Keyna terus menggerutu sepanjang perjalanannya menuju kampus, bagaimana tidak Drey alias mahluk mengerikan bernama Dyrroth masih terus bersamanya bahkan di dalam bus. Sebisa mungkin Keyna menjaga jarak dengan mahluk aneh dan menyeramkan itu.
Begitu sampai di kampus ia masih terus mengikuti Keyna kemanapun ia berada. Keyna berusaha untuk tidak memperdulikan kehadiran mahluk itu. Ia tidak peduli.Keyna lega saat mahluk itu memasuki ruang tata usaha untuk mengurus dokumen-dokumen kepindahannya.'Apa mahluk seperti itu mempunyai identitas juga heh?!' batin Keyna bingung.’Tidak, tidak jangan pedulikan itu Key’. Dengan cepat ia bergegas menuju kantin kampus untuk mencari temannya. Ia duduk di salah satu bangku kosong dan mengedarkan pandangannya. Ia harus bersama Aline agar kejadian kemarin tidak terulang lagi.Namun, ia tidak menemukan keberadaan temannya itu. Menyebalkan.Kini ia kembali teringat pada mahluk itu, bagaimana ia bisa kabur dari mahluk itu. Apa yang harus aku lakukan. Keyna mengingat perjanjian itu, Key kau tak boleh tergoda dengan itu, ya ampun mengapa aku memikirkan perjanjian itu sekarang. Keyna menggelengkan kepalanya."Arghhh…" pekik Keyna pelan. Ini membuatku pusing. Aku harus memohon ampun pada Tuhan. Dan berdoa agar semua ini hanyalah mimpi. Benar itu benar Keyna." Keynaaa…" Suara cempreng Aline terdengar membuyarkan lamunannya. Aline kemudian duduk dihadapannya."Aku mencarimu dari tadi!!" dengus Aline kesal."Aku juga mencari dirimu, Al!!""Hmm..., Kok kamu aneh sih? Clarissa ganggu kamu lagi?" tanya Aline seraya mengedarkan pandangannya untuk mencari keberadaan Clarissa dan teman-temannya."Aneh apa, Al? Dan aku tidak diganggu Clarissa, hmm… belum. " Keyna mengerutkan dahinya."Dihh… Kamu sakit? kenapa melamun terus?" Aline memperhatikan wajah Keyna teliti."Heh?!" "Nah kan…" "Apaan sih, Al?!" sewot Keyna." Mulai gila ya, haha…" Aline tertawa terpingkal-pingkal."Jangan sembaranga deh, Al!" Keyna tak terima."Soalnya kamu tuh sudah seperti hewan yang akan dipotong, Key!" Kekeh Aline meledek Keyna puas."Ck!" decak Keyna tak suka."Sorry, Darl. Ayo pergi, sebentar lagi jam nya Mr. Benneth, kamu tahu kan bagaimana kejamnya dia?" seru Aline mengingatkan sambil melihat jam tangan yang melingkar di pergelangan tangannya. Keyna hanya mengangguk dan bergegas beranjak dari tempat nya duduk dan berjalan menuju kelas mereka.
Sesampainya di depan kelas, Keyna menolehkan kepala ke arah samping. Meskipun matanya menatap ke depan, ia tadi sempat melihat sebuah bayangan yang tampak mirip seperti manusia yang menatapnya.Saat ia melihat ke tempat tersebut hanya kosong. Tak ada siapapun. Malah hanya ada beberapa mahasiswi yang tidak jauh dari tempat tersebut yang tengah mengobrol. Keyna menggaruk kepalanya. Padahal ia yakin sekali sosok tadi tengah berdiri menatapnya di sana. Keyna bisa merasakannya.Keyna menggelengkan kepalanya berusaha mengenyahkan pikiran itu. "Key..," panggil Aline membuyarkan lamunannya."Hmm...""Kamu cerita ke aku kemarin, katanya kakak sepupu mu masuk kelas kita, mana dia?" tanya Aline."Hah?" Keyna tersentak kaget. "Maksudmu, Al?" Keyna balik bertanya bingung dengan ucapan Aline."Selain senang melamun apa sekarang kau mulai mengalami kepikunan, Key?" Aline menatap Keyna tak percaya."Kemarin kau cerita padaku, jika kakak sepupumu pindah ke kampus kita dan masuk di kelas yang sama dengan kita. Bagaimana kau bisa lupa itu, Key?""What??!" Tentu saja Keyna merasa kaget. Seingatnya tidak ada obrolan tentang ini dengan Aline, ia jelas ingat sekali.Kakak sepupu? Ya Tuhaannn… Dyrroth? Drey? Selain Mom apa dia memanipulasi semua orang?Deg***Seorang pria muda tampak memasuki sebuah ruangan besar. Ruangan itu tampak mewah dan agung, dengan banyak lukisan di dinding, serta ukiran dan patung-patung suci. Ruangan itu bernuansa putih dan emas menambah kemewahan yang tergambar di dalamnya. Bagaikan berada di dalam sebuah istana.Pria muda itu berjalan melangkah dengan sangat gagah dan berwibawa. Ia mendekat ke arah seorang pria tua yang tengah duduk di kursi kebesarannya. Kursi yang tampak begitu megah, tak kalah dengan ruangan itu.Jarak yang memisahkan mereka hanya tinggal sekitar dua meter saja. Pria itu berlutut dengan bertumpu pada satu kakinya."Father…" Ucapnya dengan penuh hormat. Pria tua itu mengangguk "Berdirilah, anakku..." ucapnya dengan lembut dan penuh wibawa. Matanya menatap ke arah pria muda tersebut. "Terima kasih Father...""Apa kau merasakannya? Sepertiku anakku?" tanyanya." Ya, saya meminta izin padamu, untuk segera pergi kesana dan mencari informasi mengenainya." ujarnya.Pria tua itu kembali mengangguk. "Berhati-hatilah. Ini tak akan mudah," ucapnya penuh perhatian."Terima kasih, Father." Pria muda itu segera pamit dan undur diri.***
Mr. Benneth masuk ke dalam ruang kelas di temani seorang mahasiswa dengan rambut hitam yang berpadu sempurna dengan kulit putih wajahnya yang nan halus. Keyna membulatkan matanya saat semua orang terutama mahasiswi yang berada di dalam kelas berdecak kagum dengan ketampanan dari mahasiswa baru tersebut. Sudah jelas mahasiswa baru itu adalah iblis bernama Dyrroth itu. Oke, nama manusia dia Drey."Drey Leocadio. Kalian bisa memanggil saya Drey," ujarnya saat dosen memintanya untuk memperkenalkan diri di depan kelas.Di tengah semester ada mahasiswa pindahan, harusnya mereka semua bisa merasakan keanehan ini bukan? Tapi ternyata tidak ada yang berpikiran seperti itu, ini aneh sekali, sepertinya ia memanipulasi pikiran semua orang."Pantas saja kau tidak mau mengenalkannya padaku, rupanya kakak sepupumu begitu tampan…" bisik Aline pada Keyna. Keyna tak menggubris ucapan Aline.Keyna menatap Dyrroth, tanpa berkedip seiring dengan langkah Drey, ehmm… ok Drey ini lebih mudah jika harus memanggil nama yang begitu sulit untuk di lapal kan itu, dan ia duduk tidak jauh dari Keyna, karena hanya itucepat setelah itu, dia langsung membuang wajahnya bangku yang kosong.Dan akhirnya pandangan mereka bertemu. Drey hanya memasang raut datarnya dan menatap ke arah Keyna sekilas, kemudian menoleh ke arah lain.'Shit, iblis itu memang tampan!' umpat Keyna dalam hati.Jantungnya langsung berdetak dengan cepat dan segera mengalihkan pandangannya ke arah depan, saat Drey tiba-tiba menatap ke arahnya." Dia benar-benar memang tampan…" Aline kembali berujar dan tersenyum lebar tanpa menoleh pada Keyna, namun pandangannya tertuju pada Drey.Keyna tidak menjawab, pandangannya terus tertuju pada depan kelas."Kenapa ada ciptaan Tuhan yang begitu sempurna, kau pelit Key tidak mengenalkannya padaku!" Celoteh Aline dengan mata yang berbinar." Kau harus mengenalkannya padaku, awas saja!" Lanjutnya.Keyna yang melihat kelakuan sahabatnya hanya bisa menggeleng-gelengkan kepalanya. 'Andai kau tahu Aline… siapa dia…' Keyna mendengus kesal dan frustasi.'Tuhan tolong aku. Aku mohon keluarkan aku dari situasi seperti ini.'Padahal kemarin hidupnya masih sangat normal seperti biasa. Tapi mengapa semuanya bisa berubah secepat ini.Dan mahluk ini?Bagaimana aku bisa menghindar darinya?- To be continue-Semenjak kehadiran Dyrroth atau pun sebut saja Drey, Keyna jarang keluar dari kamarnya ketika berada di rumah. Ia berusaha untuk menjauh dari Drey, jika bisa mungkin ia akan pergi sangat jauh.Drey tidak melakukan apapun pada Keyna, tapi tatapan matanya saja sudah membuat Keyna amat sangat ketakutan, ok di luar wajah tampannya ya.Meskipun kini sudah larut malam namun Keyna tidak bisa memejamkan matanya. Di pikirannya hanya ada Dyrroth…Dyrroth…Drey…Drey…Keyna mendesah pelan. "Apa ia sudah memanipulasi pikiranku juga?"gumamnya perlahan."Argghhh, bagaimana aku bisa lepas dari mahluk itu ya Tuhan! Aku ingin hidup normal kembali," umamnya putus asa.Keyna mencoba untuk mencari pembatalan ritual tersebut, dan berencana untuk mengembalikan Drey ke asalnya. Namun saat Keyna membuka buku tersebut, alangkah terkejutnya dia saat melihat semua halaman di buku itu telah kosong. Tak ada yang bisa dibaca meskipun itu sebuah titik kecil.
Perkataan Drey mengenai Xavier terus terngiang di kepala Keyna. Apa yang Keyna lewatkan dari sosok Xavier? Tidak ada. Xavier begitu sempurna di matanya, tidak cela sedikitpun."Dia tidak sesempurna itu Key." Lagi-lagi Dyrroth membaca pikiran Keyna."Diam kau iblis, kau tahu apa?!" geram Keyna sudah tak tahan lagi."Ck! Dasar manusia!" Dyrroth berdecak tak suka."Kau perlu tahu Key, iblis memang jahat, namun tak pernah menutupinya dan berbohong. Tapi manusia bisa berpura-pura baik di depan saja. Di belakang? Who knows..." seru Drey mengangkat kedua bahunya."Brengsek kau Drey!! Kembalilah ke asalmu!!" pekik Keyna yang entah dari mana ia mendapat keberanian untuk mengumpat dan membentak mahluk mengerikan seperti Drey yang sayangnya sangat tampan. Ehh...waitt lupakan bagian itu ok."Hmm, kau sudah berani rupanya, gadis kecil!!" Dyrroth menatap Keyna dengan tajam, seketika itu juga Keyna tidak bisa mengeluarkan suar
Keyna memeluk lututnya di sudut kamarnya. Kepalanya tertunduk, dan matanya menatap kosong pada lantai kayu di bawahnya. Perasaan aneh yang ia rasakan sejak beberapa hari terakhir membuatnya sulit tidur. Kehadiran Dyrroth di sisinya selalu menimbulkan sensasi yang bercampur aduk antara takut, bingung, dan... sesuatu yang lain yang ia tak mampu definisikan.“Kenapa aku bahkan memikirkannya?” gumamnya pelan.Dyrroth. Sosok yang sejak awal ia anggap sebagai ancaman dan kutukan kini berubah menjadi teka-teki yang membingungkan. Ada saat-saat di mana ia merasa Dyrroth adalah makhluk paling menakutkan yang pernah ia temui, namun di lain waktu, ia melihat sisi yang berbeda dari iblis itu—sisi yang membuat hatinya berdebar.Keyna menggelengkan kepalanya dengan keras, mencoba mengusir pikirannya. Namun, ingatan tentang apa yang terjadi kemarin malam membuat usahanya sia-sia. Lagi-lagi dyrroth menyentuh tubuhnya. Meski sekuat tenaga melawan, tapi dirinya bukanlah lawan bagi Dyrroth. Bagi Dyrroth
Keyna membeku di tempat, seakan dunia berhenti berputar. Kata-kata itu menembus relung pikirannya, menggetarkan hatinya. Jantungnya berpacu kencang seperti genderang perang."Tidak! Aku tidak akan pernah melakukannya!" serunya lantang, meskipun ada getaran kecil dalam suaranya.Dyrroth berbalik, matanya menyala dalam gelap, seperti bara api yang membakar setiap keraguan. Ia menyunggingkan senyum dingin, senyum yang membuat siapa pun merinding."Benarkah?" gumamnya, nadanya meremehkan."Keyna, kau tahu, aku hanya ingin membantumu. Jika kau membuat kontrak denganku, tidak ada lagi yang akan berani menyentuhmu. Orang-orang yang membencimu akan diam, lenyap dari kehidupanmu. Dan kau juga bisa bersama Xavier. Bukankah itu yang kau inginkan?"Nama Xavier seperti duri yang menancap di hati Keyna. Ia tahu Dyrroth tidak asal bicara. Pria itu entah bagaimana selalu tahu apa yang ada di pikirannya, apa yang ia sembunyikan jauh di lubuk hati."Tidak!" serunya lagi, lebih tegas kali ini. Ia mengge
Sementara itu, Xavier akhirnya tiba di rumahnya—sebuah rumah tua bergaya klasik yang dikelilingi taman hijau yang kini terlihat kelam di bawah cahaya bulan. Ia masuk dengan hati-hati, masih merasakan hawa aneh yang membuntutinya sejak di jalan tadi.“Kakek?” panggilnya, suaranya menggema di aula rumah yang tenang.Seorang pria tua dengan rambut putih dan janggut panjang muncul dari sebuah ruangan, mengenakan jubah sederhana. Matanya yang tajam segera memandang Xavier dengan penuh perhatian. “Kau terlambat pulang,” ujar pria itu, suaranya dalam namun penuh wibawa. “Ada apa? Kau terlihat cemas.”Xavier ragu sejenak sebelum berbicara. “Kakek, aku merasakan sesuatu tadi di jalan. Ada energi yang berusaha menyerangku, tapi… ada sesuatu yang memantulkannya. Aku tidak tahu apa itu, tapi rasanya sangat aneh dan kuat.”Wajah pria tua itu berubah serius. Ia melangkah mendekat, meletakkan tangan di bahu Xavier. “Energi itu… apakah dingin dan menekan, seperti mencoba menarikmu ke dalam kegelapan?”
Tongkat-tongkat mereka terangkat serentak, memancarkan cahaya lembut yang perlahan berubah menjadi kilauan emas. Simbol-simbol kuno di lantai mulai bercahaya, menyatu dengan energi yang memancar dari tongkat mereka. Dalam hitungan detik, ruang ritual itu dipenuhi dengan energi besar yang terasa hidup. Cahaya itu seperti memiliki napas, berdenyut dan berputar mengelilingi Xavier.Awalnya, Xavier merasakan sensasi hangat yang menyebar di tubuhnya, seperti matahari yang lembut menyentuh kulitnya. Namun, perlahan, kehangatan itu berubah menjadi panas yang menyengat, merambat melalui setiap pembuluh darahnya.Xavier mengepalkan tangannya, mencoba menahan rasa terbakar yang semakin menjadi-jadi. “Apa… ini?” tanyanya, suaranya gemetar di antara rasa sakit yang semakin mendalam.“Jangan melawan!” Eldric berseru, suaranya tegas. “Biarkan kekuatan itu mengalir. Jangan menahannya, Xavier. Kau harus menerimanya!”Tapi rasa panas itu berubah menjadi ledakan energi yang begitu kuat hingga Xavier ha
Dyrroth berdiri di puncak menara tua yang tertutupi bayangan malam, matanya menatap kosong ke langit gelap yang dihiasi bulan sabit. Namun, alih-alih ketenangan, wajahnya menyiratkan keresahan. Ia baru saja merasakan energi yang sangat familiar, energi yang sudah lama ia benci dan sekaligus takuti. Energi itu membangkitkan memori masa lalunya—kenangan pahit akan pertempuran yang hampir merenggut segalanya darinya.“Roh Suci…” gumamnya dengan suara rendah, penuh kebencian. Ia mengepalkan tangannya hingga kuku tajamnya hampir menembus telapak tangannya sendiri. “Jadi, akhirnya kau kembali. Apakah kau di sini untuk mencariku? Atau untuk menghancurkanku sekali lagi?”Dyrroth mengerahkan telepatinya, memanggil bawahannya yang paling setia, Harrith. Dalam beberapa saat, Harrith muncul dari balik bayangan, berlutut di hadapannya. “Tuan, Anda memanggil saya?”Dyrroth menoleh ke arah Harrith, sorot matanya dingin namun penuh perintah. “Aku akan kembali ke istana. Bulan purnama sudah dekat, dan
Dyrroth yang baru saja menyelesaikan ritualnya merasakan energi kuat menjalar di sekujur tubuhnya. Getaran magis itu membakar di setiap nadinya, membuat tubuhnya terasa lebih bertenaga, lebih tangguh, lebih berbahaya. Namun, ia tahu ini belum cukup. Beberapa saat kemudian, rasa lelah mulai menyerang, memaksanya untuk beristirahat agar tubuhnya dapat beradaptasi dengan kekuatan yang baru diterimanya.Sambil duduk bersila dalam lingkaran ritual yang masih berpendar cahaya merah pekat, Dyrroth merenung. Jika Keyna bersedia melakukan kontrak dengannya, maka kekuatan yang ia miliki akan jauh lebih besar dari yang ia dapatkan saat ini. Ia dapat merasakan potensi yang tersembunyi dalam diri gadis itu, sebuah energi yang dapat mengubah keseimbangan dunia jika diarahkan dengan benar.Tatapan Dyrroth mengeras. Ia harus membuat Keyna menyerah, harus membuatnya tunduk. Ia tahu, waktu untuk bergerak semakin dekat, dan Keyna adalah kunci bagi ambisinya yang lebih besar. Roh suci sudah bangkit, dan
Pagi itu, sinar matahari menembus tirai jendela kamar Keyna. Ia mengerjap perlahan, matanya berat seperti baru bangun dari tidur yang sangat panjang. Tangannya terangkat menyentuh dahinya, mencoba mengingat sesuatu.Mimpi. Ya… semalam ia bermimpi tentang Dyrroth. Mimpi yang terasa begitu nyata, begitu hidup, bahkan ia masih bisa merasakan kehadiran pria itu. Bagaimana mungkin?Keyna menoleh ke sekeliling kamarnya. Sama seperti kemarin malam. Tak ada yang berubah. Langit-langit yang sama, perabot yang sama, bahkan bantal yang masih berantakan seperti ketika ia tertidur.“Mimpi itu... terlalu nyata,” gumamnya, mengusap wajahnya pelan.Ia duduk di pinggir tempat tidur, berusaha menenangkan diri. “Pasti karena aku terlalu memikirkan dia. Dyrroth. Ya… itu pasti. Tidak mungkin dia benar-benar ada di sini…”Keyna bangkit dan melangkah menuju kamar mandi, kakinya telanjang menyentuh lantai kayu yang dingin. Setelah ia selesai mandi kemudian ia bersiap dengan pakaiannya dan juga tas nya untuk
Tubuh Keyna langsung bergetar, namun ia tak bisa bergerak.Otaknya mencoba memahami apa yang baru saja terjadi, tapi kenyataan di hadapannya terlalu mengejutkan. Ia sangat tidak menyangka jika Dyrroth—iblis itu—akan kembali. Dan lebih dari itu, kini ia ada di belakangnya, memeluknya erat, seakan tidak berniat membiarkannya pergi.Punggungnya merasakan setiap detail keberadaan Dyrroth—panas tubuhnya, napasnya yang mengalir lembut di telinga, dan kekuatan yang bersembunyi di balik keheningan ini.Ketegangan memenuhi udara di sekitarnya.Lalu, tiba-tiba…Pelukan itu menghilang.Keyna hampir jatuh ke depan saat cengkeraman itu lenyap begitu saja. Namun, sebelum ia sempat menarik napas lega, sosok Dyrroth sudah berdiri di hadapannya, menatapnya tanpa berkedip.Mata hitamnya bersinar dalam kegelapan, penuh ketertarikan… dan sesuatu yang jauh lebih dalam.“Kenapa wajahmu tegang seperti itu?” Suaranya lembut, nyaris terdengar menenangkan, tetapi ada bahaya yang tersembunyi di dalamnya.Keyna
Langit sore mulai berwarna keemasan saat Keyna berjalan di samping Xavier, melewati halaman menuju tempat ibadah. Angin sepoi-sepoi menggoyangkan rambut panjangnya, membawa ketenangan yang semakin akrab dalam hidupnya. Mereka sudah berjanji untuk bertemu setelah kuliah mereka selesai sore ini.Tanpa disadari, sudah sebulan berlalu sejak kekacauan terakhir. Sejak bayangan gelap itu lenyap tanpa jejak. Sejak namanya—namanya—dihapus dari dunia ini.Dyrroth.Kini, dia bahkan jarang memikirkan nama itu.“Keyna?” suara Xavier yang lembut menariknya kembali ke kenyataan.“Hm?” Keyna menoleh, menatap pemuda di sampingnya. Xavier tersenyum, tatapannya selalu lembut, selalu penuh ketulusan.“Kau melamun lagi,” katanya sambil menggeleng pelan. “Apa kau yang sedang kau pikirkan? Apakah kau memiliki masalah?”Keyna menggeleng cepat. “Tidak, aku hanya… teringat sesuatu.”Xavier menatapnya dalam, lalu mengulurkan tangannya, jemarinya menyentuh ringan symbol suci di leher Keyna. Kalung itu diberikan
Di dunia yang sangat jauh dari dunia manusia, di mana langit selalu kelabu dan awan menggantung berat seperti pertanda kehancuran, berdirilah sebuah istana megah berwarna obsidian. Menjulang tinggi di atas tanah tandus yang dipenuhi pepohonan hitam tanpa kehidupan, istana itu bagaikan simbol kekuasaan yang tak tergoyahkan.Di dalam singgasana yang berlapis emas hitam dan dihiasi ukiran kuno, Dyrroth duduk dengan ekspresi dingin dan penuh perhitungan. Kedua matanya yang berwarna merah darah menyala samar, mencerminkan amarah yang selama ini ia pendam. Rambut hitamnya panjangnya tergerai, dengan tanduk tinggi menjulang di kepalanya serta menggunakan jubah hitam kebesarannya.Di hadapannya, para bawahannya berdiri dengan penuh hormat. Salah satu dari mereka, seorang iblis bertubuh tinggi dengan tanduk melengkung dan mata menyala keunguan, melangkah maju.“Pangeran, pasukan kita telah berhasil memukul mundur mereka di wilayah timur. Wilayah itu kini kembali berada dalam kendali kita.”Dyr
Satu hari setelah Dyrroth pergi… segalanya terasa biasa saja.Keyna menjalani harinya tanpa hambatan, mengikuti kelas seperti biasa, berbicara dengan teman-temannya, dan pulang ke rumah tanpa gangguan. Tidak ada lagi sosok menyeramkan dengan tatapan tajam yang mengawasinya dari sudut ruangan. Tidak ada suara mengejek yang menyebutnya "manusia lemah."Tiga hari setelah Dyrroth pergi… ia masih merasa baik-baik saja.Tidak ada yang berubah. Kehidupannya berjalan seperti biasanya. Ia bahkan mulai berpikir bahwa kepergian Dyrroth dan Harrith memang keputusan terbaik.Namun, satu minggu setelah Dyrroth pergi… semuanya mulai terasa aneh.Ada sesuatu yang mengganggu pikirannya, meskipun ia tak bisa mengungkapkannya dengan kata-kata.Saat duduk di kelas, Keyna menyadari sesuatu yang ganjil.Ia menoleh ke kanan dan ke kiri, mengamati teman-temannya yang tengah sibuk mencatat atau sekadar mendengarkan dosen berbicara.Tidak ada yang menanyakan keberadaan Drey.Padahal, sudah satu minggu kakak se
Dyrroth menatap bayangannya sendiri di cermin besar di kamarnya, matanya yang merah menyala terlihat meredup. Kata-katanya sendiri tadi malam masih terngiang-ngiang di pikirannya."Aku harus melakukannya dengan perlahan, agar dia sendiri yang menyerahkannya."Namun, benarkah itu hanya sekadar strategi?Kenapa saat ia mengucapkannya, ada keraguan yang muncul dalam dirinya?Dyrroth mendecakkan lidahnya, tidak menyukai ketidakpastian yang menyelinap dalam pikirannya. Namun, ketika mengingat wajah Keyna—tatapan matanya yang ketakutan namun tetap berani, keteguhan hatinya meski ia begitu lemah—ada sesuatu yang berbeda.Ia menghela napas. Tidak ada gunanya memikirkan itu sekarang.Yang lebih penting adalah satu hal: Xavier.***Keesokan harinya, seperti yang sudah diduga, Xavier kembali mendekati Keyna.Dari kejauhan, Dyrroth melihat bagaimana pria itu berbicara dengan lembut pada gadis itu, mengajarkannya doa-doa dan kata-kata bijak tentang kebaikan.Dyrroth mengepalkan tangannya.Bukan ha
Angin malam berembus lembut saat Dyrroth mendarat di sebuah bukit yang sunyi, jauh dari kebisingan kota.Di bawah mereka, kelap-kelip lampu kota terlihat bagaikan bintang yang bertaburan, membentuk lautan cahaya yang begitu indah.Keyna tertegun.Ia tidak pernah melihat pemandangan seperti ini sebelumnya.Entah bagaimana, keindahan ini berhasil mengusir sebagian kecil ketakutan yang masih melekat di hatinya.Tanpa sadar, bibirnya melengkung dalam sebuah senyuman kecil.Dyrroth, yang berdiri di sampingnya, memperhatikan ekspresinya dengan tatapan yang sulit diartikan."Akhirnya kau tersenyum," katanya, suaranya terdengar lebih lembut dari biasanya.Keyna langsung sadar dan berusaha menyembunyikan senyumnya, tapi Dyrroth sudah melihatnya.Ia hanya mendengus kecil sebelum melangkah mendekati sebuah pohon besar yang berdiri kokoh di tepi bukit.Di bawahnya, akar-akar yang menonjol membentuk tempat duduk alami."Duduklah di sini," ujar Dyrroth, menepuk salah satu akar pohon dengan tanganny
Pagi itu, Keyna terbangun dengan mata sembab.Kepalanya masih terasa berat, tetapi setidaknya ia bisa bernapas lebih tenang.Untuk sesaat, ia menatap langit-langit kamarnya, mencoba mengumpulkan pikirannya.Semua yang terjadi semalam masih terasa seperti mimpi buruk—tapi kenyataannya, ia masih di sini.Ia masih hidup.Dan seseorang telah menyelamatkannya.Dyrroth…Nama itu terlintas di pikirannya, membuat hatinya terasa rumit.Biasanya, ia akan langsung berusaha menghindarinya, menjaga jarak sejauh mungkin dari pria itu.Namun, hari ini berbeda.Bukan karena ia tidak takut lagi, tetapi karena…Ia tidak bisa mengabaikan apa yang telah dilakukan Dyrroth untuknya.Dengan sedikit ragu, Keyna bangkit dari tempat tidur dan bersiap menjalani harinya seperti biasa.Namun, ketika ia keluar dari kamarnya, langkahnya langsung terhenti.Di ujung lorong, berdiri seseorang yang begitu familiar baginya.Dyrroth.Pria itu bersandar pada dinding, matanya yang tajam langsung menangkap sosoknya begitu i
Keyna merasakan angin malam menerpa wajahnya saat tubuhnya terangkat dari tanah.Untuk pertama kalinya, ia berada dalam pelukan Dyrroth tanpa ada niat untuk melawan.Biasanya, ia akan berusaha melepaskan diri, tetapi kali ini… tubuhnya terlalu lemah.Ia masih gemetar ketakutan karena kejadian barusan, napasnya belum sepenuhnya stabil.Dyrroth membawanya terbang, tetapi ia tidak melesat cepat seperti biasanya.Ia sadar Keyna hanyalah manusia biasa—tubuhnya tidak akan mampu menahan kecepatan luar biasa yang biasa ia gunakan.Jadi, ia memilih untuk terbang perlahan.Keyna merasakan dadanya naik turun seiring napas Dyrroth yang stabil. Tangannya secara refleks mencengkeram erat kain bajunya, takut jatuh.Dyrroth menyadari itu.Ia melirik sekilas ke wajah Keyna, yang masih tampak pucat dengan bekas air mata di pipinya."Takut?" tanyanya dengan nada datar.Keyna tidak menjawab, tetapi genggamannya semakin erat.Dyrroth menghela napas, lalu tanpa berkata apa-apa, lengannya yang memeluk pingg