lepas sarung pedang tersebut sampai saat ini-peninggalan keluarganya turun-temurun yang juga digunakan untuk membasmi Chofa. Pedang Ava, adalah pedang khas keluarga Avalos, yaitu nama keluarga yang saat ini disandang Vee sebagai salah satu pembasmi Chofa.
Makhluk hitam abstrak tersebut-Chofa-memperbanyak lengannya, kemudian menyerang Vee bertubi-tubi namun Vee berhasil menghindar. Beberapa lengan dapat Vee tebas dengan lihainya-tanpa sedikit pun membuka sarung pedang Ava-, seperti ia tengah menari di antara empat tangan yang jika ia potong selalu tumbuh. Semakin waktu, Vee semakin mendekati Chofi tersebut. Setelah yakin jika Chofi ada dalam jangkauan jurusnya, Vee menusukkan pedang tepat di sebuah titik hitam Chofi, itu adalah inti dari Chofi yang harus dihancurkan agar dia bisa dikalahkan. Vee mengeluarkan sesuatu dari sakunya, itu adalah sebuah Bunga Mawar, Bunga Mawar tersebut bisa menyerap kekuatan Chofi. Karena jika tidak diserap, aura hitam yang berbentuk asap sisa Chofi akan berkeliaran tak tentu arah dan mempunyai kemungkinan besar membentuk Chofi baru lewat emosi negatif manusia.
***
Pagi itu cerah, kokok jago bersuara nyaring, matahari mempunyai sinar yang indah dan awan tak menyapa dengan gelapnya mendung. Vee membuka tokonya tepat pukul tujuh pagi setelah bersiap-siap. Toko miliknya menjual berbagai jenis tanaman hias yang cukup lengkap, dari mulai yang biasa seperti Lidah Mertua, Paku Tanduk Rusa, Philodendron, bunga-bungaan seperti Mawar-Melati, sampai yang langka seperti Bunga Kosmos Cokelat pun tersedia di toko milik Vee yang bernama “Batang Pohon Ajaib”.
“Bibit Philodendron ini berapa, Mba?” tanya seorang pelanggan lelaki siang itu sedikit berteriak karena tempat Vee agak jauh.
Vee mendekat berlari menghampiri. “Itu… seratus keping Hella, A.”
“Mahal amat, Mba-” mulut lelaki itu terkunci saat melihat paras cantik Vee. “Ah, iya baik. Seratus keping.”
“Terima kasih,” kata Vee sembari tersenyum manis, lelaki itu membalas senyumnya sembari membawa bibit yang dia beli.
Seperti itulah, Vee menjalani kehidupannya seperti manusia biasa ketika pagi, sampai sore hari.
Sementara itu, di sisi lain dunia, dunia yang begitu penuh dengan kegelapan, dunia tempat di mana iblis tinggal, tengah diadakan pesta besar besaran. Lebih tepatnya di kerajaan Madome, salah satu kerajaan yang sangat mendukung keberadaan Chofa di dunia manusia untuk kebutuhan para iblis di sana. Jiwa-jiwa manusia yang dimakan oleh Chofa dikumpulkan ke dalam bejana transparan besar di mana. sangat banyak apalagi pasca malam bencana yang barusan dihadapi oleh manusia. Hampir seluruh iblis di kerajaan tersebut bersuka cita, mereka minum dan makan dengan lahap seraya senang menyambut jiwa-jiwa manusia yang telah mereka dapatkan. Seperti yang pernah disebutkan sebelumnya jika jiwa adalah makanan yang sangat lezat bagi ras Iblis. Daging, susu, masakan yang enak atau apa pun itu akan kalah lezatnya jika dibandingkan dengan jiwa, karena itulah mereka mengirimkan Chofa sebagai pemburu jiwa manusia yang nantinya akan me
Keluarga Drakon adalah mereka yang diakui sebagai garis langsung keturunan manusia naga pertama. Keluarga Drakon yang melawan Chofa ada lebih dulu daripada keluarga-keluarga Pembasmi Chofa lainnya. Mereka ada jauh sebelum keluarga Ice mendapatkan kekuatan, juga sebelum keluarga Avalon mendapatkan kekuatan iblisnya. Mereka sudah ada jauh sebelum itu. Dalam kitab yang diturunkan turun-temurun kepada keluarga Drakon, awal mula mereka terbentuk bukanlah atas dasar adanya Chofa, karena Chofa saat itu belum muncul di permukaan bumi atau bisa dibilang masih dalam kurungan di dunia iblis. Pada saat itu, terdapat duan aga yang berhasil menemukan sebuah dunia dengan manusia yang sangat banyak di dalamnya beserta sumber daya alam yang sangat melimpah. Seperti tanaman, air, panas yang stabil, tempat yang nyaman untuk dijadikan tempat tinggal. Alhasil, dua naga itu membentuk kerajaannya sendiri dengan manusia-manusia sebag
“Kau belum menyebutkan nama,” cegat Tokki pada Vee yang hanya merespon dengan diam saat didengarkan sebuah nama. “Ah iya, namaku Vee, Vee Avalon,” jawab Vee dengan ragu-ragu karena baru pertama kali ini ia bertemu langsung dengan anggota keluarga Drakon secara langsung. “Vee? Nama yang indah!” celetuk Tokki. Gadis Naga itu berjalan mendekat ke arah Lava yang akan memasuki gua. “Gua apa ini?” tanya Tokki asal. “Apa kita akan masuk?” Mereka berdua sudah ada di mulut gua, sementara Vee sedikit berlari untuk menyusul. “Apa kita benar akan masuk? Kita takt ahu apa yang ada di dalam sana, bukan?” cemas Vee. “Tenang saja,
“Jadi… apa yang akan kau lakukan sekarang?” tanya Lava setelah menceritakan kejadian malam mengerikan yang ia lihat. Vee menggeleng sebagai tanda ia tak tahu apa yang akan dilakukan selanjutnya. Tangan lembut Vee masih menggenggam mayat sang Adik, ia tak mampu untuk melepaskannya meski mayat itu perlahan mulai dingin, juga kaku seperti sebuah papan. Untuk yang kesekian kalinya air mata Vee mengalir perlahan, menetes sampai pada kulit mayat berwajah Feri tersebut. Vee merasa benar-benar tak tau arah setelah kematian Feri, seperti keinginan untuk membasmi Chofa pun lenyap begitu saja. “Apa kau akan terus-menerus menangisinya dan tidak akan berbuat apa-apa?” celetuk Lava. “Memangnya… apa yang bisa aku perbuat untuk menghidupkannya kembali?” kalimat Vee mulai
Perlahan, tabir yang menyelimuti mereka berlima mulai terbuka, dapat dirasakan oleh masing-masing dengan pertanda yang berbeda-beda. Setelah seluruh bagian tabir terbuka, mereka melihat dunia yang baru. Ya, dunia yang mereka kenali itu ternyata baru saja luluh lantah, selama ini tabir tersebut menutupinya, sebuah peristiwa yang terjadi saat mereka berlima sibuk melawan Chofa yang kuat di dalam tabir. “A-apa yang terjadi?” Savi bertanya pada entah siapa, sementara matahari mulai malu-malu muncul dari ufuk timur. Vendre menggeleng sebagai pertanda tidak tahu, begitu pula dengan Asta dan Vee dalam menanggapi pertanyaan Savi yang terlihat panik. Karena matahari yang mulai menunjukkan sinarnya, tubuh-tubuh mereka yang tadinya kerangka, kini kembali menjadi m
Vee dan Vendre bergerak bersamaan, mereka hampir melaju dengan kecepatan yang sama, hanya saja Vee sedikit lebih cepat. Gadis tengkorak itu diselimuti penuh oleh aura hitam kuat yang stabil, sementara Vendre masih berusaha mengeluarkan api merah meski tidak sebesar sebelumnya. Kedua tusukkan pedang mereka tepat mengenai bagian lemah yang direncanakan, Vendre agak telat sedikit. Dari tusukkan tersebut, retaknya merambat. Chofa yang besar itu berteriak keras, membuat gemuruh yang hebat, ombak pun terpengaruh olehnya. “Sekarang! Asta!” perintah Riv selanjutnya. Asta yang sedari tadi sudah mengumpulkan energi di dalam pedang besar, kini tengah dibantu oleh Savi, membuat pedang yang berasap hitam itu bercampur dengan api hijau. Asta mengayunkan dengan cepat pedangnya bersamaan dengan Vee dan Vendre yang lekas menghindar dari sasar
Api merah adalah sebuah kekuatan Avalon yang sudah sangat jarang ditemukan karena cukup berbahaya jika penggunanya kehilangan konsentrasi barang sebentar saja. Pasalnya, api itu memanfaatkan banyak energi dari iblis secara tiba-tiba yang dicampur dengan amarah dari manusia. Vendre sudah menguasai amarah yang bisa dia keluarkan meski tak ada hal yang membuat marah maup[un sedih di sekelilingnya. Itu berarti, Vendre bisa menangis maupun marah tanpa sebab. Bahkan di saat sekarang pun, ia dalam kondisi sedih dan marah secara bersamaan, pedang yang masih di dalam sarung itu pun berkibarkan api merah yang cukup besar. Angin mulai kembali berhembus kencang, namun kali ini sebagai respon dari kekuatan Vendre yang luar biasa. Lelaki itu melompat, bergerak dengan cepat, menebas bagian leher Chofa yang sedang mereka berlima hadapi. Seketika leher Chofa yang besar itu penuh dengan kobaran api searah goresan pedang milik Vendre. Namun, tak sedikit pun terpotong.&n
Serangan dari Asta membuat seisi pantai bergemuruh, tebing tinggi itu pun perlahan oleh tebasan yang semakin bergetar. Tidak berselang lama, tebing tersebut berhasil di hancurkan berkeping-keping. Pasca itu terjadi, tebasan pedang hitam itu berhenti, Asta terlihat sangat bisa mengendalkan kekuatannya. Begitulah yang disadari oleh Vee. Perlahan debu-debu yang menyelimuti bekas tebing barusan mulai menghilang dibawa angin malam ke arah laut. Dan terlihatlah sebuah gua di sana, gua yang mengarah ke dalam tanah meski masih terllihat samar-samar. “Gua?” Vendre bergumam perihal apa yang pandangannya bicarakan. Gerbang menuju suatu tempat yang diduga adalah laboratorium Chofa itu terbuka, tapi apakah tabir yang menyelimuti tadi juga sudah hilang? Begitul
“Hahaha!” Fazl terbahak mendengar cerita dari Vee siang itu yang menjelaskan jika penghalang di pantai itu hanyalah melindungi dari manusia. “Semudah itu? Kenapa pasukan payah itu tidak bisa menemukan solusinya,” ia kembali menundukkan kepala sembari meremas rambutnya sendiri. “Malam ini, mala mini juga kita harus serang tempat itu habis-habisan, entah makhluk macam apa yang ada di sana, kita akan serang mereka bersamaan.” Vee hanya balas dengan anggukkan, gadis cantik itu masih tidak mengerti mengapa raut wajah sang Ayah dapat berubah begitu cepat dari tertawa menjadi semurung sekarang. Fazl pergi begitu saja dari rumah yang didiami Vee setelah mmeberikan arahan mengenai teknis penyerangan nanti malam. “Apa aku boleh ikut?
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Mga Comments