Keyna membaringkan tubuhnya di atas tempat tidur. "Oh… ini sungguh nyamannnn," gumamnya.
Bagaimana tidak ia sudah mandi untuk menyegarkan dirinya, dan kini ia bersiap untuk tidur mengistirahatkan seluruh tubuhnya dan pikirannya setelah seharian ia berada di kampus dan mengerkan tugasnya. Bukan hanya itu, ia juga harus menghadapi perundungan yang dilakukan oleh Clarissa.
Ia sudah lelah karena jadwal kuliah yang padat hari ini. Ditambah tugas yang menumpuk. Oh…ini sangat menyebalkan…Belum lagi pembullyan yang dilakukan Clarissa dan teman-temannya."Bodoh, kenapa aku tak bisa melawan mereka?" lirihnya. Bukan Keyna tak berani, ia pernah mencobanya dan mereka membalasnya berlipat-lipat. Itu sungguh membuatnya tersiksa."Lebih baik aku tidur saja sekarang." Keyna kembali bergumam.Namun sesaat akan memejamkan mata Keyna teringat buku yang tadi di berikan oleh wanita pemilik toko itu. Ia segera bangkit dari tempat tidurnya kemudian terduduk. Tak berapa lama ia mengambil kantong plastik yang ia letakkan di atas nakas di samping tempat tidurnya dan membukanya, serta mengeluarkan buku tersebut.Ia menolaknya tadi, namun wanita itu memaksanya untuk menerimanya. Keyna menerima dengan terpaksa, padahal hatinya senang, mendapat barang gratis siapa sih yang tidak senang, benar tidak?Setelah mengamati kembali buku yang ada di tangannya. Dengan perlahan Keyna membuka buku itu. Halaman demi halaman ia buka perlahan dan membacanya meski tak di baca secara menyeluruh.Sampai pada halaman yang menuliskan sebuah mantra, mantra yang dipercaya bisa membuat orang bertekuk lutut padanya, bahkan mencintainya."Hmm… ini rupanya !" gumam Keyna. Dan ia teringat pada ucapan wanita tua tadi.Ia menutup buku tersebut, kemudian kembali membaringkan tubuhnya, lebih baik ia tidur sekarang, karena besok pagi ia ada kelas pagi.Namun setelah setengah jam berlalu matanya tidak dapat terpejam juga."Ah... menyebalkan, kenapa mantra itu terus menghantuiku?" lirihnya. Ditambah rasa ingin memiliki Xavier semakin tinggi. Xavier adalah senior laki-laki di kampusnya yang sudah ditaksirnya sejak lama. Dan gara-gara Xavier pula dirinya menjadi korban bully Clarissa dan teman-temannya.Saat ospek kampus, seniornya itu sempat menolongnya, dari sana Keyna mengenal sosok Xavier, dan jatuh cinta padanya. Namun Keyna tak pernah menyatakan perasaan saat ia tahu jika Xavier adalah Most Wanted di kampusnya, ia bisa menjadi bulan-bulanan mahasiswi lain. Dan terbukti.Selama ini ia hanya menjadi secret admirer nya saja tanpa mau menyatakan perasaannya. Itu sudah cukup baginya. Entah bagaimana Clarissa mengetahuinya.Namun begitu mengetahui ada mantra itu, tiba-tiba ia terbersit di kepalanya untuk membacanya dan melakukan ritual yang seperti tercantum di buku tersebut."Kau gila Key, jika melakukan kebodohan ini!!" gumamnya.Ia membuka jendela kamarnya dan memandang lagi yang begitu cerah bertabur bintang, bahkan bulan terlihat sangat indah dan besar tidak seperti biasanya.Jika kau ingin mendapatkan apa yang kamu inginkan, setidaknya berkorbanlah.Tiba-tiba kata-kata itu terngiang di kepalanya, entahlah suara siapa itu, Keyna tidak bisa berpikir jernih lagi.Entah mengapa ia sudah mempersiapkan segala sesuatu yang diperlukan dalam ritual tersebut.Keyna mulai duduk di tengah simbol yang ia buat, kemudian menyalakan lilin yang melingkarinya. Kemudian ia menusuk jari tangannya dengan jarum, dan meneteskan darahnya di atas mangkuk kecil yang berada di hadapannya.Dengan mata tertutup Keyna mulai merapalkan mantranya perlahan dan pelan.Îl sun pe proprietarul luminii celei mai puternice din întuneric, vino la mine, te sun. Îți dau sufletul tău."Buatlah Xavier tergila-gila dan mencintaiku," ucapnya dengan mata terpejam.Setelah beberapa menit Keyna tidak merasakan apapun, ia membuka matanya dan terkekeh geli sendiri."Bodoh Keynaa, astagaaa kau percaya hal yang seperti ini!!" Ia menepuk dahinya pelan."Lebih baik aku membereskan hal konyol ini dan segera tidur," lanjutnya.Kemudian ia meniup semua lilin hingga mati, dan membereskan semuanya. Sambil meledek dirinya sendiri. Kebodohan yang teramat sangat."Itu hanya dongeng untuk anak kecil Arkeyna Ainsley, ahh... kau bodoh sekali!!" ledeknya pada diri sendiri.Keyna segera membaringkan tubuhnya kembali dan menyelimuti dirinya. Ia tersentak kaget saat sebuah suara petir menggelegar."Astaga... tadi kan cerah, kenapa tiba-tiba ada petir!" Keyna bangkit dari tidurnya dan segera berjalan menuju jendela kemudia menutup jendela kamarnya, ia takut hujan akan segera turun.Saat akan menutup jendela benar saja hujan deras tiba-tiba turun. "Ya Tuhan... padahal tadi masih banyak bintang dan langit begitu cerah, cuaca memang aneh sekarang ini!" ucapnya seraya menggelengkan kepalanya bingung.Padahal ramalan cuaca hari ini mengatakan jika sepanjang hari hingga malam cuaca akan terus cerah. "Terus ini apa?"Kemudian langit memunculkan kilatan cahaya sesaat yang menyilaukan, hingga matanya sempat seperti buta sejenak akibat kilatan cahaya tersebut.Beberapa saat kemudian disusul dengan suara petir menggelegar yang saling bersahutan. Benar-benar mengerikan, membuat kaki Keyna bergetar. Tak pernah ia mendengar suara petir seperti itu."Apa akan ada badai?" tanya pada dirinya sendiri.Keyna segera mengunci jendela yang sudah ditutupnya. Bersamaan dengan itu terdengar sebuah petir yang begitu besar dan menggelegar, membuat lampu di kamarnya tiba-tiba mati begitu saja."Oh… ya ampun!!" pekiknya kaget sambil mengelus dada. Suara petir dan lampu yang tiba-tiba mati sungguh kombinasi yang luar biasa. Keyna jadi teringat pada film horor yang pernah di tontonnya, membuat bulu kuduknya meremang. Biasanya setelah ini hantu itu akan muncul."Itu hanya film Key, film!!" Keyna menenangkan dirinya sendiri.Keyna menyentuh tengkuknya. "Kenapa menakutkan??!" gumamnya sepelan mungkin ketika tiba-tiba rasa takut kembali menghantuinya."Aku kebanyakan nonton film horor bersama Aline, sebaiknya ku hindari nanti."Namun tidak berapa lama lampu kembali menyala. "Syukurlah…" Akhirnya ia dapat bernapas lega."Ternyata hanya sebentar saja." Ia kembali bergumam.Saat lampu menyala kembali Keyna kembali merasa ada hal aneh. Di luar angin bertiup sangat kencang membuat jendela kamarnya bergetar, selain itu ia merasakan hawa panas padahal sedang turun hujan di luar sana.Tubuhnnya kembali meremang, dan ia kembali menyentuh tengkuknya. "Bodoh Key, ayoo tidurr.." gumamnya.Saat akan melangkah ke tempat tidur ia merasakan kehadiran orang lain di dalam kamarnya. Jantungnya berdetak dengan hebat.Ia membalikkan tubuhnya seketika dan tersentak kaget saat melihat seseorang tengah berdiri di hadapannya. "Ya Tuhaaannn…" pekik Keyna matanya membelalak, ia menutup mulut dengan tangannya. Tubuhnya tiba-tiba saja kaku seperti patung. Jantungnya berdetak dengan hebat, bahkan keringat dingin mulai bercucuran.A-apa ini? Tanyanya dalam hati.Pria itu menatap tajam Keyna dengan mata merahnya. Kulitnya putih pucat bak salju sangat kontras dengan rambutnya yang hitam legam sehitam malam.Keyna tak mampu bergerak, bahkan membuka mulutnya saja sangat sulit untuk dilakukan.- To be continue-Keyna tak mampu bergerak, bahkan membuka mulutnya saja sangat sulit untuk dilakukan."Ya..Tu..han..ka..u siapa, bagaimana..kau bisa masukk?!" tanya Keyna terbatasusah payah dengan mulut yang seakan terkunci, ia sangat ketakutan, tubuhnya bergetar hebat.Ia takut pria tersebut rampok yang masuk ke dalam rumahnya, dan akan memperkosanya, oh...ya ampun ini gilaa…Batin Keyna berkata."Aku bukan manusia menjijikkan seperti yang ada di pikiranmu!" ucapnya datar dan dingin. Sama seperti wajahnya.Pria itu tinggi menjulang di hadapan Keyna, bahkan kini Keyna masih berdiri terpaku di tempatnya tak melangkah sedikitolpun, ia harus mendongakkan wajahnya membuat tengkuknya pegal."Ya Tuhan!!" pekik Keynadengan suara tercekat.Mata merah itu nyalang menatap Keyna. "Jangan sebut nama itu di hadapanku!!" Kini dalam suaranya terdengar amarah. Bahkan ia sedikit meng
Cahaya matahari pagi membangunkan Keyna dari tidurnya. Begitu matanya terbuka ia segera menyentakkan tubuhnya untuk segera duduk."Astagaaa, mimpi yang buruk!" pekiknya begitu ia teringat dengan kejadian semalam yang ternyata hanyalah sebuahmimpi.Keyna menyentuh dadanya, yang nampak masih berdebar ketakutan seperti semalam. "Hanya mimpi Key!" Keyna berusaha menyadarkan dirinya.Kemudian ia terkekeh dan segera mengecek keadaan piyama nya yang masih utuh tidak seperti dalam mimpinya yang sudah terkoyak. Bahkan sakit di punggung dan kepalanya pun tidak ada. Keyna tertawa seperti orang bodoh."Benar-benar mimpi yang terasa nyata!" gumamnya, kini Keyna menyentuh bibirnya dengan jarinya. Namun kecupan yang ia dapat dalam mimpi seolah benar-benar nyata, bahkan rasanya masih bisa ia rasakan ketika bibir dingin namun lembut itu menyentuh bibirnya."Bodohhh Key... itu hanya mimpi!!" Keyna mengacak rambutnya yang sudah acak-ac
Keyna terus menggerutu sepanjang perjalanannya menuju kampus, bagaimana tidak Drey alias mahluk mengerikan bernama Dyrroth masih terus bersamanya bahkan di dalam bus. Sebisa mungkin Keyna menjaga jarak dengan mahluk aneh dan menyeramkan itu.Begitu sampai di kampus ia masih terus mengikuti Keyna kemanapun ia berada.Keyna berusaha untuk tidak memperdulikan kehadiran mahluk itu. Ia tidak peduli.Keyna lega saat mahluk itu memasuki ruang tata usaha untuk mengurus dokumen-dokumen kepindahannya.'Apa mahluk seperti itu mempunyai identitas juga heh?!' batin Keyna bingung.’Tidak,tidak jangan pedulikan itu Key’. Dengan cepat ia bergegas menuju kantin kampus untuk mencari temannya. Ia duduk di salah satu bangku kosong dan mengedarkan pandangannya. Ia harus bersama Aline agar kejadian kemarin tidak terulang lagi.Namun, ia tidak menemukan keberadaan temannya itu. Menyebalkan.Kini ia k
Semenjak kehadiran Dyrroth atau pun sebut saja Drey, Keyna jarang keluar dari kamarnya ketika berada di rumah. Ia berusaha untuk menjauh dari Drey, jika bisa mungkin ia akan pergi sangat jauh.Drey tidak melakukan apapun pada Keyna, tapi tatapan matanya saja sudah membuat Keyna amat sangat ketakutan, ok di luar wajah tampannya ya.Meskipun kini sudah larut malam namun Keyna tidak bisa memejamkan matanya. Di pikirannya hanya ada Dyrroth…Dyrroth…Drey…Drey…Keyna mendesah pelan. "Apa ia sudah memanipulasi pikiranku juga?"gumamnya perlahan."Argghhh, bagaimana aku bisa lepas dari mahluk itu ya Tuhan! Aku ingin hidup normal kembali," umamnya putus asa.Keyna mencoba untuk mencari pembatalan ritual tersebut, dan berencana untuk mengembalikan Drey ke asalnya. Namun saat Keyna membuka buku tersebut, alangkah terkejutnya dia saat melihat semua halaman di buku itu telah kosong. Tak ada yang bisa dibaca meskipun itu sebuah titik kecil.
Perkataan Drey mengenai Xavier terus terngiang di kepala Keyna. Apa yang Keyna lewatkan dari sosok Xavier? Tidak ada. Xavier begitu sempurna di matanya, tidak cela sedikitpun."Dia tidak sesempurna itu Key." Lagi-lagi Dyrroth membaca pikiran Keyna."Diam kau iblis, kau tahu apa?!" geram Keyna sudah tak tahan lagi."Ck! Dasar manusia!" Dyrroth berdecak tak suka."Kau perlu tahu Key, iblis memang jahat, namun tak pernah menutupinya dan berbohong. Tapi manusia bisa berpura-pura baik di depan saja. Di belakang? Who knows..." seru Drey mengangkat kedua bahunya."Brengsek kau Drey!! Kembalilah ke asalmu!!" pekik Keyna yang entah dari mana ia mendapat keberanian untuk mengumpat dan membentak mahluk mengerikan seperti Drey yang sayangnya sangat tampan. Ehh...waitt lupakan bagian itu ok."Hmm, kau sudah berani rupanya, gadis kecil!!" Dyrroth menatap Keyna dengan tajam, seketika itu juga Keyna tidak bisa mengeluarkan suar
Keyna memeluk lututnya di sudut kamarnya. Kepalanya tertunduk, dan matanya menatap kosong pada lantai kayu di bawahnya. Perasaan aneh yang ia rasakan sejak beberapa hari terakhir membuatnya sulit tidur. Kehadiran Dyrroth di sisinya selalu menimbulkan sensasi yang bercampur aduk antara takut, bingung, dan... sesuatu yang lain yang ia tak mampu definisikan.“Kenapa aku bahkan memikirkannya?” gumamnya pelan.Dyrroth. Sosok yang sejak awal ia anggap sebagai ancaman dan kutukan kini berubah menjadi teka-teki yang membingungkan. Ada saat-saat di mana ia merasa Dyrroth adalah makhluk paling menakutkan yang pernah ia temui, namun di lain waktu, ia melihat sisi yang berbeda dari iblis itu—sisi yang membuat hatinya berdebar.Keyna menggelengkan kepalanya dengan keras, mencoba mengusir pikirannya. Namun, ingatan tentang apa yang terjadi kemarin malam membuat usahanya sia-sia. Lagi-lagi dyrroth menyentuh tubuhnya. Meski sekuat tenaga melawan, tapi dirinya bukanlah lawan bagi Dyrroth. Bagi Dyrroth
Keyna membeku di tempat, seakan dunia berhenti berputar. Kata-kata itu menembus relung pikirannya, menggetarkan hatinya. Jantungnya berpacu kencang seperti genderang perang."Tidak! Aku tidak akan pernah melakukannya!" serunya lantang, meskipun ada getaran kecil dalam suaranya.Dyrroth berbalik, matanya menyala dalam gelap, seperti bara api yang membakar setiap keraguan. Ia menyunggingkan senyum dingin, senyum yang membuat siapa pun merinding."Benarkah?" gumamnya, nadanya meremehkan."Keyna, kau tahu, aku hanya ingin membantumu. Jika kau membuat kontrak denganku, tidak ada lagi yang akan berani menyentuhmu. Orang-orang yang membencimu akan diam, lenyap dari kehidupanmu. Dan kau juga bisa bersama Xavier. Bukankah itu yang kau inginkan?"Nama Xavier seperti duri yang menancap di hati Keyna. Ia tahu Dyrroth tidak asal bicara. Pria itu entah bagaimana selalu tahu apa yang ada di pikirannya, apa yang ia sembunyikan jauh di lubuk hati."Tidak!" serunya lagi, lebih tegas kali ini. Ia mengge
Sementara itu, Xavier akhirnya tiba di rumahnya—sebuah rumah tua bergaya klasik yang dikelilingi taman hijau yang kini terlihat kelam di bawah cahaya bulan. Ia masuk dengan hati-hati, masih merasakan hawa aneh yang membuntutinya sejak di jalan tadi.“Kakek?” panggilnya, suaranya menggema di aula rumah yang tenang.Seorang pria tua dengan rambut putih dan janggut panjang muncul dari sebuah ruangan, mengenakan jubah sederhana. Matanya yang tajam segera memandang Xavier dengan penuh perhatian. “Kau terlambat pulang,” ujar pria itu, suaranya dalam namun penuh wibawa. “Ada apa? Kau terlihat cemas.”Xavier ragu sejenak sebelum berbicara. “Kakek, aku merasakan sesuatu tadi di jalan. Ada energi yang berusaha menyerangku, tapi… ada sesuatu yang memantulkannya. Aku tidak tahu apa itu, tapi rasanya sangat aneh dan kuat.”Wajah pria tua itu berubah serius. Ia melangkah mendekat, meletakkan tangan di bahu Xavier. “Energi itu… apakah dingin dan menekan, seperti mencoba menarikmu ke dalam kegelapan?”
Di dunia yang sangat jauh dari dunia manusia, di mana langit selalu kelabu dan awan menggantung berat seperti pertanda kehancuran, berdirilah sebuah istana megah berwarna obsidian. Menjulang tinggi di atas tanah tandus yang dipenuhi pepohonan hitam tanpa kehidupan, istana itu bagaikan simbol kekuasaan yang tak tergoyahkan.Di dalam singgasana yang berlapis emas hitam dan dihiasi ukiran kuno, Dyrroth duduk dengan ekspresi dingin dan penuh perhitungan. Kedua matanya yang berwarna merah darah menyala samar, mencerminkan amarah yang selama ini ia pendam. Rambut hitamnya panjangnya tergerai, dengan tanduk tinggi menjulang di kepalanya serta menggunakan jubah hitam kebesarannya.Di hadapannya, para bawahannya berdiri dengan penuh hormat. Salah satu dari mereka, seorang iblis bertubuh tinggi dengan tanduk melengkung dan mata menyala keunguan, melangkah maju.“Pangeran, pasukan kita telah berhasil memukul mundur mereka di wilayah timur. Wilayah itu kini kembali berada dalam kendali kita.”Dyr
Satu hari setelah Dyrroth pergi… segalanya terasa biasa saja.Keyna menjalani harinya tanpa hambatan, mengikuti kelas seperti biasa, berbicara dengan teman-temannya, dan pulang ke rumah tanpa gangguan. Tidak ada lagi sosok menyeramkan dengan tatapan tajam yang mengawasinya dari sudut ruangan. Tidak ada suara mengejek yang menyebutnya "manusia lemah."Tiga hari setelah Dyrroth pergi… ia masih merasa baik-baik saja.Tidak ada yang berubah. Kehidupannya berjalan seperti biasanya. Ia bahkan mulai berpikir bahwa kepergian Dyrroth dan Harrith memang keputusan terbaik.Namun, satu minggu setelah Dyrroth pergi… semuanya mulai terasa aneh.Ada sesuatu yang mengganggu pikirannya, meskipun ia tak bisa mengungkapkannya dengan kata-kata.Saat duduk di kelas, Keyna menyadari sesuatu yang ganjil.Ia menoleh ke kanan dan ke kiri, mengamati teman-temannya yang tengah sibuk mencatat atau sekadar mendengarkan dosen berbicara.Tidak ada yang menanyakan keberadaan Drey.Padahal, sudah satu minggu kakak se
Dyrroth menatap bayangannya sendiri di cermin besar di kamarnya, matanya yang merah menyala terlihat meredup. Kata-katanya sendiri tadi malam masih terngiang-ngiang di pikirannya."Aku harus melakukannya dengan perlahan, agar dia sendiri yang menyerahkannya."Namun, benarkah itu hanya sekadar strategi?Kenapa saat ia mengucapkannya, ada keraguan yang muncul dalam dirinya?Dyrroth mendecakkan lidahnya, tidak menyukai ketidakpastian yang menyelinap dalam pikirannya. Namun, ketika mengingat wajah Keyna—tatapan matanya yang ketakutan namun tetap berani, keteguhan hatinya meski ia begitu lemah—ada sesuatu yang berbeda.Ia menghela napas. Tidak ada gunanya memikirkan itu sekarang.Yang lebih penting adalah satu hal: Xavier.***Keesokan harinya, seperti yang sudah diduga, Xavier kembali mendekati Keyna.Dari kejauhan, Dyrroth melihat bagaimana pria itu berbicara dengan lembut pada gadis itu, mengajarkannya doa-doa dan kata-kata bijak tentang kebaikan.Dyrroth mengepalkan tangannya.Bukan ha
Angin malam berembus lembut saat Dyrroth mendarat di sebuah bukit yang sunyi, jauh dari kebisingan kota.Di bawah mereka, kelap-kelip lampu kota terlihat bagaikan bintang yang bertaburan, membentuk lautan cahaya yang begitu indah.Keyna tertegun.Ia tidak pernah melihat pemandangan seperti ini sebelumnya.Entah bagaimana, keindahan ini berhasil mengusir sebagian kecil ketakutan yang masih melekat di hatinya.Tanpa sadar, bibirnya melengkung dalam sebuah senyuman kecil.Dyrroth, yang berdiri di sampingnya, memperhatikan ekspresinya dengan tatapan yang sulit diartikan."Akhirnya kau tersenyum," katanya, suaranya terdengar lebih lembut dari biasanya.Keyna langsung sadar dan berusaha menyembunyikan senyumnya, tapi Dyrroth sudah melihatnya.Ia hanya mendengus kecil sebelum melangkah mendekati sebuah pohon besar yang berdiri kokoh di tepi bukit.Di bawahnya, akar-akar yang menonjol membentuk tempat duduk alami."Duduklah di sini," ujar Dyrroth, menepuk salah satu akar pohon dengan tanganny
Pagi itu, Keyna terbangun dengan mata sembab.Kepalanya masih terasa berat, tetapi setidaknya ia bisa bernapas lebih tenang.Untuk sesaat, ia menatap langit-langit kamarnya, mencoba mengumpulkan pikirannya.Semua yang terjadi semalam masih terasa seperti mimpi buruk—tapi kenyataannya, ia masih di sini.Ia masih hidup.Dan seseorang telah menyelamatkannya.Dyrroth…Nama itu terlintas di pikirannya, membuat hatinya terasa rumit.Biasanya, ia akan langsung berusaha menghindarinya, menjaga jarak sejauh mungkin dari pria itu.Namun, hari ini berbeda.Bukan karena ia tidak takut lagi, tetapi karena…Ia tidak bisa mengabaikan apa yang telah dilakukan Dyrroth untuknya.Dengan sedikit ragu, Keyna bangkit dari tempat tidur dan bersiap menjalani harinya seperti biasa.Namun, ketika ia keluar dari kamarnya, langkahnya langsung terhenti.Di ujung lorong, berdiri seseorang yang begitu familiar baginya.Dyrroth.Pria itu bersandar pada dinding, matanya yang tajam langsung menangkap sosoknya begitu i
Keyna merasakan angin malam menerpa wajahnya saat tubuhnya terangkat dari tanah.Untuk pertama kalinya, ia berada dalam pelukan Dyrroth tanpa ada niat untuk melawan.Biasanya, ia akan berusaha melepaskan diri, tetapi kali ini… tubuhnya terlalu lemah.Ia masih gemetar ketakutan karena kejadian barusan, napasnya belum sepenuhnya stabil.Dyrroth membawanya terbang, tetapi ia tidak melesat cepat seperti biasanya.Ia sadar Keyna hanyalah manusia biasa—tubuhnya tidak akan mampu menahan kecepatan luar biasa yang biasa ia gunakan.Jadi, ia memilih untuk terbang perlahan.Keyna merasakan dadanya naik turun seiring napas Dyrroth yang stabil. Tangannya secara refleks mencengkeram erat kain bajunya, takut jatuh.Dyrroth menyadari itu.Ia melirik sekilas ke wajah Keyna, yang masih tampak pucat dengan bekas air mata di pipinya."Takut?" tanyanya dengan nada datar.Keyna tidak menjawab, tetapi genggamannya semakin erat.Dyrroth menghela napas, lalu tanpa berkata apa-apa, lengannya yang memeluk pingg
Xavier kini tahu satu hal yang pasti—Keyna adalah target Pangeran Kegelapan.Dia mungkin bukan gadis dengan kekuatan tersembunyi atau keturunan istimewa, tetapi justru karena itulah Dyrroth tertarik padanya. Xavier tidak bisa membiarkan itu terjadi.Dan yang lebih buruknya lagi, Dyrroth telah menyusup ke dalam kehidupan Keyna.Sebagai kakak sepupunya—Drey.Keyna duduk di kantin, mengaduk minumannya dengan malas. Ia ingat kejadian tadi malam saat Dyrroth kembali memaksanya dengan menggunakan ibunya untuk mengancamnya. Itu membuatnya sangat marah.Sejak ia bangun hingga ia di kampus, ia sama sekali tidak menggubris Dyrroth. Meski iblis itu sempat ada di dekatnya ia mengganggapnya tidak ada.Dia memang harus menjauh darinya. Menghindar.Ia mengangkat kepalanya dan mendapati Xavier berdiri di depannya."Keyna," ucapnya dengan nada tenang.Keyna sedikit terkejut dengan kehadirannya. Sejak kapan pria ini mulai memperhatikannya?"Ada apa?" tanyanya, berusaha tetap santai.Xavier menatapnya d
Di tempat lain, Xavier duduk sendirian di sudut ruangan. Matanya menerawang, pikirannya terjebak dalam pusaran tanda tanya yang tak kunjung terjawab.Hari ini di kampus terasa berbeda. Ada sesuatu yang mengusik pikirannya—sesuatu yang tidak kasat mata, tetapi begitu nyata.Di kantin tadi siang, ia merasakan getaran aneh. Bukan sekadar firasat, melainkan keberadaan kekuatan yang kelam. Energi itu merayap di sekelilingnya, menyentuh indranya seperti bisikan yang nyaris tak terdengar.Tapi tidak ada yang aneh di sana. Tak ada pertarungan, tak ada kejadian besar. Hanya keramaian mahasiswa yang bercakap-cakap seperti biasa.Lalu ada Keyna.Xavier mengernyit, mengingat bagaimana gadis itu tampak berbeda dari yang lain. Bukan hanya karena tatapan matanya yang kosong seolah menyimpan beban yang terlalu berat, tetapi juga karena ada sesuatu yang mengitarinya—sesuatu yang tidak bisa dilihat oleh orang biasa.Semakin ia mencoba mengabaikan perasaan itu, semakin rasa penasarannya tumbuh."Siapa s
Keyna masih terjebak dalam belenggu tak kasat mata. Napasnya memburu, ketakutan merayapi dirinya, tetapi di balik ketakutan itu, ada bara kecil yang mulai menyala—tekad untuk tidak menyerah begitu saja.Dyrroth mendekat, sorot matanya tajam seperti belati yang siap menembus pertahanannya. "Kau bisa memilih, Keyna... menyerah atau kehilangan segalanya," bisiknya dengan nada penuh ancaman.Keyna menggigit bibirnya, menahan gemetar. "Kau salah jika mengira aku akan tunduk padamu," desisnya, suaranya terdengar lebih kuat daripada yang ia rasakan di dalam hatinya.Dyrroth menyeringai, seolah menikmati perlawanan kecil itu. Dengan satu gerakan tangannya, cengkeraman tak kasat mata yang menahannya semakin erat, membuat tubuh Keyna terasa seakan dipaksa berlutut.“Bukankah kau tahu, perlawananmu akan berakhir dengan sia-sia?”“Aku tidak akan menyerahkan diriku padamu!” ujar Keyna.“Oh, baiklah kita buktikan saja.”Dengan gerakan jarinya yang ringan, pakaian yang dikenakan oleh Keyna saat ini