Semenjak kehadiran Dyrroth atau pun sebut saja Drey, Keyna jarang keluar dari kamarnya ketika berada di rumah. Ia berusaha untuk menjauh dari Drey, jika bisa mungkin ia akan pergi sangat jauh.
Drey tidak melakukan apapun pada Keyna, tapi tatapan matanya saja sudah membuat Keyna amat sangat ketakutan, ok di luar wajah tampannya ya.Meskipun kini sudah larut malam namun Keyna tidak bisa memejamkan matanya. Di pikirannya hanya ada Dyrroth… Dyrroth… Drey… Drey…Keyna mendesah pelan. "Apa ia sudah memanipulasi pikiranku juga?" gumamnya perlahan."Argghhh, bagaimana aku bisa lepas dari mahluk itu ya Tuhan! Aku ingin hidup normal kembali," umamnya putus asa.Keyna mencoba untuk mencari pembatalan ritual tersebut, dan berencana untuk mengembalikan Drey ke asalnya. Namun saat Keyna membuka buku tersebut, alangkah terkejutnya dia saat melihat semua halaman di buku itu telah kosong. Tak ada yang bisa dibaca meskipun itu sebuah titik kecil.Aneh bukan?Bahkan Keyna sudah mendatangi toko tersebut untuk menemui wanita tua itu dan bertanya mengenai hal ini. Dan lagi-lagi Keyna dibuat melongo tak percaya. Toko buku itu hilang bak di telan bumi. Sedangkan tempat yang Keyna yakini toko buku adalah sebuah toko roti, dengan aroma semerbak menggiurkan dari roti yang baru dipanggang.Keyna masih penasaran, ia mencoba masuk ke dalam toko roti tersebut dengan membeli beberapa roti agar tidak malu saat bertanya.Dan hasilnya benar-benar di luar prediksinya. Pemiliknya mengatakan bahwa toko ini sudah menjadi toko roti sudah puluhan tahun lamanya di sini. Bahkan tidak bergeser sedikitpun. Malah pemilik toko tersebut menatapnya dengan aneh saat Keyna mengatakan bahwa ia membeli buku di toko ini. Mungkin pemilik toko tersebut menganggap Keyna gila atau sedang berhalusinasi tinggi. Karena tatapannya seakan mengatakan jika Keyna orang yang tidak waras.Jadi di sini sebenarnya yang tidak waras itu siapa?Astaga, Keyna benar-benar merasa dirinya gila sungguhan. Apakah ini nyata atau hanya sebuah mimpi? Jika mimpi Keyna berharap dapat segera bangun dengan cepat dari mimpi buruknya ini.Jika ini nyata, semoga saja Keyna hanya sedikit sakit jiwa yang bisa disembuhkan oleh seorang psikiater.Percuma juga Keyna menceritakannya pada orang lain, karena hanya akan menganggap bahwa Keyna gila. Atau pada ibunya, pasti ibunya akan segera menyeret Keyna dan membawanya ke psikiater.Jika buku itu sudah kosong, maka jalan satu-satunya adalah mencarinya di g****e. Konyol bukan? Tapi tidak ada pilihan lain lagi untuk Keyna. Bukan nya di g****e kita akan menemukan apapun? Semoga saja hal ini ada.Keyna segera meraih ponselnya yang berada di atas nakas di sebelah tempat tidurnya. Kemudian ia tampak mulai mengotak-ngatik ponselnya.Pembatalan Ritual Pemanggilan Iblis.Not Found!Keyna mendesah kecewa, namun ia tak putus asa begitu saja.Pembatalan Ritual Pemanggilan Demon.Not Found!Not Found!Not Found!Kini Keyna menggeram kesal. Bahkan ia melempar ponselnya di atas tempat tidur. Ia frustasi dan mengacak-ngacak rambutnya sendiri."Hmm, tidak ada yang bisa membatalkan pemanggilan ku, gadis kecil." Terdengar suara yang teramat datar, dingin dan penuh keangkuhan dari pintu kamar yang tiba-tiba terbuka.Keyna tersentak kaget, saat sosok itu sudah berdiri dengan melipat kedua tangannya di dada dan bersandar pada pintu."K-kau!" pekik Keyna sambil beringsut mundur dan tertahan di ujung tempat tidur. Sedangkan Drey melangkah dengan tenang ke arah Keyna yang ketakutan, seketika pintu kamar tertutup dengan sendiri, membuat Keyna semakin bergetar. Dan terkunci.'Apa maksudnya??' pekik Keyna dalam hati.Drey semakin mendekat, Keyna semakin terdiam kaku benar-benar mirip sebuah patung, tubuhnya tidak dapat di gerakan kembali. Sepertinya itu ulah Drey."K-kau m-mau apa? A-aku akan berteriak!!" seru Keyna dengan bibir bergetar."Berteriaklah sesuka hatimu, aku sudah membuat ibumu tertidur, tidak akan ada yang bisa mendengar teriakanmu." Dyrroth menyeringai. Mata Keyna membulat sempurna. Ah, dia lupa Dyrroth bisa melakukan apapun.Tidak ada bisa Keyna lakukan, kecuali berdoa, ya berdoa. 'Tuhan tolong aku…'Terdengar Drey menggeram marah. Terlihat kilatan amarah di matanya yang tampak semakin mengerikan. Keyna tidak peduli, jika ia harus mati maka mungkin inilah waktunya.Keyna terus memohon pada Tuhan perlindungannya dalam hatinya. Mata Drey berubah menjadi merah. Tangannya mengepal, namun tiba-tiba keluar kuku tajam dari jarinya."Berdoalah pada Tuhanmu, terlalu banyak yang dia urus dia tak akan mendengar doamu." Drey menyeringai."Drey, Dyrroth siapapun kau, aku mohon, menjauhlah dariku, aku sama sekali tidak tertarik dengan perjanjian yang kau tawarkan itu." Lirih Keyna dengan terisak. Entah sejak kapan air matanya sudah membasahi pipinya."Ku mohon…" lirihnya."Sekali kau memanggilku, itu berarti kontrak untuk selama-lamanya dan tidak bisa di batalkan. Kau akan menyetujui perjanjian itu.""Tidak Drey… aku mohon…" Keyna memohon."Bukankah kau ingin memiliki Xavier? Kau hanya perlu menyetujui perjanjian itu dan kau akan memilikinya, sudah ku katakan aku tak akan meminta nyawamu," ujar Drey sambil menatap tajam Keyna yang masih terdiam kaku karena ia membuat Keyna tidak bisa bergerak oleh kekuatannya saat ini"Tidak..." lirih Keyna."Kita hanya perlu melakukan perjanjian itu, Xavier akan menjadi milikmu dan aku akan mengambil apa yang kau korbankan, setelah itu aku akan pergi dari hidupmu, mudah bukan?!" "Aku tidak mau…""Benarkah? Tapi hatimu mengatakan sebaliknya Arkey..." 'Shit… apa yang dia tahu?' pekik Keyna dalam hatinya"Aku tahu semuanya." Ujar Dyrroth, karena memang ia bisa membaca pikiran Keyna."Bahkan aku tau semua tentangmu," ujar Dyrroth " Setiap malam kau selalu membayangkan Xavier bahkan dalam mimpimu. Kau selalu membayangkan dan menginginkan Xavier untuk menyentuh tub---""Stopp… stopp Dreyy..." pekik KeynaTentu saja apapun yang Keyna sembunyikan Drey akan mengetahui semuanya dengan mudah. Sekalipun itu sebuah rahasia besar yang Keyna tutup dengan rapat. Ini membuat Keyna takut sekaligus malu. Pipinya sedikit merona. Ahh astaga... Keyna sendiri bahkan tidak mengerti mengapa ia bisa berpikiran kotor jika membayangkan Xavier yang bisa menyentuh tubuhnya. Ohh… apakah ini manipulasi Drey?"Tidak, aku tidak membuatmu seperti itu, itu keinginan mu sendiri," ujar Drey."Apa?" Kaget Keyna."Baiklah..." Kini nada suara Dyrroth terdengar sedikit lebih santai, ia duduk di atas tempat tidur, matanya tidak lepas menatap Keyna yang masih ketakutan. Mungkin pendekatannya harus sedikit lebih halus untuk mendapatkan apa yang dia inginkan."Hmm..sepertinya aku tahu, kau tidak melakukan perjanjian itu karena kau masih takut untuk menyerahkan apa yang ku minta padamu," seru Dyrroth."Apa maksudmu?""Jangan pura-pura bodoh Arkey. Aku sudah mengatakannya padamu, apa yang ku minta bukan?"Keyna ingat dengan betul apa yang Drey minta, bukan nyawanya atau jiwanya untuk mengabdi pada Drey selama-lamanya. Bukan yang seperti itu. Tapi tetap saja Keyna merasa tidak ingin memberikan sesuatu yang paling berharga yang ia miliki. Ia hanya akan menyerahkannya pada orang yang ia cintai. Setidaknya ia akan menyerahkannya pada Xavier."Xavier tidak akan peduli kau masih perawan atau tidak Arkey." Ucapan Drey sontak saja membuat Keyna tersentak."Kau… jangan sembarangan membaca pikiranku Dreyyy, itu tidak sopan!" pekik Keyna."Aku mengatakan apa yang aku tahu, buatlah ini menjadi lebih mudah Key. Kau menginginkan Xavier, aku akan mengabulkannya, kau hanya tinggal menyerahkan apa yang aku mau, setelah itu aku akan pergi dari hidupmu dan Xavier menjadi milikmu," tawar Dyrroth."Dan, aku akan membuat Clarissa dan teman-temannya tidak mengganggumu lagi," lanjutnya."Aku tidak mau, aku ingin Xavier mencintaiku dengan tulus tanpa bantuanmu tentu saja. Dan Clarissa aku sama sekali tidak peduli," lirih Keyna."Kau tidak tahu siapa Xavier dan Clarissa, Arkey." Drey menyeringai."Apa maksudmu?" tanya Keyna penasaran."Aku tidak akan memberitahumu! Jika kau tau menyetujui perjanjian yang ku tawarkan." Drey tersenyum miring dengan seribu makna yang tersimpan.Siapa Xavier?Siapa Clarissa?Apa arti semua ini?- To be continue-Salam kenal semuanya, selamat membaca.
Perkataan Drey mengenai Xavier terus terngiang di kepala Keyna. Apa yang Keyna lewatkan dari sosok Xavier? Tidak ada. Xavier begitu sempurna di matanya, tidak cela sedikitpun."Dia tidak sesempurna itu Key." Lagi-lagi Dyrroth membaca pikiran Keyna."Diam kau iblis, kau tahu apa?!" geram Keyna sudah tak tahan lagi."Ck! Dasar manusia!" Dyrroth berdecak tak suka."Kau perlu tahu Key, iblis memang jahat, namun tak pernah menutupinya dan berbohong. Tapi manusia bisa berpura-pura baik di depan saja. Di belakang? Who knows..." seru Drey mengangkat kedua bahunya."Brengsek kau Drey!! Kembalilah ke asalmu!!" pekik Keyna yang entah dari mana ia mendapat keberanian untuk mengumpat dan membentak mahluk mengerikan seperti Drey yang sayangnya sangat tampan. Ehh...waitt lupakan bagian itu ok."Hmm, kau sudah berani rupanya, gadis kecil!!" Dyrroth menatap Keyna dengan tajam, seketika itu juga Keyna tidak bisa mengeluarkan suar
Keyna memeluk lututnya di sudut kamarnya. Kepalanya tertunduk, dan matanya menatap kosong pada lantai kayu di bawahnya. Perasaan aneh yang ia rasakan sejak beberapa hari terakhir membuatnya sulit tidur. Kehadiran Dyrroth di sisinya selalu menimbulkan sensasi yang bercampur aduk antara takut, bingung, dan... sesuatu yang lain yang ia tak mampu definisikan.“Kenapa aku bahkan memikirkannya?” gumamnya pelan.Dyrroth. Sosok yang sejak awal ia anggap sebagai ancaman dan kutukan kini berubah menjadi teka-teki yang membingungkan. Ada saat-saat di mana ia merasa Dyrroth adalah makhluk paling menakutkan yang pernah ia temui, namun di lain waktu, ia melihat sisi yang berbeda dari iblis itu—sisi yang membuat hatinya berdebar.Keyna menggelengkan kepalanya dengan keras, mencoba mengusir pikirannya. Namun, ingatan tentang apa yang terjadi kemarin malam membuat usahanya sia-sia. Lagi-lagi dyrroth menyentuh tubuhnya. Meski sekuat tenaga melawan, tapi dirinya bukanlah lawan bagi Dyrroth. Bagi Dyrroth
Keyna membeku di tempat, seakan dunia berhenti berputar. Kata-kata itu menembus relung pikirannya, menggetarkan hatinya. Jantungnya berpacu kencang seperti genderang perang."Tidak! Aku tidak akan pernah melakukannya!" serunya lantang, meskipun ada getaran kecil dalam suaranya.Dyrroth berbalik, matanya menyala dalam gelap, seperti bara api yang membakar setiap keraguan. Ia menyunggingkan senyum dingin, senyum yang membuat siapa pun merinding."Benarkah?" gumamnya, nadanya meremehkan."Keyna, kau tahu, aku hanya ingin membantumu. Jika kau membuat kontrak denganku, tidak ada lagi yang akan berani menyentuhmu. Orang-orang yang membencimu akan diam, lenyap dari kehidupanmu. Dan kau juga bisa bersama Xavier. Bukankah itu yang kau inginkan?"Nama Xavier seperti duri yang menancap di hati Keyna. Ia tahu Dyrroth tidak asal bicara. Pria itu entah bagaimana selalu tahu apa yang ada di pikirannya, apa yang ia sembunyikan jauh di lubuk hati."Tidak!" serunya lagi, lebih tegas kali ini. Ia mengge
Sementara itu, Xavier akhirnya tiba di rumahnya—sebuah rumah tua bergaya klasik yang dikelilingi taman hijau yang kini terlihat kelam di bawah cahaya bulan. Ia masuk dengan hati-hati, masih merasakan hawa aneh yang membuntutinya sejak di jalan tadi.“Kakek?” panggilnya, suaranya menggema di aula rumah yang tenang.Seorang pria tua dengan rambut putih dan janggut panjang muncul dari sebuah ruangan, mengenakan jubah sederhana. Matanya yang tajam segera memandang Xavier dengan penuh perhatian. “Kau terlambat pulang,” ujar pria itu, suaranya dalam namun penuh wibawa. “Ada apa? Kau terlihat cemas.”Xavier ragu sejenak sebelum berbicara. “Kakek, aku merasakan sesuatu tadi di jalan. Ada energi yang berusaha menyerangku, tapi… ada sesuatu yang memantulkannya. Aku tidak tahu apa itu, tapi rasanya sangat aneh dan kuat.”Wajah pria tua itu berubah serius. Ia melangkah mendekat, meletakkan tangan di bahu Xavier. “Energi itu… apakah dingin dan menekan, seperti mencoba menarikmu ke dalam kegelapan?”
Tongkat-tongkat mereka terangkat serentak, memancarkan cahaya lembut yang perlahan berubah menjadi kilauan emas. Simbol-simbol kuno di lantai mulai bercahaya, menyatu dengan energi yang memancar dari tongkat mereka. Dalam hitungan detik, ruang ritual itu dipenuhi dengan energi besar yang terasa hidup. Cahaya itu seperti memiliki napas, berdenyut dan berputar mengelilingi Xavier.Awalnya, Xavier merasakan sensasi hangat yang menyebar di tubuhnya, seperti matahari yang lembut menyentuh kulitnya. Namun, perlahan, kehangatan itu berubah menjadi panas yang menyengat, merambat melalui setiap pembuluh darahnya.Xavier mengepalkan tangannya, mencoba menahan rasa terbakar yang semakin menjadi-jadi. “Apa… ini?” tanyanya, suaranya gemetar di antara rasa sakit yang semakin mendalam.“Jangan melawan!” Eldric berseru, suaranya tegas. “Biarkan kekuatan itu mengalir. Jangan menahannya, Xavier. Kau harus menerimanya!”Tapi rasa panas itu berubah menjadi ledakan energi yang begitu kuat hingga Xavier ha
Dyrroth berdiri di puncak menara tua yang tertutupi bayangan malam, matanya menatap kosong ke langit gelap yang dihiasi bulan sabit. Namun, alih-alih ketenangan, wajahnya menyiratkan keresahan. Ia baru saja merasakan energi yang sangat familiar, energi yang sudah lama ia benci dan sekaligus takuti. Energi itu membangkitkan memori masa lalunya—kenangan pahit akan pertempuran yang hampir merenggut segalanya darinya.“Roh Suci…” gumamnya dengan suara rendah, penuh kebencian. Ia mengepalkan tangannya hingga kuku tajamnya hampir menembus telapak tangannya sendiri. “Jadi, akhirnya kau kembali. Apakah kau di sini untuk mencariku? Atau untuk menghancurkanku sekali lagi?”Dyrroth mengerahkan telepatinya, memanggil bawahannya yang paling setia, Harrith. Dalam beberapa saat, Harrith muncul dari balik bayangan, berlutut di hadapannya. “Tuan, Anda memanggil saya?”Dyrroth menoleh ke arah Harrith, sorot matanya dingin namun penuh perintah. “Aku akan kembali ke istana. Bulan purnama sudah dekat, dan
Dyrroth yang baru saja menyelesaikan ritualnya merasakan energi kuat menjalar di sekujur tubuhnya. Getaran magis itu membakar di setiap nadinya, membuat tubuhnya terasa lebih bertenaga, lebih tangguh, lebih berbahaya. Namun, ia tahu ini belum cukup. Beberapa saat kemudian, rasa lelah mulai menyerang, memaksanya untuk beristirahat agar tubuhnya dapat beradaptasi dengan kekuatan yang baru diterimanya.Sambil duduk bersila dalam lingkaran ritual yang masih berpendar cahaya merah pekat, Dyrroth merenung. Jika Keyna bersedia melakukan kontrak dengannya, maka kekuatan yang ia miliki akan jauh lebih besar dari yang ia dapatkan saat ini. Ia dapat merasakan potensi yang tersembunyi dalam diri gadis itu, sebuah energi yang dapat mengubah keseimbangan dunia jika diarahkan dengan benar.Tatapan Dyrroth mengeras. Ia harus membuat Keyna menyerah, harus membuatnya tunduk. Ia tahu, waktu untuk bergerak semakin dekat, dan Keyna adalah kunci bagi ambisinya yang lebih besar. Roh suci sudah bangkit, dan
Setelah percakapan singkat dan penuh misteri dengan Xavier, yang bahkan tidak dimengerti sama sekali olehnya. Keyna melangkah pergi, meninggalkan pria itu yang masih berdiri di tempat, menyembunyikan rasa penasaran dalam tatapannya yang dalam.Keyna merasa ada kehangatan yang aneh dalam hatinya. Sesuatu yang belum pernah ia rasakan sebelumnya. Namun, meskipun hati kecilnya merasa bahagia, ada juga perasaan cemas yang mulai muncul—seperti ada sesuatu yang mengintai, menunggu untuk ditemukan.Di belakangnya, beberapa teman sekelasnya yang sering mengolok-oloknya sejak lama, mengamati dengan penuh rasa ingin tahu. Mereka berdiri di sudut koridor, dengan tatapan tajam yang tak pernah hilang, selalu mencari peluang untuk menjatuhkan Keyna."Apa itu tadi? Dia... bicara dengan Xavier?" suara Clarissa, teman sekelas yang paling sering membuli Keyna, terdengar penuh sindiran."Sepertinya, dia merasa lebih penting setelah ngobrol sama anak itu," sahut Ruby, d
Di dunia yang sangat jauh dari dunia manusia, di mana langit selalu kelabu dan awan menggantung berat seperti pertanda kehancuran, berdirilah sebuah istana megah berwarna obsidian. Menjulang tinggi di atas tanah tandus yang dipenuhi pepohonan hitam tanpa kehidupan, istana itu bagaikan simbol kekuasaan yang tak tergoyahkan.Di dalam singgasana yang berlapis emas hitam dan dihiasi ukiran kuno, Dyrroth duduk dengan ekspresi dingin dan penuh perhitungan. Kedua matanya yang berwarna merah darah menyala samar, mencerminkan amarah yang selama ini ia pendam. Rambut hitamnya panjangnya tergerai, dengan tanduk tinggi menjulang di kepalanya serta menggunakan jubah hitam kebesarannya.Di hadapannya, para bawahannya berdiri dengan penuh hormat. Salah satu dari mereka, seorang iblis bertubuh tinggi dengan tanduk melengkung dan mata menyala keunguan, melangkah maju.“Pangeran, pasukan kita telah berhasil memukul mundur mereka di wilayah timur. Wilayah itu kini kembali berada dalam kendali kita.”Dyr
Satu hari setelah Dyrroth pergi… segalanya terasa biasa saja.Keyna menjalani harinya tanpa hambatan, mengikuti kelas seperti biasa, berbicara dengan teman-temannya, dan pulang ke rumah tanpa gangguan. Tidak ada lagi sosok menyeramkan dengan tatapan tajam yang mengawasinya dari sudut ruangan. Tidak ada suara mengejek yang menyebutnya "manusia lemah."Tiga hari setelah Dyrroth pergi… ia masih merasa baik-baik saja.Tidak ada yang berubah. Kehidupannya berjalan seperti biasanya. Ia bahkan mulai berpikir bahwa kepergian Dyrroth dan Harrith memang keputusan terbaik.Namun, satu minggu setelah Dyrroth pergi… semuanya mulai terasa aneh.Ada sesuatu yang mengganggu pikirannya, meskipun ia tak bisa mengungkapkannya dengan kata-kata.Saat duduk di kelas, Keyna menyadari sesuatu yang ganjil.Ia menoleh ke kanan dan ke kiri, mengamati teman-temannya yang tengah sibuk mencatat atau sekadar mendengarkan dosen berbicara.Tidak ada yang menanyakan keberadaan Drey.Padahal, sudah satu minggu kakak se
Dyrroth menatap bayangannya sendiri di cermin besar di kamarnya, matanya yang merah menyala terlihat meredup. Kata-katanya sendiri tadi malam masih terngiang-ngiang di pikirannya."Aku harus melakukannya dengan perlahan, agar dia sendiri yang menyerahkannya."Namun, benarkah itu hanya sekadar strategi?Kenapa saat ia mengucapkannya, ada keraguan yang muncul dalam dirinya?Dyrroth mendecakkan lidahnya, tidak menyukai ketidakpastian yang menyelinap dalam pikirannya. Namun, ketika mengingat wajah Keyna—tatapan matanya yang ketakutan namun tetap berani, keteguhan hatinya meski ia begitu lemah—ada sesuatu yang berbeda.Ia menghela napas. Tidak ada gunanya memikirkan itu sekarang.Yang lebih penting adalah satu hal: Xavier.***Keesokan harinya, seperti yang sudah diduga, Xavier kembali mendekati Keyna.Dari kejauhan, Dyrroth melihat bagaimana pria itu berbicara dengan lembut pada gadis itu, mengajarkannya doa-doa dan kata-kata bijak tentang kebaikan.Dyrroth mengepalkan tangannya.Bukan ha
Angin malam berembus lembut saat Dyrroth mendarat di sebuah bukit yang sunyi, jauh dari kebisingan kota.Di bawah mereka, kelap-kelip lampu kota terlihat bagaikan bintang yang bertaburan, membentuk lautan cahaya yang begitu indah.Keyna tertegun.Ia tidak pernah melihat pemandangan seperti ini sebelumnya.Entah bagaimana, keindahan ini berhasil mengusir sebagian kecil ketakutan yang masih melekat di hatinya.Tanpa sadar, bibirnya melengkung dalam sebuah senyuman kecil.Dyrroth, yang berdiri di sampingnya, memperhatikan ekspresinya dengan tatapan yang sulit diartikan."Akhirnya kau tersenyum," katanya, suaranya terdengar lebih lembut dari biasanya.Keyna langsung sadar dan berusaha menyembunyikan senyumnya, tapi Dyrroth sudah melihatnya.Ia hanya mendengus kecil sebelum melangkah mendekati sebuah pohon besar yang berdiri kokoh di tepi bukit.Di bawahnya, akar-akar yang menonjol membentuk tempat duduk alami."Duduklah di sini," ujar Dyrroth, menepuk salah satu akar pohon dengan tanganny
Pagi itu, Keyna terbangun dengan mata sembab.Kepalanya masih terasa berat, tetapi setidaknya ia bisa bernapas lebih tenang.Untuk sesaat, ia menatap langit-langit kamarnya, mencoba mengumpulkan pikirannya.Semua yang terjadi semalam masih terasa seperti mimpi buruk—tapi kenyataannya, ia masih di sini.Ia masih hidup.Dan seseorang telah menyelamatkannya.Dyrroth…Nama itu terlintas di pikirannya, membuat hatinya terasa rumit.Biasanya, ia akan langsung berusaha menghindarinya, menjaga jarak sejauh mungkin dari pria itu.Namun, hari ini berbeda.Bukan karena ia tidak takut lagi, tetapi karena…Ia tidak bisa mengabaikan apa yang telah dilakukan Dyrroth untuknya.Dengan sedikit ragu, Keyna bangkit dari tempat tidur dan bersiap menjalani harinya seperti biasa.Namun, ketika ia keluar dari kamarnya, langkahnya langsung terhenti.Di ujung lorong, berdiri seseorang yang begitu familiar baginya.Dyrroth.Pria itu bersandar pada dinding, matanya yang tajam langsung menangkap sosoknya begitu i
Keyna merasakan angin malam menerpa wajahnya saat tubuhnya terangkat dari tanah.Untuk pertama kalinya, ia berada dalam pelukan Dyrroth tanpa ada niat untuk melawan.Biasanya, ia akan berusaha melepaskan diri, tetapi kali ini… tubuhnya terlalu lemah.Ia masih gemetar ketakutan karena kejadian barusan, napasnya belum sepenuhnya stabil.Dyrroth membawanya terbang, tetapi ia tidak melesat cepat seperti biasanya.Ia sadar Keyna hanyalah manusia biasa—tubuhnya tidak akan mampu menahan kecepatan luar biasa yang biasa ia gunakan.Jadi, ia memilih untuk terbang perlahan.Keyna merasakan dadanya naik turun seiring napas Dyrroth yang stabil. Tangannya secara refleks mencengkeram erat kain bajunya, takut jatuh.Dyrroth menyadari itu.Ia melirik sekilas ke wajah Keyna, yang masih tampak pucat dengan bekas air mata di pipinya."Takut?" tanyanya dengan nada datar.Keyna tidak menjawab, tetapi genggamannya semakin erat.Dyrroth menghela napas, lalu tanpa berkata apa-apa, lengannya yang memeluk pingg
Xavier kini tahu satu hal yang pasti—Keyna adalah target Pangeran Kegelapan.Dia mungkin bukan gadis dengan kekuatan tersembunyi atau keturunan istimewa, tetapi justru karena itulah Dyrroth tertarik padanya. Xavier tidak bisa membiarkan itu terjadi.Dan yang lebih buruknya lagi, Dyrroth telah menyusup ke dalam kehidupan Keyna.Sebagai kakak sepupunya—Drey.Keyna duduk di kantin, mengaduk minumannya dengan malas. Ia ingat kejadian tadi malam saat Dyrroth kembali memaksanya dengan menggunakan ibunya untuk mengancamnya. Itu membuatnya sangat marah.Sejak ia bangun hingga ia di kampus, ia sama sekali tidak menggubris Dyrroth. Meski iblis itu sempat ada di dekatnya ia mengganggapnya tidak ada.Dia memang harus menjauh darinya. Menghindar.Ia mengangkat kepalanya dan mendapati Xavier berdiri di depannya."Keyna," ucapnya dengan nada tenang.Keyna sedikit terkejut dengan kehadirannya. Sejak kapan pria ini mulai memperhatikannya?"Ada apa?" tanyanya, berusaha tetap santai.Xavier menatapnya d
Di tempat lain, Xavier duduk sendirian di sudut ruangan. Matanya menerawang, pikirannya terjebak dalam pusaran tanda tanya yang tak kunjung terjawab.Hari ini di kampus terasa berbeda. Ada sesuatu yang mengusik pikirannya—sesuatu yang tidak kasat mata, tetapi begitu nyata.Di kantin tadi siang, ia merasakan getaran aneh. Bukan sekadar firasat, melainkan keberadaan kekuatan yang kelam. Energi itu merayap di sekelilingnya, menyentuh indranya seperti bisikan yang nyaris tak terdengar.Tapi tidak ada yang aneh di sana. Tak ada pertarungan, tak ada kejadian besar. Hanya keramaian mahasiswa yang bercakap-cakap seperti biasa.Lalu ada Keyna.Xavier mengernyit, mengingat bagaimana gadis itu tampak berbeda dari yang lain. Bukan hanya karena tatapan matanya yang kosong seolah menyimpan beban yang terlalu berat, tetapi juga karena ada sesuatu yang mengitarinya—sesuatu yang tidak bisa dilihat oleh orang biasa.Semakin ia mencoba mengabaikan perasaan itu, semakin rasa penasarannya tumbuh."Siapa s
Keyna masih terjebak dalam belenggu tak kasat mata. Napasnya memburu, ketakutan merayapi dirinya, tetapi di balik ketakutan itu, ada bara kecil yang mulai menyala—tekad untuk tidak menyerah begitu saja.Dyrroth mendekat, sorot matanya tajam seperti belati yang siap menembus pertahanannya. "Kau bisa memilih, Keyna... menyerah atau kehilangan segalanya," bisiknya dengan nada penuh ancaman.Keyna menggigit bibirnya, menahan gemetar. "Kau salah jika mengira aku akan tunduk padamu," desisnya, suaranya terdengar lebih kuat daripada yang ia rasakan di dalam hatinya.Dyrroth menyeringai, seolah menikmati perlawanan kecil itu. Dengan satu gerakan tangannya, cengkeraman tak kasat mata yang menahannya semakin erat, membuat tubuh Keyna terasa seakan dipaksa berlutut.“Bukankah kau tahu, perlawananmu akan berakhir dengan sia-sia?”“Aku tidak akan menyerahkan diriku padamu!” ujar Keyna.“Oh, baiklah kita buktikan saja.”Dengan gerakan jarinya yang ringan, pakaian yang dikenakan oleh Keyna saat ini