Keyna membaringkan tubuhnya di atas tempat tidur. "Oh… ini sungguh nyamannnn," gumamnya.
Bagaimana tidak ia sudah mandi untuk menyegarkan dirinya, dan kini ia bersiap untuk tidur mengistirahatkan seluruh tubuhnya dan pikirannya setelah seharian ia berada di kampus dan mengerkan tugasnya. Bukan hanya itu, ia juga harus menghadapi perundungan yang dilakukan oleh Clarissa.
Ia sudah lelah karena jadwal kuliah yang padat hari ini. Ditambah tugas yang menumpuk. Oh…ini sangat menyebalkan…Belum lagi pembullyan yang dilakukan Clarissa dan teman-temannya."Bodoh, kenapa aku tak bisa melawan mereka?" lirihnya. Bukan Keyna tak berani, ia pernah mencobanya dan mereka membalasnya berlipat-lipat. Itu sungguh membuatnya tersiksa."Lebih baik aku tidur saja sekarang." Keyna kembali bergumam.Namun sesaat akan memejamkan mata Keyna teringat buku yang tadi di berikan oleh wanita pemilik toko itu. Ia segera bangkit dari tempat tidurnya kemudian terduduk. Tak berapa lama ia mengambil kantong plastik yang ia letakkan di atas nakas di samping tempat tidurnya dan membukanya, serta mengeluarkan buku tersebut.Ia menolaknya tadi, namun wanita itu memaksanya untuk menerimanya. Keyna menerima dengan terpaksa, padahal hatinya senang, mendapat barang gratis siapa sih yang tidak senang, benar tidak?Setelah mengamati kembali buku yang ada di tangannya. Dengan perlahan Keyna membuka buku itu. Halaman demi halaman ia buka perlahan dan membacanya meski tak di baca secara menyeluruh.Sampai pada halaman yang menuliskan sebuah mantra, mantra yang dipercaya bisa membuat orang bertekuk lutut padanya, bahkan mencintainya."Hmm… ini rupanya !" gumam Keyna. Dan ia teringat pada ucapan wanita tua tadi.Ia menutup buku tersebut, kemudian kembali membaringkan tubuhnya, lebih baik ia tidur sekarang, karena besok pagi ia ada kelas pagi.Namun setelah setengah jam berlalu matanya tidak dapat terpejam juga."Ah... menyebalkan, kenapa mantra itu terus menghantuiku?" lirihnya. Ditambah rasa ingin memiliki Xavier semakin tinggi. Xavier adalah senior laki-laki di kampusnya yang sudah ditaksirnya sejak lama. Dan gara-gara Xavier pula dirinya menjadi korban bully Clarissa dan teman-temannya.Saat ospek kampus, seniornya itu sempat menolongnya, dari sana Keyna mengenal sosok Xavier, dan jatuh cinta padanya. Namun Keyna tak pernah menyatakan perasaan saat ia tahu jika Xavier adalah Most Wanted di kampusnya, ia bisa menjadi bulan-bulanan mahasiswi lain. Dan terbukti.Selama ini ia hanya menjadi secret admirer nya saja tanpa mau menyatakan perasaannya. Itu sudah cukup baginya. Entah bagaimana Clarissa mengetahuinya.Namun begitu mengetahui ada mantra itu, tiba-tiba ia terbersit di kepalanya untuk membacanya dan melakukan ritual yang seperti tercantum di buku tersebut."Kau gila Key, jika melakukan kebodohan ini!!" gumamnya.Ia membuka jendela kamarnya dan memandang lagi yang begitu cerah bertabur bintang, bahkan bulan terlihat sangat indah dan besar tidak seperti biasanya.Jika kau ingin mendapatkan apa yang kamu inginkan, setidaknya berkorbanlah.Tiba-tiba kata-kata itu terngiang di kepalanya, entahlah suara siapa itu, Keyna tidak bisa berpikir jernih lagi.Entah mengapa ia sudah mempersiapkan segala sesuatu yang diperlukan dalam ritual tersebut.Keyna mulai duduk di tengah simbol yang ia buat, kemudian menyalakan lilin yang melingkarinya. Kemudian ia menusuk jari tangannya dengan jarum, dan meneteskan darahnya di atas mangkuk kecil yang berada di hadapannya.Dengan mata tertutup Keyna mulai merapalkan mantranya perlahan dan pelan.Îl sun pe proprietarul luminii celei mai puternice din întuneric, vino la mine, te sun. Îți dau sufletul tău."Buatlah Xavier tergila-gila dan mencintaiku," ucapnya dengan mata terpejam.Setelah beberapa menit Keyna tidak merasakan apapun, ia membuka matanya dan terkekeh geli sendiri."Bodoh Keynaa, astagaaa kau percaya hal yang seperti ini!!" Ia menepuk dahinya pelan."Lebih baik aku membereskan hal konyol ini dan segera tidur," lanjutnya.Kemudian ia meniup semua lilin hingga mati, dan membereskan semuanya. Sambil meledek dirinya sendiri. Kebodohan yang teramat sangat."Itu hanya dongeng untuk anak kecil Arkeyna Ainsley, ahh... kau bodoh sekali!!" ledeknya pada diri sendiri.Keyna segera membaringkan tubuhnya kembali dan menyelimuti dirinya. Ia tersentak kaget saat sebuah suara petir menggelegar."Astaga... tadi kan cerah, kenapa tiba-tiba ada petir!" Keyna bangkit dari tidurnya dan segera berjalan menuju jendela kemudia menutup jendela kamarnya, ia takut hujan akan segera turun.Saat akan menutup jendela benar saja hujan deras tiba-tiba turun. "Ya Tuhan... padahal tadi masih banyak bintang dan langit begitu cerah, cuaca memang aneh sekarang ini!" ucapnya seraya menggelengkan kepalanya bingung.Padahal ramalan cuaca hari ini mengatakan jika sepanjang hari hingga malam cuaca akan terus cerah. "Terus ini apa?"Kemudian langit memunculkan kilatan cahaya sesaat yang menyilaukan, hingga matanya sempat seperti buta sejenak akibat kilatan cahaya tersebut.Beberapa saat kemudian disusul dengan suara petir menggelegar yang saling bersahutan. Benar-benar mengerikan, membuat kaki Keyna bergetar. Tak pernah ia mendengar suara petir seperti itu."Apa akan ada badai?" tanya pada dirinya sendiri.Keyna segera mengunci jendela yang sudah ditutupnya. Bersamaan dengan itu terdengar sebuah petir yang begitu besar dan menggelegar, membuat lampu di kamarnya tiba-tiba mati begitu saja."Oh… ya ampun!!" pekiknya kaget sambil mengelus dada. Suara petir dan lampu yang tiba-tiba mati sungguh kombinasi yang luar biasa. Keyna jadi teringat pada film horor yang pernah di tontonnya, membuat bulu kuduknya meremang. Biasanya setelah ini hantu itu akan muncul."Itu hanya film Key, film!!" Keyna menenangkan dirinya sendiri.Keyna menyentuh tengkuknya. "Kenapa menakutkan??!" gumamnya sepelan mungkin ketika tiba-tiba rasa takut kembali menghantuinya."Aku kebanyakan nonton film horor bersama Aline, sebaiknya ku hindari nanti."Namun tidak berapa lama lampu kembali menyala. "Syukurlah…" Akhirnya ia dapat bernapas lega."Ternyata hanya sebentar saja." Ia kembali bergumam.Saat lampu menyala kembali Keyna kembali merasa ada hal aneh. Di luar angin bertiup sangat kencang membuat jendela kamarnya bergetar, selain itu ia merasakan hawa panas padahal sedang turun hujan di luar sana.Tubuhnnya kembali meremang, dan ia kembali menyentuh tengkuknya. "Bodoh Key, ayoo tidurr.." gumamnya.Saat akan melangkah ke tempat tidur ia merasakan kehadiran orang lain di dalam kamarnya. Jantungnya berdetak dengan hebat.Ia membalikkan tubuhnya seketika dan tersentak kaget saat melihat seseorang tengah berdiri di hadapannya. "Ya Tuhaaannn…" pekik Keyna matanya membelalak, ia menutup mulut dengan tangannya. Tubuhnya tiba-tiba saja kaku seperti patung. Jantungnya berdetak dengan hebat, bahkan keringat dingin mulai bercucuran.A-apa ini? Tanyanya dalam hati.Pria itu menatap tajam Keyna dengan mata merahnya. Kulitnya putih pucat bak salju sangat kontras dengan rambutnya yang hitam legam sehitam malam.Keyna tak mampu bergerak, bahkan membuka mulutnya saja sangat sulit untuk dilakukan.- To be continue-Keyna tak mampu bergerak, bahkan membuka mulutnya saja sangat sulit untuk dilakukan."Ya..Tu..han..ka..u siapa, bagaimana..kau bisa masukk?!" tanya Keyna terbatasusah payah dengan mulut yang seakan terkunci, ia sangat ketakutan, tubuhnya bergetar hebat.Ia takut pria tersebut rampok yang masuk ke dalam rumahnya, dan akan memperkosanya, oh...ya ampun ini gilaa…Batin Keyna berkata."Aku bukan manusia menjijikkan seperti yang ada di pikiranmu!" ucapnya datar dan dingin. Sama seperti wajahnya.Pria itu tinggi menjulang di hadapan Keyna, bahkan kini Keyna masih berdiri terpaku di tempatnya tak melangkah sedikitolpun, ia harus mendongakkan wajahnya membuat tengkuknya pegal."Ya Tuhan!!" pekik Keynadengan suara tercekat.Mata merah itu nyalang menatap Keyna. "Jangan sebut nama itu di hadapanku!!" Kini dalam suaranya terdengar amarah. Bahkan ia sedikit meng
Cahaya matahari pagi membangunkan Keyna dari tidurnya. Begitu matanya terbuka ia segera menyentakkan tubuhnya untuk segera duduk."Astagaaa, mimpi yang buruk!" pekiknya begitu ia teringat dengan kejadian semalam yang ternyata hanyalah sebuahmimpi.Keyna menyentuh dadanya, yang nampak masih berdebar ketakutan seperti semalam. "Hanya mimpi Key!" Keyna berusaha menyadarkan dirinya.Kemudian ia terkekeh dan segera mengecek keadaan piyama nya yang masih utuh tidak seperti dalam mimpinya yang sudah terkoyak. Bahkan sakit di punggung dan kepalanya pun tidak ada. Keyna tertawa seperti orang bodoh."Benar-benar mimpi yang terasa nyata!" gumamnya, kini Keyna menyentuh bibirnya dengan jarinya. Namun kecupan yang ia dapat dalam mimpi seolah benar-benar nyata, bahkan rasanya masih bisa ia rasakan ketika bibir dingin namun lembut itu menyentuh bibirnya."Bodohhh Key... itu hanya mimpi!!" Keyna mengacak rambutnya yang sudah acak-ac
Keyna terus menggerutu sepanjang perjalanannya menuju kampus, bagaimana tidak Drey alias mahluk mengerikan bernama Dyrroth masih terus bersamanya bahkan di dalam bus. Sebisa mungkin Keyna menjaga jarak dengan mahluk aneh dan menyeramkan itu.Begitu sampai di kampus ia masih terus mengikuti Keyna kemanapun ia berada.Keyna berusaha untuk tidak memperdulikan kehadiran mahluk itu. Ia tidak peduli.Keyna lega saat mahluk itu memasuki ruang tata usaha untuk mengurus dokumen-dokumen kepindahannya.'Apa mahluk seperti itu mempunyai identitas juga heh?!' batin Keyna bingung.’Tidak,tidak jangan pedulikan itu Key’. Dengan cepat ia bergegas menuju kantin kampus untuk mencari temannya. Ia duduk di salah satu bangku kosong dan mengedarkan pandangannya. Ia harus bersama Aline agar kejadian kemarin tidak terulang lagi.Namun, ia tidak menemukan keberadaan temannya itu. Menyebalkan.Kini ia k
Semenjak kehadiran Dyrroth atau pun sebut saja Drey, Keyna jarang keluar dari kamarnya ketika berada di rumah. Ia berusaha untuk menjauh dari Drey, jika bisa mungkin ia akan pergi sangat jauh.Drey tidak melakukan apapun pada Keyna, tapi tatapan matanya saja sudah membuat Keyna amat sangat ketakutan, ok di luar wajah tampannya ya.Meskipun kini sudah larut malam namun Keyna tidak bisa memejamkan matanya. Di pikirannya hanya ada Dyrroth…Dyrroth…Drey…Drey…Keyna mendesah pelan. "Apa ia sudah memanipulasi pikiranku juga?"gumamnya perlahan."Argghhh, bagaimana aku bisa lepas dari mahluk itu ya Tuhan! Aku ingin hidup normal kembali," umamnya putus asa.Keyna mencoba untuk mencari pembatalan ritual tersebut, dan berencana untuk mengembalikan Drey ke asalnya. Namun saat Keyna membuka buku tersebut, alangkah terkejutnya dia saat melihat semua halaman di buku itu telah kosong. Tak ada yang bisa dibaca meskipun itu sebuah titik kecil.
Perkataan Drey mengenai Xavier terus terngiang di kepala Keyna. Apa yang Keyna lewatkan dari sosok Xavier? Tidak ada. Xavier begitu sempurna di matanya, tidak cela sedikitpun."Dia tidak sesempurna itu Key." Lagi-lagi Dyrroth membaca pikiran Keyna."Diam kau iblis, kau tahu apa?!" geram Keyna sudah tak tahan lagi."Ck! Dasar manusia!" Dyrroth berdecak tak suka."Kau perlu tahu Key, iblis memang jahat, namun tak pernah menutupinya dan berbohong. Tapi manusia bisa berpura-pura baik di depan saja. Di belakang? Who knows..." seru Drey mengangkat kedua bahunya."Brengsek kau Drey!! Kembalilah ke asalmu!!" pekik Keyna yang entah dari mana ia mendapat keberanian untuk mengumpat dan membentak mahluk mengerikan seperti Drey yang sayangnya sangat tampan. Ehh...waitt lupakan bagian itu ok."Hmm, kau sudah berani rupanya, gadis kecil!!" Dyrroth menatap Keyna dengan tajam, seketika itu juga Keyna tidak bisa mengeluarkan suar
Keyna memeluk lututnya di sudut kamarnya. Kepalanya tertunduk, dan matanya menatap kosong pada lantai kayu di bawahnya. Perasaan aneh yang ia rasakan sejak beberapa hari terakhir membuatnya sulit tidur. Kehadiran Dyrroth di sisinya selalu menimbulkan sensasi yang bercampur aduk antara takut, bingung, dan... sesuatu yang lain yang ia tak mampu definisikan.“Kenapa aku bahkan memikirkannya?” gumamnya pelan.Dyrroth. Sosok yang sejak awal ia anggap sebagai ancaman dan kutukan kini berubah menjadi teka-teki yang membingungkan. Ada saat-saat di mana ia merasa Dyrroth adalah makhluk paling menakutkan yang pernah ia temui, namun di lain waktu, ia melihat sisi yang berbeda dari iblis itu—sisi yang membuat hatinya berdebar.Keyna menggelengkan kepalanya dengan keras, mencoba mengusir pikirannya. Namun, ingatan tentang apa yang terjadi kemarin malam membuat usahanya sia-sia. Lagi-lagi dyrroth menyentuh tubuhnya. Meski sekuat tenaga melawan, tapi dirinya bukanlah lawan bagi Dyrroth. Bagi Dyrroth
Keyna membeku di tempat, seakan dunia berhenti berputar. Kata-kata itu menembus relung pikirannya, menggetarkan hatinya. Jantungnya berpacu kencang seperti genderang perang."Tidak! Aku tidak akan pernah melakukannya!" serunya lantang, meskipun ada getaran kecil dalam suaranya.Dyrroth berbalik, matanya menyala dalam gelap, seperti bara api yang membakar setiap keraguan. Ia menyunggingkan senyum dingin, senyum yang membuat siapa pun merinding."Benarkah?" gumamnya, nadanya meremehkan."Keyna, kau tahu, aku hanya ingin membantumu. Jika kau membuat kontrak denganku, tidak ada lagi yang akan berani menyentuhmu. Orang-orang yang membencimu akan diam, lenyap dari kehidupanmu. Dan kau juga bisa bersama Xavier. Bukankah itu yang kau inginkan?"Nama Xavier seperti duri yang menancap di hati Keyna. Ia tahu Dyrroth tidak asal bicara. Pria itu entah bagaimana selalu tahu apa yang ada di pikirannya, apa yang ia sembunyikan jauh di lubuk hati."Tidak!" serunya lagi, lebih tegas kali ini. Ia mengge
Sementara itu, Xavier akhirnya tiba di rumahnya—sebuah rumah tua bergaya klasik yang dikelilingi taman hijau yang kini terlihat kelam di bawah cahaya bulan. Ia masuk dengan hati-hati, masih merasakan hawa aneh yang membuntutinya sejak di jalan tadi.“Kakek?” panggilnya, suaranya menggema di aula rumah yang tenang.Seorang pria tua dengan rambut putih dan janggut panjang muncul dari sebuah ruangan, mengenakan jubah sederhana. Matanya yang tajam segera memandang Xavier dengan penuh perhatian. “Kau terlambat pulang,” ujar pria itu, suaranya dalam namun penuh wibawa. “Ada apa? Kau terlihat cemas.”Xavier ragu sejenak sebelum berbicara. “Kakek, aku merasakan sesuatu tadi di jalan. Ada energi yang berusaha menyerangku, tapi… ada sesuatu yang memantulkannya. Aku tidak tahu apa itu, tapi rasanya sangat aneh dan kuat.”Wajah pria tua itu berubah serius. Ia melangkah mendekat, meletakkan tangan di bahu Xavier. “Energi itu… apakah dingin dan menekan, seperti mencoba menarikmu ke dalam kegelapan?”
Pagi itu, sinar matahari masuk melalui celah-celah tirai, membangunkan Keyna dari tidurnya. Dengan mata yang masih setengah terpejam, ia bangkit dan meregangkan tubuh, tidak menyadari bahwa Dyrroth telah kembali.Setelah mandi dan berpakaian, ia turun ke lantai satu, bersiap untuk sarapan bersama ibunya seperti biasanya. Namun, langkahnya terhenti begitu ia melihat pemandangan di meja makan.Di sana, duduk tiga orang. Salah satunya adalah Dyrroth.Keyna menelan ludah, jantungnya berdegup lebih cepat. Namun, ia berusaha menyembunyikan keterkejutannya, mengontrol ekspresinya agar tetap tenang. Ia berjalan mendekat dengan sikap biasa, menarik kursi tanpa berkata apa-apa, lalu mulai menyantap sarapannya.Dyrroth, yang duduk di seberang, hanya menatapnya diam-diam dengan senyum tipis penuh arti. Ia tidak perlu mengatakan apapun—kehadirannya saja sudah cukup untuk membuat Keyna gelisah.Setelah sarapan selesai, Keyna buru-buru keluar rumah, bersiap pergi ke kampus. Tapi ternyata, Dyrroth ke
Udara di dalam kamar Keyna mendadak berubah. Hawa dingin merayap perlahan, menusuk ke dalam ruangan seakan musim dingin datang tanpa peringatan. Embun tipis mulai mengembun di kaca jendela, dan napas gadis itu berhembus sedikit lebih lambat dari biasanya.Namun, Keyna yang sudah terlelap tidak menyadari perubahan itu. Ia hanya menggeliat sedikit, menarik selimut lebih erat, memeluk bantal gulingnya seakan mencari perlindungan dari sesuatu yang tak terlihat.Sebuah sosok hitam tinggi berdiri di samping ranjangnya.Matanya bersinar redup dalam kegelapan, menatap gadis yang tertidur dengan ekspresi yang sulit dibaca. Dyrroth.Tanpa suara, pria itu menunduk, wajahnya semakin dekat dengan Keyna. Tangannya yang besar dan kuat terulur, jemari panjangnya hampir menyentuh dagu gadis itu. Ia menarik dagu gadis itu agar bisa dilihat jelas olehnya.Begitu wajah Keyna terlihat sepenuhnya, matanya langsung tertuju pada l
Dua hari berlalu dalam keheningan.Dyrroth perlahan membuka matanya, merasakan energi yang mengalir deras dalam tubuhnya. Tidak ada rasa sakit, tidak ada kelemahan. Sebaliknya, tubuhnya terasa lebih kuat, lebih padat dengan kekuatan yang nyaris meledak dalam nadinya.Energi yang ia dapatkan saat ritual dua hari yang lalu dalam darah telah bekerja.Saat ia bangkit dari duduknya, udara di sekelilingnya bergetar tipis, seolah merasakan perubahan drastis dalam diri sang pangeran. Ia mengepalkan tangannya, merasakan gelombang energi yang lebih murni daripada sebelumnya. Meditasi yang ia jalani bukan sekadar pemulihan, tetapi sebuah transformasi.Langkahnya terdengar mantap saat ia keluar dari ruangan.Di depan pintu, para prajurit yang berjaga segera memberi hormat dengan kepala tertunduk dalam. Di antara mereka, seorang pria berbadan tegap dengan jubah merah gelap melangkah maju. Dialah Vhargan, tangan kanan Dyrroth—orang yang paling d
Setelah percakapan singkat dan penuh misteri dengan Xavier, yang bahkan tidak dimengerti sama sekali olehnya. Keyna melangkah pergi, meninggalkan pria itu yang masih berdiri di tempat, menyembunyikan rasa penasaran dalam tatapannya yang dalam.Keyna merasa ada kehangatan yang aneh dalam hatinya. Sesuatu yang belum pernah ia rasakan sebelumnya. Namun, meskipun hati kecilnya merasa bahagia, ada juga perasaan cemas yang mulai muncul—seperti ada sesuatu yang mengintai, menunggu untuk ditemukan.Di belakangnya, beberapa teman sekelasnya yang sering mengolok-oloknya sejak lama, mengamati dengan penuh rasa ingin tahu. Mereka berdiri di sudut koridor, dengan tatapan tajam yang tak pernah hilang, selalu mencari peluang untuk menjatuhkan Keyna."Apa itu tadi? Dia... bicara dengan Xavier?" suara Clarissa, teman sekelas yang paling sering membuli Keyna, terdengar penuh sindiran."Sepertinya, dia merasa lebih penting setelah ngobrol sama anak itu," sahut Ruby, d
Dyrroth yang baru saja menyelesaikan ritualnya merasakan energi kuat menjalar di sekujur tubuhnya. Getaran magis itu membakar di setiap nadinya, membuat tubuhnya terasa lebih bertenaga, lebih tangguh, lebih berbahaya. Namun, ia tahu ini belum cukup. Beberapa saat kemudian, rasa lelah mulai menyerang, memaksanya untuk beristirahat agar tubuhnya dapat beradaptasi dengan kekuatan yang baru diterimanya.Sambil duduk bersila dalam lingkaran ritual yang masih berpendar cahaya merah pekat, Dyrroth merenung. Jika Keyna bersedia melakukan kontrak dengannya, maka kekuatan yang ia miliki akan jauh lebih besar dari yang ia dapatkan saat ini. Ia dapat merasakan potensi yang tersembunyi dalam diri gadis itu, sebuah energi yang dapat mengubah keseimbangan dunia jika diarahkan dengan benar.Tatapan Dyrroth mengeras. Ia harus membuat Keyna menyerah, harus membuatnya tunduk. Ia tahu, waktu untuk bergerak semakin dekat, dan Keyna adalah kunci bagi ambisinya yang lebih besar. Roh suci sudah bangkit, dan
Dyrroth berdiri di puncak menara tua yang tertutupi bayangan malam, matanya menatap kosong ke langit gelap yang dihiasi bulan sabit. Namun, alih-alih ketenangan, wajahnya menyiratkan keresahan. Ia baru saja merasakan energi yang sangat familiar, energi yang sudah lama ia benci dan sekaligus takuti. Energi itu membangkitkan memori masa lalunya—kenangan pahit akan pertempuran yang hampir merenggut segalanya darinya.“Roh Suci…” gumamnya dengan suara rendah, penuh kebencian. Ia mengepalkan tangannya hingga kuku tajamnya hampir menembus telapak tangannya sendiri. “Jadi, akhirnya kau kembali. Apakah kau di sini untuk mencariku? Atau untuk menghancurkanku sekali lagi?”Dyrroth mengerahkan telepatinya, memanggil bawahannya yang paling setia, Harrith. Dalam beberapa saat, Harrith muncul dari balik bayangan, berlutut di hadapannya. “Tuan, Anda memanggil saya?”Dyrroth menoleh ke arah Harrith, sorot matanya dingin namun penuh perintah. “Aku akan kembali ke istana. Bulan purnama sudah dekat, dan
Tongkat-tongkat mereka terangkat serentak, memancarkan cahaya lembut yang perlahan berubah menjadi kilauan emas. Simbol-simbol kuno di lantai mulai bercahaya, menyatu dengan energi yang memancar dari tongkat mereka. Dalam hitungan detik, ruang ritual itu dipenuhi dengan energi besar yang terasa hidup. Cahaya itu seperti memiliki napas, berdenyut dan berputar mengelilingi Xavier.Awalnya, Xavier merasakan sensasi hangat yang menyebar di tubuhnya, seperti matahari yang lembut menyentuh kulitnya. Namun, perlahan, kehangatan itu berubah menjadi panas yang menyengat, merambat melalui setiap pembuluh darahnya.Xavier mengepalkan tangannya, mencoba menahan rasa terbakar yang semakin menjadi-jadi. “Apa… ini?” tanyanya, suaranya gemetar di antara rasa sakit yang semakin mendalam.“Jangan melawan!” Eldric berseru, suaranya tegas. “Biarkan kekuatan itu mengalir. Jangan menahannya, Xavier. Kau harus menerimanya!”Tapi rasa panas itu berubah menjadi ledakan energi yang begitu kuat hingga Xavier ha
Sementara itu, Xavier akhirnya tiba di rumahnya—sebuah rumah tua bergaya klasik yang dikelilingi taman hijau yang kini terlihat kelam di bawah cahaya bulan. Ia masuk dengan hati-hati, masih merasakan hawa aneh yang membuntutinya sejak di jalan tadi.“Kakek?” panggilnya, suaranya menggema di aula rumah yang tenang.Seorang pria tua dengan rambut putih dan janggut panjang muncul dari sebuah ruangan, mengenakan jubah sederhana. Matanya yang tajam segera memandang Xavier dengan penuh perhatian. “Kau terlambat pulang,” ujar pria itu, suaranya dalam namun penuh wibawa. “Ada apa? Kau terlihat cemas.”Xavier ragu sejenak sebelum berbicara. “Kakek, aku merasakan sesuatu tadi di jalan. Ada energi yang berusaha menyerangku, tapi… ada sesuatu yang memantulkannya. Aku tidak tahu apa itu, tapi rasanya sangat aneh dan kuat.”Wajah pria tua itu berubah serius. Ia melangkah mendekat, meletakkan tangan di bahu Xavier. “Energi itu… apakah dingin dan menekan, seperti mencoba menarikmu ke dalam kegelapan?”
Keyna membeku di tempat, seakan dunia berhenti berputar. Kata-kata itu menembus relung pikirannya, menggetarkan hatinya. Jantungnya berpacu kencang seperti genderang perang."Tidak! Aku tidak akan pernah melakukannya!" serunya lantang, meskipun ada getaran kecil dalam suaranya.Dyrroth berbalik, matanya menyala dalam gelap, seperti bara api yang membakar setiap keraguan. Ia menyunggingkan senyum dingin, senyum yang membuat siapa pun merinding."Benarkah?" gumamnya, nadanya meremehkan."Keyna, kau tahu, aku hanya ingin membantumu. Jika kau membuat kontrak denganku, tidak ada lagi yang akan berani menyentuhmu. Orang-orang yang membencimu akan diam, lenyap dari kehidupanmu. Dan kau juga bisa bersama Xavier. Bukankah itu yang kau inginkan?"Nama Xavier seperti duri yang menancap di hati Keyna. Ia tahu Dyrroth tidak asal bicara. Pria itu entah bagaimana selalu tahu apa yang ada di pikirannya, apa yang ia sembunyikan jauh di lubuk hati."Tidak!" serunya lagi, lebih tegas kali ini. Ia mengge